Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tahu
Menurut SNI 01-3142-1998, tahu merupakan produk makanan berupa
padatan lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai dengan cara
pengendapan protein baik menggunakan penambahan bahan pengendap organik
maupun anorganik yang diizinkan (Rahayu, 2012). Tahu adalah gumpalan
protein kedelai yang diperoleh dari hasil penyaringan kedelai yang telah
digiling dengan penambahan biang atau garam-garam kalsium, misalnya
kalsium sulfat yang dikenal dengan nama batu tahu, batu coko atau sioko.
Komposisi tahu yang banyak mengandung protein dan air menyebabkan tahu
merupakan media yang cocok untuk tumbuhnya mikroba sehingga tahu
menjadi cepat mengalami kerusakan. Jumlah protein dalam tahu hanya 7,8%
sedangkan kadar air dalam tahu mencapai 8,4% (Sarwono & Saragih, 2003).
Menurut Direktorat Gizi Depkes RI (1981), Kandungan gizi tahu dalam setiap
100 g berat bahan terdiri dari energi 68 kkal; 7,8 g protein; 4,6 g lemak; 1,6 g
karbohidrat; 124 mg kalsium; dan 63 mg fosfor. Sedangkan komposisi
kandungan tahu adalah 70–90% air, 5–15% protein, 4-8% lemak, dan 2–5%
karbohidrat. Syarat mutu tahu menurut SNI 01-3142-1998 adalah angka
cemaran mikroorganisme Eschercia coli maksimal 10 sedangkan Salmonela
negatif dengan satuan APM1/g/25g.
Ciri-ciri tahu yang mengandung formalin yaitu tahu yang tidak rusak
sampai tiga hari apabila disimpan pada suhu ruang dan bertahan lebih dari 15
hari pada suhu dingin, tahu keras namun tidak padat, dan baunya agak
menyengat khas formalin. Kualitas tahu dapat dilihat dari beberapa faktor yaitu
mutu, rendemen, kadar protein dan daya simpan tahu. Kadar air dan kandungan
gizi tahu yang cukup tinggi merupakan media pertumbuhan mikroorganisme
penyebab kerusakan pada produk tahu. Kandungan protein yang tinggi pada tahu
juga menjadi penyebab kerusakan pada produk tahu. Kerusakan disebabkan
adanya populasi mikroba perusak. Berkembangnya populasi mikroba perusak

4
Identifikasi Kandungan Kimia..., Intan Nur Fadlilah, Fakultas Farmasi UMP, 2016
dapat menyebabkan pelendiran, bau busuk, tekstur menjadi sangat lunak, rasa
asam, dan kadang berjamur pada permukaannya (Suprapti, 2005).

B. Daging ayam broiler


Menurut Standar Nasional Indonesia (2009), ayam ras pedaging disebut
dengan ayam broiler. Daging ayam broiler adalah bahan makanan yang
mengandung gizi tinggi memiliki rasa dan aroma yang enak, tekstur yang
lunak dan harga yang relatif murah disukai hampir semua orang. Komposisi
kimia daging ayam terdiri dari protein 18,6%, lemak 15,06%, air 65,95% dan
abu 0,79% (Stadelman et al., 1988). Kandungan gizi yang tinggi pada daging
merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba, sehingga daging
merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak atau perishable.
Kerusakan pada daging disebabkan karena adanya benturan fisik, perubahan
kimia, dan aktivitas mikroba (Soeparno, 2005).
Menurut Ketaren (1989), sifat daging ayam pedaging (broiler)
diantaranya adalah kadar lemak tinggi setelah masa pertumbuhan. Apabila
kadar lemak tinggi maka akan diikuti dengan meningkatnya kadar air. Kadar
air yang tinggi dalam daging merupakan salah satu faktor yang mendukung
perkembangan jamur atau mikroorganisme. Daging yang tercemar mikroba
melebihi ambang batas akan menjadi berlendir, berjamur, daya simpannya
menurun, berbau busuk, rasa tidak enak, dan menyebabkan gangguan
kesehatan bila dikonsumsi (Djaafar dan Rahayu, 2007).

C. Bahan Pengawet Makanan


Menurut Badan Pengawasan Makanan dan Obat No. 36 (2013),
pengawet adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat
fermentasi, pengasaman, penguraian, dan kerusakan lainnya terhadap pangan
yang disebabkan oleh mikroorganisme. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan pangan
pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau

5
Identifikasi Kandungan Kimia..., Intan Nur Fadlilah, Fakultas Farmasi UMP, 2016
menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya
terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Zat pengawet adalah zat aditif atau bahan kimia yang ditambahkan ke
dalam makanan atau minuman. Zat aditif ini apabila dikonsumsi oleh manusia
dalam kadar tinggi akan terakumulasi di dalam tubuh yang dalam waktu dekat
akan menyebabkan sakit kepala, sesak nafas, muntah-muntah dan mudah
letih. Dalam waktu yang lama akan menyebabkan kerusakan organ hati dan
ginjal, juga dapat menyebabkan tumor, kanker, kerusakan saraf bahkan
kematian (Yunus, 2011).
Syarat zat pengawet adalah mampu membunuh kontaminasi
mikroorganisme, tidak toksik atau menyebabkan iritasi pada pengguna, stabil
dan aktif, serta selektif dan tidak bereaksi dengan bahan (Pratiwi, 2008).
Komponen pengawet adalah suatu komponen yang bekerja dengan
menghambat pertumbuhan bakteri atau kapang (bakteristatik atau fungistatik)
atau membunuh bakteri atau kapang (bakterisidal atau fungsidal) (Koswara,
2009).
Menurut Badan Pengawasan Makanan dan Obat No. 36 (2013)
beberapa bahan tambahan pangan pengawet yang diizinkan digunakan dalam
pangan, antara lain :
1. Asam askobat dan garamnya
2. Asam benzoat dan garamnya
3. Etil para-hidroksibenzoat
4. Metil para-hydroksibenzoat
5. Sulfit
6. Nisin
7. Nitrit
8. Nitrat
9. Asam propionat dan garamnya
10. Lisozim hidroklorida
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1168/Menkes/Per/X/1999 tentang perubahan atas peraturan Nomor

6
Identifikasi Kandungan Kimia..., Intan Nur Fadlilah, Fakultas Farmasi UMP, 2016
722/Menkes/Per/X/1988 tentang bahan tambahan makanan yang dilarang
digunakan dalam makanan, antara lain asam borat dan senyawanya asam
salisilat dan garamnya, dietilpirokarbonat, dulsin, kalium klorat,
kloramfenikol, minyak nabati yang dibrominasi, nitrofurazon, formalin, dan
kalium bromat.
Menurut SNI 19-0232-2005 ambang batas formaldehida di udara bagi
pekerja adalah 0,37 ppm, sedangkan menurut SNI 01-0222-1995 batas
maksimum penggunaan natrium benzoat adalah 1g/kg. Ambang penggunaan
bahan pengawet yang diijinkan adalah batasan di mana konsumen tidak
menjadi keracunan dengan tambahan pengawet.

D. Lengkuas (Alpina galanga L.)


1. Nama tanaman dan daerah
Greater galingale (Inggris), Lengkuas (Indonesia), Laos (Jawa),
Laja (Sunda) (Haryanto, 2012).
2. Sistematika tanaman
Menurut Becker & Van Den Brink (1965), tanaman lengkuas dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Anak suku : Alpiniodeae
Marga : Alpinia
Jenis : Alpinia galanga (L.) Willd.
3. Deskripsi tanaman lengkuas
Lengkuas (Lenguas galangal atau Alpina galangal) sering dipakai
oleh kaum wanita dikenal sebagai penyedap masakan. Lengkuas termasuk
terna tumbuhan tegak yang tinggi batangnya mencapai 2-2,5 m. Lengkuas

7
Identifikasi Kandungan Kimia..., Intan Nur Fadlilah, Fakultas Farmasi UMP, 2016
dapat hidup di daerah dataran rendah sampai dataran tinggi, lebih kurang
1200 m di atas permukaan laut (Haryanto, 2012).
Ada 2 jenis tumbuhan lengkuas yang dikenal yaitu varietas dengan
rimpang umbi (akar) berwarna putih dan varietas berimpang umbi merah.
Lengkuas berimpang umbi putih inilah yang dipakai penyedap masakan,
sedang lengkuas berimpang umbi merah digunakan sebagai obat.
Lengkuas mempunyai batang pohon yang terdiri dari susunan pelepah-
pelepah daun. Daun berbentuk bulat panjang dan antara daun yang
terdapat pada bagian bawah terdiri dari pelepah-pelepah saja, sedangkan
bagian atas batang terdiri dari pelepah-pelepah lengkap dengan helaian
daun. Bagian bunga muncul pada bagian ujung tumbuhan. Rimpang umbi
lengkuas selain berserat kasar juga mempunyai aroma yang khas
(Haryanto, 2012).
4. Kandungan kimia lengkuas
Senyawa kimia yang terdapat pada Lenguas galangal antara lain
mengandung minyak atsiri, minyak terbang, eugenol, seskuiterpen, pinen,
metil sinamat, kaemferida, galangan, galangol dan kristal kuning
(Haryanto, 2012). Bagian rimpang lengkuas mengandung atsiri 1%,
kamfer, sineol, minyak terbang, eugenol, seskuiterpen, pinen, kaemferida,
galangan, galangol, kristal kuning dan asam metil sinamat. Minyak atsiri
yang dikandung rimpang lengkuas antara lain galangol, galangin, alpinen,
kamfer, dan methyl-cinnamate (Syamsiah, 2003).
5. Khasiat lengkuas
Lengkuas merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan
sebagai antibakteri. Senyawa aktif antibakteri yang terkandung dalam
rimpang lengkuas adalah fenol yang terdapat dalam minyak atsiri. Peran
lengkuas sebagai pengawet makanan tidak terlepas dari kemampuan
lengkuas yang memiliki aktivitas antimikroba, kandungan zat kimia yang
terdapat dalam lengkuas adalah fenol, flavonoid, dan minyak atsiri.
Senyawa fenol mempunyai hambatan dalam pembentukan dinding sel,
sedangkan efek antibakteri dari senyawa terpenoid dan flavonoid adalah

8
Identifikasi Kandungan Kimia..., Intan Nur Fadlilah, Fakultas Farmasi UMP, 2016
kemampuannya merusak membran sel bakteri, serta minyak atsiri dapat
menghambat pertumbuhan bakteri dengan mengganggu proses
terbentuknya membran dan dinding sel yang tidak terbentuk sempurna
(Suryawati, 2011).
Lengkuas dapat mengobati sakit rheumatic, sakit limpa, gairah
seks, nafsu makan, bronchitis, morbili dan panu (Haryanto, 2012). Minyak
lengkuas (oleum galangal) sering ditambahkan sebagai aroma dalam
pembuatan minuman keras dan bir (Tjitrosoepomo, 2004).

E. Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah suatu ekstrak cair berbau enak dan mudah
menguap dari material tumbuhan seperti bunga, akar, kulit, daun, biji, kayu,
buah, dan seluruh tanaman (Hyldgaard et al., 2012). Minyak atsiri adalah
minyak cair aromatik yang sebagian besar diperoleh dari bahan tanaman.
Minyak atsiri menunjukan sifat sebagai antivirus, antibakteri, antimiostik,
antitoksigenik, antiparasit dan insektisida. Minyak atsiri dalam salah satu
ekstrak dari bahan tanaman atau sintetik digunakan sebagai pewangi dan
farmasetika. Kandungan fenolik dalam minyak atsiri bertanggung jawab
sebagai senyawa antibakteri (Burt, 2004).
Minyak atsiri mengandung sekitar 100 atau lebih kandungan kimia,
kebanyakan terdapat pada konsentrasi di bawah 1%, meskipun beberapa
kandungan terdapat pada konsentrasi yang jauh lebih rendah. Beberapa
minyak atsiri mengandung satu atau dua kandungan utama, serta sifat-sifat
teraupetik dan toksikologis minyak tersebut sebagian besar dimiliki oleh
kandungan kimia tersebut. Namun, kandungan-kandungan lain yang terdapat
pada konsentrasi rendah mungkin penting. Komposisi suatu minyak atsiri
akan bervariasi tergantung pada lingkungan dan kondisi pertumbuhan
tumbuhan tersebut, bagian tumbuhan yang digunakan, serta pada metode
panen, esktraksi, dan penyimpanan. Kandungan kimia utama suatu minyak
atsiri juga dapat bervariasi dalam jenis senyawa kimia yang berbeda pada
spesies tumbuhan yang sama. Kandungan minyak atsiri sebagian besar berupa

9
Identifikasi Kandungan Kimia..., Intan Nur Fadlilah, Fakultas Farmasi UMP, 2016
senyawa volatil yang peka terhadap efek cahaya, panas, udara, dan
kelembapan sehingga harus disimpan ditempat sejuk dalam botol gelap
tertutup rapat (Henrich et al., 2010).

F. Metode pengambilan minyak atsiri


Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1968), salah satu
cara untuk mengisolasi minyak atsiri dari bahan tanaman penghasil minyak
atsiri adalah dengan destilasi, yaitu pemisahan komponen yang berupa cairan
dua macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan titik didih. Proses
tersebut dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air.
Hidrodestilasi adalah destilasi dengan air. Prinsip metode hidrodestilasi
adalah bahan yang akan didestilasi kontak langsung dengan air mendidih.
Bahan tersebut mengapung di atas air atau terendam secara sempurna,
tergantung dari berat jenis dan jumlah bahan yang didestilasi. Peristiwa pokok
yang terjadi pada proses hidrodestilasi, yaitu difusi minyak atsiri dan air
panas melalui membran tanaman, hidrolisa terhadap beberapa komponen
minyak atsiri dan dekomposisi yang disebabkan oleh panas. Proses
hidrodestilasi bahan dan kecepatan penguapan minyak tidak hanya
dipengaruhi oleh sifat menguapnya komponen-komponen minyak atsiri,
melainkan juga dipengaruhi oleh derajat kelarutannya dalam air. Kelemahan
metode hidrodestilasi adalah adanya air dalam jumlah besar dan pada suhu
tinggi menyebabkan proses hidrolisa relatif lebih ekstensif, akibatnya
rendemen minyak atsiri yang dihasilkan akan berkurang sedangkan
keuntungannya adalah metode destilasi mudah menggumpal jika terkena
panas (Guenther, 1987).
Peralatan pada metode hidrodestilasi pada umumnya terdiri dari tiga
bagian utama. Tiga bagian utama tersebut adalah alat penyulingan,
pendinginan, dan penampung kondensat. Alat penyulingan berfungsi sebagai
tempat bahan tanaman yang akan diproses. Pendinginan berfungsi mengubah
uap air yang mengandung uap minyak atsiri menjadi cairan. Penampung
kondensat berfungsi untuk memisahkan minyak atsiri dan air yang

10
Identifikasi Kandungan Kimia..., Intan Nur Fadlilah, Fakultas Farmasi UMP, 2016
terkondensasi secara sempurna. Kondensat mengalir dari pendingin ke
penampung kondensat dan akan terlihat minyak atsiri yang dihasilkan akan
terpisah dari air dengan sendirinya, karena berat jenis minyak atsiri lebih
ringan daripada air (Sastrohamidjojo, 2004).

G. Identifikasi Kandungan Kimia


Kromatografi Gas (GC), kebanyakan digunakan untuk minyak atsiri,
dan kadang dikombinasi dengan spektrometri massa (MS) (Heinrich et al.,
2009). GC-MS adalah kependekan dari gas chromatography-massa
spectrometry. Instrument alat ini merupakan gabungan dari alat GC dan MS.
Sampel yang hendak diperiksa diidentifikasi dahulu dengan alat GC (Gas
chromatography) baru kemudian diidentifikasi dengan alat MS (massa
spectrometry). Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa atau sering disebut
GC-MS (gas chromatography-mass spectrometry) adalah teknik analisis yang
menggabungkan 2 metode analisis yaitu kromatografi gas dan spektroskopi
massa. Kromatografi gas adalah metode analisis, di mana sampel terpisahkan
secara fisik menjadi bentuk molekul-molekul yang lebih kecil (hasil
pemisahan dapat dilihat berupa kromatogram). Sedangkan spektrofotometri
massa adalah metode analisis, di mana sampel yang dianalisis akan diubah
menjadi ion-ion tersebut dapat diukur berdasarkan hasil deteksi berupa
spektrum massa. Pada GC hanya terjadi pemisahan untuk mendapatkan
komponen yang diinginkan, sedangkan bila dilengkapi dengan MS (berfungsi
sebagai detektor) akan dapat mengidentifikasi komponen tersebut, karena bisa
membaca spektrum bobot molekul pada suatu komponen, juga terdapat
reference pada softwere (Hermanto, 2008).
Kromatografi gas (GC) merupakan teknik pemisahan yang mana solut-
solut yang mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui
kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung
pada rasio distribusinya. Pada umumnya, solut akan terelusi berdasarkan pada
peningkatan titih didihnya, kecuali jika ada interaksi khusus antara solut
dengan fase diam. Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik

11
Identifikasi Kandungan Kimia..., Intan Nur Fadlilah, Fakultas Farmasi UMP, 2016
didih suatu senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi
antara solut dengan fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengeluasi
solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu
yang meningkat (biasanya pada kisaran 50-350oC) bertujuan untuk menjamin
bahwa solut akan menguap dan akan cepat terelusi (Gandjar, 2007).

H. Metode Uji Pertumbuhan Bakteri


Pertumbuhan mikroorganisme dapat diukur berdasarkan konsentrasi sel
(jumlah sel persatuan isi kultur) ataupun densitas sel (berat kering dari sel-sel
persatuan isi kultur). Pertumbuhan mikroorganisme dapat diukur dengan dua
cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung (Pratiwi, 2008).
1. Pengukuran secara langsung
a. Pengukuran dengan menggunakan bilik hitung (Counting chamber)
Pada pengukuran ini, untuk bakteri digunakan bilik hitung
Petroff Hausser, sedangkan untuk mikroorganisme eukariot digunakan
hemositometer. Keuntungan menggunakan metode ini adalah mudah,
murah, dan cepat, serta bisa diperoleh informasi tentang ukuran dan
morfologi mikroorganisme. Kerugiannya adalah populas
mikroorganisme yang digunakan harus banyak (minimum berkisar 10 6
CFU/ml), karena pengukuran dengan volume dalam jumlah sedikit
tidak dapat membedakan antara sel hidup dan sel mati, serta kesulitan
menghitung sel yang motil.
b. Pengukuran menggunakan electronic counter
Suspensi mikroorganisme dialirkan melalui lubang kecil
(orifice) dengan bantuan aliran listrik. Elektroda yang ditempatkan pada
dua sisi orifice mengukur tahanan listrik (ditandai dengan naiknya
tahanan) pada saat bakteri melalui orifice. Pada saat inilah sel terhitung.
Keuntungan metode ini adalah hasil bisa diperoleh dengan lebih cepat
dan lebih akurat, serta dapat menghitung sel dengan ukuran besar.

12
Identifikasi Kandungan Kimia..., Intan Nur Fadlilah, Fakultas Farmasi UMP, 2016
c. Pengukuran dengan plating thecnique
Metode ini merupakan metode perhitungan jumlah sel tampak
(visible) dan didasarkan pada asumsi bahwa bakteri hidup akan tumbuh,
membelah, dan memproduksi satu koloni tunggal. Satuan perhitungan
yang dipakai adalah CFU (Colony Forming Unit) dengan cara membuat
seri pengenceran sampel dan menumbuhkan sampel pada media padat.
Pengukuran dilakukan pada plate dengan jumlah koloni berkisar 25-250
atau 30-300.
Keuntungan metode ini adalah sederhana, mudah, dan sensitif
karena menggunakan colony counter sebagai alat hitung dan dapat
digunakan untuk menghitung mikroorganisme pada sampel makanan,
air, ataupun tanah. Kerugiannya adalah harus digunakan media yang
sesuai dan perhitungannya yang kurang akurat karena satu koloni tidak
selalu berasal dari satu individu sel.
d. Pengukuran dengan menggunakan teknik filtrasi membran (membrane
filtration technique)
Pada metode ini sampel dialirkan pada suatu sistem filter
membran dengan bantuan vacum. Bakteri yang terperangkat selanjutnya
ditumbuhkan pada media yang sesuai dan jumlah koloni dihitung.
Keuntungan metode ini adalah dapat menghitung sel hidup dan sistem
perhitungannya langsung, sedangkan kerugiannya adalah tidak
ekonomis.
2. Pengukuran secara tidak langsung (Pratiwi, 2008)
a. Pengukuran kekeruhan (turbidity)
Bakteri yang bermultiplikasi pada media cair akan
menyebabkan media menjadi keruh. Alat yang digunakan untuk
pengukuran adalah spektrofotometer atau kolorimeter dengan cara
membandingkan densitas optik (optical density, OD) antara media
tanpa pertumbuhan bakteri dan media dengan pertumbuhan bakteri.

13
Identifikasi Kandungan Kimia..., Intan Nur Fadlilah, Fakultas Farmasi UMP, 2016
b. Pengukuran aktivitas metabolik
Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa jumlah produk
metabolik tertentu, misalnya asam atau CO2, menunjukkan jumlah
mikroorganisme yang terdapat di dalam media. Misalnya pengukuran
produksi asam untuk menentukan jumlah vitamin yang dihasilkan
mikroorganisme.
c. Pengukuran berat sel kering (BSK)
Metode ini umum digunakan untuk mengukur pertumbuhan
fungi berfilamen. Miselium fungi dipisahkan dari media dan dihitung
sebagai berat kotor. Miselium selanjutnya dicuci dan dikeringkan
dengan alat pengering (deksikator) dan ditimbang beberapa kali hingga
mencapai berat konstan yang dihitung sebagai berat sel kering (BSK).

14
Identifikasi Kandungan Kimia..., Intan Nur Fadlilah, Fakultas Farmasi UMP, 2016

Anda mungkin juga menyukai