Anda di halaman 1dari 20

1

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Daging Ayam broiler merupakan salah satu penyumbang terbesar protein

hewani asal ternak dan merupakan komoditas unggulan karena

pertumbuhannya lebih cepat dengan siklus hidup yang lebih singkat dibanding

ternak penghasil daging lainnya. Mudikjo (2002) menyatakan bahwa industri

ayam broiler berkembang pesat, karena saat ini daging ayam menjadi sumber

utama menu daging konsumen. Daging merupakan media yang baik bagi

pertumbuhan mikroba, sehingga mudah mengalami kerusakan atau perishable.

Proses pemotongan ayam menjadi karkas atau daging merupakan proses yang

paling rawan terhadap kontaminasi mikroorganisme. Hadiwiyoto (1992)

menyatakan karkas ayam sesaat setelah dipotong mula-mula mengandung

jumlah bakteri antara 6x102-8,1x103 unit koloni/cm2 pada permukaan

kulitnya. Setelah mengalami berbagai proses jumlahnya dapat meningkat

menjadi 1,1x104 – 9,3x104 unit koloni/cm2. Menurut Badan Standarisasi

Nasional (2000) bahwa jumlah total kuman dalam daging segar maksimal 1x10 4

cfu/g. Untuk menekan pertumbuhan bakteri, daging umumnya disimpan

dengan cara pendinginan, pembekuan, proses termal (pemanasan), dehidrasi

(pengeringan), atau dengan pengawetan menggunakan bahan-bahan pengawet

seperti garam, gula, asam, dan berbagai pengawet sintetis atau pengawet kimia

(Usmiati, 2010). Para pedagang terkadang menggunakan beberapa pengawet


2

kimia yang dilarang seperti formalin, asam borat, asam salisilat, kalium klorat,

dan kloramfenikol.

Dalam rangka mengatasi masalah tersebut perlu adanya bahan pengawet

yang aman bagi kesehatan dan mudah dijangkau. Salah satunya adalah dengan

menggunakkan pengawet alami yang dapat mempertahankan kualitas maupun

kuantitas daging ayam broiler. Menurut Supardi dan Sukamto (1999) bahwa

efektivitas dari bahan pengawet ditentukan oleh konsentrasi, macam bahan

pengawet, dan lingkungan bagi bahan pengawet itu ditambahkan. Umumnya

semakin tinggi konsentrasi bahan pengawet yang diberikan semakin besar

pula efektivitasnya, jika bahan pengawet tidak membahayakan bagi kesehatan.

Salah satu tanaman yang berkhasiat tinggi dan dikenal masyarakat adalah

kecombrang. Kandungan fitokimia bunga, batang, rimpang dan daun

kecombrang hasil penelitian Naufalin dkk, (2006) diperoleh senyawa alkaloid,

saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida yang

berperan aktif sebagai antimikroba dan antioksidan. Daun kecombrang dipilih

karena pada bagian tersebut memiliki kandungan minyak atsiri terbanyak

dibandingkan dengan bagian lain. Berdasarkan penelitian Jaafar dkk, (2007)

kandungan minyak esensial tertinggi adalah pada daun kecombrang yaitu sebesar

0,0735%.

Kemampuan senyawa antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri

di antaranya dipengaruhi oleh tingkat keasaman (pH), suhu, aktivitas air, oksigen,

dan kandungan gizi daging (Soeparno, 2005). Daging ayam sesaat setelah

dipotong mempinyai pH mendekati netral yaitu 6,8. PH mendekati netral


3

merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Tanaman kecombrang

memiliki pH asam. Naufalin dan Rukmini (2012) menyatakan bahwa ekstrak

heksana, atil asetat, dan etanol kecombrang masing-masing memiliki pH 5,45,

3,65, dan 4,35. Nilai keasaman (pH) yang bersifat asam berpotensi dalam

menekan laju pertumbuhan mikroba sehingga masa simpan dapat lebih

panjang. Penelitian Wowor dkk, (2014) melaporkan bahwa daging ayam mula-

mula memiliki pH 6, setelah direndam air perasan jeruk katsuri turun menjadi 5,6.

Sebagian besar senyawa antimikroba pangan merupakan asam-asam lemah yang

efektif dalam bentuk tidak teroksidasi karena dalam bentuk ini senyawa

antimikroba tersebut dapat masuk dalam membran sitoplasma mikroorganisme.

Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh konsentrasi ekstrak daun kecombrang terhadap total bakteri dan pH

daging ayam broiler.

I.2. Perumusan Masalah

Daging ayam merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba

sehingga mudah mengalami kerusakan. Tahap pemotongan ayam menjadi karkas

adalah tahap yang paling rawan terhadap kontaminasi bakteri. Untuk menghindari

kerusakan yang cepat pada daging, pedagang sering kali menggunakan formalin

sehingga daging ayam dapat bertahan lama. Hal tersebut membuat masyarakat

resah dan ragu-ragu untuk mengonsumsi daging ayam.

Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut,

diantaranya adalah penggunaan kecombrang sebagai bahan pengawet alami.

Kecombrang merupakan senyawa antimikroba pangan yang bersifat asam yang


4

efektif dalam bentuk tidak teroksidasi karena dalam bentuk ini senyawa

antimikroba tersebut dapat masuk dalam membran sitoplasma mikroorganisme.

Umumnya semakin tinggi konsentrasi bahan pengawet yang diberikan semakin

besar pula efektivitasnya. Dari uraian tersebut dapat dirumuskan masalah,

apakah semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun kecombrang dapat menurunkan

total bakteri dan pH daging ayam broiler?

I.3. Hipotesis

Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun kecombrang sampai dengan 20%

dapat menurunkan total bakteri dan pH daging ayam broiler.

I.4. Tujuan Penelitian

a. Mengkaji pengaruh konsentrasi ekstrak daun kecombrang terhadap total

bakteri daging ayam broiler.

b. Mengkaji pengaruh konsentrasi ekstrak daun kecombrang terhadap nilai

pH daging ayam broiler.

I.5. Manfaat Penelitian

a. Mengembangkan potensi kecombrang sebagai bahan pangan fungsional

yang bersifat antimikroba.

b. Meningkatkan nilai ekonomis kecombrang.


5

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Daging Ayam Broiler

Daging broiler adalah bahan makanan asal unggas yang mengandung

gizi tinggi karena kaya akan protein, lemak, mineral serta zat lainnya yang sangat

dibutuhkan tubuh, memiliki rasa dan aroma yang enak, tekstur yang lunak dan

harga yang relatif murah, sehingga disukai hampir semua orang. Menurut

Risnajati (2010), daging broiler adalah bahan pangan sumber protein hewani

yang berkualitas tinggi karena mengandung asam amino esensial yang

lengkap, lemak, vitamin dan mineral serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan

tubuh. Hartono (1999) menyatakan komposisi kimia daging ayam terdiri dari

protein 18,6%, lemak 15,06%, air 65,95% dan abu 0,79%.

Daging broiler tidak tahan lama atau mudah rusak. Usaha untuk

mempertahankan kualitas daging broiler sangatlah perlu dilakukan melalui

penanganan pascapanen sehingga dapat memperpanjang lama penyimpanan dari

bahan pangan. Usaha untuk meningkatkan kualitas daging ayam dilakukan

melalui pengolahan atau penanganan yang lebih baik sehingga dapat

mengurangi kerusakan atau kebusukan selama penyimpanan dan pemasaran.

Lama penyimpanan daging dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

penanganan sebelum dan setelah pemotongan ternak (Soeparno, 2005).


6

II.2. Daun Kecombrang

Kecombrang termasuk dalam divisi spermatophyta, subdivisi

angiospermae, kelas monocotyledone, bangsa zingiberales, suku 5 zingiberaceae,

marga Nicolaia, dan beberapa jenis nama latin, seperti Nicolaia speciosa Horan,

Nicolaia elatior Horan, Etlingera elatior, Phaeomeria manggnifica, Phaemoria

spesiosa, P. Intermedia Valet (Tampubolon dkk, 1983). Setiap daerah mempunyai

nama khusus untuk kecombrang, misalnya Kala (Gayo), Puwar kijung

(Minangkabau), Kecombrang (Jawa Tengah), Honje (Sunda), Atimengo

Universitas Sumatera Utara (Gorontalo), Katimbang (Makasar), Salahawa

(Seram), Petikala (Ternate dan Tidore). Kecombrang secara umum juga disebut

sebagai Kantan di wilayah Malaya.

Kecombrang merupakan salah satu jenis tanaman rempah-rempah asli

indonesia yang termasuk dalam famili Zingiberaceae yang secara tradisional

sudah lama digunakan dan dimanfaatkan masyarakat sebagai obat-obatan dan

penyedap masakan. Naufalin dkk, (2006) menyatakan bahwa kandungan senyawa

yang diperoleh dari tanaman kecombrang adalah senyawa alkaloid, saponin,

tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida yang berperan

aktif sebagai antimikroba dan antioksidan. Hidayat dan Hutapea (1991)

menyatakan bahwa kecombrang merupakan tanaman yang bunga, dan

batangnya sering dimanfaatkan oleh masyarakat untuk keperluan obat-obatan

karena zat aktif yang terdapat di dalamnya seperti, saponin, flavonoid, dan

polifenol, yaitu sebagai penghilang bau badan dan bau mulut. Bunga dan

daun mudanya dipakai sebagai pemberi citarasa pada masakan, seperti urab, pecel,
7

sambal dan masakan lain. Batangnya dipakai sebagai pemberi cita rasa pada

masakan daging.

Tumbuhan kecombrang merupakan tumbuhan yang tersebar cukup luas di

Indonesia. Penggunaan kecombrang sebagai bahan obat sangat banyak ragamnya.

Tumbuhan ini digunakan sebagai bahan pangan dan juga dapat digunakan untuk

pengobatan. Hasil penelitian Naufalin dkk, (2005) menunjukkan adanya

aktivitas antioksidan dan antibakteri dari kecombrang sehingga berpotensi

dikembangkan sebagai produk pangan fungsional. Penelitian Jaafar dkk, (2007)

pada daun, bunga, dan rimpang tanaman ini menunjukkan adanya jenis minyak

esensial yang kemungkinan bersifat bioaktif. Dari penelitian ini terungkap

kandungan minyak esensial tertinggi adalah pada daun yaitu sebesar 0,0735 %,

bunga sebesar 0,00334 %, batang sebesar 0,0029% dan rimpang sebesar 0,0021%.

Komponen utama minyak esensial pada daun adalah b-pinene (19,7%),

caryophyllene (15,36%) dan b-farnesene (27,9%). Penelitian Pardosi (2012)

mengungkapkan bahwa dari uji aktivitas bakteri menunjukkan bahwa minyak

atsiri yang terkandung dalam ekstrak kecombrang memberikan hambatan yang

efektif terhadap bakteri. Sukandar dkk, (2011) ekstrak air daun kecombrang

bersifat antibakteri E. coli (zona hambat 10 mm/100%) dan S. aureus (zona

hambat 8,663 mm/20%). Ningtyas (2010) mengungkapkan bahwa hasil pengujian

antibakteri ekstrak air daun kecombrang terhadap E. coli dan S. aureus pada

konsentrasi berbeda diperoleh zona hambatan yang berbeda pula. Semakin tinggi

konsentrasi semakin besar pula zona hambatannya.


8

II.3. Nilai pH

Salah satu faktor pertumbuhan mikroorganisme pada daging adalah pH.

Pada kondisi normal, daging mempunyai pH ultimate (5,3-5,7) yang kurang

menguntungkan bagi pertumbuhan sebagian besar bakteri (Soeparno, 2005).

Sebagian besar bakteri tumbuh optimal pada pH kira-kira 7. Penelitian Afrianti

dkk, (2013) melaporkan bahwa daging ayam broiler yang disimpan selama 6 jam

pada suhu ruang memiliki pH sebesar 6,87. Penelitian Kasih dkk, (2012)

melaporkan bahwa pH ayam broiler mual-mula sebesar 6,45. PH tersebut

merupakan pH mendekati netral. PH mendekati netral merupakan media yang

baik untuk pertumbuhan bakteri. Penelitian Wowor dkk, (2014) melaporkan

bahwa daging ayam mula-mula memiliki pH 6, setelah direndam air perasan jeruk

katsuri turun menjadi 5,6.

Penelitian Ridwan (2008) menyatakan total bakteri turun diikuti dengan

turunnya pH daging. Naufalin dan Rukmini (2012) menyatakan bahwa ekstrak

heksana, atil asetat, dan etanol kecombrang masing-masing memiliki pH 5,45,

3,65, dan 4,35. Nilai keasaman (pH) yang bersifat asam berpotensi dalam

menekan laju pertumbuhan mikroba sehingga masa simpan dapat lebih

panjang. Studi stabilitas aktivitas antibakteri ekstrak bunga kecombrang

menunjukkan bahwa ekstrak yang dihasilkan efektif sebagai antibakteri pada pH

4.

II.4. Total Bakteri

Pertumbuhan bakteri dalam daging segar dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain suhu, waktu, tersedianya oksigen, dan kadar air
9

daging. Menurut Soeparno (2005) faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

mikroorganisme pada dan di dalam daging adalah temperatur, kadar air,

kelembaban, oksigen, tingkat keasaman (pH) dan kandungan gizi daging.

Hadiwiyoto (1992) menyatakan karkas ayam sesaat setelah dipotong mula-mula

mengandung jumlah bakteri antara 600-8.100 unit koloni/cm 2 pada permukaan

kulitnya. Setelah mengalami berbagai proses jumlahnya dapat meningkat

menjadi 11.000–93.000 unit koloni/cm 2. Menurut Badan Standarisasi Nasional

(2000) bahwa jumlah total kuman dalam daging ayam segar tidak lebih dari 1x10 4

cfu/g. Untuk menekan pertumbuhan bakteri, daging ayam umumnya disimpan

dengan cara pendinginan, pembekuan, proses termal (pemanasan), dehidrasi

(pengeringan), atau dengan pengawetan menggunakan bahan-bahan pengawet

seperti garam, gula, asam, dan berbagai pengawet sintetis atau pengawet kimia

(Usmiati, 2010). Hasil penelitian Afrianti dkk, (2013) menggunakan daun

senduduk sebagai antimikroba menunjukkan bahwa total bakteri daging ayam

dengan konsentrasi yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata. Total

bakteri daging ayam broiler secara berturut-turut 0%, 10%, 15% dan 20%

direndam selama 30 menit adalah 2,54 x 10 2, 3,05 x 103, 2,67 x 102 dan 3,21 x

102. Sedangkan pada penelitian Kusumaningrum dkk, (2013) menggunakan infusa

daun salam sebagai antimikroba dengan konsentrasi 0%, 5 %, dan 10 %

menunjukkan bahwa penurunan jumlah bakteri terbaik pada konsentrasi 10 %.

Hal tersebut sudah memenuhi standar dari SNI dan sesuai dengan pernyataan

Supardi dan Sukamto (1999) bahwa efektivitas dari bahan pengawet

ditentukan oleh konsentrasi, macam bahan pengawet, dan lingkungan bagi


10

bahan pengawet itu ditambahkan. Umumnya semakin tinggi konsentrasi bahan

pengawet yang diberikan semakin besar pula efektivitasnya, jika bahan

pengawet tidak membahayakan bagi kesehatan.


11

III. METODE PENELITIAN DAN ANALISIS

III.1. Metode Penelitian

3.1.1 Materi Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging ayam broiler

yang dipotong pada umur 35 hari (diambil bagian dada sebanyak 20 potong), daun

kecombrang 150 g, NA 23 g, NaCl 0,9% 540 ml, buffer secukupnya, aquades

8000 ml, air secukupnya, dan peralatan yang digunakan meliputi cawan petri 20

buah, Colony counter 1 buah, bunsen 1 buah, inkubator 1 buah, gelas ukur 3 buah,

autoclave 1 buah, rak tabung 5 buah, tabung reaksi 60 buah, erlenmeyer 6 buah,

mangkuk 5 buah, kapas 1 pack, alumunium foil 1 buah, timbangan analitik 1

buah, pH meter 1 buah, pisau 1 buah, blender 1 buah, tissue 1 roll, koran 10

lembar, tali secukupnya, dan kertas label 1 lembar.

3.1.2 Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak,

Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman.

3.1.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimental.

3.1.4 Macam Peubah

Peubah yang diukur dalam penelitian adalah total bakteri dan pH.

III.2. Analisis Data

3.2.1 Definisi Operasional Peubah


12

1. Total bakteri merupakan jumlah total bakteri yang terdapat dalam

daging.

2. Nilai keasaman (pH) adalah derajat keasaman yang digunakan untuk

menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh

daging

3.2.2 Rancangan Penelitian

Perlakuan yang diterapkan dalam penelitian adalah :

R0= Tanpa perendaman ekstrak daun kecombrang

R1= Perendaman ekstrak daun kecombrang konsentrasi 5%

R2= Perendaman ekstrak daun kecombrang konsentrasi 10%

R3= Perendaman ekstrak daun kecombrang konsentrasi 15%

R4= Perendaman ekstrak daun kecombrang konsentrasi 20%

Berdasarkan rancangan perlakuan penelitian, maka rancangan percobaan

yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Steel

and Torrie, 1995), dengan 5 perlakuan diulang sebanyak 4 kali.

3.2.3 Model Matematik

Rancangan yang digunakan untuk mengukur total bakteri dan pH adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang digunakan menurut Steel dan Torrie

(1995) adalah sebagai berikut :

Yij = μ+ τi+εij

Keterangan :

Yij : Respon terhadap perlakuan ke i pada ulangan ke j

μ : Nilai tengah respon


13

τi : Pengaruh konsentrasi ke i

εij : Pengaruh acak perlakuan ke i ulangan ke j

i : 1,2,3,4,5 (jumlah perlakuan)

j : 1,2,3,4 (banyak ulangan per perlakuan)

3.2.4 Tabulasi Data

Data yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan ditabulasikan dalam

Tabel 1, kemudian dianalisis menggunakan analisis variansi Tabel 2. Apabila

perlakuan berpengaruh terhadap variabel yang diukur, dilanjutkan dengan Uji

Orthogonal Polynomial (Steel dan Torrie, 1995).

Tabel 1. Tabulasi data total bakteri dan pH

Total Perlakuan
ULANGAN
Perlakuan (Yi)
U1 U2 U3 U4
R1
R2
R3
R4
R5 Yij
Total (Yij) Y..

Tabel 2. Analisis Variansi total bakteri dan pH

Sumber F tabel
JK DB KT F hitung
variansi 0,05 0,01
Perlakuan JKP 4 KTP KTP/KTG 3,06 4,89
Galat JKG 15 KTG δ= √ KT G
Total JKT 19 KK =
√ KT G × 100 %
Y
14

3.2.5 Kriteria Penerimaan Hipotesis

Hipotesis diuji dengan membandingkan nilai F hitung pada tabel Analisis

Variansi dengan tabel F. Apabila F hitung > F tabel (P<0,05) berarti perlakuan

berpengaruh nyata, sehingga hipotesis diterima. Hal tersebut menandakan bahwa

konsentrasi ekstrak daun kecombrang berpengaruh terhadap total bakteri dan pH.

Sebaliknya apabila F hitung < F tabel (P>0,05) berarti berpengaruh tidak nyata

sehingga hipotesis tidak diterima. Apabila hasil berpengaruh nyata maka

dilanjutkan dengan Orthogonal Polinomial.

3.3 Tahap Urutan Kerja

3.3.1 Tahap Persiapan

Hal-hal yang dipersiapkan dalam percobaan, meliputi: (1) persiapan

laboratorium dan alat-alat yaitu dengan membersihkan Laboratorium Teknologi

Hasil Ternak dan alat-alat yang akan digunakan. Membeli ayam broiler umur 35

hari sebanyak 10 ekor kemudian dipotong, diambil bagian dadanya, dipotong

sama besar sebanyak 20 potong. (2) menyiapkan mangkuk untuk perendaman

menggunakan ekstrak daun kecombrang selama 30 menit dengan konsentrasi

yang berbeda.

3.3.2 Tahap Pelaksanaan

Pembuatan ekstrak daun kecombrang.

a. 150 g daun kecombrang dicuci, dipotong-potong, kemudian diblender

sehingga menghasilkan bubur kecombrang.

b. Bubur kecombrang sebanyak 5%, 10%, 15%, dan 20% dari volume pelarut,

masing-masnig dilarutkan ke dalam 300 ml aquades.


15

c. Diaduk dan disaring sehingga diperoleh ekstrak daun kecombrang.

Proses perendaman daging ayam menggunakan ekstrak daun kecombrang.

a. Disiapkan 5 mangkuk kecil yang berisi ekstrak daun kecombrang dengan

konsentrasi masing-masing tanpa perendaman, 5%, 10%, 15%, dan 20%

sebanyak 300 ml.

b. Sampel daging ayam bagian dada masing-masing sebanyak 1 potong (140 g)

dimasukkan ke dalam setiap mangkuk.

c. Direndam selama 30 menit.

d. Diukur pH dan total bakteri.

Pengukuran pH (Apriyantono dkk, (1989) )

1. Daging ditimbang 10 g, kemudian dicampur dengan aquades 20 ml, lalu

diblender.

2. pH daging diukur menggunakan pH meter (sebelumnya pH meter

dikalibrasi pada pH 4 dan pH 7).

3. Setiap kali akan mengukur pH daging, bagian probe pH meter dicuci.

4. Langkah kerja dilakukan 4 kali ulangan.

Pengukuran Total Bakteri ( Metode TPC Menurut Fardiaz, (1992) )

1. Pembuatan bahan pengencer

a. Dimasukkan masing-masing 9 ml larutan NaCl 0,9% ke dalam 20

tabung reaksi.

b. Ditutup dengan kapas dan dibungkus dengan alumunium foil dan

kertas koran kemudian disterilisasi selama 15 menit suhu 121 0C dan

tekanan 2 atm.
16

2. Pembuatan media pertumbuhan bakteri

a. Ditimbang media NA sebanyak 23 g ke dalam 1000 ml aquades.

b. Dipanaskan dan diaduk sampai homogen kemudian tuang ke

erlemeyer.

c. Disterilisasi selama 15 menit dengan suhu 1210C dan tekanan 2 atm.

3. Persiapan sampel daging dan cara kerja pengujian

a. Daging ayam ditimbang sebanyak 1 g dan dihancurkan.

b. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml NaCl 0,9% dan

dihomogenkan (pengenceran 10-1).

c. Dari pengenceran 10-1 diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung

reaksi berisi 9 ml NaCl 0,9% dan dihomogenkan (pengenceran 10-2).

d. Dari pengenceran 10-2 diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung

reaksi berisi 9 ml NaCl 0,9% dan dihomogenkan sehingga diperoleh

pengenceran 10-3.

e. Dilakukan penanaman sampel dari pengenceran 10 -3 dengan metode

pour plate dengan mengambil 1 ml sampel dan dimasukan ke dalam

cawan petri steril kemudian ditambahkan media NA 15 ml.

f. Cawan petri kemudian digoyangkan membentuk angka 8 dan

dibiarkan memadat (±10 menit).

g. Diinkubasi pada suhu 350C selama 2 x 24 jam.

4. Perhitungan total bakteri

a. Dihitung jumlah bakteri pada cawan petri yang sudah diinkubasi

selama 2 x 24 jam.
17

b. Jumlah bakteri hidup ditentukan dengan cara mengalikan jumlah

koloni dengan faktor pengencer (cfu/g).

3.4 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak

Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman setelah usulan penelitian ini

disetujui mulai tanggal 11 - 15 Maret 2015. Adapun jadwal pelaksanaan kegiatan

penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jadwal kegiatan Penelitian

No Tanggal Kegiatan
1 3 Maret 2015 Seminar Proposal
2 4 – 10 Maret 2015 Perbaikan Makalah
3 16 – 18 Maret 2015 Penelitian dan Pengambilan data
4 19 - 22 Maret 2015 Analisis Data
5 23 Maret – 19 April 2015 Penyusunan Laporan
6 20 April 2015 Ujian Skripsi
18

DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, M., B. Dwiloka., dan B.E. Setiani. 2013. Total Bakteri, pH, dan Kadar
Air Daging Ayam Broiler Setelah Direndam dengan Ekstrak Daun
Senduduk ( Melastoma malabathricum .L ) Selama Masa Simpan. Jurnal
Pangan dan Gizi. 4(7) : 49-56.
Apriyantono, A., D. Fardiaz., N.L. Puspitasari., S. Yasni., dan S. Budijanto.
1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. IPB Press. Bogor.
Badan Standarisasi Nasional. 2000. Batas Maksimal Cemaran Mikroba dan Batas
Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Standar Nasional
Indonesia SNI No. 1-6366:2000. Jakarta.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Hadiwiyoto, S. 1992. Kimia dan Teknologi Daging Unggas. Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Hartono. 1999. Berternak Ayam Pedaging Super. CV.Gunung Mas. Pekalongan
Hidayat, S.S. dan J.R. Hutapea. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Edisi
I: 440-441. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Jaafar, F.M., C.P. Osman., N.H. Ismail., dan K. Awang. 2007. Analysis of
essensial oils of leaves, stems, flowers and rhizomes of Etlingera elatior
(JACK) R. M. SMITH. The Malaysian Journal of Analytical Sciences.
11(1) : 269-273.
Kasih, N.S., A. Jaelani., dan N. Firahmi. 2012. Pengaruh Lama Penyimpanan
Daging Ayam Segar dalam Refrigerator terhadap pH, Susut Masak, dan
Organoleptik. Jurnal Media Sains. 4(2) : 154-160
Kusumaningrum, A., P Widyaningrum., dan I Mubarok. 2013. Penrunan Total
Bakteri Daging Ayam dengan Perlakuan Perendaman Infusa Daun
Salam. Jurnal MIPA. 36(1) : 14-19.
Mudikjo, K. 2002. Kajian Akademik Bidang Peternakan dalam Menunjang
Otonomisasi Daerah dan Menyongsong Ekonomi Global. Makalah
Utama Seminar Nasional Pengembangan Peternakan Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto.
Naufalin, R., B.S.L. Jenie., F. Kusnandar., M. Sudarwanto., dan H. Rukmini.
2005. Aktivitas Antibakteri Ekstrsk Bunga Kecombrang terhadap
19

Bakteri Patogen dan Perusak Pangan. Jurnal Teknologi dan Industri


Pangan. 16(2) : 119-125.
Naufalin, R., B.S.L. Jenie., F. Kusnandar., M. Sudarwanto., dan H. Rukmini.
2006. Pengaruh pH, NaCl, dan Pemanasan terhadap Stabilitas
Antibakteri Bunga Kecombrang dan Aplikasinya pada Daging Sapi
Giling. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 17(3) : 197-203.
Naufalin, R. dan H.S. Rukmini. 2012. Pengawet Alami pada Produk Pangan.
Universitas jenderal Soedirman. Purwokerto
Ningtyas, R. 2010. Uji Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Air Daun
Kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith) Sebagai Pengawet
Alami terhadap Escherchia coli dan Staphylococcus aureus. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Pardosi, F. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri dan Ekstrak Etanol dari
Bunga Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) terhadap bakteri
Staphylococcus epidermis, Staphylococcus aureus dan Pseudomonas
aeruginosa. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan
Ridwan, M. 2008. Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam dalam Ekstrak
Daun Sirih (Piper betle linn) terhadap Kadar Air , pH, Total Koloni
Bakteri dan Daya Simpan. Skripsi. Universitas Andalas. Padang
Risnajati, D. 2010. Pengaruh lama penyimpanan dalam lemari es terhadap ph,
daya ikat air,dan susut masak karkas broiler yang dikemas plastik
polyethylen. Jurnal Ilmu Peternakan. 13(6) : 309-315
Soeparno, 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cet. Ke-4. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1995. Principles and Procedures of Statistics.
Terjemahan oleh B. Soemantri. Prinsip Dan Prosedur Statistik Suatu
Pendekatan Biometri. Ed-2. Gramedia pustaka utama. Jakarta.
Sukandar, D., N. Radiastuti., I. Jayanegara., dan R. Ningtyas. 2011. Karakteristik
Senyawa Antibakteri Ekstrak Air Daun Kecombrang (Etlingera elatior).
Jurnal Valensi. 2(3) : 414-419.

Supardi dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengelolaan dan Keamanan


Pangan. ALUMNI. Bandung.
Tampubolon, O.T., S. Suhatsyah, dan S. Sastrapradja. 1983. Penelitian
Pendahuluan Kimia Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan). Risalah
Simposium Penelitian Tumbuhan Obat III. Fakultas Farmasi, UGM.
Yogyakarta.
20

Usmiati S. 2010. Pengawetan Daging Segar dan Olahan. Jurnal Teknologi


Sains. 9(3) : 46-51.
Wowor, A.K.Y., T.A. Ransaleleh., M. Tamasoleng., S. Komansilang. 2014. Lama
Penyimpanan pada Suhu Ruang Daging Ayam Broiler yang Diberi Air
Perasan Jeruk Kasturi (Citrus madurensis Lour). Jurnal Zootek. 34(2) :
148-158.

Anda mungkin juga menyukai