I. PENDAHULUAN
pertumbuhannya lebih cepat dengan siklus hidup yang lebih singkat dibanding
ayam broiler berkembang pesat, karena saat ini daging ayam menjadi sumber
utama menu daging konsumen. Daging merupakan media yang baik bagi
Proses pemotongan ayam menjadi karkas atau daging merupakan proses yang
Nasional (2000) bahwa jumlah total kuman dalam daging segar maksimal 1x10 4
seperti garam, gula, asam, dan berbagai pengawet sintetis atau pengawet kimia
kimia yang dilarang seperti formalin, asam borat, asam salisilat, kalium klorat,
dan kloramfenikol.
yang aman bagi kesehatan dan mudah dijangkau. Salah satunya adalah dengan
kuantitas daging ayam broiler. Menurut Supardi dan Sukamto (1999) bahwa
Salah satu tanaman yang berkhasiat tinggi dan dikenal masyarakat adalah
kandungan minyak esensial tertinggi adalah pada daun kecombrang yaitu sebesar
0,0735%.
di antaranya dipengaruhi oleh tingkat keasaman (pH), suhu, aktivitas air, oksigen,
dan kandungan gizi daging (Soeparno, 2005). Daging ayam sesaat setelah
3,65, dan 4,35. Nilai keasaman (pH) yang bersifat asam berpotensi dalam
panjang. Penelitian Wowor dkk, (2014) melaporkan bahwa daging ayam mula-
mula memiliki pH 6, setelah direndam air perasan jeruk katsuri turun menjadi 5,6.
efektif dalam bentuk tidak teroksidasi karena dalam bentuk ini senyawa
Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk mengetahui seberapa besar
adalah tahap yang paling rawan terhadap kontaminasi bakteri. Untuk menghindari
kerusakan yang cepat pada daging, pedagang sering kali menggunakan formalin
sehingga daging ayam dapat bertahan lama. Hal tersebut membuat masyarakat
efektif dalam bentuk tidak teroksidasi karena dalam bentuk ini senyawa
I.3. Hipotesis
gizi tinggi karena kaya akan protein, lemak, mineral serta zat lainnya yang sangat
dibutuhkan tubuh, memiliki rasa dan aroma yang enak, tekstur yang lunak dan
harga yang relatif murah, sehingga disukai hampir semua orang. Menurut
Risnajati (2010), daging broiler adalah bahan pangan sumber protein hewani
lengkap, lemak, vitamin dan mineral serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan
tubuh. Hartono (1999) menyatakan komposisi kimia daging ayam terdiri dari
Daging broiler tidak tahan lama atau mudah rusak. Usaha untuk
marga Nicolaia, dan beberapa jenis nama latin, seperti Nicolaia speciosa Horan,
(Seram), Petikala (Ternate dan Tidore). Kecombrang secara umum juga disebut
karena zat aktif yang terdapat di dalamnya seperti, saponin, flavonoid, dan
polifenol, yaitu sebagai penghilang bau badan dan bau mulut. Bunga dan
daun mudanya dipakai sebagai pemberi citarasa pada masakan, seperti urab, pecel,
7
sambal dan masakan lain. Batangnya dipakai sebagai pemberi cita rasa pada
masakan daging.
Tumbuhan ini digunakan sebagai bahan pangan dan juga dapat digunakan untuk
pada daun, bunga, dan rimpang tanaman ini menunjukkan adanya jenis minyak
kandungan minyak esensial tertinggi adalah pada daun yaitu sebesar 0,0735 %,
bunga sebesar 0,00334 %, batang sebesar 0,0029% dan rimpang sebesar 0,0021%.
efektif terhadap bakteri. Sukandar dkk, (2011) ekstrak air daun kecombrang
antibakteri ekstrak air daun kecombrang terhadap E. coli dan S. aureus pada
konsentrasi berbeda diperoleh zona hambatan yang berbeda pula. Semakin tinggi
II.3. Nilai pH
dkk, (2013) melaporkan bahwa daging ayam broiler yang disimpan selama 6 jam
pada suhu ruang memiliki pH sebesar 6,87. Penelitian Kasih dkk, (2012)
bahwa daging ayam mula-mula memiliki pH 6, setelah direndam air perasan jeruk
3,65, dan 4,35. Nilai keasaman (pH) yang bersifat asam berpotensi dalam
4.
beberapa faktor antara lain suhu, waktu, tersedianya oksigen, dan kadar air
9
(2000) bahwa jumlah total kuman dalam daging ayam segar tidak lebih dari 1x10 4
seperti garam, gula, asam, dan berbagai pengawet sintetis atau pengawet kimia
bakteri daging ayam broiler secara berturut-turut 0%, 10%, 15% dan 20%
direndam selama 30 menit adalah 2,54 x 10 2, 3,05 x 103, 2,67 x 102 dan 3,21 x
Hal tersebut sudah memenuhi standar dari SNI dan sesuai dengan pernyataan
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging ayam broiler
yang dipotong pada umur 35 hari (diambil bagian dada sebanyak 20 potong), daun
8000 ml, air secukupnya, dan peralatan yang digunakan meliputi cawan petri 20
buah, Colony counter 1 buah, bunsen 1 buah, inkubator 1 buah, gelas ukur 3 buah,
autoclave 1 buah, rak tabung 5 buah, tabung reaksi 60 buah, erlenmeyer 6 buah,
buah, pH meter 1 buah, pisau 1 buah, blender 1 buah, tissue 1 roll, koran 10
Peubah yang diukur dalam penelitian adalah total bakteri dan pH.
daging.
daging
yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Steel
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang digunakan menurut Steel dan Torrie
Yij = μ+ τi+εij
Keterangan :
τi : Pengaruh konsentrasi ke i
Total Perlakuan
ULANGAN
Perlakuan (Yi)
U1 U2 U3 U4
R1
R2
R3
R4
R5 Yij
Total (Yij) Y..
Sumber F tabel
JK DB KT F hitung
variansi 0,05 0,01
Perlakuan JKP 4 KTP KTP/KTG 3,06 4,89
Galat JKG 15 KTG δ= √ KT G
Total JKT 19 KK =
√ KT G × 100 %
Y
14
Variansi dengan tabel F. Apabila F hitung > F tabel (P<0,05) berarti perlakuan
konsentrasi ekstrak daun kecombrang berpengaruh terhadap total bakteri dan pH.
Sebaliknya apabila F hitung < F tabel (P>0,05) berarti berpengaruh tidak nyata
Hasil Ternak dan alat-alat yang akan digunakan. Membeli ayam broiler umur 35
yang berbeda.
b. Bubur kecombrang sebanyak 5%, 10%, 15%, dan 20% dari volume pelarut,
diblender.
tabung reaksi.
tekanan 2 atm.
16
erlemeyer.
pengenceran 10-3.
selama 2 x 24 jam.
17
No Tanggal Kegiatan
1 3 Maret 2015 Seminar Proposal
2 4 – 10 Maret 2015 Perbaikan Makalah
3 16 – 18 Maret 2015 Penelitian dan Pengambilan data
4 19 - 22 Maret 2015 Analisis Data
5 23 Maret – 19 April 2015 Penyusunan Laporan
6 20 April 2015 Ujian Skripsi
18
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, M., B. Dwiloka., dan B.E. Setiani. 2013. Total Bakteri, pH, dan Kadar
Air Daging Ayam Broiler Setelah Direndam dengan Ekstrak Daun
Senduduk ( Melastoma malabathricum .L ) Selama Masa Simpan. Jurnal
Pangan dan Gizi. 4(7) : 49-56.
Apriyantono, A., D. Fardiaz., N.L. Puspitasari., S. Yasni., dan S. Budijanto.
1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. IPB Press. Bogor.
Badan Standarisasi Nasional. 2000. Batas Maksimal Cemaran Mikroba dan Batas
Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Standar Nasional
Indonesia SNI No. 1-6366:2000. Jakarta.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Hadiwiyoto, S. 1992. Kimia dan Teknologi Daging Unggas. Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Hartono. 1999. Berternak Ayam Pedaging Super. CV.Gunung Mas. Pekalongan
Hidayat, S.S. dan J.R. Hutapea. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Edisi
I: 440-441. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Jaafar, F.M., C.P. Osman., N.H. Ismail., dan K. Awang. 2007. Analysis of
essensial oils of leaves, stems, flowers and rhizomes of Etlingera elatior
(JACK) R. M. SMITH. The Malaysian Journal of Analytical Sciences.
11(1) : 269-273.
Kasih, N.S., A. Jaelani., dan N. Firahmi. 2012. Pengaruh Lama Penyimpanan
Daging Ayam Segar dalam Refrigerator terhadap pH, Susut Masak, dan
Organoleptik. Jurnal Media Sains. 4(2) : 154-160
Kusumaningrum, A., P Widyaningrum., dan I Mubarok. 2013. Penrunan Total
Bakteri Daging Ayam dengan Perlakuan Perendaman Infusa Daun
Salam. Jurnal MIPA. 36(1) : 14-19.
Mudikjo, K. 2002. Kajian Akademik Bidang Peternakan dalam Menunjang
Otonomisasi Daerah dan Menyongsong Ekonomi Global. Makalah
Utama Seminar Nasional Pengembangan Peternakan Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto.
Naufalin, R., B.S.L. Jenie., F. Kusnandar., M. Sudarwanto., dan H. Rukmini.
2005. Aktivitas Antibakteri Ekstrsk Bunga Kecombrang terhadap
19