I. Pangan
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar terpenting dalam hidup manusia.
Pangan sendiri sangat mudah mengalami kerusakan apalagi dibiarkan di ruangan yang
suhu dan kadar air nya tidak terkontrol. Rahmawati (2015) mengungkapkan bahwa
pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang
terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri,
semakin tinggi kadar air suatu pangan akan semakin besar kemungkinan kerusakannya
baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya
mikroba perusak. Dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, semua Negara
berusaha menyediakan pasokan makanan yang memadai, aman, dan bergizi dengan
melalukan berbagi metode salah satunya melalui pengolahan dan pengawetan yang bisa
melindungi makanan yang dikonsumsi dari kerusakan.
Daging ayam adalah makan yang memiliki peran penting dalam memenuhi
kebutuhan manusia, karena daging ayam kaya akan zat gizi yang bernilai tinggi hal ini
sesuai dengan pernyataan buckle et al, (2009) dalam kusumaningrum dkk (2013) bahwa
daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai gizi tinggi, karena
mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral dan zat lainnya yang berguna bagi
tubuh. Tidak hanya dari nilai gizinya yang tinggi tetapi daging ayam dinilai memiliki
rasa dan aroma yang enak. Daging ayam merupakan bahan makanan bergizi tinggi
memiliki rasa dan aroma enak, tekstur lunak serta harga yang realif murah dibanding
dengan daging dari ternak lainnya namun mudah rusak (Nurfarida 2020).
Selain nutrisi yang lengkap, rasa dan aroma yang enak, dan harga yang murah
daging ayam juga memiliki kadar air yang cukup tinggi. Oleh karena itu, pada suhu
ruang keadaan ini menyebabkan kerusakan karena daging segar merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan bakteri pathogen dan pembusuk. Daging yang merupakan
sumber protein mudah dan sering mengalami kerusakan oleh mikroba (Atmaka et al,
2011). Dengan perkembangbiakkan bakteri yang baik pada daging makan terjadi
penurunan kualitas daging. Penurunan kualitas daging diindikasikan melalui perubahan
warna, rasa, aroma bahkan pembusukan (istiqamah et al, 2017).
III. Pengawetan
Pengawetan adalah salah satu cara untuk menghindari kerusakan pada daging.
Untuk menekan pertumbuhan bakteri, daging ayam umumnya disimpan dengan cara
pendinginan, pembekuan, proses termal (pemanasan), dehidrasi (pengeringan), atau
dengan pengawetan menggunakan bahan-bahan pengawet seperti garam, gula, asam,
dan berbagai pengawet sintetis atau pengawet kimia (kusumaningrum 2013). Terdapat
dua jenis bahan pengawet yaitu bahan alami dan bahan bahan sintetis. Beberapa
pengawet alami antara lain seperti kulit manggis dan daun sirih hijau, daun jambu dan
daun cengkeh, sedangkan pengawet sintetis antara lain seperti kapur, natrium
metabisulfit dan natrium benzoat (Karseno et al, 2017).
IV. Kecombrang
Salah satu bahan pengawet alami yang bisa digunakan adalah tepung bunga
kecombrang. Kecombrang sendiri merupakan tanaman antioksidan alami yang setiap
bagian dari kaya akan senyawa senyawa yang bermanfaat untuk antioksidan. Mungkin
manfaat kecombrang ini kurang dikenal tetapi sudah banyak penelitian yang
menggunakan bunga kecombrang sebagai bahan pengawet. Menurut penelitian Naufalin
dan Rukmini (2012) perlakuan kosentrasi bubuk batang kecombrang berpengaruh
sangat nyata terhadap rasa bakso ikan tenggiri, rasa bakso ikan tenggiri berkisar antara
agak enak sampai enak. Oleh karena itulah tulisan ini akan menjelaskan pengaruh
penggunakan tepung bunga kecombrang terhadap pengawetan daging ayam.
Daftar Pustaka
Berlian, Z., & Fatiqin, A. (2016). Penggunaan perasan jeruk nipis (Citrus
aurantifolia) dalam menghambat bakteri Escherichia coli pada bahan pangan. Bioilmi:
Jurnal Pendidikan, 2(1). https://doi.org/10.19109/bioilmi.v2i1.1139
Atmaka, W., Utami, R., & Raharjo, S. (2011). Aplikasi madu sebagai pengawet
daging sapi giling segar selama proses penyimpanan. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian,
4(1), 58-65. https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JM/article/view/2956