Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia. Tujuan utama
penggunaan pangan adalah untuk memenuhi kebutuhan zat gizi makanan.
Bahan pangan/makanan yang ideal adalah yang cukup kandungan energi dan
zat gizinya, mempunyai daya simpan yang lebih lama, aman dalam arti tidak
menyebabkan gangguan kesehatan, lebih enak, dan lebih praktis sehingga
meningkatkan derajat penerimaan konsumen (Rangga, 1997). Penggunaan
bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan (food additive) saat
ini sering ditemui pada makanan dan minuman. Salah satu bahan
tambahan pada makanan adalah pengawet bahan kimia yang berfungsi
untuk memperlambat kerusakan makanan, baik yang disebabkan mikroba
pembusuk, bakteri, ragi maupun jamur dengan cara menghambat, mencegah,
menghentikan proses pembusukan dan fermentasi dari bahan makanan
(Winarno dan Jenni, 1983).
Daging sapi termasuk salah satu bahan pangan yang sangat rentan
terhadap kontaminasi mikroorganisme, karena kandungan gizinya yang cukup
tinggi merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Selain itu, tingginya
kandungan air yang terdapat dalam daging sapi, juga menjadikan bahan
pangan ini sebagai salah satu media yang sangat ideal bagi pertumbuhan dan
perkembangan mikroorganisme. Daging sapi yang sudah terkontaminasi oleh
mikroorganisme akan mengalami kerusakan dan penurunan daya simpan,
sehingga menurunkan kualitas dari pada bahan pangan tersebut.
Salah satu produk olahan daging sapi yang digemari masyarakat dan
memerlukan proses pengawetan dalam penyimpanannya adalah sosis. Sosis
merupakan produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus
(mengandung daging tidakkurang dari 75%) denga n tepung atau pati dengan
atau tanpa penambahan bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang
diizinkan dan dimasukkan ke dalam selubung sosis. Penggunaan Na-nitrit
menjadi semakin luas karena manfaat nitrit dalam pengolahan daging (seperti
sosis, kornet, dan lain-lain) sangat bervariasi, yaitu sebagai pembentuk warna

dan bahan pengawet antimikrobia. Penggunaan nitrit dapat menimbulkan efek


yang membahayakan dan bersifat toksik apabila jumlahnya berlebihan dan di
atas batas standard yang seharusnya (Cahyadi, 2009). Penggunaan natrium
nitrit sebagai pengawet untuk mempertahankan warna daging dan ikan,
ternyata menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan, karena nitrit
dapat berikatan dengan amino dan amida yang terdapat pada protein daging
membentuk turunan nitrosoamin yang bersifat toksis. Nitrosoamin merupakan
salah satu senyawa yang diduga dapat menimbulkan kanker (Doul, 1986;
Winarno, 1984).
Kitosan dan turunannya telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai
bidang misalnya dalam bidang pangan, mikrobiologi, pertanian farmasi, dan
sebagainya. Kitosan memiliki banyak keunggulan, diantaranya memiliki
struktur yang mirip dengan serat selulosa yang Prosiding FMIPA Universitas
Pattimura 2013 ISBN: 978-602-97522-0-5201 terdapat pada buah dan
sayuran. Keunggulan lain yang sangat penting adalah kemampuannya dalam
menghambat dan membunuh mikroba atau sebagai zat antibakteri, diantaranya
kitosan menghambat pertumbuhan berbagai mikroba penyebab penyakit tifus
yang resisten terhadap antibiotik yang ada (Yadaf dan Bhise, 2004 dalam
Hardjito, 2006). Berbagai hipotesa yang sampai saat ini masih berkembang
mengenai mekanisme kerja kitosan sebagai antibakteri adalah sifat afinitas
yang dimiliki oleh kitosan yang sangat kuat dengan DNA mikroba sehingga
dapat berikatan dengan DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan sintesa
protein. Sifat afinitas antimikroba dari kitosan dalam melawan bakteri atau
mikroorganisme tergantung dari berat molekul dan derajat deasetilasi. Berat
molekul dan derajat deasetilasi yang lebih besar menunjukkan aktifitas
antimikroba yang lebih besar. Kitosan memiliki gugus fungsional amina (
NH2) yang bermuatan positif yang sangat reaktif, sehingga mampu berikatan
dengan dinding sel bakteri yang bermuatan negatif. Ikatan ini terjadi pada
situs elektronegatif di permukaan dinding sel bakteri. Selain itu, karena -NH2
juga memiliki pasangan elektron bebas, maka gugus ini dapat menarik mineral
Ca2+ yang terdapat pada dinding sel bakteri dengan membentuk ikatan
kovalen koordinasi. Bakteri gram negatif dengan lipopolisakarida dalam
lapisan luarnya memiliki kutub negatif yang sangat sensitif terhadap kitosan.
2

Dengan

demikian

kitosan

dapat

digunakan

sebagai

bahan

anti

bakteri/pengawet pada berbagai produk pangan karena aman, tidak berbahaya


dan harganya relatif murah.
Salah satu senyawa aktif turunan kitosan yang larut air adalah
karboksimetil kitosan, yaitu kitosan dengan penambahan gugus asetat.
Karboksimetil kitosan memiliki kemampuan antibakteri yang lebih baik jika
dibandingkan dengan kitosan (Liu et al.,2001). Karboksimetil kitosan dapat
meningkatkan aktifitas anti jamur (Seyfarth et al., 2008) dan lebih potensial
jika dibandingkan dengan kitosan dalam menghambat pertumbuhan E.
coli(Sabaa et al.,2010). Oleh karena itu penggunaan karboksimetil kitosan
diharapakan mampu menjadi alternatif bahan penga alami pada sosis daging
sapi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik CMCts yang disintesis dari limbah kulit udang
yang meliputi spektra IR, kadar air, abu, dan kelarutan?
2. Berapa nilai organoleptik dari perubahan fisik (tekstur, bau, lendir) sosis
daging tang direndam CMCts?
3. Berapa nilai TPC (jumlah pertumbuhan mikroba total ) dari bakso yang
direndam CMCts?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui karakteristik CMCts yang disintesis dari limbah kulit udang
yang meliputi spektra IR, kadar air, abu, dan kelarutan.
2. Mengetahui nilai organoleptik dari perubahan fisik (tekstur, bau, lendir)
sosis daging tang direndam CMCts.
3. Mengetahui TPC (jumlah pertumbuhan mikroba total ) dari bakso yang
direndam CMCts

1.4 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan nilai lebih terhadap cangkang
kulit udang dan

memberikan informasi mengenai aplikasi karboksimetil

kitosan sebagai pengawet sosis daging sapi.

Anda mungkin juga menyukai