PENDAHULUAN
Coliform,
1.2 Permasalahan
Daging Sapi berisiko tinggi terhadap cemaran mikroba yang berbahaya
bagi kesehatan manusia, sehingga diperlukannya suatu teknik pengawetan yang
tepat. Permasalahan disini apakah teknik pengawetan iradiasi serta pengawetan
pada suhu rendah berpengaruh terhadap proses pengawetan daging yang ditinjau
dari segi cemaran bakteri pathogen pada dosis yang tepat.
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengawetan iradiasi dan
penyimpanan suhu rendah terhadap jumlah cemaran bakteri patogen pada dosis
yang tepat.
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi masyarakat
dan produsen dalam rangka melindungi konsumen agar terhindar dari pencemaran
bakteri patogen pada daging sapi serta cara penyimpanan dan pengawetan pangan
yang tepat.
b. Infeksi mikroba yaitu bakteri pada makanan yang masuk ke dalam tubuh
dalam jumlah besar (infektif) dan menimbulkan penyakit seperti cholera,
diare, disentri.
c. Racun/toksin mikroba yaitu racun atau toksin yang dihasilkan oleh
mikroba dalam makanan yang masuk kedalam tubuh dalam jumlah
membahayakan (lethal dose).
d. Zat kimia yaitu bahan berbahaya dalam makanan yang masuk ke dalam
tubuh dalam jumlah membahayakan.
e. Alergi yaitu bahan allergen di dalam makanan yang dapat menimbulkan
reaksi sensitif kepada orang-orang yang rentan.
sama sekali. ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan penggunaan
hariannya untuk melindungi kesehatan konsumen. Zat pengawet yang memang
tak layak dikonsumsi karena berbahaya seperti boraksdan formalin. Yang
termasuk zat pengawet GRAS adalah garam, asam, dan gula . Bahan yang
termasuk zat pengawet ADI adalah asam benzoat, kalsium propionat, asam
propionat, kalsium sorbat, asam sorbat, kalsium benzoat, sulfur dioksida, natrium
benzoat, etil p-hidroksi benzoat, metil-p-hidroksi benzoat, kalium benzoat,
natrium sulfit, natrium bisulfit, kalium sulfit, natirum metabisulfit, kalium bisulfit,
natrium nitrat, kalium nitrat, natrium nitrit, kalium nitrit, natrium propionat,
kalium propionat, nisin, dan kalium sorbat, propil-p-hidroksi benzoat dan Natrium
benzoate (Darwin, 2008).
Pengawetan daging adalah usaha untuk mencegah terjadinya kerusakan
atau perubahan pada daging. Metode pengawetan yang digunakan bertujuan untuk
mengontrol aktivitas mikroorganisme yang menyebabkan aktivitas enzimatik dan
reaksi kimia pada daging. Pengawetan daging dipengaruhi oleh beberapa
faktor,diantaranya adalah aktivitas air (aw) dan pH. Apabila pH daging rendah
atau asam dan aw juga rendah, maka mikroorganisme tidak akan berkembang
biak, sehingga daging tidak cepat rusak atau busuk. Daging sapi segar mempunyai
aktivitas air yang tinggi (0,99-0,98), pH mendekati netral dan sumber nutrisi yang
lengkap, sehingga dapat menjadi media sangat baik untuk pertumbuhan
mikrooganisme. Penyimpanan daging segar pada umumnya menggunakan metode
pengemasan dan penyimpanan pada suhu rendah. Selain itu pengawetan daging
juga dapat dilakukan dengan penambahan bahan pengawet, tetapi penambahan
bahan pengawet ini kadang menjadi kurang aman jika yang digunakan bukan
merupakan bahan pengawet yang ditujukan untuk makanan (Nurlina dkk, 2003).
tersebut
dapat
menghambat
atau
bahkan
menghentikan
a.Cooling
Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan diatas suhu pembekuan
yaitu -2o sampai 10 oC. Pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari dalam
lernari es pada umumnya mencapai suhu 5-8 oC. Meskipun air murni membeku
pada suhu O oC, tetapi beberapa makanan ada yang tidak membeku sampai suhu
20 oC atau di bawah, hal ini terutama disebabkan oleh pengaruh kandungan zat-zat
di dalam makanan tersebut (Dave, 2011).
10
b. Freezing
Penyimpanan suhu rendah menggunakan metode freezing merupakan cara
yang paling bagus untuk menjaga sifat- sifat atau karakteristik asli dari daging
segar. Kandungan air yang terdapat di dalamdaging berkisar antara 50-75% dari
berat daging secara keseluruhan,namun besar kandungan tersebut bervariasi
tergantung pada jenis daging. Pada penyimpanan freezing, sebagian besar
kandungan air tersebut akan diubah menjadi es. Freezing yang dilakukan pada
daging hanya memakan waktu yang singkat , dan hampir 75% cairan jaringan
yang terdapat di dalamnya akan membeku pada suhu- 5 oC (Dave, 2011).
Kecepatan pembekuan akan meningkat seiring dengan penurunan suhu.
Pada suhu -20 oC, hampir 98% air yang terkandung dalam daging akan membeku,
dan pembentukan kristal es secara sempurna akan terjadi pada suhu -65C
(Rosminiet al., 2004). Walaupun demikian, lebih dari 10% air terikat (secara
kimia terikat pada suatu kompleks senyawa seperti karbonil dan kelompok amino
dari ikatan protein dan hidrogen) tidak akan mengalami pembekuan. Kecepatan
pembekuan yang berlangsung lambat ataupun cepat akan sangat mempengaruhi
kualitas dari daging yang dibekukan. Pembekuan cepat akan menghasilkan
kualitas daging yang lebih tinggi dibanding dengan hasil pembekuan lambat
(Dave, 2011).
Penyimpanan beku akan meningkatkan konsentrasi elektrolit di dalam sel
mikroba karena air bebas membeku membentuk kristal es dan merusak sistem
koloidal dari protoplasma (misalnya sistem koloid protein) serta menyebabkan
11
12
13
MeV dan 1,33 MeV yang mempunyai waktu paruh 5,27 tahun. Sinar gamma
dapat ditahan oleh materi dengan jumlah massa besar yang memiliki nomor atom
dan densitas tinggi, contohnya timbal. Dosis dan laju dosis sinar gamma dapat
ditentukan dengan mengatur penahan dan jarak (Ikmalia, 2008). Iradiasi gamma
dilakukan dengan pemberian dosis tertentu dengan jangka waktu dari menit ke
jam yang lama waktu pemberian dosis tergantung pada ketebalan dan volume
produk yang akan diiradiasi. Dosis iradiasi yaitu jumlah energi iradiasi yang
diserap ke dalam bahan. Satuan yang digunakan saat ini adalah gray (Gy) yaitu
energi yang dihasilkan iradiasi pengion yang diserap bahan per satuan massa. Satu
gray= 1 Joule/kg (Wahyudi, 2005). Codex Alimentarius Commission FAO/WHO
menganjurkan dosis iradiasi yang boleh digunakan pada iradiasi pangan tidak
melebihi 10 kGy. Jumlah energi ini sebenarnya sangat kecil, setara dengan jumlah
panas yang diperlukan untuk meningkatkan suhu air 2,4C. Oleh karena itu
pangan yang diiradiasi dengan dosis dibawah 10 kGy hanya mengalami
perubahan yang sangat kecil serta aman dikonsumsi oleh manusia (Irawati, 2007).
Terdapat tiga prinsip proses iradiasi dalam industri pangan yang
diklasifikasikan berdasarkan dosis yang dapat digunakan untuk memperpanjang
umur simpan, yaitu radapertisasi (dosis tinggi) dengan penggunaan dosis iradiasi
berkisar antara 30 sampai 50 kGy, radisidasi (dosis sedang) dengan penggunaan
dosis berkisar antara 1 sampai 10 kGy , dan radurisasi (dosis rendah) dengan
penggunaan dosis berkisar antara 0,4 sampai 2,5 kGy (Cahyani, 2015).
14
15
Beberapa perubahan sifat fisika kimia yang terjadi akibat iradiasi dapat
menimbulkan perubahan dan hilangnya basa nitrogen, pemutusan ikatan hidrogen,
pemutusan rantai gula. fosfat dari masing-masing polinukleotida dari DNA (single
strand break), pemutusan rantai yang berdekatan pada kedua polinukleotida dari
DNA (double strand break), dan terbentuknya ikatan silang intramolekuler (base
damage). Kebanyakan mikroba mampu untuk memperbaiki kerusakan single
strand break. Beberapa pustaka menyebutkan bahwa mikroba yang sensitif tidak
dapat memperbaiki double strand break, sedangkan mikroba yang menunjukan
resistensi yang lebih tinggi mempunyai kapasitas untuk memperbaiki double
strand breaks. Hasil perbaikan atau penyusunan kembali DNA tersebut dapat sama
atau berbeda dengan semula. Penyusunan ulang yang berbeda dapat berakibat
pada kematian sel, mutasi atau transformasi (Yuliatin, 2008).
Setiap mikroorganisme memiliki sensitivitas yang berbeda terhadap iradiasi
gamma. Beberapa mikroorganisme sangat sulit untuk dihambat atau bahkan
dibunuh dengan iradiasi gamma, namun sebagian mikroorganisme juga mudah
mati dengan pemberian iradiasi gamma (Dave, 2011). Tingkat kerusakan sel
mikroba berkaitan erat dengan resistensi mikroba terhadap iradiasi yang
dinyatakan dengan nilai D10 (Leadley, 2008). Nilai D10 merupakan dosis iradiasi
(kGy) yang diperlukan untuk mengurangi jumlah mikroba sebesar 10 kali lipat
(satu siklus log) atau diperlukan untuk membunuh 90% dari jumlah total. Semakin
tinggi nilai D10 suatu bakteri menunjukkan makin tahan bakteri tersebut terhadap
iradiasi (BSN, 2009).
16
17
7. Kondisi pasca radiasi. Mikroba yang bertahan setelah perlakuan iradiasi akan
lebih sensitive terhadap kondisi lingkungan (suhu, pH, nutrisi, inhibitor, dll)
dibandingkan dengan sel-sel yang
tidak diberi perlakuan iradiasi.
Keamanan
Pangan
yang
diiradiasi
menyarankan
pembatasan
18
dipakai adalah 5 MeV untuk sinar gamma dan sinar-X, dan 10 MeV untuk berkas
elektron (Lazarine, 2008).
FDA menetapkan bahwa pada kemasan produk pangan yang telah
diiradiasi harus mencantumkan logo radura (radiation durable). Iradiasi pangan di
Indonesia dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
Nomor
152/MENKES/SK/II/1995,dan
826/MENKES
Nomor
/PER/XII/1987,
701/MENKES/PER/VII/2009,
Nomor
serta
19
2.6 Daging
Menurut Deptan (2009) ada beberapa faktor yang dapat dijadikan
pedoman untuk memilih daging segar antara lain :
a.Warna
Warna daging adalah salah satu kriteria penilaian mutu daging yang dapat
dinilai langsung. Warna daging ditentukan oleh kandungan dan keadaan pigmen
daging yang disebut mioglobin dan dipengaruhi oleh jenis hewan, umur
hewan,pakan, aktivitas otot, penanganan daging dan reaksi-reaksi kimiawi yang
terjadi di dalam daging. Warna daging sapi segar yang baik adalah warna merah
cerah. Warna daging sapi yang baru dipotong yang belum terkena udara adalah
warna merah-keunguan, lalu jika telah terkena udara selama kurang lebih 15-30
20
menit akan berubah menjadi warna merah cerah. Warna merah cerah tersebut akan
berubah menjadi merah-coklat atau coklat jika daging dibiarkan lama terkena
udara.
b.Bau
Bau daging segar tidak berbau masam/busuk, tetapi berbau khas daging
segar. Bau daging dipengaruhi oleh jenis hewan, pakan, umur daging, jenis
kelamin, lemak, lama waktu, dan kondisi penyimpanan. Bau daging dari hewan
yang tua relatif lebih kuat dibandingkan hewan muda, demikian pula daging dari
hewan jantan memiliki bau yang lebih kuat daripada hewan betina. Kebusukan
akan kerusakan daging ditandai oleh terbentuknya senyawa-senyawa berbau
busuk seperti amonia, H2S, indol, dan amin, yang merupakan hasil pemecahan
protein oleh mikroorganisme (Kastanya, 2009)
c. Tekstur
Daging segar bertekstur kenyal, padat dan tidak kaku, bila ditekan dengan
tangan, bekas pijatan kembali ke bentuk semula. Daging yang tidak baik ditandai
dengan tekstur yang lunak dan bila ditekan mudah hancur.
d. Kenampakan
Daging segar tidak berlendir, tidak terasa lengket ditangan dan terasa
kebasahannya. Daging yang busuk sebaliknya berlendir dan terasa lengket
21
ditangan. Selain itu permukaan daging berwarna kusam, kotor dan terdapat noda
merah, hitam, biru, putih kehijauan akibat kegiatan mikroba
Tabel 2.1 Komposisi Daging Sapi Segar Tiap 100 gram Direktorat Gizi
Departemen Kesehatan RI (1981) dalam Soputan (2004)
Komponen
Jumlah
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Kalsium
Fosfor
Besi
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin C
Air
207 Kkal
18.8 g
14.0 g
0g
11 g
170 g
2.8 mg
30 SI
0.08 mg
0 mg
66 g
Rata-rata komposisi kimia daging sapi yaitu protein bervariasi antara l622%, lemak 1,5-l3%, senyawa nitrogen non protein l,5%, senyawa anorganik l%,
karbohidrat 0,5%, dan air antara 65-80% (Soeparno, 2005).
22
Tabel 2.2 Spesifikasi persyaratan umum batas maksimum cemaran mikroba pada
daging (CFU/gr) (SNI, 2000)
Daging
Tanpa Tulang
a. Jumlah Total Kuman (Total Plate
Count)
1 x 104
1 x 104
b. Coliform
1 x 102
1 x 102
5 x 101
5 x 101
d. Enterococci
1 x 102
1 x 102
e. Staphylococcus aureus
1 x 102
1 x 102
f. Clostridium sp
g. Salmonela sp (**)
Negatif
Negatif
h. Camphylobacter sp
i. Listeria
23
Keterangan :
(*) : dalam satuan MPN/gram
(**): dalam satuan kualitatif
MPN : Most Probable Number/Angka paling memungkinkan/mendekati
CFU : Coloni Forming Unit
Spesies bakteri dapat dibedakan berdasarkan morfologi (bentuk),
komposisi kimia (umumnya dideteksi dengan reaksi biokimia), kebutuhan nutrisi,
aktivitas biokimia, dan sumber energi (sinar matahari atau bahan kimia) (Pratiwi,
2008).
Dinding sel bakteri yang kaku dapat mempertahankan bentuknya dan
melindungi sel dari perubahan tekanan osmotik antara sel dengan lingkungannya.
Dinding sel Gram-positif memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal dan membran
sel, sementara dinding sel Gram-negatif memiliki tiga lapisan: membran dalam,
membran luar, dan lapisan peptidoglikan yang lebih tipis. Bakteri merupakan
organisme prokariot, yaitu memiliki kromosom tunggal dan tidak memiliki
nukleus. Pengemasan kromosom di dalam sel, DNA menggulung (coil dan
supercoil); suatu proses yang diperantarai oleh sistem enzim DNA girase.
Ribosom bakteri berbeda dengan ribosom eukariot, menjadikannya target untuk
terapi antibakteri. Bakteri juga mengandung DNA tambahan dalam bentuk
plasmid (Gillespie, 2008).
24
25
III. METODOLOGI
26
antara lain Buffer Pepton Water (BPW), EMBA, Mac Conkey, Mannitol Salt
Agar (MSA), Baird Parker, TSB, FeSO4 , RV (Rappaport Vassidalis), Xylose
Lysine Deoxycholate (XLD), Nutrient agar, Reagen Kovacs, Indikator Metil
Red (MR), a-naphtol , KOH. Simons Citrate broth (CSB).
27
28
Eosyn
Methylen
Blue Agar
(EMBA)
Mc.Conkey
XLD
Kuning
4
5
MSA
Baird Parker
Logam
Merah Bata
Berwarna
Gelap
Kilap
Logam
Tidak
Berwarna
Kuning
Hitam
Berwarna
Gelap
Kilap
Logam
Tidak
Berwarna
Merah (Inti
hitam)
(BPOM, 2008)
Keterangan
A. Escherichia coli
B. Staphylococcus sp
C. Salmonella sp
dalam 20 ml media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) yang merupakan media
diferensial untuk Escherichia coli. Inkubasi disimpan pada suhu 37o C selama 2448 jam . Koloni spesifik tumbuh dengan ciri-ciri bentuk bulat, diameter 2-3 mm,
29
warna hijau dengan kilap logam dan bintik biru kehijauan di tengahnya. E.coli
yang tumbuh digoreskan pada media selektif Mc.conkey untuk uji konfirmasi dan
uji positif koloni akan berwarna merah bata.
Satu koloni spesifik yang terpisah diinokulasikan pada media NA miring
untuk memperbanyak biakan koloni (Suardana, 2014). Kemudian dilanjutkan
dengan uji biokimia dan pengamatan secara mikroskopis untuk mengetahui
morfologi dan penentuan gram .
Uji
Uji Indol
Medium
Tryptophan
Hasil
Cincin berwarna
Uji
Posiftif (+)
broth + reagen
merah pada
permukaan
Merah
Posiftif (+)
Merah Muda
Negatif (-)
Biru
Negatif (-)
2.
Methyl
Kovacs
Larutan Methyl
Red (MR)
Voges
Red
Alfanaftol
Kalium
4
Uji sitrat
hidrokarbon
natrium sitrat
atau Simmons
Citrate
Agar
(SCA),
(BPOM, 2008)
30
berwarna kuning dengan zone yang berwarna kuning juga. Koloni yang tumbuh
kemudian diinokulasikan ke 20 ml media
disimpan pada suhu 37o C selama 24. Bakteri Staphylococcus sp yang tumbuh
dengan ciri-ciri koloni warna hitam mengkilat, dikelilingi daerah keruh
(BPOM,2008). Satu koloni spesifik yang terpisah diinokulasikan pada media NA
miring untuk memperbanyak biakan koloni. Kemudian dilanjutkan dengan uji
biokimia dan pengamatan secara mikroskopis untuk mengetahui morfologi dan
penentuan gram .
Uji
Uji Indol
Medium
Tryptophan
Hasil
Cincin berwarna
Uji
Negatif
broth + reagen
merah pada
permukaan
Merah
Posiftif (+)
Merah Muda
Negatif (-)
Biru
Negatif (-)
2.
Methyl
Kovacs
Larutan Methyl
Red (MR)
Voges
Red
Alfanaftol
Kalium
4
Uji sitrat
hidrokarbon
natrium sitrat
atau Simmons
Citrate
Agar
(SCA),
(Karimela, 2013)
31
yang
terpisah
diinokulasikan
pada
media
NA miring
untuk
Nama Uji
Uji Indol
Medium
Tryptophan broth
+
merah pada
permukaan
Merah
Positif
Merah Muda
Negatif
Biru
Negatif
Methyl Red
Kovacs
Larutan Methyl
(MR)
Voges
Red
Alfanaftol
Proskauer
Kalium
Uji sitrat
hidrokarbon
natrium sitrat
atau
Uji
Negatif
reagen
2.
Hasil
Cincin berwarna
Simmons
Citrate
Agar
(SCA),
(WHO, 2003)
32
dicelupkan ke dalam suspensi bakteri dan digoreskan pada kaca objek. Preparat
dikeringkan dengan mengangin-anginkan pada suhu ruang kemudian preparat dilewatkan
diatas api bunsen sebanyak 3x lalu didinginkan. Preparat kemudian ditetesi metilen blue
sebanyak 1-2 tetes diatas suspensi yang telah mengering dan diamkan selama 1-2 menit
lalu dicuci dengan air kemudian dikeringkan diatas nyala api. Preparat diamati di
2. Pewarnaan Gram
Sebanyak 3 ose akuades diletakkan pada gelas preparat kemudian
diletakkan bakteri diatas akuades tersebut secara aseptis dan dikeringkan dengan
cara fiksasi. Preparat ditetesi dengan gram A (kristal violet). Sampel didiamkan
selama 1 menit. Preparat dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan kembali.
Setelah kering, preparat ditetesi dengan gram B (Larutan mordan lugol iodin) dan
ditunggu hingga 1 menit kemudian dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan.
Preparat kemudian ditetesi dengan gram C (Larutan peluntur) dan ditunggu 30
detik. Preparat dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan. Selanjutnya preparat
ditetesi dengan gram D (Larutan Safranin) dan ditunggu hingga 2 menit setelah itu
33
dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Kemudian preparat diamati di bawah
mikroskop .
iradiasi.
34
iradiasi yang
35
Suhu ( C)
Ulangan
2
D1
S1
S2
D1S1-1
D1S2-1
D1S1-2
D1S2-2
D1S1-3
D1S2-3
D2
S1
S2
D2S1-1
D2S2-1
D2S2-2
D2S2-2
D2S1-3
D2S2-3
D3
S1
S2
D3S1-1
D3S2-1
D3S1-2
D3S2-2
D3S1-3
D3S2-3
36
Keterangan:
D1 : Dosis iradiasi 0 kGy
D2 : Dosis iradiasi 1.5 kGy
D3 : Dosis iradiasi 3 kGy
S1 : Penyimpanan suhu dingin (5 C)
S2 : Penyimpanan suhu beku (-16 C)
3.3.12 Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial,
terdapat dua variabel dalam penelitian ini yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel bebas adalah dosis iradiasi dan suhu rendah, sedangkan variabel terikat
adalah jumlah total bakteri (ALT) dan jumlah bakteri patogen . Perlakuan diulang
sebanyak 3 kali. Data yang diperoleh diolah menggunakan software minitab dan
SAS. Langkah pertama yang dilakukan adalah uji normalitas. Uji ini dilakukan
untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak,
kemudian dilanjutkan uji homogenitas variansi untuk mengetahui variansi data.
Apabila data yang diperoleh normal dan homogen maka dilanjutkan dengan uji
parametrik untuk menguji hipotesis dilakukan uji ANOVA. Apabila terdapat
pengaruh terhadap jumlah cemaran bakteri dilanjutkan dengan uji wilayah ganda
duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan pada taraf nyata 5%.
37
38
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Profil kesehatan Indonesia . Departemen kesehatan republik
Indonesia. Jakarta
Arisman. 2009. Ilmu Gizi Keracunan Makanan. EGC. Jakarta.
bacteriology.net/staph.html
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2009. SNI 7388 : 2009 Batas Maksimum
Cemaran Mikroba dalam Pangan. SNI. Jakarta.
Bahri, S. 2008. Beberapa aspek keamanan panganasal ternak di Indonesia.
Pengembangan Inovasi Pertanian 1(3): 225
Baliwati, Y.F. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya. Jakarta.
BATAN. 2008. Radiasi. http://www.batan.go.id/organisasi/kerjasama.php. 19
Desember 2008.
Beku Cahyani, dkk . 2014. Aplikasi Teknologi Iradiasi Gamma dan Penyimpanan.
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 1 p.73-79
Blank, G. and R. Cumming. 2001. Irradiation. dalam N.A.M. Eskin and D.S.
Robinson (ed.).
Brooks G.F, J.S. Butel, S.A. Morse. 2005. Medical Microbiology. McGraw-Hills
Companies Inc.
39
Budinuryanto, D.C., M.H. Hadiana, R.L. Balia, Abubakar, dan E. Widosari. 2000.
Profil keamanan daging ayam lokal yang dipotong di pasar tradisional
dalam kaitannya dengan penerapan sistem Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP). ARMP II Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Bandung
Cahyani, A.F.K. 2014. Kombinasi Iradiasi Gamma dan Suhu Penyimpanan untuk
Meningkatkan Keamanan Pangan Produk Olahan Daging Ayam. Skripsi
Sarjana TP. Universitas Brawijaya. Malang.
Cahyani, A.F.K., Wiguna,L.C., Putri,R.A., Masduki,V.V., WardaniA.K., dan
Harsojo. 2015. Aplikasi Teknologi Hurdle Menggunakan Iradiasi Gamma
Dan Penyimpanan Beku Untuk Mereduksi Bakteri Patogen Pada Bahan
Pangan : Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3:1,73-79.
Callaway, T.R., Edrington, T.S., 2008. Prebiotics, prebiotics and competetitive
exlusion for prophylaxis against bacteria disease, Animal Health Reasearch
Reviews 9, 217-225
Chicken Feces and Test of Hemolytic Profile on Blood Agar Medium .
Corapci, B. and Kaba, N. 2011. Irradiation Technology in Sea Products. Journal
of Yunus Arastirma Bulteni 4, 22-27.
Darwin, Frans, 2008. Mengenal Pengawetan dan Bahan Kimia. www.aduhai.blogspot.com/.../mengenal pengawetan-bahan-kimia.html (Diakses pada
tanggal 28 Februari 2010)
Dave, D. and Ghaly, A.E.. 2011. Meat Spoilage Mechanisms and Preservation
Techniques: A Critical Review. American Journal of Agricultural and
Biological Sciences 6:4, 485 510
Departemen Kesehatan RI, 2003. Keputusan menteri kesehatan RI tentang
persyaratan hygiene sanitasi jasa boga. Jakarta :Depkes RI
Deptan, 2009. Pemilihan dan Penanganan Daging Segar. www.pustaka
deptan.go.id/agritek/lip50019.pdf - (Diakses pada tanggal 5 Februari 2010).
Dewan Standardisasi Nasional, 2000. Petunjuk Pemeriksaan Mikrobiologi
Makanan dan Minuman. Departemen Kesehatan RI Pusat Laboratorium
Kesehatan. Jakarta
Direktorat Jenderal Peternakan.2009. Peluang pencapaian dan kebijakan
Swasembada Daging 13 Agustus 2009-2014. Dalam Seminar Tematik
Peternakan HUT Badan Litbang Pertanian Bogor, 12 Asal Hewan. Dinas
Peternakan dan Kesehatan Hewan. Lampung.
Dwiloka, B. 2002. Iradiasi Pangan. Universitas Semarang. Semarang.
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Denpasar
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air & Udara. Kanisius. Yogyakarta. Hal. 45.
Fellows, P.J. 2000. Food Processing Technology. CRC. USA
40
42
Nama Lengkap
NIM
Tempat/Tanggal Lahir
Agama
Alamat
: Fitria
24020111130055
Jakarta 28 April 1993
Islam
: Jl. LPUU gg.Sigawe Kos rumah damai.
Telp/HP : 089690036512
Email : fitriadalles@rocketmail.com
Alm. Darwin/ Rukimah
: Jl. Sunter Jaya VII. RT/RW 13/9 No.12
Jakarta Utara
43
RIWAYAT PENDIDIKAN
NAMA SEKOLAH
TK Kuda Laut Sukapura Jakarta
SDN 01 Pagi Sukapura Jakarta
SMPN 231 Jakarta
SMAN 13 Jakarta
TAHUN LULUS
1999
2005
2008
2011
PENGALAMAN ORGANISASI
NAMA ORGANISASI
Karya Ilmiah Remaja
Himpunan Mahasiswa Biologi
Himpunan Mahasiswa Biologi
BEM KM UNDIP
Biology English Club
Kelompok Mahasiswa Peduli
JABATAN
Sekretaris
Staf Dept. Ekonomi
Ketua Departemen Ekonomi
Staf Dept. Ekobis
Humas
TAHUN
2009
2012
2013
2011/2012
2012
2012
Lingkungan
TAHUN
2012
2013
2013
2013
TEMPAT
Lembaga Ilmu
Pengetahuan
Indonesia
Sumber Karbon.
44
TAHUN
2013