Anda di halaman 1dari 14

INFEKSIKASI DAN INTOKSIKASI MIKROORGANISME DALAM BAHAN

PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN FOOD SAFETY


MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Toxicology dan Hygiene yang dibina oleh Ir.
Dwi Setijawati, M. Kes

Oleh :
Achmad Fathony
Adi Citra Prabowo
Bias Nur Elmira
Dessy Puspitasari
Dinaino Nabiu
Dwi Jayanti Puspitasari
Dwi Yuli Pujiastuti
Intan Riski Febrisari
Nandarningtyas Laras
Redita Sari Waluyo

105080301111043
105080301111029
105080301111046
105080301111042
105080301111039
105080301111032
105080301111022
105080301111035
105080301111028
105080301111045

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-NYA sehingga makalah yang berjudul Infeksikasi dan Intoksikasi
Mikroorganisme Dalam Bahan Pangan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen mata kuliah Toxicology dan
Hygiene yang telah membimbing penulis dalam penulisan makalah ini.
Makalah ini merupakan tugas kelompok dalam mata kuliah Toxicology dan
Hygiene. Adapun tujuan diberikannya tugas makalah ini sebagai sumber informasi dan
menambah wawasan tentang infeksikasi dan intoksikasi mikroorganisme dalam bahan
pangan beserta mekanismenya yang dapat menimbulkan efek bagi kesehatan tubuh
manusia. Dalam penulisan makalah ini penulis menemukan beberapa kesulitan, namun
akhirnya dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Khususnya dari dosen mata kuliah Toxicology dan Hygiene sebagai pedoman pada
penulisan selanjutnya. Harapan penulis semoga penulisan makalah ini dapat
memberikan informasi yang bermanfaat dalam proses pengembangan
pengalaman tentang ilmu Toxicology dan Hygiene.

Malang, 4 Mei 2012

Penulis

dan

1.
1.1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan
sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan
pangan dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan
pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Selain itu pertumbuham
mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau
kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikomsumsi,
serta dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Keracuan makanan yang sering
digunakan untuk menyebut gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme.,
mencakup gangguan-gangguan yang diakibatkan termakannya toksin yang dihasilkan
organisme-organisme tertentu dan gangguan-gangguan akibat terinfeksi organisme
penghasil toksin. Toksin-toksin dapat ditemukan secara alami pada beberapa tumbuhan
dan hewan atau suatu produk metabolit toksik yang dihasilkan suatu metabolisme.
Dengan demikian, intoksikasi pangan adalah gangguan akibat mengkonsumsi toksin
dari bakteri yang telah terbentuk dalam makanan, sedangkan infeksi pangan
disebabkan masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui makanan yang telah
terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh terhadap bakteri atau hasil-hasil
metabolismenya (Siagian, 2002a)
Selama proses produksi, yang meliputi pengolahan, pengemasan, transportasi,
penyiapan, penyimpanan dan penyajian, makanan mungkin terpapar pada kontaminasi
mikroba penyebab infeksi atau intoksikasi. Jika mikroba atau toksin yang dihasilkanya
mencapai jumlah yang cukup dan dikonsumsi oleh manusia, maka terjadilah keracunan
pangan. Untuk menentukan apakah suatu kejadian (Outbreak) keracunan pangan oleh
mikroba telah terjadi, maka perlu dilakukan penyelidikan pada makanan, korban
keracunan dan tempat kejadiannya. Ilmu yang secara khusus mempelajari hal ini
disebut epidemiologi. Proses penyelidikan epidemiologi ini bertujuan untuk
mengidentifikasi makanan penyebab, sebab terjadinya keracunanan serta ada tidaknya
mikroba patogen yang sama pada makanan dan pada spesimen penderita. Apabila
mikroba patogen penyebab keracunan dapat diidentifikasi, maka dapat diberikan
pengobatan yang tepat bagi korban keracunan. Penyelidikan ini dapat juga
menunjukkan titik kritis dimana kontaminasi mungkin telah terjadi. Hasil penyelidikan
yang didiseminasikan kemasyarakat akan meningkatkan kewaspadan masyarakat
awam atau industri pangan tentang keamanan pangan sehingga kejadian serupa tidak
terulang (Siagian, 2002b).
Makanan adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh manusia. Makanan
tidak hanya dituntut cukup dari segi zat gizi dan memenuhi diet manusia tapi juga harus
aman bila dikonsumsi. Untuk itu peran sanitasi menjadi sangat penting sebagai upaya
untuk mencegah kemungkinan tumbuh dan berkembangnya mikroba pembusuk dan
patogen dalam makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak
pangan dan membahayakan manusia. Sanitasi merupakan bagian penting dalam
industri pangan yang harus dilaksanakan dengan baik. Dalam industri pangan, sanitasi
meliputi kegiatan-kegiatan secara aseptik dalam persiapan, pengolahan dan

pengemasan produk makanan, pembersihan dan sanitasi pabrik serta lingkungan


pabrik dan kesehatan pekerja (Werdiningsih dan Handayani, 2010).
Keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan
untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologi, kimia, dan benda lain yang
dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (Undangundang RI No.7, 1996). Keamanan pangan merupakan masalah yang kompleks
sebagai hasil interaksi antara toksisitas mikrobiologi, toksisitas kimiawi, dan status gizi
yang kesemuanya saling berkaitan. Pangan yang tidak aman dapat mempengaruhi
kesehatan manusia yang pada akhirnya akan menimbulkan masalah terhadap status
gizi (Winarno et al,1993)
1.2

1.3

1.4

Rumusan Masalah
Apakah yang dimaksud dengan infeksikasi dan intoksikasi?
Apa jenis mikroorganisme yang menyebabkan infeksi dan intoksikasi?
Bagaimana mekanisme mikroorganisme dapat menyebabkan infeksikasi dan
intoksikasi dalam tubuh manusia?
Apakah yang dimaksud dengan food safety?
Bagaimana pencegahan dan penanggulangan toksisitas terkait dengan adanya food
safety?
Tujuan
Untuk memahami lebih lanjut tentang infeksikasi dan intoksikasi mikroorganisme
dalam bahan pangan
Untuk mengetahui jenis-jenis mikroorganisme penyebab infeksi dan intoksikasi
Unuk mengetahui mekanisme dan efek yang ditimbulkan mikroba infeksi dan
intoksikasi dalam tubuh manusia
Untuk memahami lebih jauh tentang food safety
Untuk mengetahui cara pencegahan dan penanggulangan toksisitas terkait dengan
adanya food safety
Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari makalah ini adalah mahasiswa dapat lebih
memahami tentang infeksikasi dan intoksikasi yang disebabkan oleh mikroorganisme
yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia sehingga dapat mengetahui cara-cara
pencegahan dan penanggulangannya. Selain itu, mahasiswa juga dapat menerapkan
sanitasi dan higienitas dalam pangan terkait keamanan pangan demi keselamatan
bersama.

2.

PEMBAHASAN

2.1

a.

b.

Pengertian Infeksi dan Intoksikasi


Menurut Siagian (2002), Secara umum, istilah keracuan makanan yang sering digunakan
untuk menyebut gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme., mencakup gangguangangguan yang diakibatkan termakannya toksin yang dihasilkan organisme- organisme tertentu
dan gangguan-gangguan akibat terinfeksiorganisme penghasil toksin. toksin-toksin dapat
ditemukan secara alami pada beberapa tumbuhan dan hewan atau suatu produk metabolit toksik
yang dihasilkan suatu metabolisme. Ditambahkan Santoso (2009) Keracunan makanan karena
mikrobia dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe infeksi dan intoksikasi yaitu:
Infeksi
Infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena tertelannya mikroba patogen (bakteri dan
virus) bersama makanan. Selanjutnya mikroba ini berkembang biak dalam alat pencernaan dan
menimbulkan reaksi konsumen. Bakeri diketahui sebagai penyebab utama kasus keracunan.
Gejala pada konsumen pada umumnya timbul setelah inkubasi 2-36 jam tergantung dari jenis
bakteri patogen dan pada umumnya dicirikan oleh gangguan alat pencernaan seperti sakit perut,
mual, diare, muntah, demam, sakit kepala. Pada kasus yang serius, keracunan makanan bisa
menyebabkan kematian (Scott, 2006 dalam Handayani dan Werdiningsih, 2010).
Mikroorganisme yang termasuk kelompok penyebab keracunan makanan tradisional seperti
Salmonella, Clostridium, Galur E.coli 0157:H7 dan spesies Shigella. Infeksi dapat juga terjadi
dengan media toksin yang disebabkan oleh bakteri yang memproduksi enterotoksin (toksin yang
mempengaruhi transfer air, glukosa dan elektrolit) selama kolonisasi dan pertumbuhannya dalam
alat pencernaan (Handayani dan Werdiningsih, 2010).
Sedangkan menurut Santoso (2009), Infeksi yaitu keracunan karena tertelannya mikrobia
hidup dalam jumlah yang tinggi bersama makanan sehingga mikrobia tersebut mengakibatkan
keracunan, contoh Salmonella. Di tambahkan oleh Siagian (2002) infeksi pangan disebabkan
masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui makanan yang telah terkontaminasi dan sebagai akibat
reaksi tubuh terhadap bakteri atau hasil-hasil metabolismenya.
Infeksi pada konsumen: setelah dikonsumsi, jenis jenis patogen ini berkembang biak
dalam alat pencernaan, karena itu menimbulkan pengaruh atau reaksi pada konsumen. Gejala
gejala konsumen umumnya timbul setelah masa inkubasi antara 12-24 jam dan ditandai oleh
gangguan perut, sakit pada perut bagian bawah (abdominal pains), pusing (nausea), berak berak
(diarrhea), muntah muntah (vomiting), demam dan sakit kepala (Buckle et al., 1987).
Intoksikasi
Intoksikasi adalah penyakit yang disebabkan karena tertelannya toksin dalam makanan
yang sebelumnya diproduksi oleh mikroba dalam makanan. Gejala penyakit timbul lebih cepat
daripada infeksi yaitu 3-12 jam setelah makanan dikonsumsi, yang ditandai dengan muntahmuntah hebat dan diare (Taylor, 2002 dalam Handayani dan Werdiningsih, 2010). Akibat
kontaminasi mikroba pada makanan dapat dibagi 2 kategori yaitu food poisoning (keracunan
makanan) dan food borne desease (penyakit yang berhubungan dengan makanan) (Handayani
dan Werdiningsih, 2010).
Sedangkan menurut Santoso, (2009) intoksikasi yaitu apabila mikrobia tumbuh dalam
makanan kemudian memproduks zat racun (toksik) di dalamnya, dan makanan tersebut
dikonsumsi, maka toxinnya tersebut yang menyebabkan keracunan, jadi meskipun mikrobianya
sudah musnah pada waktu pengolahan pemanasan, tetapi jika zat racunnya masih Stabil maka
tetap akan potensi memberikan gejala keracunan, Contoh mikrobianya adalah Staphylococcus
yang memproduksi zat racun, enterotoxsin dan clostridium botulinum yang memproduksi

botulinin. Ditambahkan oleh Siagian (2002), intoksikasi pangan adalah gangguan akibat
mengkonsumsi toksin dari bakteri yang telah terbentuk dalam makanan.
Keracunan (intoksikasi) pada konsumen: dalam hal ini adalah termakannya racun yang
dihasilkan lebih dulu oleh pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan yang
mengakibatkan pengaruh pada konsumen. Gejala gejala umumnya terlihat lebih cepat (3-12 jam)
setelah memakan bahan pangan tersebut dibandingkan dengan akibat organisme penyebab
infeksi, dan ditandai oleh sering kali muntah muntah ringan dan berak berak (Buckle et al., 1987)
2.2
2.2.1

Jenis Mikroorganisme Penyebab Infeksi dan Intoksikasi


Infeksi
Menurut Buckle et al., (1987), mikroorganisme dengan kategori ini termasuk jenis
mikroorganisme yang menyebabkan keracunan makanan yang telah lama sekali dikenal:
Slamonella, clostridium perfingens, Vibrio parahaemolyticus, galur dari Escherchia coli yang
enteropatogenik dan spesies shigella. Sedangkan menurut Handayani dan Werdiningsih (2010),
infeksi pangan dapat digolongkan ke dalam dua kelompok yaitu (a) infeksi dimana makanan
tidak menunjang pertumbuhan patogen tetapi sekedar membawa patogen tersebut, misalnya
patogen penyebab tuberkulosis (Mycobacterium bovis dan M. tuberculosis), Brucellosis
(Brucella abortus, B. mulitensis), dipteri (Coryne- bacterium diphteriae), disentri oleh
Campylobacter, demam, tipus, cholera, hepatitis dan (b) infeksi dimana makanan berfungsi
sebagai medium kultur untuk pertumbuhan patogen sehingga mencapai jumlah yang memadai
untuk menimbulkan infeksi bagi konsumen makanan tersebut. Infeksi ini mencakup Salmonella,
sp, Listeria, Vibrio parahaemolyticus, dan E. coli enteropatogenik.
2.2.2 Intoksikasi
Menurut Buckle et al., (1987), contoh yang klasik dari golongan ini adalah racun ynag
dihasilkan dalam bahan pangan oleh pertumbuhan staphylococcus aureus dan clostridium
botulinum. Walaupun menghasilkan pengaruh yang agak berbeda pada konsumen, metabolit
beracun dari kapang (mycotoxin) harus juga dimasukkan dalam golongan ini.
Dua intoksikasi pangan utama yang disebabkan oleh bakteri yaitu botulism yang
disebabkan oleh Clostridium botulinum dan intoksikasi Staphilokoki, disebabkan oleh toksin
yang dihasilkan oleh Sthaphylococcus aureus. Gejala- gejala yang ditimbulkan oleh intoksikasi
terlihat setelah 3-12 jam setelah memakan bahan makanan tersebut dan ditandai oleh muntahmuntah dan diare (Dewanti, 1996 dalam Handayani dan Werdiningsih, 2010).
Berikut tabel jenis mikroorganisme yang tergolong infeksi dan intoksikasi menurut
Siagian (2002):
Intoksikasi
Infeksi
1. Intoksikasi stapilokoki
1. Salmonellosis: enterotoksin dan
(enterotoksin stapilokoki diproduksi
sitotoksin dari Salmonella spp.
oleh Staphylococcus aureus)
2. Clostridium perfringens:
2. Botulism: neurotoksin diproduksi
entertoksin diproduksi selama
oleh
sporulasi
Clostridium botulinum
C. Perfringens tipe A dalam saluran
Pencernaan
3. Bacillus cereus: entertoksin
Diproduksi selama sel lisis dalam
saluran pencernaan
4. Escherichia coli enteropatogenik

5. Campylobacter jejuni, C.coli


6. Listeria monocytogenes
7. Yersiniosis
Shigellosis
Vibrio parachaemolyticuz
2.3

Mekanisme Intoksikasi Bakteri Clostridium botulinum


Bakteri Clostridium botulinum ditemukan dimana-mana, dalam tanah, sedimen
didasar laut, usus dan kotoran binatang. Clostridium botulinum adalah bakteri
anaerobik, gram positif, membentuk spora, berbentuk batang dan relatif besar. Spora
bakteri dapat terhirup atau termakan, atau dapat menginfeksi luka terbuka. Walaupun
demikian bakteri dan sporanya tidak berbahaya. Gejala botulism disebabkan oleh toksin
yang diproduksi oleh bakteri tersebut. Toksin botulism merupakan toksin yang
berbahaya, dengan dosis mematikan 200-300 pg/kg, yang berarti bila melebihi 100
gram dapat membunuh setiap manusia didunia (Bayrak and Tilky, 2006).
Clostridium botulinum menghasilkan suatu intoksikasi klasik. Pertumbuhan organisme
ini dalam bahan pangan menghasilkan racun yang cukup kuat dan bersifat mematikan. Gejala
gejala keracunan akan tamapak dalam jangka waktu 24-72 jam setelah makan racun tersebut dan
sebagai tanda pertama adalah lesu, sakit kepala dan pusing. Diare akan terjadi pada permulaan
tetapi akhirnya penderitaan tidak dapat buang air (konstipasi). Sistem syaraf pusat terganggu dan
terjadi pula gangguan pada penglihatan, pada akhirnya slit berbicara yang disebabkan
kelumpuhan pada otot tenggorokan. Kematian dapat terjadi oleh karena pusat pernafasan
mengalami kelumpuhan. Tingkat kematian sangat tinggi (kira kira 50%) dan hal ini dapat
dikurangi jika antitoksin dapat segera diberikan (Buckle et al., 1987).
Clostridium botulinum memiliki waktu inkubasi sekitar 12-36 jam atau lebih lama atau
lebih pendek. Gejala-gejala yang timbul adalah gangguan pencernaan akut yang diikuti oleh
pusing-pusing dan muntah-muntah, bisa juga diare, lelah, pening dan sakit kepala. Gejala lanjut
konstifasi, double dision, kesulitan menelan dan berbicara, lidah membengkak dan etrtutup,
beberapa otot lumpuh, dan kelumpuhan bisa menyebar ke hati dan salutan pernafasan. Kematian
bisa terjadi dalam waktu tiga sampai enam hari. Bahan pangan yang potensial dicemari oleh
Clostridium botulinum adalah makanan kaleng dengan pH > 4-6 (Siagian, 2002).
2.4

Mekanisme Intoksikasi Bakteri Staphylococcus aureus


Keracunan karena bahan pangan yang tercemar Staphylococcus aureus kebanyakan
berhubungan dengan produk bahan pangan yang telah dimasak terutama yang dikelola oleh
manusia seperti daging dan ayam yang telah dimasak, udang kupas yang dimasak, ham, bacon,
lunch meats dan produk-produk susu seperti kue-kue krim, custard pies dan keju. Gejala-gejala
keracunan bahan pangan yang tercemar oleh Staphylococcus areus adalah bersifat intoksikasi.
Pertumbuhan organisme ini dalam bahan pangan menghasilkan racun interoksin, dimana apabila
termakan dapat mengakibatkan serangan mendadak yaitu kekejangan pada perut dan muntahmuntah yang hebat. Diare dapat juga terjadi. Pertumbuhan organisme ini dalam bahan pangan
menghasilkan racun yang cukup kuat dan bersifat mematikan. Untuk menghasilkan enterotoksin
yang cukup dalam produk untuk bersifat meracuni dibutuhkan kira-kira 10 6 sel/g (Buckle et al.,
1987).

Beberapa jenis enterotoksin dari Staphylococcus aureus stabil pada suhu mendidih,
berkembang biak di dalam makanan yang tercemar dan menghasilkan toksin. Keracunan
makanan relative lebih sering tersebar luas dan merupakan salah satu jenis intoksikasi akut
akibat makanan yang paling sering terjadi di Amerika serikat. Yang berperan sebagai reservoir
adalah manusia, kadang-kadang sapi dengan infeksi kelenjar susu berperan sebagai reservoir dan
juga dapat anjing dan burung. Penularan terjadi karena mengkonsumsi produk makanan yang
mengandung enterotoksin Staphylococcus. Makanan yang sering tercemar adalah makanan yang
sering diolah dengan tangan, yang tidak segera dimasak dengan baik ataupun karena proses
pemanasan atau penyimpanan yang tidak tepat. Masa inkubasi mulai dari saat mengkonsumsi
makanan tercemar sampai dengan timbulnya gejala klinis yang berlangsung antara 30 menit
sampai dengan 8 jam, biasanya berkisar antara 2-4 jam (Kandun, 2000).
2.5

Mekanisme Infeksikasi Bakteri Salmonella sp


Salmonella sp. Merupakan bakteri berbahaya yang dapat mencemari susu. Bakteri
tersebut dikeluarkan dari saluran pencernaan hewan atau manusia bersama dengan feses. Oleh
karena itu, produk yang berasal dari peternakan rentan terkontaminasi Salmonella sp.
Patogenesis Salmonella sp. Saat ini belum diketahui dengan pasti, namun dapat menimbulkan
infeksi bersifat invasive dengan cara menembus sel-sel epitel usus dan merangsang terbentuknya
sel-sel radang. Salmonella sp. Juga berpotensi menghasilkan toksin yang bersifat tidak tahan
panas (Suwito, 2010).
Keracunan pangan karena Salmonella terutama berhubungan dengan daging sapi dan
ayam yang baru dimasak yang oleh karena sesuatu hal telah dimasak kurang sempurna dan salah
pengelolaannya sebelum dikonsumsi. Siklus dari penularan keracunan bahan pangan yang
tercemar Salmonella dapat digambarkan seperti berikut :
Ternak

bahan pangan

manusia

Burung
Kotoran

hewan
kotoran
bahan pangan
Organisme-organisme dikeluarkan ke dalam alam sekeliling melalui kotoran (faeces) dimana
bahan pangan dan air akan tercemar olehnya dengan perantara udara. Rantai penularannya
adalah: manusia bahan pangan (air) manusia. bakteri-bakteri ini sangat infektif, yaitu hanya
dengan sejumlah kurang dari 100 sel cukup untuk menimbulkan penyakit. Oleh karena dosisi
infeksinya cukup rendah, maka umumnya tidak diperlukan perkembangbiakan sel dalam bahan
pangan untuk menjadi berbahaya, walaupun perkembangbiakan dapat terjadi. Salmonella
penyebab gastroentritis ditandai dengan gejala-gejala yang umumnya nampak 12-36 jam setelah
makan bahan pangan yang tercemar. Gejala-gejala tersebut adalah berak-berak, sakit kepala,
muntah-muntah dan demam dan dapat berakhir 1-7 hari. Tingkat kematian kurang dari 1%, tetapi
jumlah ini meningkat pada anak-anak, orang tua atau orang yang lemah. Tempat terdapatnya

mikroorganisme ini adalah pada alat-alat pencernaan hewan, burung baik yang sudah diternakan
atau yang masih liar (Buckle et al., 1987).
2.6

Mekanisme Infeksikasi Bakteri Bacillus cereus


Bakteri ini adalah gram positif berbentuk batang, bergerak, dapat membentuk spora,
bersifat fakultatif anaerob dan tersebar secara luas dalam tanah dan air. Sampai akhir akhir ini
bakteri tersebut tidak digolongkan sebagai patogenik, akan tetapi sejumlah keracunan karena
bahan pangan yang berhubungan dengan daging, susu, rempah dan nasi goreng ditemukan
tercemar oleh banyak sel sel bacillus cereus. Survei tentang kejadian yang sehubungan dengan
organisme ini dalam bahan pangan menunjukan suatu frekuensi yang tinggi pada bahan pangan
kering seperti serealia, rempah rempah dan susu bubuk (tepung susu). Susu yang sudah
dipasteurisasi dapat juga mengandung bacillus cereus. Kemampuan membentuk spora
memungkinkan mikroorganisme ini tetap hidup pada operasi pengolahan dengan pemanasan.
Gejala gejala dari keracunan baha pangan yang tercemar oleh bakteri ini termasuk diare, sakit
perut dan kadang muntah muntah, tetapi ini belum jelas apakah ini merupakan suatu bentuk
keracunan bahan pangan yang bersifat intoksikasi atau infeksi (Buckle et al., 1987).
Infeksi oleh bakteri ini ditandai dengan adanya serangan mendadak berupa mual, muntahmuntah, ada juga disertai dengan kolik dan diare. Lamanya sakit umumnya tidak lebih dari 24
jam dan jarang sekali menimbulkan kematian. Ada 2 jenis enterotoksin yang dikenal, pertama
yaitu enterotoksin tahan panas (heat stable) yang menyebabkan muntah-muntah, dan jenis
lainnya adalah enterotoksin yang tidak tahan panas (heat labile) yang menyebabkan diare.
Bacillus cereus ada dimana-mana di dalam tanah dan dilingkungan sekitar, biasanya ditemukan
pada bahan makanan mentah, makanan kering, dan makanan olahan. Cara penularannya adalah
karena mengkonsumsi makanan yang disimpan pada suhu kamar setelah dimasak, yang
memungkinkan kuman berkembangbiak. Kejadian luar biasa (KLB) yang disertai muntahmuntah sering terjadi setelah makan nasi yang disimpan pada suhu kamar sebelum dipanaskan
kembali. Masa inkubasi berkisar antara 1 sampai dengan 6 jam, sedangkan pada distribusi
penyakit dimana gejala yang menonjol adalah diare masa inkubasi berkisar 6 sampai 24 jam
(Kandun, 2000).
2.7

Keamanan Pangan ( Food Safety )


Safety Food (keamanan pangan) diartikan sebagai kondisi pangan aman untuk
dikonsumsi. Safety Food secara garis besar digolongkan menjadi 2 yaitu aman secara rohani dan
aman secara jasmani. Aman secara rohano berhubungan dengan kehalalan dan aman secara
jasmani meliputi pangan itu bebas dari bahaya biologi atau mikroorganisme yang
membahayakan, bebas cemaran fisik dan bebas cemaran kimia. Seiring dengan meningkatnya
pengetahuan dan kesadaran akan kesehatan terhadap pangan yang dikonsumsi, mengkonsumsi
pangan yang aman merupakan hal yang harus diperhatikan oleh produsen dan konsumen.
Berdasarkan UU Pangan No. 7 Tahun 1996, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain
yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (Umar, 2009).
Kemanan produk pangan adalah bagian tak terpisahkan dengan mutu produk tersebut.
Pengertian mutu, prinsip-prinsip pengendalian mutu serta penerapan jaminan mutu perlu
dipahami untuk mendapatkan produk pangan yang berkualitas baik. Beberapa standart mutu
untuk komoditas produk pengolahan pangan dapat dijadikan acuan untuk menghasilkan produk
berkualitas yang sesuai dengan standart yang ditentukan oleh sebab itu pemahaman tentang

mutu dan keamanan produk olahan pangan peru di sosialisasi kepada masyarakat khususnya para
produsen dan pelaku bisnis (Legowo, 2003).
Pangan yang aman adalah pangan yang tidak mengandung bahaya biologi atau
mikrobiologi, bahaya kimia, dan bahaya fisik. Bahaya biologis atau mikrobiologis terdiri dari
parasit (protozoa dan parasit), virus dan bakteri pathogen yang dapat tumbuh dan berkembang di
dalam bahan pangan sehingga dapat menyebabkan infeksi dan keracunan pada manusia.
Beberapa bakteri pathogen juga dapat menghasilkan toksin (racun) sehingga jika toksin tersebut
terkonsumsi oleh manusia dapat menyebabkan intoksikasi.

2.8

Contoh-Contoh Kasus Keracunan


Kasus keracunan makanan yang terjadi dimasyarakat akibat mengkonsumsi makanan
yang mengandung bakteri patogen dan zat-zat beracun Iainnya perlu dwaspada. Makanan
sayuran termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia.
Merlurut UndangUndang No.7 tahun 1996 disebutkan bahwa keamanan pangan ddefniskan
sebagai suatu kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dar kemungkinan
cemaran biologis, kimia, dan benda Iain yang dapat mengganggu, dan membahayakan kesehatan
manusia. Makanan yang aman adalah makanan yang tidak tercemar, tdak mengandung
mikroorgansme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya, telah diolah dengan tata cara yang
benar, sehingga dan zat gzinya tidak rusak, serta tidak bertentangan dengan kesehatan manusa.
Lebih dari 90% terjadinya foodborne diseases pada manusa dsebabkan kontaminasi
mikrobiologi, yaitu meliputi penyakt tifus, disentri bakteri (Harsojo dan Mellawati, 2009).
Kasus keracunan yang paling sering terjadi pada kurun waktu 1994-1998 adalah dari jasa
katering yang menyediakan berbagai menu tradisional. Keracunan pada katering ini dapat
disebabkan karena penyediaan makanan dalam jumlah besar sehingga penanganan sanitasi
kurang. Pada umumnya jasa makanan katering dipersiapkan jauh (beberapa jam) sebelum
makanan tersebut dikonsumsi. Karena jumlah yang dibutuhkan banyak dan membutuhkan waktu
penyediaan yang lebih lama, akibatnya makanan dihidangkan bukan dalam keadaan segar (baru
diolah) melainkan sudah mengalami penghangatan ulang. Padahal kondisi suhu untuk mencapai
panas akan melewati suhu pertumbuhan mikroba patogen. Akibatnya mikroba dapat tumbuh
kembali dan memproduksi toksin yang beracun. Selain itu bahan makanan yang baru diolah tidak
dilakukan pendinginan segera sehingga suhu pertumbuhan memungkinkan mikroba patogen
berbiak dan memproduksi toksin (Handayani dan Werdiningsih 2010).
Kasus keracunan setelah minum susu di Indonesia sering dilaporkan, baik melalui media
cetak maupun media elektronik. Pada bulan September 2004 telah terjadi keracunan setelah
minum susu pada 72 siswa Sekolah Dasar (SD) di Tulung Agung Jawa Timur, 300 siswa SD di
Bandung, dan 73 karyawan Carefour di Surabaya. Menurut Badan Pemeriksaan Obat dan
Makanan (BPOM), kasus tersebut disebabkan oleh E. coli dan S. aureus (Kompas, 4 September
2004 dalam Suwito, 2010).
Kejadian keracunan makanan oleh Staphylococcus pada umumnya berasal dari makanan
yang disiapkan secara konvesional (hand made). Kasus-kasus yangterjadi di Amerika sejak tahun
1972 1987 yang dicatat oleh CDC berkisar 20.000 kasus dan kejadian wabah mencapai 414
kasus. Bahan makanan sumber pencemaran Staphylococcus yang menimbulkan wabah
gastroenteritis adalahdaging babi, produk roti, daging sapi, kalkun, ayam dan telur, seperti pada
tabel 2di bawah (Bean & Griffin, 1990 disitasi Jay, 1996 dalam Nugroho, 2004).

2.9

Tindakan Pencegahan dan Penanggulangan


Menurut Legowo (2003), Tindakan pencegahan adalah kegiatan untuk mencegah,

menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai tingkat yang dapat diterima. Tindakan
pencgahan berkaitan dengan sumber bahaya dan tingkat teknologi yang cukup untuk mencapai
tujuan tersebut. Tindakan pencgahan dibutuhkan bagi semua bahaya yang cukup besar, setelah

dilakukan identifikasi bahaya biasanya dapa dikelompokkan (1) bahaya cukup besar (2) bahaya
tidak cukup besar untuk kelompok ke-2 ini tindakan pencegahan bukan menjadi keharusan tetapi
mungkin perlu diadakan.
Tindakan pencegahan yaitu antara lain meliputi :
1.
pakai.
2.
3.
4.
5.
6.
Selain

Menggunakan bahan kimia yang dianjurkan dan sesuai dengan ajuran


Mengurangi suhu produk setelah panen secepat mungkin.
Mengantarkan dan menyerahkan produk secepat mungkin.
Mengatur suhu penyimpanan sebagai mestinya.
Menyediakan tempat mencuci dan disinfeksi bagi karyawan.
Melakukan analisi bahan dll
itu, menurut Legowo juga perlu diterapkan prinsip keamanan pangan seperti yang ada

dalam HACCP. HACCP adalah suatu sistem pendekatan sistematik untuk menjamin keamanan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

pangan yang diproduksi, yaitu terdiri dari tujuh elemen atau prinsip yang meliputi :
Identifikasi bahaya dan penetapan risiko
Penetapan CCP (critical control point)
Penetapan batas kritis
Pemantauan CCP
Pelaksanaan tindakan perbaikan
Verifikasi
Dokumentasi
Menjaga makanan tetap aman, perlu diadakannya penerapan prinsip-prinsip cara
pengolahan makanan yang baik (CPMP), diantaranya adalah memperhatikan masalah sanitasi
dan hygiene. Kebersihan pada setiap tahapan proses pengolahan, dimulai dari persiapan dan
penyediaan bahan baku, pemakaian air bersih, tahapan pengolahan, dan pasca pengolahan
(pengemasan dan penyimpanan) makanan atau pangan merupakan langkah-langkah penting
untuk menghindari terjadinya infeksi dan intoksikasi (Umar, 2009).

3.

PENUTUP

3.1
Kesimpulan
Infeksi yaitu keracunan karena tertelannya mikrobia hidup dalam jumlah yang tinggi bersama
makanan sehingga mikrobia tersebut mengakibatkan keracunan.
Intoksikasi adalah penyakit yang disebabkan karena tertelannya toksin dalam makanan yang
sebelumnya diproduksi oleh mikroba dalam makanan.

Jenis jenis mikroba yang menyebabkan infeksi yaitu Salmonella spp, Clostridium
perfringens, Bacillus cereus, Escherichia coli, Campylobacter jejuni, Listeria
monocytogenes, Vibrio parachaemolyticuz
Jenis jenis mikroba yang menyebabkan intoksikasi yaitu Clostridium botulinum,
Staphylococcus aureus.
Pada umumnya Clostridium botulinum terdapat pada makanan kaleng pH > 4 6 yang
membawa toksin dan bila makanan tersebut termakan oleh manusia dapat menimbulkan
keracunan.
Salmonella spp banyak terdapat disaluran pencernaan manusia atau hewan yang apabila
mengkontaminasi makanan dan termakan manusia akan menimbulkan keracunan dengan cara
mengikis saluran pencernaan manusia.
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari
kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia.
Tindakan pencegahan adalah kegiatan untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi
bahaya sampai tingkat yang dapat diterima.
3.2

Saran
Untuk menghindari keracunan akibat mikroorganisme diatas, sebaiknya perlu
pengawasan yang lebih intensif terhadap proses pengolahan bahan pangan serta selalu menjaga
dan memperhatikan sanitasi dan hygiene terhadap bahan pangan tersebut

Daftar Pustaka
Bayrak AO and Tilky HE, 2006. Electrophysiologic Findings in a Case of Severe
Botulism. Journal of Neurological Sciences (Turkish). Volume:23, No 1
Buckle, F.A; R A Edwards, G H fleet dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta
Handayani, Baiq Rien dan Werdiningsih, Wiharyani. 2010. Kondisi Sanitasi dan Keracunan
Makanan Tradisional. Agroteksos Vol 20 No. 2-3. Fakultas Pertanian, Universitas Mataram
Harsojo dan June Mellawati. 2009. Uji Kandungan Minera! dan Cemaran Bakteri Pada Sayuran
Segar Organlk dan Non-Organik. Indo.J.Chem. 2009, 9 (2), 226-230.
Kandun, Nyoman I. 2000. Manual pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17. Bakti Husada:
Jakarta
Legowo, Anang Mohamad. 2003. Analisis Bahaya Dan Penerapan Jaminan Mutu Komoditi
Olahan Pangan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro: Semarang
Nugroho, Widagdo Sri. 2004. Aspek Kesehatan Masyarakat Veteriner Staphylococcus, Bakteri
Jahat yang Sering Disepelekan.
Santoso, Umar. 2009. Peranan Ahli Pangan Dalam Mendukung Keamanan Dan Kehalalan
Pangan
Siagian, Albiner. 2002. Mikroba pathogen Pada Makanan Dan Sumber pencemarannya. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara: Sumatera Utara
. 2002. Keracunan Pangan Oleh Mikroba. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Sumatera Utara: Sumatera Utara
Suwito, Widodo. 2010. Bakteri Yang Sering Mencemari Susu: Deteksi, Patogenesis, Epidemiologi,
Dan Cara Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian, 29(3). Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Yogyakarta: Yogyakarta
Winarno, F.G. 1993. Keamanan, Gizi, dan Khasiat Makanan Tradisional. Prosiding Seminar
pengembangan Pangan Tradisional dalam rangka Penganekeragaman Pangan. Kantor
Menteri Negara Urusan Pangan: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai