Oleh :
Achmad Fathony
Adi Citra Prabowo
Bias Nur Elmira
Dessy Puspitasari
Dinaino Nabiu
Dwi Jayanti Puspitasari
Dwi Yuli Pujiastuti
Intan Riski Febrisari
Nandarningtyas Laras
Redita Sari Waluyo
105080301111043
105080301111029
105080301111046
105080301111042
105080301111039
105080301111032
105080301111022
105080301111035
105080301111028
105080301111045
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-NYA sehingga makalah yang berjudul Infeksikasi dan Intoksikasi
Mikroorganisme Dalam Bahan Pangan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen mata kuliah Toxicology dan
Hygiene yang telah membimbing penulis dalam penulisan makalah ini.
Makalah ini merupakan tugas kelompok dalam mata kuliah Toxicology dan
Hygiene. Adapun tujuan diberikannya tugas makalah ini sebagai sumber informasi dan
menambah wawasan tentang infeksikasi dan intoksikasi mikroorganisme dalam bahan
pangan beserta mekanismenya yang dapat menimbulkan efek bagi kesehatan tubuh
manusia. Dalam penulisan makalah ini penulis menemukan beberapa kesulitan, namun
akhirnya dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Khususnya dari dosen mata kuliah Toxicology dan Hygiene sebagai pedoman pada
penulisan selanjutnya. Harapan penulis semoga penulisan makalah ini dapat
memberikan informasi yang bermanfaat dalam proses pengembangan
pengalaman tentang ilmu Toxicology dan Hygiene.
Penulis
dan
1.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan
sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan
pangan dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan
pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Selain itu pertumbuham
mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau
kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikomsumsi,
serta dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Keracuan makanan yang sering
digunakan untuk menyebut gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme.,
mencakup gangguan-gangguan yang diakibatkan termakannya toksin yang dihasilkan
organisme-organisme tertentu dan gangguan-gangguan akibat terinfeksi organisme
penghasil toksin. Toksin-toksin dapat ditemukan secara alami pada beberapa tumbuhan
dan hewan atau suatu produk metabolit toksik yang dihasilkan suatu metabolisme.
Dengan demikian, intoksikasi pangan adalah gangguan akibat mengkonsumsi toksin
dari bakteri yang telah terbentuk dalam makanan, sedangkan infeksi pangan
disebabkan masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui makanan yang telah
terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh terhadap bakteri atau hasil-hasil
metabolismenya (Siagian, 2002a)
Selama proses produksi, yang meliputi pengolahan, pengemasan, transportasi,
penyiapan, penyimpanan dan penyajian, makanan mungkin terpapar pada kontaminasi
mikroba penyebab infeksi atau intoksikasi. Jika mikroba atau toksin yang dihasilkanya
mencapai jumlah yang cukup dan dikonsumsi oleh manusia, maka terjadilah keracunan
pangan. Untuk menentukan apakah suatu kejadian (Outbreak) keracunan pangan oleh
mikroba telah terjadi, maka perlu dilakukan penyelidikan pada makanan, korban
keracunan dan tempat kejadiannya. Ilmu yang secara khusus mempelajari hal ini
disebut epidemiologi. Proses penyelidikan epidemiologi ini bertujuan untuk
mengidentifikasi makanan penyebab, sebab terjadinya keracunanan serta ada tidaknya
mikroba patogen yang sama pada makanan dan pada spesimen penderita. Apabila
mikroba patogen penyebab keracunan dapat diidentifikasi, maka dapat diberikan
pengobatan yang tepat bagi korban keracunan. Penyelidikan ini dapat juga
menunjukkan titik kritis dimana kontaminasi mungkin telah terjadi. Hasil penyelidikan
yang didiseminasikan kemasyarakat akan meningkatkan kewaspadan masyarakat
awam atau industri pangan tentang keamanan pangan sehingga kejadian serupa tidak
terulang (Siagian, 2002b).
Makanan adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh manusia. Makanan
tidak hanya dituntut cukup dari segi zat gizi dan memenuhi diet manusia tapi juga harus
aman bila dikonsumsi. Untuk itu peran sanitasi menjadi sangat penting sebagai upaya
untuk mencegah kemungkinan tumbuh dan berkembangnya mikroba pembusuk dan
patogen dalam makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak
pangan dan membahayakan manusia. Sanitasi merupakan bagian penting dalam
industri pangan yang harus dilaksanakan dengan baik. Dalam industri pangan, sanitasi
meliputi kegiatan-kegiatan secara aseptik dalam persiapan, pengolahan dan
1.3
1.4
Rumusan Masalah
Apakah yang dimaksud dengan infeksikasi dan intoksikasi?
Apa jenis mikroorganisme yang menyebabkan infeksi dan intoksikasi?
Bagaimana mekanisme mikroorganisme dapat menyebabkan infeksikasi dan
intoksikasi dalam tubuh manusia?
Apakah yang dimaksud dengan food safety?
Bagaimana pencegahan dan penanggulangan toksisitas terkait dengan adanya food
safety?
Tujuan
Untuk memahami lebih lanjut tentang infeksikasi dan intoksikasi mikroorganisme
dalam bahan pangan
Untuk mengetahui jenis-jenis mikroorganisme penyebab infeksi dan intoksikasi
Unuk mengetahui mekanisme dan efek yang ditimbulkan mikroba infeksi dan
intoksikasi dalam tubuh manusia
Untuk memahami lebih jauh tentang food safety
Untuk mengetahui cara pencegahan dan penanggulangan toksisitas terkait dengan
adanya food safety
Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari makalah ini adalah mahasiswa dapat lebih
memahami tentang infeksikasi dan intoksikasi yang disebabkan oleh mikroorganisme
yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia sehingga dapat mengetahui cara-cara
pencegahan dan penanggulangannya. Selain itu, mahasiswa juga dapat menerapkan
sanitasi dan higienitas dalam pangan terkait keamanan pangan demi keselamatan
bersama.
2.
PEMBAHASAN
2.1
a.
b.
botulinin. Ditambahkan oleh Siagian (2002), intoksikasi pangan adalah gangguan akibat
mengkonsumsi toksin dari bakteri yang telah terbentuk dalam makanan.
Keracunan (intoksikasi) pada konsumen: dalam hal ini adalah termakannya racun yang
dihasilkan lebih dulu oleh pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan yang
mengakibatkan pengaruh pada konsumen. Gejala gejala umumnya terlihat lebih cepat (3-12 jam)
setelah memakan bahan pangan tersebut dibandingkan dengan akibat organisme penyebab
infeksi, dan ditandai oleh sering kali muntah muntah ringan dan berak berak (Buckle et al., 1987)
2.2
2.2.1
Beberapa jenis enterotoksin dari Staphylococcus aureus stabil pada suhu mendidih,
berkembang biak di dalam makanan yang tercemar dan menghasilkan toksin. Keracunan
makanan relative lebih sering tersebar luas dan merupakan salah satu jenis intoksikasi akut
akibat makanan yang paling sering terjadi di Amerika serikat. Yang berperan sebagai reservoir
adalah manusia, kadang-kadang sapi dengan infeksi kelenjar susu berperan sebagai reservoir dan
juga dapat anjing dan burung. Penularan terjadi karena mengkonsumsi produk makanan yang
mengandung enterotoksin Staphylococcus. Makanan yang sering tercemar adalah makanan yang
sering diolah dengan tangan, yang tidak segera dimasak dengan baik ataupun karena proses
pemanasan atau penyimpanan yang tidak tepat. Masa inkubasi mulai dari saat mengkonsumsi
makanan tercemar sampai dengan timbulnya gejala klinis yang berlangsung antara 30 menit
sampai dengan 8 jam, biasanya berkisar antara 2-4 jam (Kandun, 2000).
2.5
bahan pangan
manusia
Burung
Kotoran
hewan
kotoran
bahan pangan
Organisme-organisme dikeluarkan ke dalam alam sekeliling melalui kotoran (faeces) dimana
bahan pangan dan air akan tercemar olehnya dengan perantara udara. Rantai penularannya
adalah: manusia bahan pangan (air) manusia. bakteri-bakteri ini sangat infektif, yaitu hanya
dengan sejumlah kurang dari 100 sel cukup untuk menimbulkan penyakit. Oleh karena dosisi
infeksinya cukup rendah, maka umumnya tidak diperlukan perkembangbiakan sel dalam bahan
pangan untuk menjadi berbahaya, walaupun perkembangbiakan dapat terjadi. Salmonella
penyebab gastroentritis ditandai dengan gejala-gejala yang umumnya nampak 12-36 jam setelah
makan bahan pangan yang tercemar. Gejala-gejala tersebut adalah berak-berak, sakit kepala,
muntah-muntah dan demam dan dapat berakhir 1-7 hari. Tingkat kematian kurang dari 1%, tetapi
jumlah ini meningkat pada anak-anak, orang tua atau orang yang lemah. Tempat terdapatnya
mikroorganisme ini adalah pada alat-alat pencernaan hewan, burung baik yang sudah diternakan
atau yang masih liar (Buckle et al., 1987).
2.6
mutu dan keamanan produk olahan pangan peru di sosialisasi kepada masyarakat khususnya para
produsen dan pelaku bisnis (Legowo, 2003).
Pangan yang aman adalah pangan yang tidak mengandung bahaya biologi atau
mikrobiologi, bahaya kimia, dan bahaya fisik. Bahaya biologis atau mikrobiologis terdiri dari
parasit (protozoa dan parasit), virus dan bakteri pathogen yang dapat tumbuh dan berkembang di
dalam bahan pangan sehingga dapat menyebabkan infeksi dan keracunan pada manusia.
Beberapa bakteri pathogen juga dapat menghasilkan toksin (racun) sehingga jika toksin tersebut
terkonsumsi oleh manusia dapat menyebabkan intoksikasi.
2.8
2.9
menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai tingkat yang dapat diterima. Tindakan
pencgahan berkaitan dengan sumber bahaya dan tingkat teknologi yang cukup untuk mencapai
tujuan tersebut. Tindakan pencgahan dibutuhkan bagi semua bahaya yang cukup besar, setelah
dilakukan identifikasi bahaya biasanya dapa dikelompokkan (1) bahaya cukup besar (2) bahaya
tidak cukup besar untuk kelompok ke-2 ini tindakan pencegahan bukan menjadi keharusan tetapi
mungkin perlu diadakan.
Tindakan pencegahan yaitu antara lain meliputi :
1.
pakai.
2.
3.
4.
5.
6.
Selain
dalam HACCP. HACCP adalah suatu sistem pendekatan sistematik untuk menjamin keamanan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
pangan yang diproduksi, yaitu terdiri dari tujuh elemen atau prinsip yang meliputi :
Identifikasi bahaya dan penetapan risiko
Penetapan CCP (critical control point)
Penetapan batas kritis
Pemantauan CCP
Pelaksanaan tindakan perbaikan
Verifikasi
Dokumentasi
Menjaga makanan tetap aman, perlu diadakannya penerapan prinsip-prinsip cara
pengolahan makanan yang baik (CPMP), diantaranya adalah memperhatikan masalah sanitasi
dan hygiene. Kebersihan pada setiap tahapan proses pengolahan, dimulai dari persiapan dan
penyediaan bahan baku, pemakaian air bersih, tahapan pengolahan, dan pasca pengolahan
(pengemasan dan penyimpanan) makanan atau pangan merupakan langkah-langkah penting
untuk menghindari terjadinya infeksi dan intoksikasi (Umar, 2009).
3.
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Infeksi yaitu keracunan karena tertelannya mikrobia hidup dalam jumlah yang tinggi bersama
makanan sehingga mikrobia tersebut mengakibatkan keracunan.
Intoksikasi adalah penyakit yang disebabkan karena tertelannya toksin dalam makanan yang
sebelumnya diproduksi oleh mikroba dalam makanan.
Jenis jenis mikroba yang menyebabkan infeksi yaitu Salmonella spp, Clostridium
perfringens, Bacillus cereus, Escherichia coli, Campylobacter jejuni, Listeria
monocytogenes, Vibrio parachaemolyticuz
Jenis jenis mikroba yang menyebabkan intoksikasi yaitu Clostridium botulinum,
Staphylococcus aureus.
Pada umumnya Clostridium botulinum terdapat pada makanan kaleng pH > 4 6 yang
membawa toksin dan bila makanan tersebut termakan oleh manusia dapat menimbulkan
keracunan.
Salmonella spp banyak terdapat disaluran pencernaan manusia atau hewan yang apabila
mengkontaminasi makanan dan termakan manusia akan menimbulkan keracunan dengan cara
mengikis saluran pencernaan manusia.
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari
kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia.
Tindakan pencegahan adalah kegiatan untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi
bahaya sampai tingkat yang dapat diterima.
3.2
Saran
Untuk menghindari keracunan akibat mikroorganisme diatas, sebaiknya perlu
pengawasan yang lebih intensif terhadap proses pengolahan bahan pangan serta selalu menjaga
dan memperhatikan sanitasi dan hygiene terhadap bahan pangan tersebut
Daftar Pustaka
Bayrak AO and Tilky HE, 2006. Electrophysiologic Findings in a Case of Severe
Botulism. Journal of Neurological Sciences (Turkish). Volume:23, No 1
Buckle, F.A; R A Edwards, G H fleet dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta
Handayani, Baiq Rien dan Werdiningsih, Wiharyani. 2010. Kondisi Sanitasi dan Keracunan
Makanan Tradisional. Agroteksos Vol 20 No. 2-3. Fakultas Pertanian, Universitas Mataram
Harsojo dan June Mellawati. 2009. Uji Kandungan Minera! dan Cemaran Bakteri Pada Sayuran
Segar Organlk dan Non-Organik. Indo.J.Chem. 2009, 9 (2), 226-230.
Kandun, Nyoman I. 2000. Manual pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17. Bakti Husada:
Jakarta
Legowo, Anang Mohamad. 2003. Analisis Bahaya Dan Penerapan Jaminan Mutu Komoditi
Olahan Pangan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro: Semarang
Nugroho, Widagdo Sri. 2004. Aspek Kesehatan Masyarakat Veteriner Staphylococcus, Bakteri
Jahat yang Sering Disepelekan.
Santoso, Umar. 2009. Peranan Ahli Pangan Dalam Mendukung Keamanan Dan Kehalalan
Pangan
Siagian, Albiner. 2002. Mikroba pathogen Pada Makanan Dan Sumber pencemarannya. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara: Sumatera Utara
. 2002. Keracunan Pangan Oleh Mikroba. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Sumatera Utara: Sumatera Utara
Suwito, Widodo. 2010. Bakteri Yang Sering Mencemari Susu: Deteksi, Patogenesis, Epidemiologi,
Dan Cara Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian, 29(3). Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Yogyakarta: Yogyakarta
Winarno, F.G. 1993. Keamanan, Gizi, dan Khasiat Makanan Tradisional. Prosiding Seminar
pengembangan Pangan Tradisional dalam rangka Penganekeragaman Pangan. Kantor
Menteri Negara Urusan Pangan: Jakarta