Anda di halaman 1dari 17

Tugas Kelompok

Mata Kuliah : Ketahanan dan Kemanana Pangan Lanjut


Dosen

: Prof. Dr. dr. Suryani Asad, M.Sc

FOODBORNE DISEASE

OLEH
1. Fitriani Rahmatismi Blongkod

P1803215005

2. Wina Kurnia S

P1803215009

3. Akmal Novrian Syahruddin

P1803215012

KONSENTRASI GIZI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

A. Pengertian Foodborne disease


Foodborne

disease

adalah

penyakit

yang

disebabkan

karena

mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar. Foodborne disease


disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme atau mikroba patogen yang
mengkontaminasi makanan. Selain itu, zat kimia beracun, atau zat berbahaya
lain dapat menyebabkan foodborne disease jika zat-zat tersebut terdapat dalam
makanan. Makanan yang berasal baik dari hewan maupun tumbuhan dapat
berperan sebagai media pembawa mikroorganisme penyebab penyakit pada
manusia.
Di Indonesia, angka keracunan makanan dapat dilihat dalam laporan
tahunan BPOM di bawah ini :
Tahun

Kasus

AR

CFR

Orang
terpapar

2011

128 Kejadian 38,03%


(6.901 kasus)

0,16%
(11Kasus)

18.144 orang

2012

84 Kejadian

37,66%
(3.235 kasus)

0,58% (19
kasus)

8.590 orang

2013

48 Kejadian

24,40%
(1.690 kasus)

0,71% (12
kasus)

6.926 orang

Bakteri penyebab keracunan makanan hampir selalu dapat ditemukan di


tiap makanan, dan dalam kondisi yang tepat, satu bakteri dapat berkembang
menjadi lebih dari 2 juta bakteri hanya dalam kurun waktu 7 jam. Bakteribakteri tersebut berkembang biak dengan sangat cepat pada makanan yang
mengandung banyak protein atau karbohidrat saat makanan berada pada suhu
antara 5-60 Celsius, yang seringkali disebut sebagai zona bahaya makanan
(Handoyo, 2014).
Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease), biasanya
bersifat toksik maupun infeksius, disebabkan oleh agens penyakit yang masuk
ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi. Penyakit

yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) yang segera terjadi


setelah mengkonsumsi makanan, umumnya disebut dengan keracunan.
Makanan dapat menjadi beracun karena telah terkontaminasi oleh bakteri
patogen yang kemudian dapat tumbuh dan berkembang biak selama
penyimpanan,

sehingga

mampu

memproduksi

toksin

yang

dapat

membahayakan manusia. Pada kasus foodborne disease mikroorganisme


masuk bersama makanan yang kemudian dicerna dan diserap oleh tubuh
manusia. Kasus foodborne disease dapat terjadi dari tingkat yang tidak parah
sampai tingkat kematian.
B. Jenis Foodborne disease
Menurut Siagian (2002), Secara umum, istilah keracuan makanan yang
sering digunakan untuk menyebut gangguan yang disebabkan oleh
mikroorganisme.,

mencakup

gangguan-

gangguan

yang

diakibatkan

termakannya toksin yang dihasilkan organisme- organisme tertentu dan


gangguan-gangguan akibat terinfeksiorganisme penghasil toksin. toksin-toksin
dapat ditemukan secara alami pada beberapa tumbuhan dan hewan atau suatu
produk metabolit toksik yang dihasilkan suatu metabolisme. Ditambahkan
Santoso (2009) Keracunan makanan karena mikrobia dapat dibedakan menjadi
dua tipe yaitu tipe infeksi dan intoksikasi yaitu:
a. Infeksi
Infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena tertelannya
mikroba patogen (bakteri dan virus) bersama makanan. Selanjutnya
mikroba ini berkembang biak dalam alat pencernaan dan menimbulkan
reaksi-reaksi biologis yang berlangsung di dalam tubuh. Pada kadar yang
cukup tinggi, pengaruh racun bersifat akut dan terjadi beberapa jam
setelah konsumsi. Bakteri diketahui sebagai penyebab utama kasus
keracunan. Gejala pada konsumen pada umumnya timbul setelah inkubasi
2-36 jam tergantung dari jenis bakteri patogen dan pada umumnya
dicirikan oleh gangguan alat pencernaan seperti sakit perut, mual, diare,

muntah, demam, sakit kepala. Pada kasus yang serius, keracunan makanan
bisa menyebabkan kematian.
Mikroorganisme yang termasuk kelompok penyebab keracunan
makanan tradisional seperti Salmonella, Clostridium, Galur E.coli
0157:H7 dan spesies Shigella. Infeksi dapat juga terjadi dengan media
toksin yang disebabkan oleh bakteri yang memproduksi enterotoksin
(toksin yang mempengaruhi transfer air, glukosa dan elektrolit) selama
kolonisasi dan pertumbuhannya dalam alat pencernaan (Handayani dan
Werdiningsih, 2010).
Menurut Santoso (2009), Infeksi

yaitu

keracunan

karena

tertelannya mikrobia hidup dalam jumlah yang tinggi bersama makanan


sehingga mikrobia tersebut mengakibatkan keracunan, contoh Salmonella.
Di tambahkan oleh Siagian (2002) infeksi pangan disebabkan masuknya
bakteri ke dalam tubuh melalui makanan yang telah terkontaminasi dan
sebagai

akibat

reaksi

tubuh

terhadap

bakteri

atau

hasil-hasil

metabolismenya.
Infeksi pada konsumen setelah dikonsumsi, jenis jenis patogen ini
berkembang biak dalam alat pencernaan, karena itu menimbulkan
pengaruh atau reaksi pada konsumen. Gejala gejala konsumen umumnya
timbul setelah masa inkubasi antara 12-24 jam dan ditandai oleh gangguan
perut, sakit pada perut bagian bawah (abdominal pains), pusing (nausea),
berak berak (diarrhea), muntah-muntah (vomiting), demam dan sakit
kepala (Buckle et al., 1987).
b. Intoksikasi
Intoksikasi adalah penyakit yang disebabkan karena tertelannya
toksin dalam makanan yang sebelumnya diproduksi oleh mikroba dalam
makanan. Gejala penyakit timbul lebih cepat daripada infeksi yaitu 3-12
jam setelah makanan dikonsumsi, yang ditandai dengan muntah- muntah
hebat dan diare.
Menurut Santoso, (2009) intoksikasi yaitu apabila mikrobia
tumbuh dalam makanan kemudian memproduks zat racun (toksik) di
dalamnya, dan makanan tersebut dikonsumsi, maka toxinnya tersebut
yang menyebabkan keracunan, jadi meskipun mikrobianya sudah musnah

pada waktu pengolahan pemanasan, tetapi jika zat racunnya masih stabil
maka tetap akan potensi memberikan gejala keracunan, Contoh
mikrobanya adalah Staphylococcus yang memproduksi zat racun,
enterotoxsin dan clostridium botulinum yang memproduksi botulinin.
Ditambahkan oleh Siagian (2002), intoksikasi pangan adalah gangguan
akibat mengkonsumsi toksin dari bakteri yang telah terbentuk dalam
makanan.
Keracunan (intoksikasi) pada konsumen: dalam hal ini adalah
termakannya racun yang dihasilkan lebih dulu oleh pertumbuhan
mikroorganisme dalam bahan pangan yang mengakibatkan pengaruh pada
konsumen. Gejala gejala umumnya terlihat lebih cepat (3-12 jam) setelah
memakan bahan pangan tersebut dibandingkan dengan akibat organisme
penyebab infeksi, dan ditandai oleh sering kali muntah muntah ringan dan
berak berak (Buckle et al., 1987).
C. Jenis Mikroorganisme Penyebab Infeksi dan Intoksikasi
1. Infeksi
Menurut Buckle et al., (1987), mikroorganisme dengan kategori ini
termasuk jenis mikroorganisme yang menyebabkan keracunan
makanan

dikenal

Slamonella,

clostridium

perfingens,

Vibrio

parahaemolyticus, galur dari Escherchia coli yang enteropatogenik


dan spesies Shigella. Sedangkan menurut Handayani dan Werdiningsih
(2010), infeksi pangan dapat digolongkan ke dalam dua kelompok
yaitu (a) infeksi dimana makanan tidak menunjang pertumbuhan
patogen tetapi sekedar membawa patogen tersebut, misalnya patogen
penyebab tuberkulosis (Mycobacterium bovis dan M. tuberculosis),
Brucellosis (Brucella abortus, B. mulitensis), dipteri (Corynebacterium diphteriae), disentri oleh Campylobacter, demam, tipus,
cholera, hepatitis dan (b) infeksi dimana makanan berfungsi sebagai
medium kultur untuk pertumbuhan patogen sehingga mencapai jumlah
yang memadai untuk menimbulkan infeksi bagi konsumen makanan
tersebut. Infeksi ini mencakup Salmonella, sp, Listeria, Vibrio
parahaemolyticus, dan E. coli enteropatogenik.

a. Salmonella

Salmonella sp. merupakan bakteri berbahaya yang dapat


mencemari susu. Penyakit yang disebabkan oleh salmonella sp
adalah salmonellosis. Salmonella sp ini merupakan penyebab
gastroentritis ditandai dengan gejala-gejala yang umumnya nampak
12-36 jam setelah makan bahan pangan yang tercemar. Gejalagejala tersebut adalah berak-berak, sakit kepala, muntah-muntah
dan demam dan dapat berakhir 1-7 hari. Tingkat kematian kurang
dari 1%, tetapi jumlah ini meningkat pada anak-anak, orang tua
atau orang yang lemah. Tempat terdapatnya mikroorganisme ini
adalah pada alat-alat pencernaan hewan, burung baik yang sudah
diternakan atau yang masih liar (Buckle et al., 1987).
Oleh karena itu, produk yang berasal dari peternakan rentan
terkontaminasi Salmonella sp. Patogenesis Salmonella sp. saat ini
belum diketahui dengan pasti, namun dapat menimbulkan infeksi
bersifat invasive dengan cara menembus sel-sel epitel usus dan
merangsang terbentuknya sel-sel radang. Salmonella sp. Juga
berpotensi menghasilkan toksin yang bersifat tidak tahan panas.
Tipes atau thypus adalah penyakit infeksi bakteri pada usus
halus dan terkadang pada aliran darah yang disebabkan oleh
Bakteri Salmonella typhosa atau Salmonella paratyphi A, B dan C,
selain ini dapat juga menyebabkan gastroenteritis (radang
lambung). Proses infeksi dari penyakit typhoid disebabkan oleh
kuman Salmonella Typhi yang masuk ke dalam tubuh manusia
melalui mulut dengan perantara makanan dan minuman yang
tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan
terjadi meningkatan produksi asam lambung yang menimbulkan
perasaan yang tidak enak di perut mual, muntah, anoreksia, dan
mengakibatkan terjadi iritasi mukosa lambung sebagian lagi masuk
ke dalam usus halus sehingga terjadi infeksi yang merangsang
peristaltik usus sehingga menimbulkan diare atau konstipasi.

Masa inkubasi demam Tifoid bervariasi tergantung pada


besarnya jumlah bakteri yang menginfeksi dan kekebalan/daya
tahan tubuh penderita Menurut J. Chin masa inkubasi berlangsung
antara 3 hari sampai 1 bulan, dengan rata-rata 8 14 hari.
Sedangkan menurut Jenkins dan Gillespie menyebutkan sejak
masuknya S. typhi sampai menunjukkan gejala penyakit antara 3
sampai 56 hari dengan rata-rata 10 sampai 20 hari. Cammie F
Laser menyebutkan masa inkubasi berlangsung antara 3 sampai
dengan 21 hari. Gejala klinis sangat bervariasi dari ringan sampai
berat, dari yang tidak terdiagnosis sampai gambaran penyakit yang
khas dengan komplikasi hingga menimbulkan kematian. Pada
minggu pertama sering ditemukan keluhan dengan gejala yang
mirip penyakit infeksi akut pada umumnya, seperti : demam, nyeri
kepala, pusing, nyeri otot, anoreksi, mual, muntah, obstipasi atau
diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epitaksis
b. Escherecia Coli
Escherichia coli, atau biasa disingkat E. coli, adalah salah satu
jenis spesies utama bakteri gram negative yang merupakan
penyebab penyakit Sindrom Haemolytic uraemic. Bakteri gramnegatif yang tidak membentuk spora, berbentuk batang anaerob
fakultatif dan tergolong ke dalam famili Enterobacteriaceae.
Secara tipikal bakteri yang mesofilik ini akan tumbuh pada suhu
sekitar 710C sampai 50C dengan suhu optimal bagi
pertumbuhannya adalah 37C. Kuman Escherichia coli akan
tumbuh pada kisaran pH 4,4-8,5. Pada umumnya, bakteri yang
ditemukan oleh Theodor Escherich ini dapat ditemukan dalam usus
besar manusia. Escherichia coli dapat bertahan hingga suhu 60C
selama 15 menit atau pada 55C selama 60 menit.
E. coli dapat membentuk koloni pada saluran pencernaan
manusia maupunhewan dalam beberapa jam setelah kelahiran.
Faktor predisposisi pembentukan koloni ini adalah mikroflora

dalam tubuh masih sedikit, rendahnya kekebalan tubuh, faktor


stres, pakan, daninfeksi agen patogen lain.
Penyakit

infeksi

ini

disebabkan

oleh

bakteri

famili

Escherichia coli, yaitu (FSANZ, 2013):


1)

Escherichia coli enteropatogenik (EPEC).

2)

Escherichia coli enterotoksigenik (ETEC) yang memproduksi


dua jenis enterotoksin: toksin yang labil terhadap panas (LT)
dan toksin yang stabil terhadap panas (ST).

3)

Escherichia coli enteroinvasif (EIEC).


Escherichia coli enterohemoragik (EHEC) atau Escherichia
coli yang memproduksi verositotoksin (VTEC)

Masa inkubasi penyakit berbeda-beda, yaitu :


1) Escherichia
jam.
2) Escherichia
jam.
3) Escherichia
jam.
4) Escherichia
hari.

coli enteropatogenik: 16 hari; sesingkat 1236


coli enterotoksigenik: 13 hari; sesingkat 1012
coli enteroinvasif : 13 hari; sesingkat 1018
coli enterohemoragik: 38 hari dengan median 4

Adapun gejala penyakit yang ditimbulkan masing-masing adalah


1) Infeksi EPEC
Escherichia coli tipe enteropatogenik melekat pada mukosa
usus dan mengubah kapasitas absorpsi usus, menyebabkan
muntah, diare, nyeri abdomen serta demam.
2) Infeksi ETEC

Efeknya pada kesehatan diperantarai oleh enterotoksin.


Gejalanya meliputi diare (yang berkisar dari diare afebril
ringan sampai sindrom mirip-kolera dengan diare yang banyak
tanpa darah atau mukus), kram abdomen serta muntah, yang
kadang-kadang menimbulkan dehidrasi dan syok.
3) Infeksi EIEC
Kelainan inflamasi pada mukosa dan submukosa usus yang
disebabkan oleh invasi dan multiplikasi EIEC dalam sel epitel
kolon. Gejalanya meliputi demam, nyeri abdomen yang hebat,
muntah dan diare cair (pada <10% kasus, tinjanya mungkin
mengandung darah dan mengandung mukus).
4) Infeksi EHEC
Kram abdomen, diare cair yang dapat berubah menjadi
diare berdarah (kolitis hemoragik). Demam dan muntah juga
dapat terjadi.
c. Shigella

Shigella sp adalah kuman berbentuk batang dengan


pengecatan gram bersifat gram negatif, tumbuh baik pada suasana
aerob dan fakultatif anaerob, tidak dapat bergerak, Kuman ini
patogen pada pencernaan. Secara tipikal bersifat mesofilik, tumbuh
pada suhu antara 10-45oC dengan pertumbuhan optimal terjadi
pada suhu 37oC. bakteri ini tumbuh paling cepat pada kisaran pH 68 dan tidak bisa tumbuh pada pH di bawah 4,5.
Penyakit akibat shigella sp disebut shigellosis. Gejala dari
penyakit yang ditimbulkan oleh Shigella ini adalah nyeri abdomen,
muntah, demam dengan diare, dari diare yang cair sampai sindrom
disentri yang disertai dengan tinja yang mengandung darah dan
mucus. Pada 2-3% kasus, terjadi sindrom uremik hemolitik,
eritema nodosum, penyakit reiter, abses, limpa, sinovitis. Masa
inkubasi penyakit ini adalah 1 7 hari biasanya 3 hari dan gejala

berakhir 1 2 minggu (FSANZ, 2013). Durasi penyakit dapat


berlangsung selama beberapa hari atau sampai beberapa minggu.
Penularan terjadi melalui makanan dan air yang
terkontaminasi dengan materi tinja. Penularan antar manusia
melalui jalur fekal-oral merupakan cara penularan yang penting.
Makanan dapat terkontaminasi melalui penjamah makanan yang
hygiene pereorangannya buruk atau melalui penggunaan air
limbah/selokan untuk memupuk tanaman.
Shigella sp dapat menyebabkan penyakit karena bakteri
tersebut mampu menghasilkan toxsin (racun). Infeksi hampir selalu
terbatas pada saluran pencernaan, invasi kealiran darah sangat
jarang dan sangat menular. Infeksi di usus akut ini adalah Disentri
basiler/Shigelosis yang dapat sembuh sendiri. Reaksi peradangan
yang hebat tersebut merupakan faktor utama yang membatasi
penyakit ini hanya pada usus. Selain itu juga menyebabkan
timbulnya gejala klinik berupa demam, nyeri abdomen dan
tenesmus ani (mulas berkepanjangan tanpa hasil pada hajat besar).
Aktvitas enterotoksin terutama pada usus halus yang berbeda bila
dibandingkan dengan disentri basiler klasik dimana yang terkena
adalah usus besar. Sebagai eksotoksin zat ini dapat menimbulkan
diare, sebagaimana enterotoksin yang tidak tahan panas. Pada
manusia, eksotoksin menghambat absorsi gula dan asam amino
pada usus kecil. masa inkubasinya pendek (1 - 4) hari, ditandai
dengan nyeri perut, kejang perut, diare dan demam. Tinja yang cair
dan sedikit, sesudah beberapa kali mengendan dan buang air
kemudian keluar lendir, nanah dan kadang-kadang darah. Tiap
gerakan usus disertai dengan mengendan, tenesmus (sparsme
rectum) ini menyebabkan nyeri perut bagian bawah.
d. Campylobacter jejuni (C. jejuni)

Campylobacter jejuni merupakan bakteri gram-negatif, tidak


membentuk spora, berbentuk lengkung/spiral (bentuk S) dan
berbentuk batang yang bergerak dengan flagel unipolar maupun

flagel bipolar. Campylobacter jejuni merupakan patogen manusia


yang terutama menyebabkan enteritis dan kadang-kadang invasi
sistemik, terutama pada bayi. Bakteri ini merupakan penyebab
diare yang disertai lendir dan darah (disebut juga Bloody diarrhea)
yang sama seringnya seperti Salmonella dan Shigella. Penyakit
akibat campylobacter disebut camplylobateriosis.
Infeksi pada Campylobacter jejuni melalui mulut dari
makanan (misalnya susu yang tidak dipasteurisasi), minuman (air
terkontaminasi), kontak dengan hewan yang terinfeksi (unggas,
anjing, kucing, domba dan babi), atau dengan feses hewan melalui
makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam yang belum
dimasak dengan baik. Kadang-kadang infeksi dapat menyebar
melalui kontak langsung person to person atau hewan yang
terinfeksi atau ekskretanya serta aktivitas seksual anal-genital-oral
sebagai transmisi. Campylobacter jejuni berkembang biak di usus
kecil,

menginvasi

epitel,

menyebabkan

radang

yang

mengakibatkan munculnya sel darah merah dan darah putih pada


tinja. Kadang-kadang C. jejuni masuk ke dalam aliran darah
sehingga timbul gambaran klinik demam enteric. C. jejuni dapat
menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus halus dan usus
besar.
Masa inkubasinya yaitu 2 5 hari. Secara umum, sakit
berakhir antara 2 10 hari (FSANZ, 2013). Campylobacter
jejuni dapat tumbuh dengan baik pada suhu 37o-42oC. Gejala
berupa keluhan abdominal seperti mulas, nyeri seperti kolik,
mual/kurang nafsu makan, muntah, demam, nyeri saat buang air
besar (tenesmus), kejang perut akut, lesu, sakit kepala, demam
antara 37,8-40C, malaise, pembesaran hati dan limpa, serta gejala
dan tanda dehidrasi.
e. Vibrio Cholerae
Kolera adalah salah satu penyakit saluran pencernaan yang
bersifat menular, yang disebabkan oleh bakteri V. cholerae. Bakteri

ini biasanya masuk ke dalam tubuh melalui air minum yang


terkontaminasi, karena sanitasi yang tidak memenuhi standar
(Bitton, 2005). Selain itu, bakteri ini juga dapat masuk ke dalam
saluran pencernaan melalui makanan yang tidak dimasak dengan
benar.
Bila terjadi infeksi oleh V. cholerae, gejala-gejala diare akan
timbul setelah 14 hari masa inkubasi terlampaui. Gejala khas
akibat terinfeksi oleh bakteri kolera ini biasanya dimulai dengan
munculnya diare encer yang berlimpah tanpa didahului oleh rasa
mulas dan tanpa adanya tenesmus. Dalam waktu singkat tinja yang
semula berwarna dan berbau feses berubah menjadi cairan putih
keruh yang mirip air cucian beras (rice water stool).
Cairan ini mengandung mucus, sel epithelial, dan sejumlah
besar bakteri V. cholerae. Gejala mual akan timbul setelah diare
yang diikuti gejala muntah, dan selanjutnya biasanya diikuti oleh
kejang otot, terutama pada otot-otot betis, biseps, triseps,
pektoralis, dan dinding perut
Gejala-gejala penyakit kolera yang disebabkan oleh V.
cholerae antara lain diare hebat, perut keram, mual, muntah, dan
dehidrasi. Kalau gejala diare hebat tersebut dibiarkan atau tidak
ditangani dengan baik, maka penderita dapat mengalami kematian.
2. Intokisitas
a. Bacillus cereus
Bacillus

cereus

bakteri

membentuk

spora

yang

memproduksi racun menyebabkan muntah dan diare. Bacillus


cereus ini secara umum ditemukan di lingkungan seperti tanah,
berbagai macam makanan. Spora ini bisa bertahan dilingkungan
dengan temperature normal pada saat pemasakan (FSANZ, 2013).
Gejala gejala dari keracunan bahan pangan yang tercemar oleh
bakteri ini termasuk diare, sakit perut dan kadang muntah muntah,
tetapi ini belum jelas apakah ini merupakan suatu bentuk

keracunan bahan pangan yang bersifat intoksikasi atau infeksi


(Buckle et al., 1987).
Infeksi oleh bakteri ini ditandai dengan adanya serangan
mendadak berupa mual, muntah-muntah, ada juga disertai dengan
kolik dan diare. Lamanya sakit umumnya tidak lebih dari 24 jam
dan jarang sekali menimbulkan kematian. B.cereus menyebabkan
25% dari makanan-borne intoksikasi karena sekresi racun emetik
dan enterotoksin. Ada dua tipe toksin yang dihasilkan oleh Bacillus
cereus, yaitu toksin yang menyebabkan diare dan toksin yang
menyebabkan muntah (emesis).
Bacillus cereus ada dimana-mana di dalam tanah dan
dilingkungan sekitar, biasanya ditemukan pada bahan makanan
mentah, makanan kering, dan makanan olahan. Cara penularannya
adalah karena mengkonsumsi makanan yang disimpan pada suhu
kamar

setelah

dimasak,

yang

memungkinkan

kuman

berkembangbiak. Masa inkubasi berkisar antara 1 sampai dengan 6


jam, sedangkan pada distribusi penyakit dimana gejala yang
menonjol adalah diare dengan masa inkubasi berkisar 6 sampai 24
jam (Kandun, 2000).
b. Clostridium batulinum
Bakteri Clostridium botulinum ditemukan dalam tanah,
sedimen didasar laut, usus dan kotoran binatang. Clostridium
botulinum adalah bakteri anaerobik, gram positif, membentuk
spora, berbentuk batang dan relatif besar.

Gejala botulism

disebabkan oleh toksin yang diproduksi oleh bakteri tersebut.


Toksin botulism merupakan toksin yang berbahaya, dengan dosis
mematikan 200-300 pg/kg, yang berarti bila melebihi 100 gram
dapat membunuh setiap manusia didunia (Bayrak and Tilky, 2006).
Clostridium botulinum menghasilkan suatu intoksikasi
klasik.

Pertumbuhan

organisme

ini

dalam

bahan

pangan

menghasilkan racun yang cukup kuat dan bersifat mematikan.

Racun

yang

dihasilkan

oleh Clostridium botulinum akan

diserap di dalam lambung, duodenum dan bagian pertama jejunum.


Kemudian akan diedarkan oleh darah dan menyerang saraf. Gejala
akibat keracunan akan tamapak dalam jangka waktu 24-72 jam
setelah makan racun tersebut dan sebagai tanda pertama adalah
lesu, sakit kepala dan pusing. Diare akan terjadi pada permulaan
tetapi akhirnya penderitaan tidak dapat buang air (konstipasi).
Gejala lanjut konstifasi, double dision, kesulitan menelan
dan berbicara, lidah membengkak dan tertutup, beberapa otot
lumpuh, dan kelumpuhan bisa menyebar ke hati dan salutan
pernafasan. Kematian bisa terjadi dalam waktu tiga sampai enam
hari. Bahan pangan yang potensial dicemari oleh Clostridium
botulinum adalah makanan kaleng dengan pH > 4-6 (Siagian,
2002). Tanda-tanda

kerusakan

pada

makanan

kaleng

yang

disebabkan oleh Clostridium botulinum diantaranya adalah produk


mengalami fermentasi, bau asam, bau keju atau bau butirat, pH
sedikit di atas normal dengan tekstur rusak. Tingkat kematian
sangat tinggi (kira kira 50%) dan hal ini dapat dikurangi jika
antitoksin dapat segera diberikan (Buckle et al., 1987)
c. Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri berbentuk bulat
yang terdapat dalam bentuk tunggal, berpasangan, tetrad atau
berkelompok seperti buah anggur, jenis tidak bergerak, tidak
berspora,

dengan

diameter

0.7

0.9

um,

famili micrococcaceae dan termasuk gram positif.


Staphylococcus aureus biasanya masuk ke dalam tubuh
manusia

melalui

makanan

yang

dikonsumsinya,

tangan,

kontaminasi dan keracunan pangan oleh staphylococcus aureus


dapat juga disebabkan kontaminasi silang.
Keracunan karena bahan pangan

yang

tercemar

Staphylococcus aureus kebanyakan berhubungan dengan produk


bahan pangan yang telah dimasak terutama yang dikelola oleh
manusia seperti daging dan ayam yang telah dimasak, udang kupas

yang dimasak, ham, bacon, lunch meats dan produk-produk susu


seperti kue-kue krim, custard pies dan keju. Gejala-gejala
keracunan bahan pangan yang tercemar oleh Staphylococcus areus
adalah bersifat intoksikasi.
Pertumbuhan organisme

ini

dalam

bahan

pangan

menghasilkan racun interoksin, dimana apabila termakan dapat


mengakibatkan serangan mendadak yaitu kekejangan pada perut
dan muntah-muntah yang hebat. Diare dapat juga terjadi. Masa
inkubasi mulai dari saat mengkonsumsi makanan tercemar sampai
dengan timbulnya gejala klinis yang berlangsung antara 30 menit
sampai dengan 8 jam, biasanya berkisar antara 2-4 jam (Kandun,
2000). Angka fatalitas Staphylococcus areus diperkirakan kurang
dari 0,02%.

DAFTAR PUSTAKA

Bayrak AO and Tilky HE, 2006. Electrophysiologic Findings in a Case of Severe


Botulism. Journal of Neurological Sciences (Turkish). Volume:23, No 1
Bitton, 2005. Waste Water Microbiology. New Jersey: John Wiley and Son Inc.
BPOM RI. 2011. Laporan Tahunan 2011 Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.
Jakarta: BPOM RI.
BPOM RI. 2012. Laporan Tahunan 2012 Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.
Jakarta: BPOM RI.
BPOM RI. 2013. Laporan Tahunan 2013 Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.
Jakarta: BPOM RI.
Buckle, F.A; R A Edwards, G H fleet dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. UI
Press. Jakarta
FSANZ (2013) Agents of Foodborne Illness. 2nd ed, Food Standards Australia
New Zealand, Canberra
Handayani, Baiq Rien dan Werdiningsih, Wiharyani. 2010. Kondisi Sanitasi dan
Keracunan Makanan Tradisional. Agroteksos Vol 20 No. 2-3. Fakultas
Pertanian, Universitas Mataram
Handoyo, Agus. 2014. Studi Kasus Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan Di
Desa Jembungan Kecamatan Banyudono Boyoali. Jurnal Fakultas Ilmu
Kesehatan. Universitas Surakarta.
Hartono, Andri. 2006. Penyakit Bawaan Makanan. Buku Kedokteran. EGC :
Jakarta
Kandun, Nyoman I. 2000. Manual pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17.
Bakti Husada: Jakarta
Kepmenkes RI No 364/Menkes/SK/V/2006 Tentang Pedoman Pengendalian
Demam Typoid.
Marzuki, Ahmad. 2013. Studi Karakterisasi Bakteri Eschericia Coli Di
Laboratorium
Kesehatan,
Lumajang.
Diakses
di
https://www.academia.edu/4139114/e.coli tanggal 29 Februari 2016
Siagian, Albiner. 2002. Mikroba pathogen Pada Makanan Dan Sumber
pencemarannya. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera
Utara: Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai