Anda di halaman 1dari 7

Nama : Anugrah

Nim : 221350011

Mata Kuliah : Ketahanan dan Keamanan Pangan

Dosen Pengampuh : Nur Ainin Alfi, SKM.,MKM

Seperti Apa Kondisi Ketahanan dan Keamanan Pangan di Indonesia

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang
diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan
lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan
makanan atau minuman. Undang-Undang Republik Indonesia
(Nomor 18 Tahun 2012) (Rumawas et al.,2021).

Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai


dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup
sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan Mengingat pentingnya menjaga
ketahanan pangan maka negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan,
keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan
bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan
secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang
waktu dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya local
(Rumawas et al.,2021).
Menurut WHO, keamanan pangan (food safety) adalah suatu ilmu yang
membahas tentang persiapan, penanganan, dan penyimpanan makanan atau minuman
agar tidak terkontaminasi oleh bahan fisik, biologi, dan kimia. Secara makro, sistem
keamanan pangan mencakup aspek yang sangat luas dan rumit, seperti misalnya
sistem pengawasan dan pengendalian (surveilans), analisis risiko, dan regulasi yang
tidak saja di tingkat pemerintah lokal, tetapi juga di tingkat antarnegara dan lembaga
internasional seperti WHO dan FAO. Secara mikro, sistem keamanan pangan berada
pada lingkup aplikasi di industri pengolahan pangan. Sistem keamanan pangan pada
tingkat ini cakupannya juga luas dan rumit, karena keragaman sifat bahan baku dan
jenis produk olahan yang sangat beragam dari yang sangat rumit dan berisiko tinggi,
seperti misalnya produk olahan hasil ternak (susu, telur, daging, dan lain sebagainya)
oleh industri berskala besar, sampai pada produk yang berisiko relatif rendah, seperti
misalnya produk olahan sirup, makanan ringan, dan sebagainya yang diolah dalam
skala industri kecil menengah (IKM) (Lestari, 2020).

Keamanan pangan merupakan salah satu faktor penting dalam


penyelenggaraan sistem pangan. Pada ketentuan umum Peraturan Pemerintah Nomor
86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan, penyelenggaraan keamanan pangan
ditujukan agar negara dapat memberikan perlindungan kepada rakyat untuk
mengonsumsi pangan yang aman bagi kesehatan dan keselamatan jiwa. Untuk
menjamin pangan yang tersedia di masyarakat aman dikonsumsi, maka diperlukan
penyelenggaraan keamanan pangan di sepanjang rantai pangan, mulai dari tahap
produksi sampai ke tangan konsumen. Pada penyelenggaraan keamanan pangan,
semua kegiatan atau proses produksi di dalam negeri maupun yang berasal dari impor
untuk menghasilkan pangan yang aman dikonsumsi harus melalui penerapan
persyaratan keamanan pangan. Tujuan utama keamanan pangan adalah untuk
mencegah makanan dan minuman agar tidak terkontaminasi oleh zat asing baik fisik,
biologi, maupun kimia sehingga dapat mengurangi potensi terjadinya sakit akibat
bahaya pangan (Lestari, 2020).
Keamanan pangan dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu keamanan
untuk kesehatan tubuh (secara fisik) dan keamanan untuk Kesehatan rohani
Keamanan untuk kesehatan tubuh berhubungan dengan pangan harus bebas dari hal-
hal yang membahayakan tubuh seperti kandungan mikroorganisme patogen,
komponen fisik, biologis dan zat kimia yang membahayakan, Keamanan pangan
untuk kesehatan rohani berkaitan dengan agama dan kepercayaan. Dalam Islam
disyaratkan seorang muslim dalam mengkonsumsi pangan harus halal dan baik (Ai
Mahmudatussa adah, 2007; Widiastuti 2019).

Permasalahan keamanan pangan dialami oleh semua negara di dunia. Menurut


WHO diperkirakan 70% dari sekitar 1,5 miliar penyakit yang ditularkan melalui
makanan (foodborne disease). Makanan tidak layak konsumsi telah menye- babkan
berbagai kasus keracunan. Kejadian keracunan makanan ini, selain menyebabkan
sakit dan kematian, dapat juga mengakibatkan ke- rugian ekonomis yang sangat besar
dan bahkan dapat berakibat pada kebangkrutan perusahaan. Berdasarkan catatan
BPOM, di Indonesia terdapat sekitar 20 juta kasus keracunan pangan per tahun
(Dwinanda, 2019). (Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang
Pangan). Ada empat (4) masalah utama keamanan pangan 1). cemaran mikroba
karena rendahnya higiene dan sanitasi. 2). adalah cemaran kimia karena bahan baku
yang sudah tercemar. 3). penyalahgunaan bahan berbahaya pada pangan, sedangkan
4). adalah penggunaan bahan tambahan pangan melebihi batas maksimum yang
diizinkan (Njatrijani, 2021).

Diperkirakan WHO mencatat sekitar 600 juta kasus penyakit yang disebabkan
oleh makanan terjadi setiap tahun di seluruh dunia.4 Hal tersebut dikenal dengan
penyakit bawaan makanan (Foodborne Illness/Diseases) adalah gangguan
kesehatan/sakit yang diakibatkan oleh konsumsi pangan yang telah terkontaminasi
mikroba patogen/kuman atau bahan kimia berbahaya. Keamanan pangan di Indonesia
masih bermasalah, banyak kejadian luar biasa /KLB atau dikenal dengan istilah
Foodborne Disease Outbreak sebagai suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau
lebih yang menderita sakit setelah mengkonsumsi pangan yang secara epidemologi
terbukti mengakibatkan keracunan pangan. Kejadian Luar Biasa (KLB) banyak
terjadi pada tingkat industri rumah tangga, penyebabnya bakteri Escherichia coli (
E.coli ), Apatogen (bakteri yang tidak berpotensi menimbulkan penyakit bahkan ada
yang menguntungkan manusia), Bacillius Coagulans, Candida atau jamur yang
menyebabkan diare hingga infeksi kronis, seperti gagal ginjal, bahkan kematian. Pada
satu artikel tahun 2013 sebesar 10.700 kasus keracunan pangan yang mengakibatkan
kematian di Indonesia (Effendi, 2017; Njatrijani, 2021).

keamanan pangan adalah sesuatu yang harus diupayakan atau diusahakan


semaksimal mungkin untuk mewujudkan kondisi atau jaminan keamanan pangan
yang dikonsumsi. Pangan dikatakan aman jika memenuhi standar keamanan pangan
sehingga mencegah pangan dari kemungkinan adanya bahaya, baik bahaya biologis,
kimia, fisik dan benda lain yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Keamanan
pangan juga tidak dapat terlepas dari sanitasi pangan yaitu upaya pencegahan
terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembangbiaknya mikroba patogen dalam
pangan, peralatan dan bangunan yang dapat membahayakan kesehatan (Kusuma et
al., 2017). Berdasarkan PP No. 86 Tahun 2019, penyelenggaraan keamanan pangan
diselenggarakan melalui berbagai aspek yaitu sanitasi pangan, pengaturan terhadap
Bahan Tambahan Pangan (BTP), pangan produk rekayasa genetik, iradiasi pangan,
penerapanan standar kemasan pangan, pemberian jaminan keamanan pangan dan
mutu pangan, jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan serta pengawasan,
penanganan kejadian luar biasa (KLB) dan penanganan cepat terhadap kedaruratan
keamanan pangan, dan peran serta masyarakat.

Menurut Foodborne Illness Investigation, ada 10 masalah yang biasanya


ditemukan menyebabkan terjadinya foodborne disease atau bahkan KLB (Kusuma et
al., 2017):
1. Penyimpanan dingin yang tidak benar. Penyimpanan dingin (suhu rendah) yang
suhu nya tidak sesuai, wadah penyimpanan yang tidak mendukung, jumlah
pangan yang disimpan melebih kapasitas kulkas/freezer dapat meningkatkan
risiko pangan menjadi tidak aman.
2. Waktu penahanan (Holding time). Holding time makanan yang lama misalnya
pada proses persiapan makanan memungkinkan pertumbuhan bakteri berkali-
kali lipat.
3. Kesadaran higiene karyawan yang rendah
4. Kegagalan proses pemanasan ulang (reheating) sebelum makanan disajikan
misalnya peralatan yang digunakan tidak tepat, prosedur reheating yang tidak
benar, dan suhu reheating tidak tercapai
5. Hot holding yang tidak benar. Membiarkan makanan pada suhu danger zone
(20-50oC) selama 4 jam atau lebih, akan menyebabkan pertumbuhan bakteri
yang sangat luar biasa yang akan menghasilkan outbreak (KLB).
6. Kontaminasi pada bahan makanan yang tidak mengalami proses pemanasan
contohnya salad, karedok dan lalapan mentah yang tidak mengalami proses
pemanasan untuk mengurangi mikroorganisme mulai dari proses persiapan
sampai dengan penyajian.
7. Menggunakan bahan makanan dari sumber yang tidak aman. Contohnya ikan,
kerang yang didapatkan dari tempat dimana air telah terkontaminasi dengan
bahan kimia
8. Peralatan yang kurang bersih. Sumber air yang digunakan untuk mencuci
peralatan terkontaminasi dan penggunaan sabut/spons untuk mencuci peralatan
memasak yang tidak pernah disanitasi setelah digunakan.
9. Kontaminasi silang dari makanan mentah ke makanan matang. Contoh
kegiatan yang dapat menyebabkan kontaminasi silang yaitu menggunakan
cutting board atau peralatan lain untuk memotong makanan mentah dan
makanan matang, tidak mencuci tangan dengan baik setelah menyentuh bahan
makanan mentah (ayam, ikan, daging, telur mentah, sayur, buah dan lain-lain)
dan setelah itu memegang makan matang.
10. Makanan belum matang (gagal matang). Contohnya tidak ada proses
pemantauan suhu internal selama memasak bahan pangan hewani sehingga
makanan tidak matang sempurna.

Kondisi pangan di Indonesia juga belum aman dari penggunaan bahan


berbahaya dalam makanan. Sering kali kita dengar, merebaknya penggunaan
formalin, boraks, pewarna tekstil (rhodamin B, Amaranth, methanil yellow,
Auramin) yang telah disalahgunakan dalam pangan. Hal ini dikarenakan
belum adanya pemberian sanksi yang memberikan efek jera bagi para
produsen yang melanggar. Selain itu dampak yang ditimbulkan juga tidak
langsung pada kesehatan konsumen sehingga konsumen kerapkali abai akan
isu-isu bahan berbahaya tersebut. Padahal dampak jangka panjang dari
mengonsumsi makanan yang mengandung bahan berbahaya tersebut juga
tidak dapat dianggap remeh misalnya kanker.
Daftar Pustaka

D. H., N. I., R. H., Zuryati, U. K., & B. M. (2022). Sosialisasi Pengawasan


Keamanan Pangan Segar Asal Tumbuhan . Pengabdian Masyarakat
Berkemajuan , V, 321-326.

Lestari, T. R. (2020). Penyelenggaraan Keamanan Pangan sebagai Salah Satu Upaya


Perlindungan Hak Masyarakat sbg Konsumen. Masalah-Masalah Sosial , 57-
72.

Njatrijani, R. (2021). Pengawasan Keamanan Pangan. Law, Development & Justice


Review, 12-28.

R. Y., A. M., L. N., Rosnah , S. A., & E. S. (2022 ). Keamanan Dan Ketahanan .
Padang: PT. Global Eksekutif Teknologi .

V. V., H. N., & N. K. (2021). Peran Pemerintah Dalam Mewujudkan Ketahanan


Pangan di Kabupaten Minahasa selatan. Governance, 1-12.

Anda mungkin juga menyukai