TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Pengawet makanan
Bahan tambahan secara definitif dapat diartikan sebagai bahan yang
ditambahkan dengan sengaja dan kemudian terdapat dalam makanan sebagai
akibat dari berbagai tahap budidaya, pengolahan, penyimpanan, maupun
pengemasan.
Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
atau
peruraian
lain
terhadap
makanan
yang
disebabkan
yang
pertumbuhan
menimbulkan
keracunan
bahan
mikroorganisme-mikroorganisme
makanan,
lainnya
sedangkan
tertekan
yang
Tabel 2.2
Sosis merupakan produk olahan yang dibuat dari bahan dasar berupa
daging (sapi atau ayam) yang digiling. Pada prinsipnya semua jenis daging dapat
dibuat sosis bila dicampur dengan sejumlah lemak. Daging merupakan sumber
protein yang bertindak sebagai pengemulsi dalam sosis. Protein yang utama
berperan sebagai pengemulsi adalah myosin yang larut dalam larutan garam
(Brandly, 1966). Daging yang umumnya digunakan dalam pembuatan sosis
daging yang kurang nilai ekonomisnya atau bermutu rendah seperti daging
sketal, daging leher, daging rusuk, daging dada serta daging-daging sisa/tetelan
(Soeparno, 1994). Proses perebusan yang dilakukan pada pembuatan sosis ini
9
Penguunaan
natrium
nitrit
sebagai
pengawet
untuk
10
membahayakan kesehatan, karena nitrit dapat berikatan dengan amino dan amida
yang terdapat pada protein daging membentuk turunan nitrosoamin yang bersifat
toksis. Nitrosoamin merupakan salah satu senyawa yang diduga dapat
menimbulkan kanker (Doul, 1986; Winarno, 1984). Nitrit sebagai pengawet
diijinkan penggunaannya, akan tetapi perlu diperhatikan penggunaannya dalam
makanan agar tidak melampaui batas, sehingga tidak berdampak negatif terhadap
kesehatan manusia. Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 2 tentang bahan
tambahan makanan, membatasi penggunaan maksimum pengawet nitrit di dalam
produk daging olahan yaitu sebesar 125 mg/kg. Konsumsi nitrit yang berlebihan
dapat menimbulkan kerugian bagi pemakainya, baik yang bersifat langsung,
yaitu keracunan, maupun yang bersifat tidak langsung, yaitu nitrit bersifat
karsinogenik.
Bahaya nitrit sebagai bahan pengawet makanan menyadarkan kita sebagai
konsumen agar lebih berhati hati dalam mengkonsumsi setiap gram makanan
yang masuk ke dalam tubuh kita. Berdasarkan berbagai peneltian para ahli,
ditemukan adanya bahan-bahan pengawet alami yang banyak terdapat di alam
seperti kitosan dan derivatnya yang mampu menggantikan penggunaan nitrat.
2.3 Derivat Kitosan
Kitin merupakan polisakarida alam terbanyak kedua di permukaan
bumi setelah selulosa (Cervera et al., 2004; Mello et al., 2006., Tolaimate et
al., 2003). Polimer ini tersusun atas rantai lurus (1 4) ikatan unit-unit 2asetamido-2-deoksi--D-glukopiranosa (Tolaimate et al., 2003). Kitin dikenal
sangat sulit larut dalam banyak pelarut karena struktur kristalnya, sehingga hal
ini juga yang mengakibatkan kitin sukar dimanfaatkan (Yanming et al., 2001).
Derivate kitin yang paling banyak disintesis adalah kitosan, yang terbentuk
dari deasetilasi parsial maupun total dari kitin. Jika derajat asetilasi kurang
dari 50% (atau derajat deasetilasi lebih dari 50%), kitosan menjadi larut dalam
larutan asam lemah dan berubah menjadi polikationik (Tolaimate, et al.,
11
2003). Sumber utama produksi kitin adalah kulit kepiting, shrimp dan krill.
Kulit shrimp berisi 40-45% kitin dan diperoleh dengan ekstraksi kalsium
karbonat dan protein dari kulit shrimp. Struktur kimia kitin dan kitosan
sebagaimana terlihat pada Gambar 1.
12
13
14
mengikat tembaga (Cu2+) pada air limbah, sebagai antikougulan dan juga
sebagai zat antimikroba (Basmal dkk., 2005) Karboksimetil kitosan memiliki
kemampuan antibakteri yang lebih baik jika dibandingkan dengan kitosan
(Liu et al., 2001). Karboksimetil kitosan dapat meningkatkan aktifitas anti
jamur (Seyfarth et al., 2008) dan lebih potensial jika dibandingkan dengan
kitosan dalam menghambat pertumbuhan E. coli (Sabaa et al., 2010). Berikut
adalah struktur karboksimetil kitosan
15
16
17
18
19