Anda di halaman 1dari 6

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengolahan makananan saat ini telah berkembang pesat seiring dengan berkembangnya
proses pengolahan pangan dilakukan berbagai usaha untuk meningkatkan mutu dan cita rasa
pangan yang dihailkan, salah satunya dengan menggunakan bahan tambahan pangan. Bahan
tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami, bukan merupakan
bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat
atau bentuk bahan pangan dan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang
meningkat (Syah, 2005)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Repubrik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988
tanggal 22 September 1988 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999
terdapat beberapa jenis bahan tambahan pangan yang dilarang penggunaannya. Beberapa BTP
yang dimaksud yaitu: asam borat dan senyawanya, asam salisilat dan garamnya, dietilpilokarbonat,
dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang dibrominasi, nitrofurazon, dan formalin
(Saparinto & Hidayati, 2006). Diantara BTP yang dilarang tersebut, yang paling sering digunakan
adalah formalin dan boraks.
Boraks atau dalam nama ilmiahnya dikenal sebagai sodium tetraborate decahydrate merupakan
bahan pengawet yang dikenal masyarakat awam untuk mengawetkan kayu, antiseptik kayu dan
pembasmi kecoa. boraks berbentuk serbuk kristal putih, tidak memiliki bau jika dihirup
menggunakan indera pencium serta tidak larut dalam alkohol. pH boraks diuji menggunakan kertas
(Bambang, 2008).
Pada umumnya Masyarakat mengetahui fungsi boraks, namun tidak mengetahui akibat yang
ditimbulkan jika digunakan sebagai bahan tambahan pangan. Oleh karena itu dilakukan pengujian
kandungan boraks pada beberapa bahan pangan untuk mengetahui cara mengidentifikasi adanya
boraks dalam bahan pangan.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum uji boraks adalah sebagai berikut :
a.untuk mengetahui cara mengidentifikasi boraks pada bahan pangan
b. untuk mengetahui ciri-ciri makanan yang mengandung boraks
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian boraks
Boraks adalah senyawa dengan nama kimia natrium tetraborat (NaB4O7).
berbentuk padat, jika terlarut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam borat
(H3BO3). Dengan demikian bahaya boraks identik dengan bahaya asam borat (Khamid, 1993)
Senyawa asam borat mempunyai sifat-sifat kimia sebagai berikut: titik lebur sekitar 171C,
larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5 bagian gliserol 85% dan tak larut dalam
eter. Kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan asam klorida, asam sitrat atau asam
tetrat. Mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu 100C
yang secara perlahan berubah menjadi asam metaborat (HBO2). Asam borat merupakan asam
lemah dan garam alkalinya bersifat basa. Satu gram asam borat larut sempurna dalam 30 bagian
air, menghasilkan larutan yang jernih dan tak berwarna. Asam borat tidak tercampur dengan alkali
karbonat dan hidroksida (Cahyadi, 2008).

Karekteristik boraks antara lain (Riandini, 2008):

1. Warna adalah jelas bersih

2. Kilau seperti kaca

3. Kristal ketransparanan adalah transparan ke tembus cahaya

4. Sistem hablur adalah monoklin

5. Perpecahan sempurna di satu arah

6. Warna lapisan putih

7. Mineral yang sejenis adalah kalsit, halit, hanksite, colemanite, ulexite dan garam asam bor
yang lain

8. Karakteristik yang lain: suatu rasa manis yang bersifat alkali.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/IX/1988, asam borat dan senyawanya


merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam produk
makanan. Karena asam borat dan senyawanya merupakan senyawa kimia yang mempunyai sifat
karsinogen Meskipun boraks berbahaya bagi kesehatan ternyata masih banyak digunakan oleh
masyarakat sebagai bahan tambahan makanan, karena selain berfungsi sebagai pengawet, boraks
juga dapat memperbaiki tekstur bakso dan kerupuk hingga lebih kenyal dan lebih disukai
konsumen (Mujianto, 2003)..

2.2 fungsi boraks


Menurut Khamid (2006), baik boraks ataupun asam borat memiliki khasiat antiseptik (zat
yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme sehingga biasa dipakai
dalam pembuatan obat salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut, bahkan juga untuk
pencuci mata. Boraks juga dapat digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet
kayu dan antiseptik kayu.
Asam borat dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat atau klorida pada boraks.
Larutannya dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata yang dikenal sebagai boorwater.
Asam borat juga digunakan sebagai obat kumur, semprot hidung dan salep luka kecil. Tetapi
bahan ini tidak boleh diminum atau digunakan pada bekas luka luas, karena beracun bila
terserap oleh tubuh (Winarno dan Rahayu, 1994).

Menurut USEPA (2008), produk pestisida yang mengandung boraks dan asam borat
banyak digunakan sebagai insektisida, fungisida dan herbisida. Sebagai insektisida boraks dan
asam borat merupakan racun perut untuk semut, kecoa, ngengat dan rayap dan menyebabkan
kerusakan eksoskeleton. Sebagai herbisida boraks menghambat fotosintesis tanaman dan
sebagai fungisida digunakan sebagai pengawet kayu untuk menghambat pertumbuhan jamur
dengan mencegah produksi konidia atau spora aseksual. Asam borat dan boraks adalah juga
merupakan bahan tetap pada produk-produk pestisida sebagai sekuestran atau pengikat bahan
logam.

Pada makanan meskipun penggunannya dilarang boraks dapat memperbaiki struktur dan
tekstur makanan. Boraks juga biasa digunakan sebagai pengenyal dan pengawet makanan. Pada
kerupuk yang diberi boraks setelah digoreng akan mengahsilkan kerupuk yang sangat
mengembang dan renyah(Depkes RI,2002).
2.3 ciri-ciri makanan yang mengandung boraks
Makanan yang diberi tambahan boraks atau formalin sulit diketahui secara langsung
harus diuji khusuk di Laboratorium. Namun untuk menghindari terdapat beberapa ciri-ciri umum
makanan yang diperkirakan mengandung boraks yaitu penampilannya Lebih mengkilat, tidak
lengket, tidak cepat putus atau sangat kenyal, cenderung berwarna cerah, dan pada kerupuk akan
terasa sangat renyah (Cahyadi,2009).
2.4 karakteristik bahan yang digunakan
1. cilok
Cilok merupakan makanan khas jawa barat yang memiliki kepanjangan Aci dicolok,
terbuat dari tepung aci atau tapioka, daging, dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Cilok
dibentuk bulat menyerupai bakso dengan ukuran lebih kecil serta memiliki rasa unik yang
menyerupai bakso namun terasa lebih kenyal. Komposisi Daging yang digunakan dalam
pembuatan cilok kurang dari 10% biasanya berasal dari daging sapi, ayam, atau ikan (solihat,
dkk.,2016).
2. sosis
Menurut Badan Standar Nasional (BSN) sosis adalah produk makanan yang diperoleh
dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau
pati dengan atau tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang
diizinkan dan dimasukkan ke dalam selongsong sosis. Sosis merupakan makanan yang dibuat
dari daging maupun ikan yang telah dicincang, dihaluskan, diberi bumbu-bumbu, lalu
dimasukkan ke dalam pembungkus selongsong berbentuk bulat panjang (casing) berupa usus
hewan atau pembungkus buatan yang food grade atau aman untuk dimakan serta halal
(Prayitno,dkk. 2009). Sosis dapat dikonsumsi dengan memasak, tanpa dimasak, dengan atau
tanpa diasap. Daging segar dapat diolah langsung menjadi produk olahan daging yang siap saji,
seperti sosis (Prayitno, dkk., 2009). Sosis tergolong produk sistem emulsi. Stabilitas emulsi dapat
dicapai bila globula lemak yang terdispersi dalam emulsi diselubungi oleh emulsifier (protein
daging) yang dimantapkan oleh binder dan filler. Permasalahan yang sering kali timbul dalam
pembuatan sosis ialah pecahnya emulsi, tekstur yang meremah (tidak kompak), terlalu keras
maupun terlalu lembek, dan daya ikat air yang rendah (Wulandari, dkk., 2013). Binder
merupakan bahan non daging yang ditambahkan ke dalam emulsi sosis dengan tujuan untuk
menaikkan daya ikat protein terhadap air dan lemak sehingga emulsi sosis menjadi stabil. Binder
diambil dari bahan yang mengandung protein tinggi, seperti sodium kaseinat, gluten, putih telur,
susu skim, tepung kedelai, konsentrat protein kedelai (Widjanarko, dkk., 2012). Bahan pengisi
adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah air tetapi mempunyai pengaruh kecil terhadap
emulsifikasi. Bahan pengisi yang umum digunakan adalah tapioka, tepung terigu, dan sagu.
Penambahan lemak bertujuan untuk memberikan rasa lezat, sedangkan penyedap dan bumbu
memberikan 6 pengaruh terhadap rasa produk daging dan juga menambah atau meningkatkan
flavor (Soeparno, 1994)
Sosis yang bermutu baik adalah produk sosis yang telah memenuhi standar mutu secara
kimia, secara organoleptik sosis harus kompak, kenyal atau bertekstur empuk, serta rasa dan
aroma yang baik sesuai dengan bahan baku yang digunakan. Kualitas sosis sebagai produk
daging ditentukan oleh kemampuan saling mengikat antara partikel daging dan bahan-bahan
yang ditambahkan (Koapaha, dkk., 2011). Syarat mutu sosis daging telah ditentukan dalam SNI
01 -3820-1995.
Emulsi merupakan dispersi dua cairan yang tidak saling melarutkan, dimana cairan yang
satu terdispersi dalam cairan yang lain. Masalah yang sering dialami dalam pembuatan sosis
adalah pecahnya emulsi karena penggilingan dan pemanasan yang berlebihan dan proses
pengohan yang telampau cepat (Dotulong, 2009).
3. kerupuk
Kerupuk adalah suatu jenis makanan kering yang terbuat dari bahan-bahan yang
mengandung pati cukup tinggi Semakin tinggi kandungan amilopektin pati maka kerupuk yang
dihasilkan akan mempunyai daya kembang yang semakin besar. Pada pembuatan kerupuk sering
ditambahkan bahan-bahan lain untuk memperbaiki cita rasa dan nilai nutrisi seperti udang, ikan,
telur, dan lain-lain (Pratiningsih, dkk., 2003). kerupuk merupakan jenis makanan kecil yang
mengalami pengembangan volume membentuk produk yang porus dan mempunyai densitas
rendah selama proses penggorengan. Pada dasarnya kerupuk mentah diproduksi dengan
gelatinisasi pati adonan pada tahap pengukusan, selanjutnya adonan dicetak dan dikeringkan.
Pada proses penggorengan akan terjadi penguapan air yang terikat dalam gel pati akibat
peningkatan suhu dan dihasilkan tekanan uap yang mendesak gel pati sehingga terjadi
pengembangan dan sekaligus terbentuk rongga-rongga udara pada kerupuk yang telah digoreng
(Koswara, 2009). Berdasarkan penggunaan proteinnya, kerupuk dibagi menjadi kerupuk tidak
bersumber protein dan kerupuk bersumber protein. Kerupuk sumber protein merupakan kerupuk
yang mengandung protein, baik protein hewani maupun nabati. Sedangkan kerupuk bukan
sumber protein, tidak ditambahkan bahan sumber protein seperti ikan, udang, kedelai dan
sebagainya dalam proses pembuatannya. Standar mutu kerupuk goreng (per 100 g bahan)
Komposisi Jumlah Protein (g) 6 Lemak (g) 30,87 Karbohidrat (g) 54 Air (g) 6,8 Abu (g) 1
Sumber : Nurhayati (2007).
Rahmaniar dan Nurhayati, 2007 dalam Yusmeiarti, 2008
4. rumput laut
Rumput laut adalah tanaman laut yang termasuk ke dalam kelas makroalga
(Dawezynski et al. 2007). Rumput laut ini sebenarnya merupakan tanaman tingkat
rendah yang tidak memiliki perbedaan susunan kerangka seperti akar, batang dan
daun. Meskipun wujudnya tampak seperti ada perbedaan, tetapi sesungguhnya
merupakan bentuk thallus. Menurut McHugh (2003), rumput laut terbagi ke
dalam tiga kelompok berdasarkan pigmen yang terkandung dalam rumput laut,
yaitu Rhodophyceae (merah), Phaeophyceae (coklat) dan Chlorophyceae (hijau),
sedangkan menurut Glicksman (1983), rumput laut dikelompokkan menjadi
empat kelas berdasarkan pigmen yang dikandungnya yaitu Rhodophyceae
(merah), Cyanophyceae (hijau biru), Chlorophyceae (hijau) dan Phaeophyceae
(coklat). Rumput laut merah dan rumput laut coklat memiliki nilai ekonomi yang
cukup tinggi karena merupakan rumput laut penghasil hidrokoloid (agar,
karagenan, alginat) yang digunakan sebagai pengental (thickening) dan pembuat
gel (gelling agent) di berbagai industri terutama industri pangan. Eucheuma,
Gracilaria dan Gelidium adalah rumput laut yang telah dimanfaatkan di Indonesia
dan merupakan jenis-jenis rumput laut ekonomis
5. daging ayam
Daging ayam banyak diminati masyarakat disebabkan oleh teksturnya yang elastis, artinya jika
ditekan dengan jari, daging dengan cepat akan kembali seperti semula. Jika ditekan daging tidak
terlalu lembek dan tidak berair. Warna daging ayam segar adalah kekuning-kuningan dengan
aroma khas daging ayam broliler tidak amis tidak berlendir dan tidak menimbulkan bau busuk
(Kasih et al. 2012). Menurut Kasih et al. (2012), saat ini masyarakat Indonesia lebih banyak
mengenal daging ayam broiler sebagai daging ayam potong yang biasa dikonsumsi karena
kelebihan yang dimiliki seperti kandungan atau nilai gizi yang tinggi sehingga mampu memenuhi
kebutuhan nutrisi dalam tubuh, mudah di peroleh, dagingnya yang lebih tebal, serta memiliki
tekstur yang lebih lembut dibandingkan dengan daging ayam kampung dan mudah didapatkan di
pasaran maupun supermarket dengan harga yang terjangkau. Namun selain kelebihan, daging
ayam broiler, mempunyai kelemahan. Kandungan gizi daging ayam broiler yang cukup tinggi
menjadi tempat yang baik untuk perkembangan mikroorganisme pembusuk yang akan
menurunkan kualitas daging sehingga berdampak pada daging menjadi mudah rusak
2.5 reaksi kimia yang terjadi

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM


BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.2 Hasil Perhitungan
BAB 5. PEMBAHASAN
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
6.2 Penutup
DAFTAR PUSTAKA (Minimal 5 non blog, (jurnal atau buku))
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 1083, 1084.
Khamid, I.R. 2006. Bahaya Boraks Bagi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Kompas.
[USEPA] United State Environmental Protection Agency. 2008. Report of the Food Quality
Protection Act (FQPA) Telerance Reassessment Eligibility Decision (TRED) for Boric Acid /
Sodium Borate Salt. approved by Edwards D. United States Environmental Protection Agency.
http://www.epa.gov/boric_acid_tred[1]. [Diakses pada 06 Januari 2014]

Anda mungkin juga menyukai