Anda di halaman 1dari 9

Formalin (CH2O) adalah senyawa kimia yang digunakan sebagai pengawet untuk berbagai

macam bahan non pangan seperti pembersih rumah tangga, lilin dan karpet. Selain itu juga
digunakan sebagai pembasmi hama untuk membunuh virus, bakteri, jamur dan benalu yang
efektif pada konsentrasi tinggi , bahan peledak dan sebagainya. Boraks (Na2B4O7H2O)
adalah zat yang berbentuk kristal putih , tidak berbau, stabil pada suhu dan tekanan normal
yang biasa digunakan untuk membunuh kutu, jamur dan serangga. Selain itu boraks
digunakan sebagai antiseptic untuk membunuh bakteri , mengontrol pelapukan kayu, industry
gelas dan keramik. Baik formalin maupun boraks pada hakikatnya bukan untuk digunakan
sebagai pengawet makanan . Namun nyatanya didalam lapangan masih banyak pedagang
atau pengusaha makanan yang melanggar peraturan yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Faktor yang mempengaruhi pengusaha atau pedagang makanan untuk melanggar salah
satunya pembusukan. Caranya dengan menambahkan pengawet non pangan pada produk
makanan tersebut sehingga memperpanjang masa kadaluarsa makanan. Pengawet yang sering
digunakan khususnya pada bakso ialah formalin dan boraks. Formalin digunakan oleh oknum
pedagang dikarenakan murah serta penggunaanya yang mudah. Dengan menggunakan
formalin membuat masa kadaluarsanya lebih lama dari biasanya. Sedangkan penggunaan
boraks disalahgunakan bertujuan untuk memperbaiki warna , tekstur dan rasa. Kandungan
formalin yang tinggi dalam tubuh menyebabkan iritasi lambung, alergi bersifat karsiogenik
(menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan),
serta muntah , daire bercampur darah, kencing bercampur darah dan kematian yang
disebabkan adanya kegagalan peredaran darah. Sedangkan efek jangka panjang dari
penggunaan boraks dapat menyebabkan kulit merah, gagal ginjal, iritasi mata, iritasi pada
saluran respirasi dan mengganggu kesuburan kandungan janin. Untuk mengantisipasi
penggunaan formalin dan boraks pada makanan para ahli pangan melakukan uji kadar
formalin dan boraks di laboratorium. Untuk pengujian makanan yang mengandung formalin
dan boraks dilakukan dengan pencampuran beberapa zat kimia dengan proses yang cukup
lama dan biaya yang tidak sedikit.Selain pengujian dilab, untuk mendeteksi formalin dapat
menggunakan Formaldehyde Detector Air. Alat ini berfungsi mendeteksi suhu ruangan dan
juga kualitas udara diruangan yang dapat memonitoring partikel gas HCHO yang ada diudara
dengan rentang pengukuran 0 – 3 mg/m3 . Sedangkan untuk pendeteksian boraks dilakukan
dengan membaca perubahan warna pada makanan dengan bantuan zat tertentu. Namun
penelitian sebelumnya mengenai pendeteksian formalin dan boraks pada makanan dilakukan
dengan alat yang berbeda. Maka dari itu dibuatlah “Pendeteksi Formalin dan Boraks pada
Bakso Berbasis Logika Fuzzy” yang dapat mendeteksi kedua zat berbahaya tersebut pada
bakso sehingga dapat menghindari konsumsi bakso yang mengandung formalin dan boraks.
Metode logika fuzzy diimplementasikan pada penelitian ini untuk pengambilan kesimpulan
mengenai makanan yang mengandung zat formalin dan boraks pada bakso.

BAB II2.1. Landasan Teori

Boraks merupakan garam natrium yang banyak digunakan diberbagai industrynon pangan.
Boraks biasanya sebagai pengawet dan antiseptic kayu. Daya pengawetdari boraks yang kuat
berasal dari kandungan asam borat di dalamnya. Asam boratsering digunakan dalam dunia
pengobatan dan kosmetika. Misalnya untuk obat cucimuka dan obat kumur.Pengaruh boraks
pada
kesehatan:1. Tanda dan gejala angkut: muntah, diare, depresi2. Tanda dan gejala kronis:a. Nafsu 
makan menurun b. Gangguan pencernaanc. Anemia, rambut rontok dan kankerSedangkan
formalin adalah cairan tidak berwarna yang digunakan sebagaidesinfektan pembasmi serangga.
Formalin mempunyai bau yang sangat menyengat.Boraks dan formalin akan berguna dengan hal
yang positif dan sesuai dengankegunaan

Bereau of Food and Drug (BFAD), Food Standard Code dan Department of Health (DOH)
Australia menyatakan bahwa boraks merupakan senyawa kimia yang dapat merusak organ dalam
tubuh termasuk otak. BFAD dan DOH juga menyatakan bahwa boraks merupakan desinfektan
yang dilarang penggunaanya sejak tahun 1984 sebagai bahan tambahan makanan. Boraks dalam
dosis cukup tinggi dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusing, muntah, diare,
keram perut, tekanan darah rendah, anemia, demam dan kerusakan organ dalam lainnya dalam
tubuh termasuk otak sehingga dapat menyebabkan kematian (Stefany, 2006) Boraks
(Na2B4O7.10 H2O) adalah kristal putih yang dapat larut dalam air dingin membentuk natrium
hidroksida dan asam borat. Boraks mudah larut dalam air dan tidak berbau serta memiliki pH
9,5. Boraks maupun asam borat sebenarnya digunakan dalam industri non pangan karena
memiliki sifat antiseptik dan biasa digunakan dalam industri farmasi sebagai ramuan obat seperti
salep, bedak, obat pencuci mata, obat oles mulut, solder, bahan pembersih, pengawet kayu,
antiseptik, dan pengontrol kecoa (Suhada dan Rikky, 2012). Asam borat atau boraks (boric acid)
merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak diizinkan digunakan sebagai campuran bahan
makanan, boraks dalam air berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat (Syah, 2005)
Asam borat (H3BO3) merupakan senyawa boron yang yang dikenal juga dengan nama boraks di
Jawa Barat dikenal juga dengan nama “bleng”, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal dengan
nama “pijer”, sedangkan di Pekanbaru dikenal dengan nama “Citetet”, “Obat Puli”, dan “Obat
Gendar”. Digunakan atau ditambahkan ke dalam pangan/bahan pangan sebagai pengental
ataupun sebagai pengawet (Cahyadi, 2008). Berbagai penelitian yang telah dilakukan diperoleh
data bahwa senyawa asam borat ini dipakai pada lontong agar teksturnya menjadi bagus dan
kebanyakan ditambahkan pada proses pembuatan bakso. Komposisi dan bentuk asam borat
mengandung 99,0% dan 100% H3BO3 mempunyai bobot molekul 61,83 dengan B = 17,50% ; H
= 4,88% ; O = 77,62% berbentuk serbuk hablur kristal transparan atau granul putih tidak
bewarna dan tidak berbau serta Efek boraks yang diberikan pada makanan dapat memperbaiki
struktur dan tekstur makanan seperti contohnya bila boraks diberikan pada bakso dan lontong
akan membuat bakso atau lontong tersebut sangat kenyal dan tahan lama, sedangkan pada
kerupuk yang mengandung boraks jika digoreng akan mengembang dan empuk serta memiliki
tekstur yang bagus dan renyah. Makanan yang telah diberi boraks dengan tidak atau masih alami,
sulit untuk dibedakan jika hanya dilihat dengan panca indera, namun harus dilakukan uji khusus
boraks di Laboratorium (Depkes RI, 2002)

Kegunaan Boraks Penggunaan boraks dapat mengganggu daya kerja sel dalam tubuh manusia
sehingga menurunkan aktivitas organ, oleh karena itu penggunaan bahan pengawet ini sangat
dilarang oleh pemerintah khususnya Departemen Kesehatan karena dampak negatif yang
ditimbulkan sangat besar. Boraks apabila terdapat dalam makanan, maka dalam waktu lama
walau hanya sedikit akan terjadi akumulasi (penumpukan) pada otak, hati, lemak dan ginjal
(Tumbel, 2010). Boraks biasanya didapatkan dalam bentuk padat maupun dalam keadaan cair
(natrium hiroksina atau asam borat). Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptic
dan biasa digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat , misalnya dalam salep, bedak,
larutan kompres, obat tetes mulut dan obat pencuci mata. Selain itu, boraks juga sering
digunakan sebagai bahan solder, pembuatan gelas, bahan pembersih, pengawet kayu dan
antiseptik kayu (Aminah dan Himawan, 2009). Boraks disalahgunakan oleh produsen “nakal”
untuk menghasilkan pangan yang memiliki kekenyalan dan kekentalan yang baik serta memiliki
daya awet yang lebih lama. Dilihat dari fungsi boraks tersebut, apabila ditambahkan dalam bahan
pangan sudah tentu akan mengkonsumsi produk pangan berboraks. Meskipun pemerintah telah
memberlakukan undang-undang no 7 tentang pangan pada tahun 1996 dengan tujuan untuk
memberikan perlindungan kepada konsumen dan produsen akan pangan yang sehat, aman dan
halal, akan tetapi bentuk-bentuk kecurangan pangan sampai saat ini masih terus terjadi. 2.9
Penyalahgunaan Boraks pada Makanan Penggunaan bahan pengawet dari satu sisi
menguntungkan karena dengan bahan pengawet, bahan pangan dapat membebaskan mikroba,
baik bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya
maupun mikrobial non patogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, misalnya
pembusukan. Namun dari sisi lain, bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang
merupakan bahan asing yang masuk bersama bahan pangan yang dikonsumsi. Pemakaian bahan
pangan dan dosisnya tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian
bagi pemakainya, baik yang bersifat langsung, misalnya keracunan; maupun yang bersifat tidak
langsung atau kumulatif, misalnya apabila bahan pengawet yang digunakan bersifat karsinogenik
(Cahyadi, 2008). Boraks meskipun bukan pengawet makanan sering pula digunakan sebagai
pengawet makanan, selain sebagai pengawet, bahan ini berfungsi pula mengenyalkan makanan.
Makanan yang sering ditambahakan boraks diantaranya adalah bakso, sosis, nugget, mie,
kerupuk dan lontong. Bakso yang menggunakan boraks memiliki kekenyalan-kekenyalan bakso
khas yang berbeda dari bakso yang menggunakan banyak daging. Kerupuk yang mengandung
boraks kalau digoreng akan mengembang dan empuk, tekstur bagus dan renyah. Ikan basah yang
tidak rusak selama 3 hari pada suhu kamar, insang berwarna merah tua dan tidak cemerlang, dan
memiliki bau menyengat khas formalin. Tahu yang berbentuk bagus, kenyal, tidak mudah
hancur, awet hingga lebih dari 3 hari, bahkan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es, dan berbau
menyengat khas formalin. Mie basah biasanya lebih awet sampai 2 hari pada suhu kamar 25°C,
berbau menyengat, kenyal, tidak lengket, dan agak mengkilap (Yuliarti, 2007) 2.10 Dampak
Boraks terhadap Kesehatan Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks akan
menyebabkan gangguan otak, hati, lemak dan ginjal. Boraks dalam jumlah yang banyak dapat
menyebabkan demam, anuria, sianosis, tekanan darah rendah, kerusakan ginjal, bahkan kematian
(Widyaningsih dan Murtini, 2006). Boraks memiliki efek racun yang sangat berbahaya pada
sistem metabolisme manusia sebagaimana halnya zat-zat tambahan makanan lain yang merusak
kesehatan manusia. Peraturan Menteri Kesehatan No.772/MenKes/Per/IX/88 menyatakan bahwa
boraks merupakan bahan berbahaya dan dilarang penggunaannya pada bahan makanan. Makanan
mengandung boraks yang masuk ke dalam tubuh akan terserap oleh darah dan disimpan dalam
hati. Karena boraks tidak mudah larut dalam air dan bersifat kumulatif (Suklan, 2002).
Pengaruhnya terhadap organ tubuh tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh,
boraks merupakan racun bagi semua sel. Kadar tertinggi tercapai pada waktu diekstraksi maka
ginjal merupakan organ yang paling terpengaruh dibandingkan dengan organ yang lain. Dosis
tertinggi yaitu 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan 5 gr/kg berat badan anak-anak
(Saparinto dan Hidayati, 2006). Boraks sering disalahgunakan oleh produsen untuk dijadikan zat
bahan tambahan makanan (ZTM) pada olahan makanan seperti bakso, sosis dan nugget
(Hermanianto dan Andayani, 2002). Keberadaan boraks pada makanan tidak ditoleransi karena
sangat berbahaya bagi kesehatan oleh sebab itu, penggunaan boraks dilarang (tidak ada standar
kadar boraks dalam makanan) oleh badan pengawasan makanan dan obat (BPOM) menurut SK
Menteri Kesehatan No. 472/ Menkes/ Per/ V/ 1996. Senyawa boron ini apabila berada didalam
tubuh sangat membahayakan kesehatan oleh karena itu bahan-bahan yang mengandung boraks
harus didaftarkan pemanfaatan maupun distribusinya (Desfandri, 1997). Sering mengkonsumsi
makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak, dan ginjal. Jumlah banyak,
boraks dapat menyebabkan boraks, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem
saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal,
pingsan bahkan kematian. (Widyaningsih dan Martini, 2006). Keracuna kronis data disebabkan
oleh absorpsi dalam waktu lama, akibat yang timbul diantaranya anoreksia, berat badan turun,
muntah, diare, ruam kulit, alposia, anemia dan konvulsi. Penggunaan boraks apabila dikonsumsi
secara terus menerus dapat mengganggu gerak pencernaan usus, kelainan pada saraf, depresi dan
kekacauan mental. Jumlah serta dosis tertentu boraks bisa mengakibatkan degradasi mental, serta
rusaknya saluran pencernaan, ginjal, hati, dan kulit karena boraks cepat diabsorsi oleh saluran
pernapasan dan pencernaan, kulit yang luka atau membran mukosa (Saparinto dan Hidayati,
2006).
2. 1 Formalin Formaldehida (CH2O) adalah derivasi aldehida yang mempunyai bau yang
menyengat. Zat kimiawi ini mempunyai kecenderungan untuk berpolimerisasi dimana, molekul
secara individu bergabung membentuk suatu satuan dari bobot molar yang tinggi. Aktivitas
polimerisasi ini melepaskan panas yang sering terjadi secara letupan. Formaldehida yang lebih
dikenal dengan nama formalin ini adalah salah satu zat tambahan makanan yang dilarang.
(Astawan, 2006). Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk.
Formalin mengandung sekitar 37% formaldehida dalam air, biasanya ditambah metanol hingga
15% sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan
banyak digunakan dalam industri. Nama lain dari formalin adalah Formol, Methylene aldehyde,
Paraforin, Morbicid, Oxomethane, dan Formalith. Berat Molekul Formalin adalah 30,03 dengan
Rumus Molekul HCOH. Karena kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan distribusinya ke
dalam sel tubuh. Gugus karbonil yang dimilikinya sangat aktif, dapat bereaksi dengan gugus –
NH2 dari protein yang ada pada tubuh membentuk senyawa yang mengendap (Depkes RI, 2006).
Penggunaan formalin sebagai pengawet makanan merupakan cara untuk mengurangi biaya
produksi. Formalin merupakan bahan pengawet ilegal yang paling murah efisien dan efektif,
karena dengan mengeluarkan biaya sekitar Rp. 15.000,- dari harga 1 liter formalin, dapat
mengawetkan sekitar 10 ton ikan segar, tahu dan mie basah. Jika dibandingkan dengan
menggunakan pengawet lain bukan formalin, misalnya es balok, dibutuhkan sekitar 350 balok es,
dengan harga sekitar 4,2 juta rupiah (Hastuti, 2010) Formalin merupakan bahan pengawet
makanan illegal berbahaya, yang bersifat karsinogen. Formalin selama ini beredar di tengah-
tengah masyarakat, bahkan diantara pemakaiannya sebagian besar adalah para nelayan,
pengusaha mie basah, pengusaha tahu dan bakso, sebagai kelompok pengusaha menengah
kebawah, yang produksinya dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat indonesia. Sebagai
akibatnya sekarang ini kita semua kesulitan memperoleh makanan yang benar-benar bebas dari
formalin (Affandi, dkk, 2006). 2.1.1 Bahaya Formalin Terhadap Kesehatan Makanan merupakan
salah satu bagian yang penting untuk kesehatan manusia mengingat setiap saat dapat saja terjadi
penyakit-penyakit yang di akibatkan oleh makanan. Kasus penyakit bawaan makanan (foodborne
disease) dapat di pengaruhi beberapa faktor-faktor antara lain kebiasaan mengolah makanan
secara tradisional, penyimpanan dan penyajian yang tidak bersih, dan tidak memenuhi
persyaratan sanitasi (Candra, 2001). Menurut International Programme on Chemical Safety
(IPCS) ambang batas formalin dalam tubuh adalah 1 mg dalam pangan, formalin yang boleh
masuk dalam tubuh antara 1,4 sampai 14 mg. Apabila formalin masuk kedalam tubuh melebihi
ambang batas dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh. Formalin yang
terakumulasi dalam sel, bereaksi dengan protein seluler (enzim) dan DNA (mitokondria dan
nukleus). Penggunaan formalin dalam makanan sangat membahayakan kesehatan baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Hal ini tergantung pada dosis dan lama paparannya dalam
tubuh. Beberapa efek negatif jangka pendek akibat paparan formalin antara lain adalah terjadinya
iritasi pada saluran pernafasan dan pencernaan, muntah, pusing. Pengaruh jangka panjang dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada hati, ginjal, jantung, limfa dan pankreas serta terjadinya
proses penuaan dini (Mahdi, 2012). Formalin dapat bereaksi cepat dengan lapisan lendir saluran
pencernaan dan saluran pernafasan. Di dalam tubuh cepat teroksidasi membentuk asam format
terutama di hati dan di sel darah merah. Pemakaian pada makanan dapat mengakibatkan
keracunan pada tubuh manusia, yaitu rasa sakit perut yang akut disertai muntah-muntah,
timbulnya depresi susunan syaraf atau kegagalan peredaran darah (Farida, 2010). Beberapa
penelitian terhadap tikus dan anjing menunjukkan bahwa pemberian formalin dalam dosis
tertentu pada jangka panjang bisa mengakibatkan kanker saluran cerna. Penelitian lainnya
menyebutkan peningkatan resiko kanker faring (tenggorokan), sinus, dan cavum nasal (hidung)
pada pekerja tekstilakibat paparan formalin melalui hirupan (Yuliarti, 2007). 2.1.2 Penggunaan
Formalin Meskipun Peraturan Menteri Kesehatan sudah menyatakan bahwa formalin merupakan
bahan tambahan makanan terlarang, ternyata pada kenyataannya masih banyak para pedagang
dan produsen makanan yang tetap menggunakan zat berbahaya ini. Selain formalin digunakan
sebagai pengawet makanan, formalin juga bisa meningkatkan tekstur kekenyalan produk pangan
sehingga tampilannya lebih menarik (walaupun kadang bau khas makanan itu sendiri menjadi
berubah karena formalin). Makanan yang rawan dicampur bahan berbahaya ini biasanya seperti
bahan makanan ikan asin, ikan basah, mie dan tahu (Winarno, 2004). Formalin digunakan salah
satunya sebagai pengawet mayat, namun akhirakhir ini terjadi penyalah gunaan formalin untuk
bahan tambahan makanan. Formalin merupakan bahan kimia yang biasa dipakai untuk
membasmih bakteri atau berfungsi sebagai desinfektan. Zat ini termasuk dalam golongan
kelompok desinfektan kuat, dapat membasmi berbagai jenis bakteri pembusuk, penyakit,
cendawan atau kapang (Mahdi, 2012).
Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari, apabila digunakan secara
benar, formalin akan bnyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebgai antibakteri atau pembunuh
kuman dalam berbagai jenis keprluan industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan
pakaian, pembasmi lalat dan berbagai serangga lainnya serta sebagai perekat untuk kayu lapis
(polywood) pada industri kayu. Formalin juga sering digunakan sebgai bahan pembuatan pupuk
urea. Produsen sering kali tidak tahu kalau penggunaan formalin sebagi bahan pengawet
makanan tidaklah tepat karena bisa menimbulkan berbagi gangguan kesehatan bagi konsumen
yang memakannya (Yuliarti, 2007). 2.2 Ikan Kembung Ikan kembung rebus (Rastrellinger)
merupakan ikan air laut yang banyak pada musim puncak (Maret-Juni). Kedudukan taksonomi
ikan kembung (Rastrellinger) (Saanin, 1994) yaitu, termasuk Kingdom Animalia, Filum
Chordata, Kelas Actinopterygii, Ordo Perciformes, Sub Ordo Scombridae dan Genus
Rastrelliger. Jenis-jenisnya diperairan Nusantara dikenal tiga spesies ikan kembung, yakni : 1.
Rastrelliger brachysoma (Bleeker, 1851), kembung perempuan 2. Rastrelliger faughni (Matsui,
1967), kembung 3. Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1817), kembung jantan Kembung biasanya
dijual segar atau diproses menjadi ikan pindang dan ikan asin yang lebih tahan lama (Irianto,
2004). 2.2.1 Kandungan Gizi Ikan Kembung Rebus Ikan, selain dikenal protein yang
dikandungnya memiliki komposisi asam amino yang Lengkap, juga di ketahui mengandung
lemak yang kaya akan asam lemak tak jenuh dan berkasiat bagi kesehatan. Asam lemak tak
jenuh yang banyak terdapat pada ikan adalah asam lemak Omega-3, berdasarkan hasil penelitian,
ternyata daging ikan mempunyai komposisi kimia sebagai berikut; Air : 60,0 – 84,0%, Protein :
18,0– 30,0%, Lemak : 0,1 -2,2 %, Karbohidrat : 0,0 – 1,0 %, dan sisanya Vitamin dan Mineral.
Daging ikan mempunyai beberapa fungsi untuk tubuh manusia, diantaranya; menjadi sumber
energi yang sangat dibutuhkan dalam menunjang aktivitas kehidupan sehari-hari, membantu
pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, mempertinggi daya tahan tubuh terhadap serangan
penyakit dan juga memperlancar proses-proses fisiologi dalam tubuh. kekurangan daging ikan
dapat mengakibatkan timbulnya penyakit kwashiorkor, busung lapar, pertumbuhan mata, kulit,
dan tulang terhambat, serta menurunnya tingkat kecerdasan terutama pada anak-anak, bahkan
dapat mengakibatkan kematian (Muchtadi, 2006). Menurut Adawyah 2001, Proses pembuatan
ikan kembung rebus adalah sebagai berikut : Ikan kembung segar disiangi, buang bagian insang
dan isi perut kemudian dicuci bersih dan ditiriskan. Setelah ditiriskan ikan direndam dalam
larutan garam 3% selama 15 menit untuk membersihkan sisa-sisa darah dan kotoran yang masih
ada. Kemudian ikan disusun diatas naya atau besek, naya atau besek yang berisi ikan tadi
disusun dalam langsang kemudian dicelupkan ke dalam dandang berisi larutan garam jenuh yang
mendidih selama 30-60 menit. Setelah perebusan naya atau besek diangkat, kemudian disiram
dengan air panas untuk menghilangkan kotoran yang terbawa dari air perebusan.

Anda mungkin juga menyukai