Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan tambahan pangan atau zat aditif makanan yang digunakan dalam
makanan semakin hari semakin meningkat. Penambahan zat aditif diperlukan
untuk meningkatkan mutu suatu produk. Bahan pengawet adalah salah satu
bahan tambahan pangan yang sering digunakan (Siaka, 2009). Bahan
pengawet makanan yang dilarang tedapat dalam makanan telah diatur oleh
pemerintah Dalam Peraturan Menteri Kesehatan. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor: 722/MenKes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan
(BTP), menyatakan bahwa boraks dan formalin termasuk bahan yang
berbahaya dan beracun sehingga tidak boleh digunakan sebagai BTP (Triastuti
dkk, 2013).
Pengawet yang diizinkan diantaranya adalah natrium benzoat. Makanan
yang mengandung natrium benzoate apabila dikonsumsi tidak berakibat buruk
secara langsung, tetapi dapat bersifat akumulatif. Begitupun penggunaan
boraks dan formalin pada makanan, tetapi penggunaan boraks dan formalin
lebih berbahaya dari zat makanan yang dizinkan pemerintah, karena pada
dasarnya kedua bahan ini bukanlah bahan pengawet makanan seperti natrium
benzoat melainkan untuk bahan pengawet untuk mayat (formalin) dan
pengawet kayu (boraks). (Maidah, 2015) Seringnya mengonsumsi makanan
yang mengandungboraks dapat menyebabkan gangguan pada otak, hati, dan
ginjal (Triastuti dkk, 2013).
Pada tahun 2006 BPOM melakukan penelitian pada jajanan anak sekolah
yang beredar di 478 sekolah dasar pada 26 ibukota propinsi yang berada di
Indonesia, dengan jumlah sampel yang digunakan sebanyak 2903 sampel.
Pengambilan sampel dilakukan terhadap beberapa jenis jajanan, yaitu sirup,
jeli, agar-agar, es mambo, lolipop, mie siap konsumsi, bakso, dan kudapan
(bakwan, tahu isi, dan sebagainya). Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa terdapat 6% mie menggunakan formalin, dan kurang dari 8% bakso
menggunakan boraks. formalin) dan pengawet kayu (boraks). (Maidah, 2015)
Berdasarkan penelitian tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai
keberadaan kandungan boraks pada institusi pendidikan. Kampus UNISA
(Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta) terletak di Jl. Ringroad Barat No.63,
Mlangi, Nogotirto, Gamping, Sleman, Yogyakarta. Kampus UNISA berada

1
diantara pemukiman penduduk. Disekitar kampus terdapat banyak pedagang
yang menjajakan makanan olahan baik di tempat permanen maupun non
permanen. Pedagang yang berjualan juga beraneka jenis, mulai dari pedagang
keliling, pedagang kantin, maupun pedagang kakilima. Pedagang menjual
berbagai macam makanan olahan mulai dari harga Rp. 500,-sampai dengan
harga ± Rp. 10.000,-. Rata-rata pembeli adalah mahasiswa, dosen dan
karyawan UNISA.
Pembeli terbanyak adalah mahasiswa. Mahasiswa selalu ingin mencoba
makanan olahan atau jajanan yang dipasarkan namun mereka tidak pernah
memperhatikan kandungan zat yang ada dalam makanan olahan atau jajanan
yang mereka makan. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk
melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui keberadaan boraks
pada berbagai jenis makanan olahan yang di pasarkan disekitar lingkungan
kampus UNISA.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana ciri ciri makanan yang mengandung boraks?
2. Apakah dampak negative yang ditimbulkan oleh penggunanaan boraks
dalam jangka panjang?

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui ciri ciri makanan yang mengandung boraks serta
dampak negatif boraks terhadap kesehatan sehingga kita bias menghindari
makanan tersebut karena makanan tersebut kurang baik untuk kesehatan.

1.4 Manfaat Penelitian


Mengetahui tentang ciri ciri makanan yang mengandung boraks
serta dampak negatif boraks terhadap kesehatan sehingga kita bisa
menghindari makanan tersebut karena makanan tersebut kurang baik untuk
kesehatan.

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


Boraks atau dalam nama ilmiahnya dikenal sebagai sodium tetraborate
decahydrate merupakan bahan pengawet yang dikenal masyarakat awam untuk
mengawetkan kayu, antiseptik kayu dan pengontrol kecoa. Tampilan fisik boraks
adalah berbentuk serbuk kristal putih. Boraks tidak memiliki bau jika dihirup
menggunakan indera pencium serta tidak larut dalam alkohol. Indeks keasaman
dari boraks diuji dengan kertas lakmus adalah 9,5, ini menunjukkan tingkat
keasaman boraks cukup tinggi (Bambang, 2008).
Boraks merupakan senyawa kimia berbahaya untuk pangan dengan nama
kimia natrium tetrabonat (NaB4O7 10H2O). Dapat dijumpai dalam bentuk padat
dan jika larut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam borat
(H3BO3). Boraks atau asam borat biasa digunakan sebagai bahan pembuat
deterjen, bersifat antiseptik dan mengurangi kesadahan air. Bahan berbahaya ini
haram digunakan untuk makanan. Bahaya boraks jika terhirup, mengenai kulit
dan tertelan bisa menyebabkan iritasi saluran pernapasan, iritasi kulit, iritasi mata
dan kerusakan ginjal. Jika boraks 5-10 gram tertelan oleh anak-anak bisa
menyebabkan shock dan kematian. Efek akut dari boraks bisa menyebabkan
badan berasa tidak enak, mual, nyeri hebat pada perut bagian atas, perdarahan
gastro-enteritis disertai muntah darah, diare, lemah, mengantuk, demam, dan
sakit kepala.
Asam borat atau boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya
yang tidak diizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah
senyawa kimia dengan rumus Na2B4O7 10H2O berbentuk kristal putih, tidak
berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah
menjadi natrium hidroksida dan asam borat (Syah, 2005). Asam borat sering
digunakan dalam dunia pengobatan dan kosmetika. Misalnya, larutan asam borat
dalam air digunakan sebagai obat cuci mata dan dikenal sebagai boorwater. Asam
borat juga digunakan sebagai obat kumur, semprot hidung, dan salep luka kecil.
Namun, bahan ini tidak boleh diminum atau digunakan pada luka luas, karena
beracun ketika terserap masuk dalam tubuh.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/IX/1988, asam
borat dan senyawanya merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan makanan
yang dilarang digunakan dalam produk makanan. Karena asam borat dan

3
senyawanya merupakan senyawa kimia yang mempunyai sifat karsinogen.
Meskipun boraks berbahaya bagi kesehatan ternyata masih banyak digunakan
oleh masyarakat sebagai bahan tambahan makanan, karena selain berfungsi
sebagai pengawet, boraks juga dapat memperbaiki tekstur bakso dan kerupuk
hingga lebih kenyal dan lebih disukai konsumen (Mujianto, 2003).
Asam borat (H3BO3) merupakan senyawa bor yang dikenal juga dengan nama
borax. Di Jawa Barat dikenal juga dengan nama “bleng”, di Jawa Tengah dan
Jawa Timur dikenal dengan nama “pijer”. Digunakan/ditambahkan ke dalam
pangan/bahan pangan sebagai pengental ataupun sebagai pengawet (Cahyadi,
2008).
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan diperoleh data bahwa senyawa
asam borat ini dipakai pada lontong agar teksturnya menjadi bagus dan
kebanyakan ditambahkan pada proses pembuatan bakso. Komposisi dan bentuk
asam borat mengandung 99,0% dan 100% H3BO3. Mempunyai bobot molekul
61,83 dengan B = 17,50% ; H = 4,88% ; O = 77,62% berbentuk serbuk hablur
kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan tak berbau serta agak manis
(Cahyadi, 2008).
Karekteristik boraks antara lain (Riandini, 2008):
1. Warna adalah jelas bersih
2. Kilau seperti kaca
3. Kristal ketransparanan adalah transparan ke tembus cahaya
4. Sistem hablur adalah monoklin
5. Perpecahan sempurna di satu arah
6. Warna lapisan putih
7. Mineral yang sejenis adalah kalsit, halit, hanksite, colemanite, ulexite
dan garam asam bor yang lain
8. Karakteristik yang lain: suatu rasa manis yang bersifat alkali.
Senyawa asam borat ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai berikut: jarak
lebur sekitar 171°C, larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5
bagian gliserol 85% dan tak larut dalam eter. Kelarutan dalam air bertambah
dengan penambahan asam klorida, asam sitrat atau asam tetrat. Mudah menguap
dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu 100°C yang
secara perlahan berubah menjadi asam metaborat (HBO2). Asam borat
merupakan asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa. Satu gram asam borat
larut sempurna dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan yang jernih dan tak

4
berwarna. Asam borat tidak tercampur dengan alkali karbonat dan hidroksida
(Cahyadi, 2008).
Efek boraks yang diberikan pada makanan dapat memperbaiki struktur dan
tekstur makanan. Seperti contohnya bila boraks diberikan pada bakso dan lontong
akan membuat bakso/lontong tersebut sangat kenyal dan tahan lama, sedangkan
pada kerupuk yang mengandung boraks jika digoreng akan mengembang dan
empuk serta memiliki tekstur yang bagus dan renyah. Parahnya, makanan yang
telah diberi boraks dengan yang tidak atau masih alami, sulit untuk dibedakan
jika hanya dengan panca indera, namun harus dilakukan uji khusus boraks di
Laboratorium (Depkes RI, 2002).
bisa didapatkan dalam bentuk padat atau cair (natrium hidroksida atau
asam borat). Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptik dan biasa
digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat, misalnya dalam salep,
bedak, larutan kompres, obat oles mulut dan obat pencuci mata. Selain itu boraks
juga digunakan sebagai bahan solder, pembuatan gelas,bahan pembersih/pelicin
porselin, pengawet kayu dan antiseptik kayu (Aminah dan Himawan, 2009).
Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai
pengawet makanan. Selain sebagai pengawet, bahan ini berfungsi pula
mengenyalkan makanan. Makanan yang sering ditambahkan boraks diantaranya
adalah bakso, lontong, mie, kerupuk, dan berbagai makanan tradisional seperti
“lempeng” dan “alen-alen”. Di masyarakat daerah tertentu boraks juga dikenal
dengan sebutan garam bleng, bleng atau pijer dan sering digunakan untuk
mengawetkan nasi untuk dibuat makanan yang sering disebut legendar atau
gendar (Yuliarti, 2007)

5
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


1. Alat :
 Statif dan klem
 Buret
 Pipet volume
 Corong
 Erlemeyer 100 ml
 Gelas kimia 500 ml
 Ball pipet
 Gelas ukur 10 ml
2. Bahan :
 Gliserol
 NaOH 0,1 N
 HCL
 Indicator pp
 Aquadest
 Lontong pasar dan Lontong gorengan

3.2 Cara Kerja


1. Standarisasi NaOH

Larutan HCl dimasukan kedalam Erlenmeyer 100ml

Ditambahkan 3 tetes indicator pp

Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda
yang tidak hilang setelah dikocok 15 detik

6
2. Penetapan Kadar Sampel
Sampel digerus, dilarutkan menggunakan aquadest kemudian disaring dan
diambil filtratnya

Pipet sebanyak 10 ml sampel yang akan dititrasi menggunakan pipet volume

Dimasukan kedalam Erlenmeyer 100 ml

Ditambahkan 5 ml gliserol dan 3 tetes indicator pp

Titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda yang
tidak hilang setelah dikcok 15 detik

7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1Hasil Pengamatan
1. Hasil Standarisasi NaOH dengan HCl
Volume HCl Volume NaOH Gambar
9,5 ml
10 ml

9,3 ml
10 ml

Rata - rata 9,4 ml

 Perhitungan
NNaOH = VHCl X NHCl
VNaOHl

1. NNaOH = 10 ml X 0,1 N
9,5 ml
= 0,105 N
2. NNaOH = 10 ml X 0,1 N
9,3 ml
= 0,107 N

8
3. NNaOH = 10 ml X 0,1 N
9,4 ml
= 0,106 N

2. Hasil Uji Kandungan Boraks sampel Lontong


Jenis lontong Volume Volume Gambar
sampel NaOH

Lontong pasar 10 ml 4,2 ml

Lontong 10 ml 4 ml
gorengan

 Perhitungan
Kadar sampel = ml zat (titran) X 100%
ml sampel X 1000

1. Lontong Pasar
Kadar = 4,2 ml X 100%
9
10 ml X 1000
= 0,042%
= 420 ppm
= 0,42 gr

2. Lontong Gorengan
Kadar = 4 ml X 100%
10 ml X 1000
= 0,04 %
= 400 ppm
=0,04 gr

4.2Pembahasan
Praktikum kali ini membahas tentang titrasi asam basa yang bertujuan untuk
menentukan kadar suatu zat dengan metode alkalimetri.
Bahan-bahan yang digunakan alam perobaan ini adalah HCl, NaOH, indicator pp,
gliserol, lontong pasar dan lontong gorengan (sampel). Fungsi dari asam klorida
yaitu sebagai larutan standar primer yang beperan dalam proses standarisasi
NaOH. NaOH berperan sebagai larutan yang akan distandarisasi, Indikator pp
berfungsi seagai indicator yang menentukan perubahan warna.Langkah pertama
yang dilakukan yaitu menstandarisasi NaOH, Larutan NaOH dimasukan kedalam
buret sebagai titran dan larutan HCl sebagai titrat yang disimpan didalam
Erlenmeyer sebanyak 10ml dan ditambahkan indicator pp sebanyak 3 tetes.
Pada titrasi alkalimetri, borax akan diukur sebagai asam borax. Pada
penetapan asam borax digunakan gliserol, gliserol meruakan kosolven. Kosolven
sendiri adalah pelarutyang ditambahkan dalam suatu system utuk membantu
melarutkan atau meningkatkan stabilitas dari suatuzat. Kosolven mempunyai dua
sifat yaitu hidrofilik dan hidrofobik. Kedua sifat ini yang akan membantu dalam
meningkatkan kelarutan suatu larutan.
Setelah dilarutkan menggunakan gliserol, kemudian ditambahkan indicator pp
sebanyak 2 tetes sampel 1 dan sampel 2 (lontong pasar dan lontong gorengan)
kemudian dititrasi dengan NaOH. Didapatkan volume akhir sebanyak 4,2ml dan
4ml dengan titik akhir titrasi berwarna merah muda yang menunjukan kedua
sampel tersebut positif mengandung borax.
Adapun ciri-ciri makanan yang mengandung borax adalah bertekstur
sangat kenyal, tidak mudah hancur dan rusak, berwarna sangat mencolok dari

10
aslinya, beraroma menyengat bahkan binatang seperti lalat enggan untuk
menempel.
Efek jangka panjang yang akan dialami manusia jika mengonsumsi makanan
mengandung borax adalah sakit kepala, demam, tidak enak badan, ,mual, nyeri
hebat pada perut bagian atas, diare, lemah lesu, kerusakan hati bahkan kanker.

11
BAB V
PENUTUP

5.1Kesimpulan
Kesimpulan Pada penelitian ini, berdasarkan uji kuantitatif boraks
menggunakan metode titrasi asam basa dapat disimpulkan bahwa pada ke 2
sampel lontong yang dijual dipasar dan ditempat gorengan keduanya positif
mengandung boraks. diperolah kadar boraks sebagai asam borat pada sampel
1 adalah 420 ppm dan sampel 2 adalah 400ppm.

12
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes, 1988, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 Tentang


Bahan Tambahan Makanan, Jakarta.
Triastuti, Endang, 2013, Analisis Boraks pada Tahu yang Diproduksi di Kota Manado.
Pharmachon, Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol.2 No. 01 Februari 2013
Maidah (2015). Analisis Kualitatif Dan Kuantitatif Natrium Benzoat,Boraks Dan Formalin
Dalam Berbagai Makanan Olahan Yang Terdapat Di Lingkungan Sekolah Dasar
Kecamatantamalanrea Kota Makassar (Skripsi/2015). Universitas Hasanuddin, Makassar
Tubagus, I. (2013). Identifikasi dan Penetapan Kadar Boraks dalam Bakso Jajanan di Kota
Manado.PHARMACON,2(4).
PT. Purnama Laboratorium., 2016. Metode Borak Test Kit. Diperoleh dari :
http://purnamalab.com/products/rapid-test-kit-for-food-safety/boraks-test-kit/
Roth, H. J. 1988. Analisis Farmasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Ines (2013). Asidi Alkalimetri (Laporan/2013). Universitas Halu Oleo, Kendari

13

Anda mungkin juga menyukai