Anda di halaman 1dari 16

ACARA III

PEMERIKSAAN BORAKS

Oleh :
Kelompok 4/2013 B

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan masyarakat harus dilindungi terhadap pangan
yang tidak memenuhi syarat dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi,
peredaran dan perdagangan pangan yang tidak benar. Cara produksi dan
peredaran pangan yang tidak benar dapat merugikan dan membahayakan
kesehatan masyarakat. Penjaminan pangan yang bermutu dan aman
merupakan tanggungjawab pemerintah, industri, pangan dan konsumen sesuai
dengan tugas dan fungsinya masing-masing (Cahyadi, 2008 dalam Widayat,
2011).
Pada umumnya dalam pengelolaan makanan selalu diusahakan untuk
menghasilkan produk makanan yang disukai dan berkualitas baik. Makanan
yang tersaji harus tersedia dalam bentuk dan aroma yang lebih menarik, rasa
enak, warna dan konsistensinya baik serta awet. Untuk mendapatkan
makanan seperti yang diinginkan maka sering pada prosesnya pembuatannya
dilakukan penambahan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang disebut dengan
zat aktif kimia (Widyaningsih, 2006 dalam Widayat, 2011). Bahan Tambahan
Pangan (BTP) pada umumnya merupakan merupakan bahan kimia yang telah
diteliti dan diuji sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang ada. Pemerintah
sendiri telah mengeluarkan berbagai aturan yang diperlukan untuk mengatur
pemakaian Bahan Tambahan Pangan (BTP) secara optimal (Syah, 2005
dalam Widayat, 2011).
Peran Bahan Tambahan Pangan (BTP) khususnya bahan pengawet
menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi
bahan tambahan pangan sintetis. Bahan pengawet umumnya digunakan
untuk mengawetkan pangan yang sifatnya mudah rusak (Cahyadi, 2009
dalam Suntaka, Dwi Fitri A.L dkk. 2014).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP), jenis bahan
tambahan pangan golongan pengawet yang dilarang penggunaannya dalam
produk pangan salah satunya adalah asam borat atau yang sering disebut
boraks. Boraks dalam kesehariannya berfungsi sebagai pembersih, fungisisda,
herbisisda dan insektisida yang bersifat toksik pada manusia (Eka, 2013
dalam Suntaka, Dwi Fitri A.L dkk. 2014). Walaupun penggunaan boraks
telah jelas dilarang penggunaannya pada makanan, tetapi pada kenyatannya
masih terdapat makanan yang menggunakan bahan tersebut. Salah satunya
adalah penggunaan pada kupat.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui ada tidaknya kandungan boraks pada sample yang diperiksa
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui ciri-ciri makanan yang mengandung boraks
b. Mengetahui cara penentuan kandungan boraks pada makanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Boraks
Boraks adalah senyawa kimia turunan dari logam berat boron (B), boraks
merupakan anti septic dan pembunuh kuman. Bahan ini banyak digunakan
sebagai bahan anti jamur, pengawet kayu dan antiseptic pada kosmetik
(Widayat, 2011).
Asam borat atau boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya
yang tidak diizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks
adalah senyawa kimia dengan rumus Na2B4O7 10H2O berbentuk Kristal putih,
tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan yang normal. Dalam air,
boraks menjadi narium hidroksida dan asam borat (Syah,2005 dalam
Widayat, 2011).
Asam borat (H3BO3) merupakan senyawa bor yang dikenal juga dengan
nama boraks. Digunakan kedalam pangan/bahan pangan sebagai pengental
atau pun sebagai pengawet (Cahyadi, 2008 dalam Widayat, 2011). Dari
berbagai penelitian yang telah dilakukan diperoleh data bahwa senyawa asam
borat ini dipakai pada lontong agar teksturnya menjadi bagus dan kebanyakan
ditambahkan pada proses pembuatan bakso. Komposisi dan bentuk asam
borat mengandung 99% dan 100% H3BO3. Memiliki bobot molekul 61,83
dengan B = 17,50% ; H = 4,88% ; O = 77,62% berbentuk serbuk hablur
Kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan tak berbau serta agak
manis (Cahyadi, 2008 dalam Widayat, 2011).

B. Karakteristik Boraks
Karakteristik boraks antara lain (Riandini, 2008 dalam Widayat, 2011) :
1. Warnah mengkilap kilau seperti kaca
2. Kristal ketransparan adalah transparan tembus cahaya
3. Sistem hablur adalah monoklin
4. Perpecahan sempurna di satu arah
5. Warna lapisan putih
6. Mineral yang sejenis adalah kalsit, halit, hanksite, colemanite, ulexite dan
garam asam bor yang lain
7. Karakteristik yang lain : suatu rasa manis yang bersifat alkali
Senyawa asam borat ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai berikut :
jarak lebur sekitar 1710C, larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air
mendidih, 5 bagian gliserol 85% dan tak larut dalam eter. Kelarutan dalam air
bertambah dengan penambahan asam klorida, asam sitrat atau asam tetrat.
Mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul air pada
suhu 1000C yang secara perlahan berubah menjadi asam metaborat (HBO2).
Asam borat merupakan asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa. Satu
gram asam borat larut sempurna dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan
yang jernih dan tidak ada warna. Asam borat tidak tercampur dengan alkali
karbonat dan hiroksida (Cahyati, 2008 dalam Widayat, 2011).
Efek boraks yang diberikan pada makanan dapat memperbaiki struktur dan
tekstur makanan. Seperti contohnya bila boraks diberikan pada bakso dan
lontong akan membuat bakso/lontong tersebut sangat kenyal dan tahan lama,
sedangkan pada kerupuk yang mengandung boraks jika digoreng akan
mengembang dan empuk serta memiliki tekstur yang bagus dan renyah.
Parahnya, makanan yang telah diberi boraks dengan yang tidak atau masih
alami, sulit untuk dibedakan jika hanya dengan panca indera, namun harus
dilakukan uji khusus boraks di Laboratorium (Depkes RI, 2002 dalam
Widayat, 2011).

C. Kegunaan Boraks
Boraks bisa didapatkan dalam bentuk padat atau cair (natrium hidroksida
atau asam borat). Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptik
dan biasa digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat, misalnya
dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut dan obat pencuci mata.
Selain itu boraks juga digunakan sebagai bahan solder, pembuatan gelas,
bahan pembersih/pelicin porselin, pengawet kayu dan antiseptik kayu
(Aminah dan Himawan, 2009 dalam Widayat, 2011).
Asam borat dan boraks telah lama digunakan sebagai aditif dalam berbagai
makaan. Sejak asam borat dan boraks diketahui efektif terhadap ragi,jamur
dan bakteri, sejak saat itu mulai digunakan untuk mengawetkan produk
makanan. Selain itu, kedua aditif ini dapat digunakan untuk meningkatkan
elastisitas dan kerenyahan makanan serta mencegah udang segar berubah
menjadi hitam (Widayat, 2011).

D. Pengawet Boraks Pada Makanan


Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan
sebagai pengawet makanan. Selain sebagai pengawet, bahan ini berfungsi
pula mengenyalkan makanan. Makanan yang sering ditambahkan boraks
diantaranya adalah bakso, lontong, mie, kerupuk, dan berbagai makanan
tradisional seperti “lempeng” dan “alen-alen”. Di masyarakat daerah tertentu
boraks juga dikenal dengan sebutan garam ”bleng”, ”bleng” atau ”pijer” dan
sering digunakan untuk mengawetkan nasi untuk dibuat makanan yang sering
disebut legendar atau gendar (Yuliarti, 2007 dalam Widayat, 2011).

E. Dampak Boraks Pada Kesehatan


Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap organ
tubuh tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh. Karena kadar
tertinggi tercapai pada waktu diekskresi maka ginjal merupakan organ yang
paling terpengaruh dibandingkan dengan organ yang lain. Dosis tertinggi
yaitu 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan 5 gr/kg berat badan anak-
anak akan menyebabkan keracunan bahkan kematian. Sedangkan dosis
terendah yaitu dibawah 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan kurang
dari 5 gr/kg berat badan anak-anak (Saparinto dan Hidayati, 2006 dalam
Widayat, 2011).
Efek negatif dari penggunaan boraks dalam pemanfaatannya yang salah
pada kehidupan dapat berdampak sangat buruk pada kesehatan manusia.
Boraks memiliki efek racun yang sangat berbahaya pada sistem metabolisme
manusia sebagai halnya zat-zat tambahan makanan lain yang merusak
kesehatan manusia. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan
No.722/MenKes/Per/IX/88 boraks dinyatakan sebagai bahan berbahaya dan
dilarang untuk digunakan dalam pembuatan makanan. Dalam makanan
boraks akan terserap oleh darah dan disimpan dalam hati. Karena tidak
mudah larut dalam air boraks bersifat kumulatif. Dari hasil percobaan dengan
tikus menunjukkan bahwa boraks bersifat karsinogenik. Selain itu boraks juga
dapat menyebabkan gangguan pada bayi, gangguan proses reproduksi,
menimbulkan iritasi pada lambung, dan atau menyebabkan gangguan pada
ginjal, hati, dan testis (Widayat, 2011).
Sering mengkonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan
otak, hati, lemak dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan
demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf
pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan
ginjal, pingsan bahkan kematian (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Keracunan kronis dapat disebabkan oleh absorpsi dalam waktu lama. Akibat
yang timbul diantaranya anoreksia, berat badan turun, muntah, diare, ruam
kulit, alposia, anemia dan konvulsi. Penggunaan boraks apabila dikonsumsi
secara terus-menerus dapat mengganggu gerak pencernaan usus, kelainan
pada susunan saraf, depresi dan kekacauan mental. Dalam jumlah serta dosis
tertentu, boraks bisa mengakibatkan degradasi mental, serta rusaknya saluran
pencernaan, ginjal, hati dan kulit karena boraks cepat diabsorbsi oleh saluran
pernapasan dan pencernaan, kulit yang luka atau membran mukosa (Saparinto
dan Hidayati, 2006 dalam Widayat, 2011).
Gejala awal keracunan boraks bisa berlangsung beberapa jam hingga
seminggu setelah mengonsumsi atau kontak dalam dosis toksis. Gejala klinis
keracunan boraks biasanya ditandai dengan hal-hal berikut (Saparinto dan
Hidayati, 2006 dalam Widayat, 2011) :
1. Sakit perut sebelah atas, muntah dan mencret
2. Sakit kepala, gelisah
3. Penyakit kulit berat
4. Muka pucat dan kadang-kadang kulit kebiruan
5. Sesak nafas dan kegagalan sirkulasi darah
6. Hilangnya cairan dalam tubuh
7. Degenerasi lemak hati dan ginjal
8. Otot-otot muka dan anggota badan bergetar diikuti dengan kejang-kejang
9. Kadang-kadang tidak kencing dan sakit kuning
10. Tidak memiliki nafsu makan, diare ringan dan sakit kepala
11. Kematian

F. Macam-macam Uji Kandungan Boraks Pada Makanan


Ada berbagai metode yang dapat digunakan untuk menguji kandungan
boraks pada makanan. Uji tersebut dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu uji
kandungan boraks secara kualitatif dan uji kandungan boraks secara
kuantitatif. Uji kandungan boraks secara kualitatif hanya mampu
menunjukkan apakah suatu bahan makanan mengandung boraks atau tidak
tanpa mampu menunjukkan seberapa banyak kandungan boraks di dalamnya.
Uji secara kuantitatif selain bisa menujukkan apakah suatu makanan
mengandung boraks atau tidak juga menunjukkan berapa besar kandungan
boraks tersebut (Rohman dan Sumantri, 2007 dalam Widayat, 2011).
BAB III
METODE

A. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini,anatara lain :
1. Boraks Test Kit
2. Cawan Porselin dan Penggerus’
3. Pipet Ukur dan Filler
4. Sendok
5. Timbangan Analitik
6. Rak Tabung Reaksi
7. Tabung Reaksi

B. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini,antara lain :
1. Aquades
2. Sampel Makanan yang akan diperiksa yaitu kupat
3. Pereaksi I dan Pereaksi II Boraks

C. Cara Kerja

Ambil sampel padat (kupat) yang sudah dihaluskan (dengan


menggunakan cawan porselin dan penggerus) masukkan 3 gram dan
tambahkan aquades 10ml

Tambahkan 15 tetes pereaksi I Boraks

Kocok dengan hati-hati

Diamkan

Celupkan ujung pereaksi II (kertas curcuma) ke dalam tabung reaksi


Angin-anginkan kertas curcuma dan biarkan terkena cahaya matahari
selama 10 menit

Amati perubahan warna

Jika kertas curcuma berubah warna menjadi kemerahan atau merah


positif mengandung boraks,jika tidak terjadi perubahan warna sampel
tidak mengandung boraks
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, hasil yang di dapatkan dari
pemeriksaan boraks dengan metode test kit boraks pada sampel makanan
berupa ketupat menunjukkan hasil yang negatif. Hal tersebut ditunjukkan
oleh tidak adanya perubahan warna menjadi kemerahan pada kertas kurkuma
setelah sampel ditambahkan 10 ml aquades dan diambil sebanyak 1 ml yang
selanjutnya ditambah 15 tetes pereaksi I boraks dan kemudian dikocok
dengan hati-hati serta dibiarkan selama ± 10 menit.

B. Pembahasan
1. PEMBAHASAN HASIL
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dengan
menggunakan sampel yaitu ketupat, menunjukkan bahwa sampel tersebut
negatif mengandung boraks. Hal ini ditandai dengan tidak adanya
perubahan warna kemerahan pada kertas kurkuma.
Penelitian tersebut sejalan dengan jurnal Analisis Boraks Pada Bakso
Daging Sapi A dan B yang Dijual di Daerah Surabaya Menggunakan
Spektrofometri dari hasil uji validitas metode penetapan kadar boraks
sebagai berikut : akurasi didapatkan % recovery untuk boraks sampel baso
daging sapi A 83,14% - 84,17%. Dari hasil tersebut menunjukkan syarat
akurasi terpenuhi yaitu dalam rentang 80%-120%, dapat disimpulkan
bahwa bakso tersebut tidak mengandung boraks (Junianto, 2013). Selain
itu, penelitian tersebut sejalan dengan jurnal mengenai analisis boraks pada
mie basah yang dijual di kota manado tahun 2014 menunjukkan warna
kuning kemerahan dan warna kuning kebiruan yang menandakan bahwa
sampel mie basah yang diuji negative mengandung boraks, berbeda
dengan warna api control positif yaitu berwarna hijau kekuningan (Payu,
2014).
Metode test kit pada praktikum digunakan untuk mengetahui ada
tidaknya boraks dalam sampel padat atau cair. Bila sampel mengandung
boraks akan diperoleh warna merah muda pada kertas curcuma
(Tutik,dkk., 2013).
Penggunaan boraks dengan jumlah sedikit saja telah dapat
memberikan pengaruh kekenyalan pada makanan sehingga menjadi lebih
legit, tahan lama dan terasa enak di mulut (Amir,dkk., 2007). Boraks
sebagai pengawet makanan dilarang penggunaannya sesuai dengan
Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan atas
Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan
Makanan (Pane, 2012).
Sifat boraks sebagai desinfektan juga dapat berfungsi sebagai bahan
untuk menghilangkan bakteri yang mungkin tumbuh pada lontong.
Konsumsi jumlah boraks yang cukup tinggi dalam makanan akan
diserap oleh tubuh dan dapat menimbulkan pusing-pusing, diare,
bahkan dapat menyebabkan kematian. ( Sugiyatmi, 2006 ).

2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil praktikum pemeriksaan
boraks diantaranya :
a. Sampel
Sampel ketupat yang dijual oleh pedagang langsung habis
terjual sehingga pedagang tidak perlu menambahkan boraks pada
ketupat. Jumlah sampel yang digunakan apabila sesuai dengan
prosedur, maka akan mendapatkan hasil yang akurat. Selain itu,
pada penelitian tidak adanya kontrol yang digunakan sebagai
pembanding hasil penelitian yang didapatkan.
b. Cara pengambilan dan penyimpanan sampel
Pengambilan sampel harus dilakukan dengan hati-hati sehingga
sampel yang digunakan tidak terkontaminasi oleh bahan lain dan
diharapkan sesuai dengan syarat pengambilan sampel. Penyimpanan
sampel harus disesuaikan dengn jenis bahan makanan dan harus
terhindar dari kontaminasi mikroorganisme. Pengiriman sampel
harus diperhatikan karena sampel yang digunakan harus utuh dan
tidak jatuh saat pengiriman ke laboratorium.
Pada praktikum ini sampel yang diambil langsung segera
dimasukkan ke kantong plastik dan di bawa ke laboratorium
sehingga tidak terkena cemaran.
c. Sikap praktikan saat praktikum
Kurangnya ketelitian dan kehati-hatian dalam melakukan
prosedur praktikum. Seperti, dalam memasukkan sampel ke tabung
reaksi, penambahan pereaksi, serta saat mengocok sampel yang
sudah ditambah pereaksi. Saat mengocok sampel yang sudah
ditambahkan aquades dan pereaksi I boraks apabila kurang hati-hati
akan menjadi kurang tercampur antara sampel dengan bahan yang
sudah ditambahkan. Saat melakukan praktikum, seperti penambahan
pereaksi harus dilakukan dengan benar sesuai dengan prosedur
sehingga dapat diperoleh hasil yang akurat.
Selain itu, semakin sedikit jumlah aquades yang ditambahkan ke
dalam sampel maka sampel akan semakin kering sehingga sulit
untuk membasahi kertas curcuma untuk melihat hasilnya. Kondisi
alat yang baik juga akan mempengaruhi dalam memperoleh hasil
yang akurat.
d. Sikap pedagang
Perlakuan dari pedagang terhadap sampel, seperti penambahan
bahan tambahan ke dalam makanan, proses pengolahan dan
penyajian bahan makanan yang dapat mempengaruhi kandungan
dari makanan. Perilaku pedagang atau penjual bahan makanan yang
memasukkan bahan tambahan makanan yang berbahaya (boraks)
pada makanan dalam jumlah yang lebih sedikit atau lebih banyak
dibandingkan range boraks yang dapat dideteksi melalui test kit
boraks, sehingga pada hasil percobaan dapat menunjukkan hasil
yang tidak akurat.
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
1. Ciri makanan yang mengandung boraks antara lain : warna mengkilap,
tahan lama, tekstur kenyal, tidak cepat membusuk dan rasa manis yang
bersifat alkali.
2. Metode yang digunakan dalam menguji kandungan boraks ada 2 yaitu
metode kuantitatif dan metode kualitatf.
3. Uji kandungan boraks pada sampel ketupat menunjukkan hasil negatif (-)
yang ditandai dengan tidak adanya perubahan warna agak kemerahan
pada kertas curcuma.

A. Saran
1. Bagi Pedagang
Dapat meningkatkan pengetahuan mengenai Bahan Tambahan Makanan
yang digunakan dalam makanan yang akan dijual. Agar tidak merugikan
kesehatan masyarakat.

2. Bagi Dinas Kesehatan


Perlunya melakukan pemeriksaan makanan pada pedagang, untuk
mengetahui standar kandungan makanan yang telah ditentukan dan dapat
mengatasi kerugian kesehatan masyarakat.

3. Bagi Mahasiswa
Dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pemeriksaan
boraks.

4. Bagi Masyarakat
Perlunya memahami kandungan makanan yang akan dibeli, agar mampu
mencegah penyakit.
5. Bagi Praktikum Selanjutnya
a) Dapat menggunakan lebih dari satu metode untuk mengidentifikasi
kandungan boraks secara kualitatif agar hasil lebih akurat.
b) Sebaiknya untuk uji laboratorium, dalam pengambilan sampel
dilakukan sekurang-kurangnya tiga kali dalam rentang waktu
yang berbeda agar lebih menguatkan hasil uji laboratorium.
c) Adanya pemeriksaan secara berkala tentang penggunaan boraks
pada lontong yang diproduksi oleh pedagang.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, Rizki. 2014.Identifikasi dan Penentuan Kadar Boraks dalam Lontong
yang Dijual di Pasar Raya Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(3)

Amir, dkk. 2014. Analisis Kandungan Boraks Pada Pangan Jajanan Anak di
SDN
Kompleks Lariangbangi Kota Makassar. Program Studi Ilmu Gizi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

Juniato, Choirul.2013. Analisis Boraks Pada Bakso Daging Sapi A dan B yang
Dijual di Daerah Surabaya Menggunakan Spektrofometri. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 (2).

Payu, Muzdhalifah dkk. 2014. Analisis Boraks Pada Mie Basah Yang Dijual Di
Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol.3 No.2.

Suntaka, Dwi Fitri A.L dkk. 2014. Analisis Kandungan Formalin dan Boraks Pada
Bakso yang Disajikan Kios Bakso Permanen Pada Beberapa Tempat di
Kota Bitung. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi.
Bitung.

Tutik, dkk. 2013. Tester Kit untuk Uji Boraks dalam Makanan. Jurnal Penelitian
Saintek. Vol. 18 No.1: 24 – 33.

Widayat, dandik. 2011. Uji Kandungan Boraks Pada Bakso (Studi Pada Warung
Bakso di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember). Skripsi. Bagian
Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Keselamatan Kerja Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.Jember.

Anda mungkin juga menyukai