Oleh :
Dea Meillyna Berandu Putri (01038210010)
Jocelin Azaria Widodo (01038210003)
Karelieta Renova (01038210039)
Salindri Nhariswari (01113210019)
Dosen Pengampu:
Apt. Yesiska Kristina Damanik, M.Sc.
Apt. Friska Dewi Sari Hutauruk, S. Farm.
Menurut Peraturan KemenKes RI, Tahun 2012 mengenai BTP, melarang penggunaan
boraks dan formalin ke dalam produk makanan apapun karena bisa mengancam kesehatan.
Makanan yang mengandung borak dan formalin mempunyai dampak berbeda sesuai dengan
dosis yang masuk ke dalam tubuh, jika dosis tinggi maka dapat menyebabkan keracunan hingga
kematian. Sedangkan, pada dosis rendah dapat memicu terjadinya kanker.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPOM menemukan sebanyak 176 sampel pangan
dengan persentase 33,4% dari seluruh parameter TMS di Indonesia positif mengandung boraks
(BPOM, 2019). Senyawa boraks yang ada pada sampel pangan dapat dideteksi dengan cara
sederhana, yaitu dengan menggunakan kunyit. Sudah sejak lama kunyit dipakai oleh masyarakat
Indonesia untuk bumbu masak, pengawet, dan obat tradisional.
1
1.2. Tujuan
Dalam pengujian kali ini diharapkan setiap praktikan dapat mengidentifikasi boraks dan
formalin yang disalahgunakan sebagai pengawet pada makanan.
2
BAB 2
TEORI DASAR
2.1 Pengawet pada Pangan
Pengawet merupakan komponen kimiawi yang ditambahkan oleh industri pangan dalam
produknya untuk mempertahankan kualitas dan kesegarannya seperti pada kondisi di awal.
Dengan kata lain, untuk melindungi kondisi pangan agar mikroorganisme dan jamur tidak
tumbuh pada permukaan maupun bagian dalam pangan dan tidak mengalami pembusukan.
Perkembangan industri semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktunya sehingga
regulasi-regulasi tetap mengalami penambahan dan revisi yang disesuaikan dengan kondisi asli
area industri pangan, regulasi ditetapkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Pengawet-pengawet yang diperbolehkan untuk ditambahkan ke dalam pangan berdasarkan
peraturan BPOM no.11 tahun 2019 meliputi natrium benzoat, kalium sorbat, natrium bisulfit,
kalsium propionate, dan natrium metabisulfit.
Fungsi dari regulasi dikeluarkan untuk mengatur pemakaian pengawet yang aman
dipakai sekaligus menjamin keamanan konsumen dalam mengonsumsi pangan yang diperoleh,
tetapi penerapannya masih belum dilakukan secara merata. Hal ini disebabkan oleh harga dari
pengawet aman memerlukan biaya yang besar untuk memperolehnya, maka terlihat industri
pangan berskala besar yang sudah terjamin menggunakan pengawet yang aman. Faktor tersebut
yang membuat industri atau pengusaha pangan berskala kecil memilih alternatif lain dengan
memperoleh pengawet ilegal dengan harga yang lebih murah untuk menghemat biaya produksi
dan mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin, pengawet yang lumrah untuk disalahgunakan
dan malah dicampurkan ke dalam pangan adalah formalin dan boraks.
2.2 Formalin
Formalin merupakan senyawa kimia dengan bentuk larutan, tidak berbau, dan tidak
berwarna mempunyai kandungan formaldehid dengan konsentrasi sebesar 37% dengan bentuk
awalnya berupa gas yang reaktif dan sangat beracun tetapi mudah untuk larut saat dicampurkan
ke dalam air serta memiliki kemampuan sebagai antimikroba (Lestar et al., 2022). Senyawa
kimia ini memiliki fungsi sebenarnya berupa bahan untuk mengawetkan mayat, desinfektan,
insektisida, dan bahan baku yang dipakai oleh industri plastik. Formalin sendiri berbahaya jika
disalahgunakan dan malah ditambahkan ke dalam pangan berupa bakso, tahu, mie basah, dan
3
daging segar akibat kemampuan antimikrobanya yang membuat kondisi pangan menjadi tahan
lebih lama dari pangan yang tidak ditambahkan oleh formalin sekaligus mudah didapatkan oleh
masyarakat umum (Rahmawati, 2022). Dampak yang diberikan oleh formalin saat sudah masuk
ke dalam tubuh untuk jangka panjang dapat sebagai pemicu kanker atau karsinogenik, memicu
terjadinya perubahan pada fungsi dan struktural dari sel pada tubuh, diare dengan feses sekaligus
kencing yang bercampur darah, muntah, dan peredaran darah mengalami kegagalan yang
menyebabkan kematian (Alifia et al., 2023), kemudian saat senyawa ini mengenai kulit maka
menimbulkan luka parah yang diikuti dengan rasa kering dan permukaan kulit menjadi kasar.
Ciri-ciri dari makanan yang mengandung formalin saat diamati secara langsung dapat dilakukan
percobaan terdiri atas tekstur yang susah untuk dihancurkan, bau menyengat yang diberikan oleh
pangan tersebut, dan tahan seharian dengan suhu ruang, serta tidak ada serangga menghinggap di
atas makanan yang mengandung formalin (Saputrayudi et al., 2018). Struktur kimia dari formalin
sendiri berupa H2CO atau CH2O yang terdiri dari molekul karbon, hidrogen, dan oksigen atau
secara singkat berupa gugus aldehid serta akibat gabungan molekul ini, formalin dapat mudah
terbakar saat terpapar oleh api dan berbahaya saat sudah berada di dalam sirkulasi sistemik darah
().
4
boraks berupa bakso, mie basah, tahu, kerupuk, dan nuget. Pangan-pangan yang telah dicampur
dengan boraks mempunyai ciri-ciri sebagai berikut tidak mudah untuk dihancurkan, sangat
kenyal atau renyah (untuk kerupuk), warna olahan pangannya lebih mencolok dibandingkan
warna aslinya, aroma yang diberikan lebih menyengat dari biasanya sampai serangga tidak mau
mendekati olahan pangan tersebut (Santi, 2017). Dampak yang diberikan oleh boraks tidak
secara langsung dapat dirasakan oleh orang tetapi saat sudah mengonsumsi pangan yang
mengandung boraks dalam jangka panjang dapat menimbulkan efek buruk terhadap kondisi saraf
pusat di otak, hati, dan ginjal (organ yang mengalami kerusakan yang paling tinggi, diakibatkan
oleh kondisi tertinggi boraks merusak jaringan sel itu di fase ekskresi pada ginjal).
5
BAB 3
METODE
2. Tabung reaksi 11
4. Beaker glass 50 ml 1
5. Spatula 1
7. Kertas saring 4
8. Gelas ukur 10 ml 1
9. Tube centrifuge 1
10 Centrifuge 1
3.1.2 Bahan
6
1. Aqua destillata q.s
2. KMnO4 1N q.s
3. AgNO3 3% q.s
4. Formalin q.s
5. Boraks q.s
7. Kunyit q.s
7
Kunyit dipotong kecil-kecil dan dihaluskan dengan mortir & stamper
Kertas saring dipotong menjadi persegi panjang dan dicelupkan ke filtrat kunyit
Endapan yang terbentuk diamati. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan putih
Kontrol negatif dibuat dengan aquadest + AgNO3 (tidak terbentuk endapan putih)
Kontrol positif dibuat dengan larutan boraks + AgNO3 (terbentuk endapan putih)
8
3.2.5. Identifikasi Kandungan Formalin Dengan Pereaksi Kalium Permanganate
Perubahan warna yang terjadi diamati. Hasil positif ditunjukkan dengan hilangnya warna ungu
dari larutan.
Kontrol positif dibuat dengan formalin + KMnO4 (larutan berwarna coklat muda/pekat)
9
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan Bersama
10
3. Boraks - -
dengan
Kertas
Turmerik
4.3. Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan pengujian kandungan boraks dan formalin yang
terdapat pada bakso yang dibeli dari pedagang bakso asongan. Jajanan dan bahan pangan yang
beredar saat ini tentunya tidak lepas dari minat masyarakat, baik pangan yang bermerk maupun
pangan yang diolah sederhana oleh masyarakat. Uji ini dilakukan secara kualitatif untuk melihat
keberadaan formalin dan boraks yang terdapat pada beberapa pangan di Indonesia. Digunakan
sampel pangan seperti bakso, tahu kuning, sosis, tahu kuning, tempe karena makanan tersebut
termasuk ke dalam pangan yang digemari dan dikonsumsi masyarakat.
Percobaan ini dilakukan menggunakan kalium permanganat sebagai (KMnO4) sebagai
pereaksi formalin, perak nitrat sebagai pereaksi boraks (AgNo3) dan kertas turmerik sebagai
indikator boraks. Pengujian ini diawali dengan membuat kontrol negatif kalium permanganat dan
perak nitrat yaitu dengan cara mencampurkan 1-3 tetes pereaksi ke masing masing tabung reaksi
yang sudah berisi aquadest 5 ml, sedangkan kertas turmerik dibuat dengan cara mencelupkan
potongan kertas saring ke dalam filtrat kunyit lalu dikeringkan. Untuk membuat filtrat sampel uji
maka bakso harus dihaluskan terlebih dahulu dan diberi aquadest lalu disentrifugasi dan
digunakan filtratnya.
Pengujian pertama adalah uji formalin dengan kalium permanganat (KmNO4) yang
memiliki prinsip adanya perubahan warna yang terjadi apabila mengandung formalin. Untuk
11
menguji kandungan formalin pada bakso maka perlu menambahkan 2 ml filtrat sampel ke dalam
tabung reaksi lalu ditetesi KMnO4 sebanyak 1 tetes dan dihomogenkan serta diamati reaksi
perubahan warna yang terjadi selama 30-60 menit. Terjadi perubahan warna pada tabung reaksi
setelah diamati lebih dari 30 menit, tabung reaksi yang semula berwarna pink keunguan berubah
menjadi coklat muda hingga pekat, hal ini menunjukkan adanya kandungan formalin pada
sampel ini. Reaksi ini bisa terjadi karena asam format pada formalin yang teroksidasi akan
mereduksi kalium permanganat dan membuat warnanya berubah menjadi coklat muda hingga
pekat.
Pengujian berikutnya adalah uji keberadaan boraks dengan menggunakan perak nitrat
(AgNo3), pengujian ini memiliki prinsip terbentuknya endapan karena adanya ikatan antara asam
borat dengan nitrat perat. Untuk menguji kandungan boraks ini maka diperlukan 1-3 ml filtrat
sampel yang dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditetesi AgNO3 sebanyak 1-3 tetes secara
perlahan lalu dihomogenkan dan diamati reaksi yang terjadi. Setelah didiamkan beberapa menit
tidak ada endapan yang terbentuk. Maka kemungkinan sampel bakso negatif mengandung
formalin.
Berikutnya yaitu pengujian boraks menggunakan kertas turmerik dengan prinsip
perubahan warna pada kertas turmerik menjadi merah bata sebagai indikator positif boraks, hal
ini terjadi karena representasi warna kurkumin dari kunyit akan memecah boraks menjadi asam
borat dan membentuk ikatan kompleks berwarna merah yang disebut dengan senyawa
rosacyanine.
12
Uji ini dilakukan dengan cara meneteskan filtrat sampel sebanyak 2-3 tetes keatas kertas
turmerik yang sudah kering, lalu diamati perubahan warnanya. Setelah mengering tidak ada
perubahan warna yang terjadi pada kertas turmerik. Berdasarkan kedua pengujian ini,
kemungkinan besar sampel tidak mengandung boraks karena tidak adanya endapan putih atau
perubahan warna yang muncul pada kedua pengujian.
13
BAB 5
KESIMPULAN
Berdasarkan pengujian ini dapat disimpulkan bahwa kemungkinan besar sampel bakso
yang diuji hanya mengandung formalin dan bebas boraks. Hal ini dibuktikan dengan adanya
perubahan warna dari pink keunguan menjadi coklat muda yang menandakan adanya reaksi asam
format pada formalin yang mereduksi warna dari kalium permanganat, sedangkan pada
pengujian boraks menggunakan perak nitrat tidak terbentuk endapan putih sama sekali dan pada
pengujian menggunakan kertas turmerik juga tidak terjadi perubahan warna sama sekali. Bahaya
dari bahan tambahan pangan (BTP) berbahaya tentunya akan menimbulkan efek samping yang
fatal bagi tubuh seperti penyakit hati, ginjal, bahkan bersifat karsinogenik/pemicu kanker. Hasil
yang didapatkan juga dipengaruhi oleh konsentrasi sampel yang mungkin kurang, maka dari itu
diperlukan pengujian lebih lanjut untuk memastikan kebenaran dari adanya BTP berbahaya ini.
0
DAFTAR PUSTAKA
Alifia, N., N., Marlina, T., E., & Utama, T., D. (2023). ANALISIS KANDUNGAN
BORAKS DAN FORMALIN PADA PRODUK OLAHAN DAGING YANG
DIJUAL OLEH UMKM DI KOTA BANDUNG. Jurnal Teknologi Hasil
Peternakan, 4(1), 62-73
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). (2019). Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2019 tentang BAHAN TAMBAHAN PANGAN. Jakarta: Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia
Juwita, A., Yulianis, Sanuddin, M. (2021). Uji Boraks pada Beberapa Kerupuk Mentah
dari Pasar Tradisional Kota Jambi. J. Sains Kes, 3 (3), 464-469
Lestari, I., Pratiwi, S., G., Yuliawati. (2022). ANALISIS KANDUNGAN FORMALIN
PADA IKAN ASIN KEPALA BATU YANG BERADA DI PASAR
TRADISIONAL KOTA JAMBI. JURNAL ILMIAH MANUNTUNG, 8(1),
47-54.
Santi, P., U., A. (2017). ANALISIS KANDUNGAN ZAT PENGAWET BORAKS PADA
JAJANAN SEKOLAH DI SDN SERUA INDAH 1 KOTA CIPUTAT.
HOLISTIKA : Jurnal Ilmiah PGSD. 1 (1), 57-62.
1
Tahir, Muliyati, et al 2019. IDENTIFIKASI PENGAWET DAN PEWARNA BERBAHAYA
PADA BUMBU GILING YANG DIPERJUALBELIKAN PASAR DAYA
MAKASSAR. Jurnal Media Laboran, 9 (1).