Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN

ENVIRONMENTAL HEALTH LABORATORY

PEMERIKSAAN PENGAWET MAKANAN BORAX DAN


FORMALDEHYDE/FORMALIN

Disusun Oleh :

ERICSON EKAPUTRA SAPURANGA

NIM.1913.1325.1362

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN LINGKUNGAN

STIKES WIDYAGAMA HUSADA

MALANG

2021
Lembar Persetujuan

Laporan

Environmental Health Laboratory

Pemeriksaan Pengawet Makanan Borax dan Formaldehyde/Formalin

Disusun Oleh :

ERICSON EKAPUTRA SAPURANGA

NIM. 1913.1325.1362

Malang, 10 Juni 2021

Menyetujui Untuk Diuji

(Septia Dwi Cahyani, S.KL., M.KL)


NDP. 2017.283
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia yang paling pokok.

Dengan semakin meningkatnya kesejahteraan manusia, makanan bukan

hanya merupakan alat atau sarana untuk memenuhi kebutuhan pokok, akan

tetapi sudah merupakan suatu kebutuhan akan penghargaan (harga diri,

status pengakuan).Dalam perekonomian modern sekarang ini, dimana

perdagangan semakin maju dan persaingan antar industri semakin tajam.

Pasar yang dihadapi oleh perusahaan sekarang ini bukan lagi seller market,

akan tetapi buyer market yaitu pasar ada ditangan pembeli. Pembeli berhak

memilih dan menggunakan uangnya terhadap barang-barang dan faktor-

faktor lain yang berhubungan dengan barang tersebut. Selain masalah

persaingan usaha karena adanya produk sejenis yang ditawarkan

pengusaha lain, pengusaha juga menghadapi masalah mengenai tingkat

keamanan dan kesehatan dari makanan itu sendiri. Terlebih hampir

sebagian besar pelanggan Warung Makan Ulegfood adalah mahasiswa-

mahasiswi akademi kesehatan yang tinggal di area warung (Syahrizal,

2014).

Bahan Tambahan Pangan (BTP) yaitu bahan yang ditambahkan ke dalam

makanan maupun minuman untuk memengaruhi bentuk pangan. Bahan

tambahan pangan tidak mempunyai nilai gizi yang sengaja ditambahkan ke

dalam pangan pada proses pembuatan, pengelolahan, penyiapan,

perlakuan, pengemasan dan lain-lain (BPOM, 2019).

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang

mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau


memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau peruraian yang

disebabkan oleh mikroba. Tetapi tidak jarang produsen menggunakannya

pada pangan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa

simpan atau memperbaiki tekstur (Tahir et al., 2019).

Boraks termasuk zat pengawet yang berbahaya dan tidak diizinkan

penggunaannya dalam makanan. Dalam industri kimia boraks sering

digunakan untuk pembuatan logam, pengawet kayu dan pembasmi kecoa.

Dalam industri makanan boraks sering ditambahkan pada produk bakso,

tahu, mie, lontong atau ketupat, bahkan sayuran dalam pecel agar kelihatan

lebih segar (Lestari et al., 2021). Boraks dapat merusak sel-sel pada tubuh

antara lain susunan saraf pusat, ginjal dan hati. Gejala yang sering

dirasakan oleh orang yang mengkonsumsi makanan yang mengandung

boraks adalah mual, muntah, diare, kram perut, iritasi kulit, dan kejang-

kejang (Lestari et al., 2018) & (Hartati, 2017).

Formaldehid atau disebut juga formalin merupakan zat kimia berbahaya

bagi manusia sehingga sangat dilarang digunakan sebagai bahan baku

makanan, tetapi masih banyak produsen makanan seperti dalam pembuatan

mie basah, lontong, ketupat, tahu, bakso, sosis, bahkan dalam pembuatan

kecap masih menggunakan bahan formalin sebagai bahan tambahan untuk

mengawetkan makanan (Dewi, 2019). Penelitian yang dilakukan (Sudjarwo)

mengatakan apabila formalin masuk melalui saluran pencenaan akan

menyebabkan nyeri hebat disertai inflamasi, ulserasi dan nekronis membran

mukosa lambung (Sudjarwo et al., 2013).

Berdasarkan penelitian Dewi (2019) diharapkan masyarakat umum dapat

lebih hati-hati dan selektif dalam memilih makanan dengan melihat kualitas

gizi, kebersihan dan bentuk fisiknya dan masyarakat dapat menggunakan


ekstrak kulit buah naga untuk mendeteksi formalin pada makanan sebagai

pengendalian terhadap formalin.

Penelitian (Ichya’uddin, 2014) menunjukkan dari total 40 sampel hasil

sampling yang ada di beberapa pasar tradisional wilayah Tuban, 28 sampel

atau 70 % sampel diantaranya positif mengandung formalin yang terdiri dari

18 sampel ikan asin teri dan 10 sampel ikan asin layang. Hasil analisis

keberadaan boraks pada bakso diwilayah kota mataram 0% (negatif) tidak

ada mengandung boraks yaitu pedagang dengan kode B1, B2, B3. B4 B5,

B6, B7, B8, B9 B.10, B11, B12. (100% tidak ada yang menggunakan boraks)

(Saputrayadi, 2018)

Berdasarkan penelitian Saputrayadi et al (2018) pengendalian terhadap

boraks dan formalin dapat dilakukan dengan tidak mengkonsumsi bakso

yang mengandung bahan pengawet yang berbahaya dengan lebih selektif

dalam memilih pedagang bakso, kemudian melakukan beberapa uji lanjutan

untuk memastikan keberadaan bahan tambahan makanan yang berbahaya

pada produk bakso yang diteliti.

1.2 Tujuan Praktikum

1. Mengetahui prosedur pemeriksaan kandungan borax dan formalin;

2. Mengetahui kandungan bahan kimia pada makanan (borax dan formalin;

3. Mengetahui kadar borax dan formalin pada makanan.


BAB II

METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat

2.1.1 Praktikum

Waktu : Selasa, 8 Juni 2021 pukul 12.37 - 13.48 WIB

Tempat : Laboratorium Dasar Terpadu STIKES Widyagama Husada

Malang Kampus A

2.1.2 Pengambilan Sampel

1. Sosis

Waktu : Minggu, 6 Juni 2021 pukul 10.00 WIB

Tempat : Jl. Sudimoro

Pengambil sampel : Esa Dahil Helsinky

2. Cilok

Waktu : Selasa, 8 Juni 2021 pukul 11.00 WIB

Tempat : Jl. Taman Borobudur Indah

Pengambil sampel : Berlina Nitrya Sitaresmi

3. Cimol

Waktu : Selasa, 08 Juni 2021 pukul 08.52 WIB

Tempat : Jl. Jatimulyo

Pengambil sampel : Berlina Nitrya Sitaresmi

4. Kerupuk

Waktu : Selasa, 08 Juni 2021 pukul 08.00 WIB

Tempat : Jl. Sudimoro

Pengambil sampel : Berlina Nitrya Sitaresmi


2.2 Alat dan Bahan

2.2.1 Alat

1. Beaker glass 6. Rak tabung

2. Gelas ukur 7. Timbangan digital

3. Tabung reaksi 8. Spatula

4. Borax pipet 9. Aluminum foil

5. Mortar dan pestle

2.2.2 Bahan

1. Sampel uji 5. Colour chart borax

2. Aquades 6. Reagen Fo-1 28 ml

3. Tisu 7. Reagen Fo-2 3 gr

4. Borax test 8. Colour chart formalin

2.3 Prosedur Pengambilan Sampel

1. Memotong sampel menjadi bagian-bagian kecil (mencacah) dan

menghaluskan menggunakan mortar, dan pestle;

2. Menyiapkan beaker glass dan memasukkan sampel makanan 25 gr

dalam volume 50 ml aquades dan menghancurkan dengan mengaduk

sampel sampai larut seluruhnya.

2.4 Prosedur Pemeriksaan Sampel

2.4.1 Borax

1. Menyiapkan tabung reaksi, memasukkan atau menambahkan sampel

yang sudah larut dengan aquades dalam tabung reaksi sebanyak 5 ml;

2. Menambahkan/memasukkan 3 tetes reagent “Borax”, mengaduk sampai

tercampur rata;

3. Menyiapkan “Curcumin Paper (kertas borax)”, meneteskan sampel pada

perlakuan “3“ pada permukaannya 1 - 2 tetes dan mendiamkan beberapa

saat, dapat juga diangin-anginkan “Curcumin Paper (kertas borax)”;


4. Jika sample mengandung Borax (B4O72-) akan membentuk perubahan

warna dari kuning menjadi merah. Untuk lebih meyakinkan bandingkan

dengan standard borax yang di perlakukan sebagai sampel;

5. Membandingan dengan deret standart warna borax untuk mengetahui

kandungan borax pada sample.

2.4.2 Formalin

1. Membilas beberapa kali tabung uji dengan sampel yang akan diukur;

2. Memasukkan sampel ke dalam tabung uji masing-masing;

3. Menambahkan 5 tetes reagen Fo-1, kemudian mengaduk hingga rata.

(posisi dalam menambahkan reagen harus Fo-1 harus tegak

lurus/vertikal);

4. Pada sampel uji menambahkan 1 level Microspoon hijau (peres) yang

terdapat pada tutup reagen Fo-2.

5. Mendiamkan selama 5 menit, memasukkan kedua tabung uji ke dalam

comparator geser, kemudian geser comparator sepanjang skala warna

sampai mendapatkan/mencapai warna yang cocok.


BAB III

HASIL PRAKTIKUM

1.1 Hasil Pemeriksaan Sampel Makanan Borax dan Formaldehyde/Formalin

Tabel 1. Hasil pemeriksaan kandungan borax pada sampel makanan

cimol dan kerupuk.

No Sampel
Gambar Keterangan
. Pemeriksaan

1. Cimol 0 mg/L

2. Kerupuk 50 mg/L

Berdasarkan tabel 1. Terlihat jelas hasil dari pemeriksaan kandungan

borax pada sampel makanan cimol adalah 0 mg/L dan makanan kerupuk

adalah 50 mg/L.
Tabel 2. Hasil pemeriksaan kandungan formalin pada sampel makanan

sosis dan cilok.

Sampel
No. Gambar Keterangan
Pemeriksaan

1. Sosis 0,1 mg/L

2. Cilok 0 mg/L

Berdasarkan tabel 2. Terlihat jelas hasil dari pemeriksaan

kandungan formalin pada sampel makanan sosis adalah 0,1 mg/L dan

makanan cilok adalah 0 mg/L.


BAB IV

PEMBAHASAN

1.1 Analisa Prosedur

Pengambilan sampel dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan

pemeriksaan. Sampel makanan cimol diambil dari pedagang disekitar Jl.

Jatimulyo dan makanan kerupuk diambil dari pedagang disekitar Jl.

Sudimoro. Sedangkan sampel makanan sosis diambil toko sekitar Jl.

Sudimoro dan makanan cilok diambil dari pedagang disekitar Jl. Taman

Borobudur Indah.

Praktikum dilaksanakan di laboratorium dasar terpadu kampus A STIKES

Widyagama Malang, semua sampel makanan dibawa ke laboratorium

kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital dengan alumunium foil

sebanyak 25 gram. Semua sampel makanan yang telah ditimbang

selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan mortar dan pestle. Sampel

makanan yang telah dihaluskan, setelah itu memasukkan ke dalam beaker

glass dan menambahkan aquades sebanyak 50 ml. Beaker glass adalah alat

penampung cairan yang dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan.

Fungsinya hampir sama dengan erlenmeyer namun perbedaannya adalah

beaker glass memiliki mulut bercucuk yang lebar dan diameter mulut sama

dengan diameter bagian dasar sehingga sesuai untuk proses pengadukan

dengan spatula (Hafsan, 2014). Aquades diperoleh dari hasil penyulingan

atau biasa disebut dengan proses destilasi atau biasa juga disebut air murni.

Pada dasarnya aquades diperoleh dengan cara menguapkan air pada

temperatur didihnya kemudian uap air didinginkan dengan suhu rendah

sehingga terjadi proses pengembunan (Bernad, 2019). Jenis aluminium foil

banyak digunakan oleh beberapa industri-industri rumah tangga karena

sifatnya sempurna, tidak tembus cahaya, tidak bisa dilalui oleh gas,
hermetis, fleksibel, serta dapat dimanfaatkan untuk mengemas bahan-bahan

yang peka terhadap cahaya dan bahan-bahan yang berlemak seperti yogurt

dan margarin (Mansur et al., 2021). Timbangan digital merupakan alat ukur

untuk mengukur masa benda atau zat dengan tampilan digital. Dalam

pemanfaatannya timbangan digunakan di berbagai bidang, dari bidang

medis/kesehatan, bidang perdagangan, industri sampai perusahaan jasa

(Handayani et al., 2013). Kemudian mendiamkan beberapa saat hingga

sampel makanan mengendap dengan aquades yang ada dalam beaker

glass.

4.1.1 Analisa Prosedur Borax

Pemeriksaan kandungan borax diawali dengan menyiapkan tabung

reaksi, memasukkan atau menambahkan sampel yang sudah larut

dengan aquades dalam tabung reaksi sebanyak 5 ml. Kemudian

menambahkan atau memasukkan 3 tetes reagent “Borax”, dan

mengaduk sampai tercampur rata. Setelah itu, menyiapkan “Curcumin

Paper (kertas borax)”, meneteskan sampel pada perlakuan “3“ pada

permukaannya 1-2 tetes dan mendiamkan beberapa saat, dapat juga

diangin-anginkan “Curcumin Paper (kertas borax)”. Jika sample

mengandung Borax (B4O72-) akan membentuk perubahan warna dari

kuning menjadi merah. Kemudian membandingkan dengan standar

deret standart warna borax untuk mengetahui kandungan borax pada

sample. Setelah itu mencatat hasil hasil pemeriksaan.

Metode pemeriksaan yang digunakan ialah metode colorimetric,

Metode yang dimaksud merupakan metode kolorimetri yaitu suatu

metode yang terjadi karena adanya perubahan warna akibat adanya

ion/senyawa (Satheshkumar et.al., 2014). Reagen Curcumax mampu

mendeteksi boraks dalam bakso hingga konsentrasi 0,5%. Reagen ini


praktis dan mudah digunakan di lapangan (Arifin et al., 2012). Reagen

Curcumax dan kertas kunyit mempunyai prinsip yang sama, yaitu di

dalam rimpang kunyit terdapat kandungan minyak atsiri kurkumin yang

merupakan indikator bagi natrium tetraboraks atau asam boraks yang

memberikan warna merah oranye dan diubah menjadi hijau gelap oleh

penambahan ammonia, tetapi menjadi merah oranye bila ditambahkan

asam Grynkiewicz and Slifiski (2012).

4.1.2 Analisa Prosedur Formalin

Pemeriksaan kandungan formalin diawali dengan membilas

beberapa kali tabung uji dengan sampel yang akan diukur, kemudian

memasukkan sampel ke dalam tabung uji masing-masing. Setelah

sampel dimasukkan ke dalam tabung uji masing-masing,

menambahkan 5 tetes reagen Fo-1, kemudian mengaduk hingga rata

(posisi dalam menambahkan reagen harus Fo-1 harus tegak

lurus/vertikal). Setelah perlakuan tersebut, menambahkan 1 level

Microspoon hijau (peres) reagen Fo-2 pada sampel uji. Kemudian

mendiamkan selama 5 menit, memasukkan kedua tabung uji ke dalam

comparator geser, kemudian geser comparator sepanjang skala warna

sampai mendapatkan/mencapai warna yang cocok, dan catat hasil

pemeriksaan.

Test Kit Formalin dengan terdiri dari cairan pereaksi I formalin dan

serbuk pereaksi II formalin. Langkah-langkah pemeriksaan

laboratorium yang dilakukan diurut secara sistematis sampel yang

telah diambil masukkan kedalam tabung reaksi dan diberi label,

kemudian meneteskan 3-5 tetes cairan pereaksi I formalin, tutup

tabung reaksi dengan menggunakan kapas, tambahkan 1 mg serbuk

pereaksi II formalin, kocok tabung reaksi, diamkan selama 5 menit.


Lihat perubahan warna yang muncul. Bila terdapat perubahan warna

menjadi ungu maka berarti bakso tersebut mengandung formalin

(Faradila et al., 2014).

4.2 Analisa Hasil

4.2.1 Borax

Hasil pemeriksaan kandungan borax pada sampel makanan cimol

dan kerupuk, kemudian kandungan formalin pada sampel makanan

sosis dan cilok adalah sebagai beikut :

1. Hasil pemeriksaan borax pada sampel makanan cimol adalah 0

mg/L dan sampel makanan kerupuk adalah 50 mg/L. Menurut

Peraturan Menteri Kesehatan RI No.033 tahun 2012 Tentang

Bahan Tambahan Pangan, boraks merupakan salah satu dari jenis

bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam produk

makanan. Maka berdasarkan PerMenkes tersebut sampel

makanan cimol tidak melebihi baku mutu karena tidak ada

kandungan boraks didalamnya, sedangkan sampel makanan

kerupuk melebihi baku mutu karena ditemukan adanya boraks

didalam sampel makanan tersebut.

Dosis pemakian tertinggi yaitu 10- 20 gr/kg berat badan orang

dewasa dan 5 gr/kg berat badan orang dewasa dan 5 gr/kg berat

badan anak-anak akan menyebabkan keracunan bahkan kematian.

Sedangkan dosis terendah yaitu dibawah 10/20 gr/kg berat badan

orang dewasa dan kurang dari 5 gr/kg berat badan anak-anak (Fitri et

al, 2018).

Berdasarkan penelitian diharapkan masyarakat dapat dengan

cermat mengenali mana bakso yang mengandung boraks

berdasarkan kondisi fisik bakso. Diharapkan para pengelola bakso


juga dapat menghindari penggunaan bahan toksik boraks sebagai

bahan tambahan pada baksonya, mengingat dampak berbahaya

yang dapat dihasilkan dari penggunaan bahan toksik boraks tersebut.

Masyarakat juga diharapkan dapat mengganti boraks dengan bahan

tambahan pangan alami (Haq, 2014).

4.2.2 Formalin

1. Hasil pemeriksaan formalin pada sampel makanan sosis adalah

0,1 mg/L dan sampel makanan cilok adalah 0 mg/L. Menurut

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP)

formalin tidak boleh ada dimakanan sebagai bahan pengawet.

Maka berdasarkan PerMenkes tersebut sampel makanan sosis

sedikit melebihi baku mutu karena ditemukannya sedikit

kandungan formalin didalamnya, sedangkan sampel makanan

cilok tidak melebihi baku mutu karena tidak ditemukan adanya

formalin didalam sampel makanan tersebut.

Formaldehida yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah 1,5 mg

hingga 14 mg per hari atau dalam larutan 0,1 ppm dapat ditoleransi,

jika melebihi ambang batas adapat menyebabkan gangguan pada

organ dan sistem dari tubuh manusia (Adriana et al, 2018).

Formalin ini biasanya digunakan sebagai bahan baku industri,

serta larutan dari formaldehida ini sering dipakai membunuh bakteri

serta mengawetkan bangkai, dan lain-lainnya. Penggunaan formalin

pada makanan tidak diperbolehkan karena dapat menyebabkan

keracunan pada tubuh manusia. Gejala keracunan formalin yang

dapat dilihat antara lain adalah mual, sakit perut yang akut disertai

muntah-muntah, diare berdarah, timbulnya depresi susunan syaraf


dan gangguan peredaran darah, dan dapat menyebabkan kematian

(Suhaera & Saputri, 2019).

Penggunaan formalin pada bahan makanan yaitu untuk

mengawetkan produk agar tahan lama serta penggunaannya yang

mudah. Murahnya harga formalin menjadi faktor yang membuat

produsen dan pedagang menggunakannya sebagai bahan tambahan

makanan untuk meraih keuntungan yang lebih besar, serta didukung

oleh perilaku konsumen yang memilih produk yang awet dan tahan

lama dengan harga murah (Adawyah, 2011).

Dosis pemakian tertinggi yaitu 10- 20 gr/kg berat badan orang

dewasa dan 5 gr/kg berat badan orang dewasa dan 5 gr/kg berat

badan anak-anak akan menyebabkan keracunan bahkan kematian.

Sedangkan dosis terendah yaitu dibawah 10/20 gr/kg berat badan

orang dewasa dan kurang dari 5 gr/kg berat badan anak-anak (Fitri et

al, 2018). Berdasarkan penelitian Arumsari et al., (2017) untuk

manajemen pasar hendaknya dapat melakukan pengawasan pangan

dengan Rapid Test Kit yang beredar di lingkup, termasuk

pengawasan supplier secara berkala dan konsisten. Bagi Pemerintah

Provinsi dan Kabupaten/Kota, khususnya untuk dinas-dinas terkait

seperti dinas perdagangan dan perindustrian, dinas pasar, dinas

kesehatan, dinas komunikasi dan informasi hendaknya terus

mengawasi sarana distribusi formalin, menegakkan regulasi

perdagangan dan penggunaan formalin serta menyampaikan

informasi, edukasi, dan penyuluhan bahayanya penggunaan formalin

bagi industri pangan.


BAB V

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

1. Pemeriksaan borax dan formalin pada sampel makanan telah

sesuai dengan prosedur praktikum yang ada;

2. Hasil pemeriksaan borax pada sampel makanan cimol adalah 0

mg/L dan sampel makanan kerupuk adalah 50 mg/L. Menurut Peraturan

Menteri Kesehatan RI No.033 tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan

Pangan, boraks merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan

pangan yang dilarang digunakan dalam produk makanan. Maka

berdasarkan PerMenkes tersebut sampel makanan cimol tidak melebihi

baku mutu karena tidak ada kandungan boraks didalamnya, sedangkan

sampel makanan kerupuk melebihi baku mutu karena ditemukan adanya

boraks didalam sampel makanan tersebut;

3. Hasil pemeriksaan formalin pada sampel makanan sosis adalah

0,1 mg/L dan sampel makanan cilok adalah 0 mg/L. MenurutPenelitian

(Ichya’uddin, 2014) menunjukkan dari total 40 sampel hasil sampling

yang ada di beberapa pasar tradisional wilayah Tuban, 28 sampel atau

70 % sampel diantaranya positif mengandung formalin yang terdiri dari

18 sampel ikan asin teri dan 10 sampel ikan asin layang. Maka

berdasarkan PerMenkes tersebut sampel makanan sosis sedikit melebihi

baku mutu karena ditemukannya sedikit kandungan formalin didalamnya,

sedangkan sampel makanan cilok tidak melebihi baku mutu karena tidak

ditemukan adanya formalin didalam sampel makanan tersebut.

1.2 Saran
1. Perlunya pemeriksaan lebih lanjut pada sampel makanan yang tidak

memenuhi baku mutu, agar diketahui bagaimana cara pencegahan serta

pengendalian yang tepat dan juga perlu pemeriksaan pada sampel makanan

lain untuk diketahui apakah ditemukan adanya kandungan bahan pengawet

atau tidak, yang bisa membahayakan konsumen;

2. Disarankan bagi masyarakat untuk selalu selektif dalam memilih makanan

yang akan di konsumsi dan meminimalisir konsumsi terhadap makanan-

makanan yang menggunakan bahan pengawet;

3. Memonitoring penggunaan bahan pengawet, dalam industri makanan dan

bagi pedagang yang menjalankan usaha ataupun produk yang

menggunakan bahan pengawet tersebut.

1.
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2011. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arifin, M., Wijaya, A, E., Kusumawardani, A, S., Lutfatin, R, I., Astuti, E, D. 2012.

Laporan Akhir PKM-P Curcumax Reagen Praktis Penguji Kandungan Boraks

pada Bakso. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2019. Bahan

tambahan pangan. Jakarta: BPOM.

Bernad, L, F. 2019. Analisis Mesin Penghasil Aquades Menggunakan Mesin

Siklus Kompresi Uap Dengan Pengaruh Putaran Kipas Sebelum Evaporator.

Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma.

Yogyakarta.

Dewi, S, R. 2019. Identifikasi Formalin Pada Makanan Menggunakan Ekstrak

Kulit Buah Naga. Jurnal Nasional Ilmu Kesehatan (JNIK), 2(1): 45-51.

Faradila., Alioes, Y., Elmatris. 2014. Identifikasi Formalin pada Bakso yang Dijual

pada Beberapa Tempat di Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 3(2):

156-158.

Grynkliewicz, G., Slifiski, P. 2012. Curcumin and Curcuminoid in Quest for

Medicinal Status. ACTA ABP. 59 : 205.

Hafsan. 2014. Mikrobiologi Analitik. Makassar: Alauddin University Press.

Hartati, K, F. 2017. Analisis Boraks Secara Cepat, Mudah, dan Murah Pada

Kerupuk. Jurnal Teknologi Proses dan Inovasi Industri, 2(1): 33.

Hidayani, T, U., Miharani, T., Rahman, A., Hermanto, D. 2013. Rancang Bangun

Timbangan Buah Digital Dengan Keluaran Berat Dan Harga. [Online].


Palembang; [cited 2016 5 16]. Available from:

http://eprints.mdp.ac.id/id/eprint/917

Ichya’uddin, M. (2014). Analisis Kadar Formalin dan Uji Organoleptik Ikan Asin

dibeberapa Pasar Tradisional di Kabupaten Tuban

Lestari, A, L., Puspita, M, L. 2018. Kandungan Zat Gizi Makanan Khas

Yogyakarta. Yogyakarta: UGM Press. Hal: 152.

Lestari, D., Dewi, M., Ningsih, S, C., Hidayati. 2021. Identifikasi Boraks Pada

Pentol Bakso di Kelurahan Air Hitam Dengan Pereaksi Kulit Buah Naga

Merah (Hylocereus Polyhizus). Jurnal Riset Kefamasian Indonesia, 3(1): 58-

64.

Mansur, S, R., Patang., Sukainah, A. 2021. Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama

Penyimpanan Terhadap Kualitas Dangke. Jurnal Pendidikan Teknologi

Pertanian, 7(1): 53-66.

Saputrayadi, A., Asmawati., Marianah, Suwati. 2018. Analisis Kandungan Boraks

dan Formalin Pada Beberapa Pedagang Bakso di Kota Mataram. Jurnal

AGROTEK, 5(2): 107-116.

Saputrayadi, A., Asmawati., Marianah, Suwati. 2018. Analisis Kandungan Boraks

dan Formalin Pada Beberapa Pedagang Bakso di Kota Mataram. Jurnal

AGROTEK, 5(2): 107-116.

Sartono. 2012. Racun dan Keracunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Satheshkumar, A., Mossalamy, E.H., Manivannan, R., Parthiban, C., Al-Harbi, L.

M., Kosa, S., Elango, K, P. 2014. Anion Induced Azo-Hydrazone


Tautomerism for The Selective Colorimetric Sensing of Fluoride Ion,

Spectrochim. Acta, Part A, 128, 798-805.

Sudjarwo., Darmawati, A., Hariyanti, V, W. 2013. Penetapan Kadar Formalin

dalam Ayam Potong yang diambil di Pasar Tradisional Surabaya Timur.

Jurnal Fakultas Farmasi. Surabaya: Universitas Airlangga.

Suhaera, H, M., Saputri, T, A. 2019. Analisis Kualitatif Formalin pada Ikan Asin di

Pasar Jodoh Kota Batam. Jurnal Farmasi Indonesia, 16(2): 307-314.

Syahrizal, (2014). Usaha Pengelolaan Makanan Untuk Meningkatkan Kualitas

Makanan Di Warung Makan Ulegfood Bantul. Khasanah Ilmu-Jurnal

Pariwisata Dan Budaya, 5(1).

Tahir, M., Nardin., Nurmawati, J. 2019. Identifikasi Pengawet dan Pewarna

Berbahaya Pada Bumbu Giling yang Diperjualbelikan di Pasar Daya

Makassar. Jurnal Media Laboran, 9(1): 21-28.

Fitria, M. A., et al. 2018. Identifikasi Makanan Yang Mengandung Boraks Dengan

Menggunakan Kunyit Di Desa Bulusidokare, Kecamatan Sidoarjo,

Kabupaten Sidoarjo. Journal Of Science And Social Development, 1(1): 9-

15.

Adriani., et al. 2018. Analysis Of Formaldehyde Preservatives In Wet Anchovy

(Stolephorus Sp.) From Traditional Markets In Makassar City, South

Sulawesi. Journal Indonesia Chimica Acta, 11(1): 1-4.

Haq, M, N. 2014. Analisis Faktor Resiko Pencemaran Bahan Toksik Boraks Pada

Bakso di Kelurahan Ciputat Tahun 2014. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Arumsari, G, P., Krianto, T., Wispriyono, B. 2017. Perilaku Penggunaan Formalin

Pada Pedagang Dan Produsen Mie Basah dan Tahu di Provinsi DKI Jakarta.

Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas (JKMA), 11(1): 39-48.


LAMPIRAN DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai