Anda di halaman 1dari 31

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Boraks atau sodium tetraborate decahydrate adalah mineral dengan toksisitas yang rendah. Umumnya boraks digunakan dalam berbagai produk misalnya produk insektisida, fungisida, herbisida, detergen (boraks juga merupakan prekursor dari sodium perborate monohidrate yang digunakan sebagai bahan untuk membuat detergen), bahan tambahan dalam pembuatan kaca, keramik dan boraks juga dapat dilarutkan di dalam air dan digunakan untuk membersihkan emas dan perak. Dewasa ini boraks sering disalahgunakan sebagai bahan tambahan pangan yaitu bahan pengawet makanan, seperti dalam pembuatan mie basah, lontong, ketupat, tahu, bakso, sosis, bahkan dalam pembuatan kecap. Hal ini sering dilakukan mengingat sifat dari boraks tersebut dapat menghambat kerusakan makanan oleh mikroorganisme (bakteri dan jamur) sehingga proses pembusukan dan pengasaman akibat penguraian dapat dicegah. Data Surveilans Keamanan Pangan Badam POM RI tahun 2010 mengungkapkan penyalahgunaan boraks sebesar 8,80%. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/IX/1988, boraks dan senyawanya merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam produk makanan. Meskipun begitu, boraks masih digunakan oleh masyarakat karena berfungsi sebagai pengawet.

1.2.

Perumusan Masalah Perumusan masalah pada karya tulis ini adalah bagaimanakah aspek medis dan hukum keracunan boraks

1.3.

Tujuan 1.3.1. 1.3.2. Tujuan Umum Mengetahui aspek medis dan hukum keracunan boraks. Tujuan Khusus 1. Mengetahui definisi racun dan keracunan 2. Mengetahui sifat kimia dan fisika boraks 3. Mengetahui metabolisme boraks 4. Mengetahui penggunaan boraks dalam masyarakat 5. Mengetahui tanda dan gejala keracunan boraks 6. Mengetahui cara pemeriksaan pada kasus keracunan boraks 7. Mengetahui penanganan kasus keracunan boraks 8. Mengetahui cara identifikasi boraks pada makanan 9. Mengetahui aspek hukum penyalahgunaan boraks

1.4.

Manfaat Penyusunan referat ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak : 1. Bagi civitas akademika dapat memberikan suatu pemahaman mengenai kasus keracunan boraks terutama dalam aspek medis dan hukum. 2. Membantu perkembangan ilmu kedokteran dan sebagai bahan reevaluasi terhadap penggunaan boraks sebagai bahan tambahan pangan di Indonesia. 3. Sebagai dasar untuk penyusunan karya tulis maupun penelitian lain selanjutnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.

DEFINISI A.1.Keracunan Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorpsi, menempel pada kulit, atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil dapat mengakibatkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia (Brunner & Suddarth, 2001). Menurut buku Ilmu Kedokteran Forensik Universitas Indonesia, racun merupakan zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian. Racun dapat diserap melalui pencernaan, hisapan, intravena, kulit, atau melalui rute lainnya. Reaksi dari racun dapat seketika itu juga, cepat, lambat, atau secara kumulatif. Keracunan atau intoksikasi menurut WHO adalah kondisi yang mengikuti masuknya suatu zat psikoaktif yang menyebabkan gangguan kesadaran, kognisi, persepsi, afek, perilaku, fungsi dan respon psikofisiologis. Sumber lain menyatakan bahwa keracunan dapat diartikan sebagai setiap keadaaan yang menunjukkan kelainan multisistem dengan keadaan yang tidak jelas. Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi tosik, baik kecelakaan dan karena kesengajaan merupakan kondisi bahaya kesehatan.(1)

A.2. Boraks Boraks berasal dari bahasa arab yaitu BOURAQ yang berarti kristal lunak yang mengandung unsur-unsur boron, berwarna putih atau transparan dan larut dalam air. Boraks dalam nama ilmiahnya dikenal sebagai natrium tetraborate decahydrate. Boraks mempunyai nama lain natrium biborat, natrium piroborat, natrium tetraborat yang seharusnya
3

hanya digunakan dalam industri non pangan. Boraks dipasaran terkenal dengan nama pijer, petitet, dan bleng.

Gambar 1. Boraks

B.

SEJARAH BORAKS Boraks telah digunakan selama ribuan tahun di China dan negaranegara Timur Tengah. Di daerah-daerah tersebut, boraks masih sering digunakan sebagai pengawet makanan, bahan pembersih, dan sebagai antiseptik. Diperkirakan bahwa boraks digunakan di Cina sekitar 900 SM untuk pengilap kaca. Di waktu yang sama boraks digunakan di Arab sebagai bahan finishing emas. Marco Polo dianggap berperan dalam meluasnya penggunaan boraks, karena membangun rute perdagangan yang segera membawa boraks ke Eropa. Kristal boraks buatan manusia pertama dibuat pada tahun 1702 oleh Wilhelm Homberg yang merupakan boraks dengan campuran dan mineral asam dengan air. Air menguap meninggalkan kristal boraks dan sering disebut "garam Homberg. Peneliti Eropa segera menemukan sifat senyawa tersebut sebagai antiseptik ringan dan dapat digunakan untuk mencuci mata. Deposito boro n Turki, yang dikenal sejak abad ke-13, mulai ditambang secara besar-besaran pada tahun 1861. Deposito boraks pada tahun 1870-an ditemukan di Nevada dan Death Valley, California. Saat itu dikenal tim dengan dua puluh keledai yang membawa boron mengarungi gurun di Amerika.(2)

C. 1.

SIFAT BORAKS Sifat Fisik Boraks umumnya dalam bentuk padat atau serbuk kristal dalam suhu kamar, dan boraks berwarna putih atau tidak berwarna. Boraks tidak memiliki bau jika dihirup menggunakan indera pencium, tidak larut dalam alkohol dan stabil pada suhu serta tekanan normal. (3,6) 2. Sifat Kimia Boraks mempunyai rumus kimia Na2B4O2(H2O)10 dengan berat molekul 381,43 dan mempunyai kandungan boron sebesar 11,34 %. Boraks bersifat basa lemah dengan pH (9,15-9,20). Boraks umumnya larut dalam air, kelarutan boraks berkisar 62,5 g/L pada suhu 25C dan kelarutan boraks dalam air akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu air dan boraks tidak larut dalam senyawa alkohol. Boraks merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak diizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat. (3,4,6)

Gambar 2. Stuktur Kimia Boraks D. PENGGUNAAN BORAKS Kegunaan boraks yang sebenarnya adalah sebagai zat antiseptik, obat pencuci mata (barie acid 30%), salep (Boorsalp) untuk menyembuhkan penyakit kulit, salep untuk mengobati penyakit bibir (Borax-gliserin), dan pembasmi semut (barie acid borax). 1. Farmasi dan Kosmetik Boraks merupakan antiseptik ringan serta asam ringan yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan eksternal tubuh. Umumnya digunakan dalam cairan lensa kontak, desinfektan mata,
5

obat vagina, bedak bayi, preparat anti-penuaan dan preparat lain yang memiliki fungsi serupa.(2) 2. Suplemen Nutrisi Boraks dan senyawa boraks lainnya semakin sering digunakan untuk suplemen gizi sebagai sumber boron. Diperkirakan bahwa boron memiliki peran dalam kesehatan tulang dan sendi serta memiliki efek mengurangi gejala arthritis. Penting untuk dicatat bahwa efek kesehatan dari boraks dan suplemen yang berbahan dasar boraks didasarkan pada studi yang sangat baru dan atau hanya didasarkan pada klaim-klaim produsen dari suplemen. Tidak boleh dianggap bahwa boraks harus langsung dicerna sebagai suplemen atau karena alasan lainnya. (2) 3. Penghambat pembakaran Boraks menghambat pelepasan gas mudah terbakar dari pembakaran material selulosa, seperti katun, kayu, dan produk berbahan kertas. Boraks juga melepaskan kimia terikat air untuk mengurangi pembakaran, sebuah Char karbon terbentuk yang selanjutnya menghambat pembakaran. Futon, matras, furnitur berlapis, isolasi, dan papan gypsum yang barang-barang umum menggunakan boraks sebagai flame retardant.
(2)

4.

Plastik dan Tekstil Digunakan sebagai pelapis, dan produk industri lainnya juga mengandung boraks untuk memperkuat kemampuan menahan paparan api.
(2)

5.

Kaca dan Fiberglass Kaca mengandalkan boraks dan boraks sejenis lainnya untuk meningkatkan ketahanan suhu dan ketahanan kimia kaca. Bola lampu halogen, ovenware, perangkat kaca microwaveable, gelas laboraksorium, dan banyak barang kaca sehari-hari disempurnakan dengan penambahan boraks. Boraks juga membantu dalam proses fiberization dari fiberglass, digunakan dalam ski, papan sirkuit, dan aplikasi lain yang sejenis. (2)

6.

Pengawet kayu dan Pengendalian hama Boraks digunakan mengontrol jamur dan serangga. Jamur adalah tanaman yang tidak mengandung klorofil dan harus mengambil sumber makanan dari luar (seperti selulosa kayu). Senyawa boron menghambat pertumbuhan jamur dan telah terbukti merupakan pengawet kayu yang baik. Demikian pula, boraks digunakan dalam kolam renang dan spa sebagai pengganti klorin yang lebih lembut. Asam, boraks, dan garam lainnya biasanya digunakan untuk memperlembut air kolam renang dan mencegah kontaminasi. (2) Boraks adalah zat alami, dan sangat populer sebagai pengontrol serangga. Tidak seperti semprotan untuk membunuh lebah atau semut, boraks tidak membunuh serangga karena kontak dengan bahan kimia. Sebaliknya, ia bertindak sebagai pengering yang dehidrasi banyak serangga dengan menyebabkan retakan kecil atau celah di eksoskeleton mereka. Keasinan boraks juga mengganggu metabolisme elektrolitik serangga yang sangat sederhana. (2)

7.

Penggunaan boraks dalam makanan Saat ini, kasus keracunan makanan bukan hal yang asing. Berdasarkan hasil investigasi dan pengujian laboratorium yang dilakukan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (POM) di Jakarta, ditemukan sejumlah produk makanan seperti ikan asin, mie basah, tahu, dan bakso yang memakai boraks dan formalin sebagai pengawet. Produk makanan yang berformalin dan boraks tidak hanya ditemukan di sejumlah pasar tradisional, tetapi sering pula ditemukan di berbagai supermarket di berbagai wilayah di tanah air. Padahal perlu kita ketahui bahwa penggunaan boraks umumnya untuk pembersih dan insektisida yang bersifat toksik atau beracun untuk manusia. Adanya bahan aditif dan pengawet berbahaya dalam makanan ini sebenarnya sudah lama menjadi rahasia umum. Akan tetapi, masalah klasik tersebut seringkali muncul menjadi pembicaraan hangat dengan kembali ditemukannya sebagai pengawet tersebut pada berbagai jenis bahan makanan yang dikonsumsi sehari-hari.
7

Pangan yang paling banyak mengandung boraks adalah mie basah, bakso, makanan ringan dan kerupuk. Lebih dari 99% sampel mie kering tidak mengandung boraks. Data hasil pemeriksaan boraks pada beberapa bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 1 (Badan POM, 2004) (SUCI LESTARI USU, IDENTIFIKASI BORAKS DALAM BAKSO DENGAN REAKSI NYALA, 2011) http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/25615.

8.

Penggunaan lainnya Boraks umumnya digunakan dalam metalurgi sebagai pengeras dan mempererat paduan baja serta untuk membantu dalam pelapisan logam. Digunakan dalam pelapis keramik dan enamel, bahan perekat, sebagai pelumas, dan dalam banyak produk industri lainnya.

E.

TOKSIKOKINETIK E.1. Absorbsi Absorbsi dari boraks umumnya dapat melalui jalur saluran pernafasan, saluran pencernaan dan kulit yang terluka. a. Saluran Pencernaan Dari beberapa studi yang dilakukan boraks umumnya diabsorbsi secara baik melalui saluran pencernaan, umumnya boraks akan diabsorbsi secara cepat dalam saluran cerna yaitu >90% boraks yang masuk secara oral akan diabsorbsi melalui saluran cerna dalam waktu 3 jam dan akan terabsorbsi secara lengkap dalam 24 jam. b. Saluran Pernafasan

Boraks dapat diabsorbsi melalui saluran pernafasan, dan umumnya jumlah inhalasi boraks melalui saluran pernafasan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya kapasitas reservoir di saluran nafas bagian atas dan sistem pernafasan di saluran nafas berupa sistem mukosillier. c. Kulit Dari studi yang dilakukan terhadap manusia boraks tidak dapat diabsorbsi melalui kulit yang utuh, walaupun didapatkan bukti bahwa boraks dapat diabsorbsi melalui kulit apabila terjadi kerusakan pada kulit. E.2. Distribusi Dari studi yang dilakukan terhadap binatang didapatkan bahwa distribusi dari senyawa boraks adalah dalam bentuk asam borat yang tidak terdisossiasi dan akan terdistribusi pada semua jaringan. Terutama distribusi dari boraks adalah di tulang, dimana konsentrasinya bisa mencapai 2-3 kali lipat dari konsentrasi di plasma dan di jaringan adiposa dimana konsentrasinya mencapai 20% dari plasma. E.3. Metabolisme Boraks umumnya tidak dimetabolisme di dalam tubuh, hal ini disebabkan oleh karena diperlukan energi yang besar (523kJ/Mol) untuk memecah ikatan antara oksigen dengan boron. E.4. Ekskresi Boraks umumnya akan diekskresikan >90% melalui urine dalam bentuk yang tidak dimetabolisir. Waktu paruh dari senyawa kimia boraks adalah sekitar 20 jam, namun pada kasus dimana terjadi konsumsi dalam jumlah yang besar maka waktu eliminasi senyawa boraks akan berbentuk bifasik yaitu 50% dalam 12 jam serta 50% lainnya akan diekskresikan dalam waktu 1-3 minggu. Selain diekskresi melalui urine, boraks juga

diekskresikan dalam jumlah yang minimal melalui saliva, keringat dan feces.(3,4,5) F. INTOKSIKASI F.1. Intoksikasi akut Umumnya intoksikasi akut pada senyawa boraks mempunyai waktu laten yaitu umumnya dibutuhkan waktu beberapa jam untuk menimbulkan gejala-gejala keracunan boraks. Boraks memiliki dosis lethal (LD50 untuk orang dewasa adalah 15-20 gram, LD50 untuk untuk anak-anak adalah 5 gram dan LD50 untuk bayi adalah 1-3 gram). Gejala intoksikasi akut boraks : 1. Gejala saluran pencernaan : mual, muntah, nyeri perut dan diare. 2. Gejala neurologis : nyeri kepala, halusinasi, tremor dan kejang. 3. Gejala sistem urinarius : menimbulkan gagal ginjal akut (ATN/ Acute Tubular Necrosis) sehingga dapat menyebabkan oligouria sampai anuria. 4. Gejala pada sistem intergumentum : pada konsumsi boraks dalam dosis tinggi secara oral dapat menimbulkan erythema pada kulit wajah, telapak tangan, telapak kaki, daerah bokong dan skrotum dalam waktu 24 jam, kemudian diikuti proses deskuamasi atau dermatitis eksfoliatif setelah 1-2 hari timbul perubahan warna gejala tersebut mirip penyakit Ritters syndrome. 5. Gejala intoksikasi akut yang berat : umumnya akan menimbulkan gangguan neurologis yang berat (penurunan kesadaran sampai koma) bahkan sampai meninggal. Umumnya pada pasien yang meninggal akibat intoksikasi akut boraks ditemukan adanya edema serebri, gagal ginjal akut akibat ATN dan hepatitis.(3,4)

10

F.2. Intoksikasi kronik 1. Gejala intoksikasi kronik pada saluran pernafasan Gejala intoksikasi kronik saluran pernafasan berupa iritasi saluran pernafasan seperti rhinitis dan umumnya gejala iritasi pada saluran bersifat transient tidak bersifat menetap. 2. Gejala intoksikasi kronik pada saluran pencernaan Gejala intoksikasi kronik pada saluran pencernaan berupa gejala mual, muntah, nyeri perut, kadang-kadang terdapat perubahan warna lidah menjadi kemerahan (red glossy tongue) dan sering mengalami sariawan yang berulang. 3. Gejala intoksikasi kronik pada sistem neurologis Gejala intoksikasi kronik sistem neurologis dapat berupa letargi, tremor, kejang dan penurunan kesadaran sampai terjadinya koma. 4. Gejala intoksikasi kronik pada sistem intergumentum Gejala intoksikasi kronik sistem intergumentum dapat berupa erythema pada kulit bahkan sampai terjadi ulseratif, bahkan dapat menyebabkan rontoknya rambut sampai terjadi alopesia. 5. Gejala intoksikasi kronik pada sistem immunologik Gejala intoksikasi kronik pada sistem immunologik berupa gangguan proliferasi dari sel limfosit sehingga dapat menimbulkan kerentanan terhadap infeksi. 6. Gejala intoksikasi kronik pada sistem endrokrin Pada penelitian yang dilakukan pada tikus percobaan gejala intoksikasi kronik pada sistem endrokrin berupa gangguan pada hormon LH (Luteinezing Hormone) dan FSH (Folikel Stimulation Hormone) sehingga dapat menggangu kesuburan, namun efek tersebut pada manusia masih dalam tahap penelitian oleh US. EPA. 7. Gejala intoksikasi pada sistem reproduksi Pada hasil percobaan yang dilakukan pada tikus percobaan didapatkan hasil bahwa pada tikus jantan didapatkan adanya gangguan spermatogenesis, hal ini diduga karena sel sertoli yang terdapat pada testis merupakan salah satu target organ pada senyawa boraks dan
11

tikus betina didapatkan adanya gangguan ovulasi, akibat terganggunya hipothalamus-pituitary axis. 8. Efek reproduktif dan teratogenik pada intoksikasi kronik Efek terhadap sistem reproduktif akibat intoksikasi kronik boraks yang didapat dari hasil penelitian terhadap tikus biasanya disebabkan oleh karena terganggunya hipothalamus-pituitary axis yang menyebabkan gangguan ovulasi pada tikus betina serta degeratif dari epitel spermatogenik atau sel sertoli, namun efek terhadap sistem reproduktif tersebut sangat bergantung pada dosis. 9. Efek karsinogenik dan mutagenik. Dari hasil studi yang dilakukan selama 2 tahun pada binatang percobaan tidak didapat kan adanya aktifitas karsinogenik yang disebabkan oleh senyawa boraks.asam melalui boraks carcinogen dan boraks diklasifikasikan oleh US.EPA assessment

guidelines 2005 tidak bersifat karsiogenik pada manusia (3,4,5) G. PEMERIKSAAN KERACUNAN SECARA UMUM a. Pemeriksaan Luar 1. Bau yang tercium Ini dapat diperoleh petunjuk racun apa kiranya yang ditelan oleh korban. Pemeriksa dapat mencium bau minyak tanah pada penelanan larutan insektisida, bau kutu busuk pada malation, mau amonia, fenol (asam karbolat), lisol, alkohol, eter, kloroform dan lain-lain. 2. Adanya busa atau buih halus sukar pecah Pada mulut dan hidung dapat ditemukan adanya busa, kadang-kadang disertai bercak darah. 3. Bercak coklat Kadang dapat ditemukan luka bakar kimiawi berupa bercak berwarna coklat agak mencekung di kulit yang terkena insektisida bersangkutan.

12

4. Pakaian Pada pakaian dapat ditemukan bercak-barcak yang disebabkan oleh tercecernya racun yang ditelan atau oleh muntahan. Misalnya bercak berwarna coklat karena asam sulfat atau kuning karena asam nitrat. 5. Bercak-bercak racun Dari distribusi racun dapat diperkirakan cara kematian, bunuh diri, kecelakaan atau pembunuhan. Pada kasus bunuh diri distribusi bercak biasanya teratur pada bagian depan dan tengah dari pakaian, pada kecelakaan tidak khas, sedangkan pada kasus pembunuhan distribusi bercak racun biasanya tidak beraturan (seperti disiram). 6. Lebam mayat Warna lebam mayat merah kebiruan gelap. Kadang warna lebam mayat yang tidak biasa juga mempunyai makna, karena pada dasarnya adalah manifestasi warna darah yang tampak pada kulit. b. Pemeriksaan Dalam 1. Darah berwarna lebih gelap dan encer. 2. Busa halus di dalam saluran nafas. 3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat, berwarna gelap dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah. 4. Ptekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang jantung daerah aurikuloventrikuler, subpleura visceralis paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fissura interlobularis, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglottis dan daerah subglotis. 5. Edema paru : bau dari zat pelarut mungkin dapat dideteksi, misalnya bau minyak tanah, bensin, terpentin atau bau seperti mentega yang tengik. Dalam lambung akan ditemukan cairan yang terdiri dari dua lapis, yang satu adalah cairan lambung dan lapisan lainnya adalah lapisan larutan insektisida.

13

c. Pemeriksaan Toksikologi Dari pemeriksaan pada kasus-kasus yang mati akibat racun umumnya tidak akan dijumpai kelainan-kelainan yang khas yang dapat dijadikan pegangan untuk menegakkan diagnosa atau menentukan sebab kematian karena racun suatu zat. Jadi pemeriksaan toksikologi mutlak harus dilakukan untuk menentukan adanya racun pada setiap kasus keracunan atau yang diduga mati akibat racun. Setelah mayat korban dibedah oleh dokter kemudian diambil dan dikumpulkan jaringan-jaringan atau organ-organ tubuh si korban untuk dijadikan barang bukti dan bahan pemeriksaan toksikologi. Prinsip pengambilan sampel pada keracunan adalah diambil sebanyak-banyaknya setelah disishkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan histopatologis. Secara umum sampel yang harus diambil adalah : 1. Lambung dengan isinya. 2. Seluruh usus dengan isinya dengan membuat sekat dengan ikatanikatan pada usus setiap jarak sekitar 60 cm. 3. Darah yang berasal dari sentral (jantung), dan yang berasal dari perifer (v.jugularis, a. femoralis dan sebagainya) masing-masing 50 ml dan dibagi 2 yang satu diberi bahan pengawet (NaF 1%), yang lain tidak diberi bahan pengawet. 4. Hati sebagai tempat detoksifikasi, tidak boleh dilupakan, hati yang diambil sebanyak 500 gram. 5. Ginjal, diambil keduanya, yaitu pada kasus keracunan dengan logam berat khususnya, dan bila urine tidak tersedia. 6. Otak diambil 500 gram, khusus untuk keracunan khloroform dan keracunan sianida, hal tersebut dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang mempunyai kemampuan untuk meretensi racun walaupun telah mengalami pembusukan. 7. Urine diambil seluruhnya, penting oleh karena pada umumnya racun akan dieksresikan melalui urine, khususnya untuk tes penyaring pada keracunan narkotika, alkohol, dan stimulan.

14

8. Empedu sama halnya dengan urine diambil oleh karena tempat ekskesi berbagai racun terutama narkotika. 9. Pada kasus khusus dapat diambil : a. Jaringan sekitar suntikan dalam radius 5-10 sentimeter. b. Jaringan otot, yaitu dari tempat yang terhindar dari kontaminasi, misalnya muskulus psoas sebanyak 200 gram. c. Lemak di bawah kulit dinding perut sebanyak 200 gram. d. Rambut yang dicabut sebanyak 10 gram. e. Kuku yang dipotong sebanyak 10 gram. f. Cairan otak. Cairan tubuh sebaiknya diperiksa dengan jarum suntik yang bersih atau baru. 1. Darah seharusnya selalu diperiksa pada gelas kaca, jka pada gelas plastik darah yang bersifat asam dapat melumerkan polimer plastik dari plastik itu sendiri, karena dapat membuat keliru pada analisa gas kromatografi. 2. Pada pemeriksaan spesimen darah, selalu diberi label pada tabung sampel darah : a. Pembuluh darah femoral b. Jantung Pada kasus mayat yang tidak diotopsi : 1. Darah diambil dari vena femoral. Jika vena ini tidak berisi, dapat diambil dari subclavia. 2. Pengambilan darah dengan cara jarum ditusuk pada trans-thoracic secara acak, secara umum tidak bisa diterima, karena bila tidak berhati-hati darah bisa terkontaminasi dengan cairan dari esophagus, kantung pericardial, perut atau cavitas pleura. 3. Urine diambil dengan menggunakan jarum panjang yang dimasukkan pada bagian bawah dinding perut terus sampai pada tulang pubis.

15

Pada mayat yang diotopsi : 1. Darah diambil dari vena femoral. 2. Jika darah tidak dapat diambil dari vena femoral, dapat diambil dari vena subklavia, aorta, arteri pulmonalis, vena cava superior dan jantung. 3. Darah seharusnya diberi label sesuai dengan tempat pengambilan. 4. Pada kejadian yang jarang terjadi biasanya berhubungan dengan trauma massif, darah tidak dapat diambil dari pembuluh darah tetapi terdapat darah bebas pada rongga badan. Bahan pengawet yang dipergunakan adalah : (a) Alkohol absolute. (b) Larutan garam jenuh. (c) Natrium fluoride 1%. (d) Natrium fuorida + natrium sitrat. (e) Natrium benzoate dan phenyl mercuri nitrate. Alkohol dan larutan garan jenuh digunakan untuk sampel padat atau organ. Naf 1% dan campuran NaF dengan Na sitrat digunakan untuk sample cair, sedangkan natrium benzoate dan phenyl mercuri nitrat khusus untuk pengawetan urin. Untuk wadah pemeriksaan toksikologi idealnya diperllukan minimal 9 wadah, karena masing-masing bahan pemeriksaan ditempatkan secara tersendiri, tidak boleh dicampur, yaitu : (a) Dua buah toples masing-masing 2 liter untuk hati dan usus. (b) Tiga buah toples masing-masing 1 liter untuk lambung beserta isinya, otak dan ginjal. (c) Empat buah botol masing-masing 25 ml untuk darah (2 buah) urine dan empedu. Apabila pemeriksaan toksikologi dilakukan di institusi lain, maka pengiriman bahan pemeriksaan harus memenuhi kriteria :
16

(a) Satu tempat hanya berisi satu contoh bahan pemeriksaan. (b) Contoh bahan pengawet harus disertakan untuk control. (c) Tiap tempat yang telah terisi disegel dan diberi label yang memuat keterangan mengenai tempat pengambilan bahan, nama korban, bahan pengawet dan isinya. (d) Disertakan hasil pemeriksaan otopsi secara singkat jika mungkin disertakan anamnesis dan gejala klinis. (e) Surat permintaan pemeriksaan dari penyidik harus

disertakan dan memuat identitas korban dengan lengkap dan dugaan racun apa yang menyebabkan intoksikasi. (f) Hasil otopsi dikemas dalam kotak dan harus dijaga agar botol tertutup rapat sehingga tidak ada kemungkinan tumpah atau pecah pada saat pengiriman. Kotak diikat dengan tali yang setiap persilangannya diikat mati serta diberi lakban pengaman. (g) Penyegelan dilakukan oleh Polisi yang mana juga harus dibuat berita acara penyegelan dan berita acara ini harus disertakan dalam pengiriman. Demikian pula berita acara penyegelan barang bukti lain seperti barang bukti atau obat. Dalam berita acara tersebut harus terdapat contoh kertas pembungkus, segel, atau materi yang digunakan. (h) Pada pengambilan contoh bahan dari korban hidup, alkohol tidak dapat dipakai untuk desinfektan local saat pengambilan darah, hal ini untuk menghilangkan kesulitan dalam penarikan kesimpulan bila kasus menyangkut alkohol. Sebagai gantinya dapat digunakan sublimate 1% atau mercuri klorida 1%.

17

Setelah semua proses pemeriksaan diatas dilakukan oleh ahli kedokteran kehakiman maka hasil pemeriksaan tersebut dituangkan ke dalam sebuah surat yaitu surat visum et repertum. Setelah dibuat berdasarkan aturan yang berlaku maka surat tersebut sudah dapat digunakan sebagai alat bukti di dalam proses peradilan.(10)

d. Pemeriksaan Khusus Intoksikasi Boraks Pemeriksaan intoksikasi boraks dapat diperiksa kadar senyawa boron didalam darah, jaringan dan urine dengan menggunakan metode kolorimetrik atau spektrometrik atom bertemperatur tinggi, namun kadar dari boron yang diukur umumnya tidak berkorelasi dengan manifestasi klinis yang timbul.(8,9) H. PENANGANAN KERACUNAN BORAKS Apabila terjadi keracunan boraks, lakukan tindakan sebagai berikut : Apabila boraks tertelan atau terminum, bilas lambung dengan air hangat. Berikan larutan pencahar yang mengandung garam (saline cathartics) dengan 15-30 g sodium sulfat dalam air. Berikan cairan infus untuk mengurangi dehidrasi akibat muntah dan diare. Atasi shock dengan oksigen, intravenoer plasma, atau transfusi darah. Apabila terjadi kejang-kejang, berikan obat barbiturat yang aksinya pendek (short acting barbiturate). I. Berikan obat-obat pencegah infeksi (antibiotik). Bila perlu berikan obat-obat analeptika, seperti caffeine sodium benzoat. Pengobatan selanjutnya simptomatis untuk kerusakan kulit. Sebaiknya segera bawa ke dokter terdekat.(10,11)

IDENTIFIKASI BORAKS DALAM MAKANAN Identifikasi boraks pada makanan di laboratorium, ada 2 metode yang dapat digunakan : a. Metode Nyala Api
18

Alat : - Cawan petri - Pinset - Furnace - Mortar dan penggerus - Korek api - Pipet ukur - Kompor

Bahan : H2SO4 Metanol Air kapur jenuh Kertas Lakmus Cara Kerja : o Siapkan alat dan bahan. o Tumbuk sample hingga halus dengan mortar, kemudian timbang sample sebanyak 3 gram sample. o Masukkan ke dalam cawan petri, dan atur pH dengan menambahkan air kapur jenuh hingga suasana menjadi asam, diukur dengan kertas lakmus. o Setelah asam, kemudian masukkan cawan petri ke dalam furnace. o Tambahkan 5 ml H2SO4 pekat, aduk sampai homogen hingga larutan menjadi asam (lakmus biru menjadi merah), tambahkan 10 ml methanol kemudian nyalakan. Jika nyala api berwarna hijau maka dinyatakan adanya asam borat dan boraks. b. Metode Kertas Curcuma Alat : Waterbath Kompor Pemijar (Movel Furnace) Cawan porselin Corong
19

10 ml 2 ml

- Mortar dan penggerus - Pipet ukur - Rak tabung reaksi - Tabung reaksi - Sendok

Pengaduk kaca Bahan : Kertas saring Kertas curcuma Amonia Sample makanan Air kapur jenuh Kertas lakmus HCl 10% Cara Kerja :

- Timbangan

o Bahan makanan atau minuman kurang lebih 20 gram (sebelumnya dihaluskan dulu) masukkan ke dalam cawan porselin. o Tambahkan larutan kapur jenuh sampai basa (lakmus merah menjadi biru). o Isatkan dalam waterbath. o Panaskan di atas kompor. o Pijarkan sampai menjadi abu, kemudian kerjakan sebagai berikut : Sebagian abu dimasukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan HCl 10% sampai menjadi asam, saring dengan kertas saring, celupkan kertas curcuma ke dalam air hasil saringan, jika kertas curcuma memerah kembali dengan asam tambahkan amoniak menjadi hijau biru tua maka dinyatakan adanya asam borat dan boraks.(13) c. Test kit boraks dari easy test. Metode uji boraks yang mudah dan praktis. Produknya terdiri dari dua botol reagen uji (untuk 50 kali pemakaian) dan botol reaksi.

20

Gambar 3. Produk test kit boraks dari easy test

Prosedur pemakaian test kit boraks untuk analisis cepat kandungan boraks adalah sebagai berikut : a. Bahan uji berupa padatan Cincang atau lumatkan dengan digerus bahan yang akan diuji, ambil setengah sendok teh dan masukkan dalam botol uji yang telah disediakan. Campur dengan 10 ml air mendidih. Aduk dan biarkan dingin. Tambahkan 5 ml HCl teknis dan 4 tetes reagen cair. Tutup botol dan kocok dengan kuat. Ambil kertas uji dan celupkan ke dalam botol sampai terendam sebagian. Keringkan di bawah terik matahari atau diangin-anginkan. Setelah kering amati bagian kertas uji yang tadi dibasahi. Jika terbentuk warna merah bata berarti bahan yang diuji positif mengandung boraks. b. Bahan uji berupa cairan Ambil 1 sendok makan bahan yang akan diuji (5ml) dan 4 tetes reagen cair. Tutup botol dan kocok dengan kuat. Ambil kertas uji dan celupkan ke dalam botol sampai terendam sebagian. Keringkan di bawah terik matahari atau diangin-anginkan. Setelah kering amati bagian kertas uji yang tadi dibasahi. Jika terbentuk warna merah bata berarti bahan yang diuji positif mengandung boraks.(4,5)
21

J.

ASPEK HUKUM BAHAN TAMBAHAN PANGAN a) Peraturan Perundang-undangan Yang Mengatur Tentang Produk Makanan Yang Mengandung Bahan-Bahan Berbahaya Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/ Per/IX/1988, Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (temasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakkan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut. Penggunaan bahan tambahan pangan dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Dampak penggunaannya dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat. Penyimpangan dalam penggunaannya akan membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda sebagai penerus pembangunan bamgsa. Di bidang pangan kita memerlukan sesuatu yang lebih baik untuk masa yang akan datang, yaitu pangan yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi dan lebih mampu bersaing dalam pasar global. Kebijakan keamanan pangan (food safety) dan pembangunan gizi nasional (food nutrient) merupakan bagian integral dari kebijakan pangan nasional, termasuk pengunaan bahan tambahan pangan.(11) Beberapa bahan tambahan pangan yang bisa digunakan dalam makanan antara lain (Depkes RI, 1988) : 1. Enzim Bahan tambahan pangan yang berasal dari hewan, tanaman atau jasad renik yang dapat menguraikan makanan secara enzimatik. Biasa untuk mengatur proses fermentasi makanan. Contoh : amilase dari

22

aspergillus niger untuk tepung gandum dan rennet dalam pembuatan keju. 2. Penambahan gizi Bahan tambahan pangan berupa asam amino, mineral atau vitamin, baik tunggal maupun campuran yang dapat memperbaiki atau memperkaya gizi makanan. Contoh : asam askorbat, feri fosfat, inositol, tokoferol, vitamin A, B12 dan vitamin D. 3. Humektan Bahan tambahan pangan yang dapat menyerap lembab sehingga dapat mempertahankan kadar air dalam makanan. Contoh : gliserol untuk keju, es krim dan sejenisnya dan triaseti untuk adonan kue. 4. Antibusa Bahan tambahan pangan yang dapat menghilangkan busa yang dapat timbul karena pengocokan atau pemasakan. Contoh : dimetil polisiloksan pada jeli, minyak dan lemak, sari buah dan buah nanas kalengan, silikon dioksida amorf pada minyak dan lemak. BTP yang tidak diizinkan atau dilarang digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI No.1168/Menkes/Per/X/1999 adalah : 1. Natrium tetraborat (boraks) 2. Formalin (formaldehyd) 3. Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils) 4. Kloramfenikol (chloramphenicol) 5. Kalium klorat (potassium chlorate) 6. Dietilpirokarbonat (diethylepirokarbonate DEPC) 7. Nitrofurazon (nitrofurazone) 8. P-Phenetilkarbamida ethoxyphenyl urea) 9. Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt) 10. Rhodamin B (pewarna merah) 11. Methanil yellow (pewarna kuning) 12. Dulsin (pemanis sintesis)
23

(p-phenethycarbamide,

dulcin,

4-

13. Potasium bromat (pengeras). Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan juga diatur tentang bahan-bahan tambahan pangan atau makanan, antara lain : Pasal 10 : (1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan; (2) Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses produksi pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1); Dalam Pasal 11 juga disebutkan: ...Bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan pangan, tetapi belum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia, wajib terlebih dahulu diperiksa keamanannya, dan penggunaannya dalam kegiatan atau proses produksi pangan untuk diedarkan dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari pemerintah.....(9) b) Akibat Hukum Dari Produk Makanan Yang Mengandung BahanBahan Berbahaya Pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan maupun peraturan yang berkaitan dengan keamanan makanan baik di tingkat produksi maupun di tingkat distribusi. Peraturan perundangundangan yang menjadi dasar bagi pengambilan tindakan atau penghukuman atas perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kerugian atau bahaya kepada konsumen dalam berbagai bentuk perundanganperundangan, yang telah ada seperti : (14)
24

1. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, antara lain : a. Pasal 111 (1) Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan pada standar dan/atau persyaratan kesehatan. (2) Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang berisi: a) Nama produk; b) Daftar bahan yang digunakan; c) Berat bersih atau isi bersih; d) Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan makanan dan minuman kedalam wilayah Indonesia; dan e) Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa. (4) Pemberian tanda atau label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara benar dan akurat. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian label sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (6) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar, persyaratan kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. b. Pasal 112 Pemerintah berwenang dan bertanggung jawab mengatur dan mengawasi produksi, pengolahan, pendistribusian makanan, dan minuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109, Pasal 110, dan Pasal 111.

25

2. Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, antara lain : (a) Pasal 8 yaitu: setiap orang dilarang menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran makanan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi; (b) Pasal 20 ayat (1): setiap orang yang memproduksi pangan untuk diperdagangkan wajib menyelenggarakan sistem jaminan mutu, sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi; (c) Pasal 21 huruf (a): setiap orang dilarang mengedarkan pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia; (d) Pasal 26 huruf (b): setiap orang dilarang memperdagangkan pangan yang mutunya berbeda atau tidak sama dengan mutu yang dijanjikan; (e) Pasal 55 yaitu: barang siapa dengan sengaja bertentangan dengan Pasal 8, Pasal 21 huruf (a), Pasal 26 huruf (b) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000; (enam ratus juta rupiah); 3. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, antara lain : (a) yang : 1. Tidak memenuhi atau sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; 2. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan pada label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut; Pasal 8 ayat (1) yaitu: pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan /atau jasa

26

3. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut; 4. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan atau pemanfaatan yang paling baik atau barang tertentu; 5. Tidak label; 6. Tidak memasang label atau memuat informasi penjelasan mengenai barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat samping, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat; 7. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; (b) Pasal 62 ayat (1) yaitu: pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000; (dua milyar rupiah).(9,12,14) mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan halal yang dicantumkan dalam

27

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN Boraks dengan nama kimia natrium tetraborat (NaB4O7 10H2O). Dapat dijumpai dalam bentuk padat dan jika larut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam borat (H3BO3). Boraks biasa digunakan sebagai bahan pembuat deterjen, bersifat antiseptik dan mengurangi kesadahan air . Sebagian besar masyarakat masih belum mengetahui secara pasti dampak penggunaan boraks pada produk makanan padahal dalam jumlah tertentu sangat berbahaya bagi kesehatan karena dapat menimbulkan keracunan dengan gejala akut seperti mual,muntah bahkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan neurologis. Boraks dapat terserap ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan, saluran pernafasan maupun kulit yang terluka. Boraks tidak mengalami metabolisme dalam tubuh sehingga keberadaan boraks dalam tubuh dapat terdeteksi dari urin. Pemerintah dalam undang undang kesehatan telah mengatur mengenai bahan tambahan pangan, namun penegakan hukum belum dilakukan secara tegas dalam menindak oknum yang menyalahgunakan boraks sebagai bahan tambahan pangan. SARAN 1. Masyarakat diharapkan secara proaktif meningkatkan pengetahuannya mengenai penyalahgunaan boraks sebagai bahan tambahan pangan dan harus lebih jeli dalam memilih makanan dalam upaya menghindari efek buruk dari boraks bagi tubuh. 2. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan perlu menyusun program kegiatan sebagai bentuk edukasi dalam upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyalahgunaan boraks sebagai bahan

28

tambahan pangan yang pada gilirannya dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia dalam konteks makro. 3. Pengawasan yang lebih ketat oleh pemerintah dan pengambilan tindakan tegas sangat dibutuhkan, seperti mengirimkan pengawas-pengawas pemerintah ke daerah-daerah tertentu dan membuat undang-undang mengenai boraks.

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Budianto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Munim A, Herpian S, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia; 1997. P 71. 2. Rose Mill Company. What is boric acid?. Available at http://www.natbat.com/What%20Is%20Boric%20Acid.pdf. November 2012. 3. National Pesticide Information Center. Boric Acid Technical Fact Sheet. Available at: http://npic.orst.edu/factsheets/borictech.pdf . Accessed 18 November 2012. 4. United States Enviromental Protection Agency. Health Effects Support Document for Boron. Available at: http://www.epa.gov/ogwdw/ccl/pdfs/reg_determine2/healtheffects_ccl2reg2_boron.pdf . Accessed 18 November 2012.
5. Forest Health Protection USDA Forest Service. Human Health and Ecological

Accessed

18

Risk

Assessment

for

Borax

Final

Report.

Available

at

http://www.fs.fed.us/foresthealth/pesticide/pdfs/022406_borax.pdf . Accessed 19 November 2012.


6. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22602/4/Chapter%20II.pdf

Accessed 18 November 2012.


7. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20996

8. Nasution, Anisyah, Analisa Kandungan Boraks Pada Lontong Di Kelurahan Padang Bulan Kota Medan Tahun 2009, USU 2010 http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/17797
9. Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-

Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009 USU http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/4909/1/09E01994.pdf 10. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Universitas Indonesia. Jakarta: 1999.

30

11. Sinaga Edward J. Peranan Toksikologi dalam Pembuatan Visum Et Repertum Terhadap Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan dengan Menggunakan Racun, 2010, USU http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20996 12. World Health Organization. Management of Substance Abuse. WHO 2012. www.who.int/substance_abuse/terminology/acute_intox/index.html 13. Day,JR.Analisis Kimia Kuantitatif.1996.Jakarta:Erlangga 14. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan http://www.dikti.go.id/files/atur/sehat/UU-36-2009Kesehatan.pdf

31

Anda mungkin juga menyukai