Anda di halaman 1dari 23

CASE PASIEN BAGIAN PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

Nama Mahasiswa NIM

: Selpiani : 030.06.239

TandaTangan:

Dokter Pembimbing : dr. R.A.H.I. Ariestina, SpPD I. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin Status perkawinan Alamat : Tn. Wahyudin : 30 tahun : Laki-laki : Menikah : Lubang Buaya, Cipayung Pekerjaan Suku bangsa Agama Pendidikan Tanggal Masuk RS : Pedagang : Jawa : Islam : SMA : 27 Agustus 2012

II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 4 September 2012, pukul 09.00 WIB, hari perawatan ke-8. Keluhan Utama : Paha kiri sakit sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) Keluhan Tambahan : Mual dan pusing Riwayat Penyakit Sekarang : OS datang dengan keluhan paha kiri sakit sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Sakit yang dirasakan tiba-tiba, terasa nyut-nyutan sampai tidak bisa berjalan. 1 hari sebelum masuk rumah sakit kaki kiri OS membengkak, makin lama makin membesar dan warnanya kemerahan. OS menyangkal kalau dirinya tidak habis jatuh. OS juga mengaku tidak demam. 3 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) OS juga mengeluh adanya mual dan muntah. Semenjak sakit OS juga mengeluhkan tidak nafsu makan tetapi OS tidak tahu apakah ada penurunan berat badan atau tidak pada dirinya.
1

OS juga sering merasakan pusing pada kepalanya, dan OS mengaku sering terbangun tiap malam hari untuk buang air kecil sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Semenjak sakit OS juga mengeluh adanya batuk, tetapi tidak sesak dan tidak berdahak. Riwayat Penyakit Dahulu : Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami gejala seperti saat ini. Riwayat flek paru, asma, sakit kuning, sakit ginjal, sakit jantung, kencing manis, hipertensi dan alergi semua disangkal oleh pasien. Riwayat Penyakit Keluarga : Di keluarga pasien tidak ada yang menderita sakit seperti yang dialami oleh pasien. Riwayat darah tinggi, kencing manis, jantung dan paru dalam keluarga juga tidak ada. Tetapi ayah pasien mempunyai riwayat penyakit prostat. TINJAUAN SISTEM Kulit (-) Bisul (-) Kuku Kepala (-) Trauma (-) Sinkop Mata (-) Nyeri (-) Gangguan penglihatan (-) Cekung Telinga (-) Nyeri Hidung (-) Trauma (-) Gangguan penciuman Mulut (+) Bibir (kering) (-) Gangguan pengecap (-) Lidah (-) Selaput (-) Gusi (-) Stomatitis
2

(-) Rambut (-) Kuning / Ikterus (+) Sakit kepala (-) Nyeri pada sinus (-) Radang (-) Kuning / Ikterus (-) Exophtalmus (-) Gangguan pendengaran

(+) Dermatitis seboroik (-) Sianosis

(-) Sekret (-) Ketajaman penglihatan

(-) Sekret

(-) Kehilangan pendengaran (-) Tinitus (-) Gejala penyumbatan (-) Sekret (-) Nyeri (-) Pilek (-) Epistaksis

Tenggorok (-) Nyeri tenggorok Leher (-) Nyeri leher Dada (Jantung / Paru) (-) Nyeri dada (-) Batuk darah (-) Rasa kembung (-) Wasir (-) Muntah darah (-) Tinja berwarna dempul (-) Nyeri ulu hati (-) Disuria (-) Kolik (-) Polakisuria (-) Retensi urin Saraf dan Otot (-) Anestesi (-) Ataksia (-) Hipoesthesi (-) Kejang (-) Kedutan (Tick) Ekstremitas (+) Bengkak (+) Nyeri sendi (-) Deformitas (-) Sianosis (+) Eritema (-) Sukar mengingat (-) Otot lemah (-) Tremor (-) Pingsan (-) Amnesia (-) Parestesi (-) Afasia (+) Pusing (vertigo) (-) Sesak napas (-) Ortopnoe (-) Perut membesar (+) Muntah (-) Tinja darah (-) Nyeri perut kiri (-) Benjolan (-) Kencing nanah (-) Poliuria (-) Anuria (-) Kencing batu (-) Berdebar-debar (+) Batuk (+) Mual (-) Mencret (-) Sukar menelan (-) Tinja berwarna hitam (-) eritema (-) Stranguria (-) Oliguria (-) Hematuria (-) Kencing menetes (-) Benjolan (-) Perubahan suara

Abdomen (Lambung / Usus)

Saluran Kemih / Alat kelamin

(-) Ngompol (tidak disadari) (-) Penyakit Prostat

Riwayat Kebiasaan : OS mengaku sering merokok, biasanya sehari 1 bungkus. Tetapi OS tidak pernah mengkonsumsi alkohol, tidak suka minum kopi, serta tidak pernah mengkonsumsi narkotika. Os juga mengaku kalau dirinya sering duduk dalam waktu lama dan jarang berolahraga.
3

Riwayat Makanan : Frekuensi / Hari Jumlah / Hari Variasi / Hari Nafsu makan Riwayat Lingkungan : Daerah sekitar tempat tinggal OS merupakan daerah yang cukup kumuh dan padat penduduk. : 3 kali sehari : 3 piring per hari, 1 sendok nasi per piring : bervariasi : berkurang

III. PEMERIKSAAN FISIK (dilakukan tanggal 5 Agustus 2012) Kesadaran Keadaan umum Berat badan Tinggi badan BMI Kesan Tekanan darah Nadi Pernapasan Suhu : Compos mentis : Tampak sakit sedang : 50 kg : 160 cm : 19,53 kg/m2 : Gizi baik : 150/100 mmHg : 80x/menit, regular, isi cukup, ekual kanan dan kiri : 20x/menit : 36,5oC

STATUS GENERALIS Kulit Kepala Rambut : sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), dermatitis seboroik di wajahnya : normocephali : rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut
4

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor, reflex cahaya langsung/tidak langsung (+/+)

Telinga Hidung

: normotia, sekret -/: tidak ada deviasi septum, sekret (-/-)

Gigi dan Mulut: oral hygiene baik, bibir kering (+) Tenggorok Leher Paru Paru : faring tidak hiperemis, T1-T1 tenang : JVP 5-2 cm H20, kelenjar getah bening dan tiroid tidak teraba membesar : Depan Inspeksi Kiri Kanan Palpasi Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis - Tidak ada benjolan - Vocal fremitus simetris Kanan - Tidak ada benjolan - Vocal fremitus simetris Perkusi Kiri Kanan Auskultasi Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru - Suara nafas vesikuler - Wheezing (-), Ronki (-) Kanan - Suara nafas vesikuler - Wheezing (-), Ronki (-) Belakang Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis - Tidak ada benjolan - Vocal fremitus simetris - Tidak ada benjolan - Vocal fremitus simetris Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru - Suara nafas vesikuler - Wheezing (-), Ronki (-) - Suara nafas vesikuler - Wheezing (-), Ronki (-)

Jantung Inspeksi Palpasi : Tampak pulsasi iktus cordis 1 jari medial midklavikula kiri. : Teraba pulsasi iktus cordis 1 jari medial midklavikula kiri.
5

Perkusi

: Batas kanan Batas kiri Batas atas : sela iga V linea parasternalis kanan. : sela iga V, 1 cm sebelah medial linea midklavikula kiri. : sela iga II linea parasternal kiri.

Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-). Abdomen : Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Ekstremitas : Akral hangat, nyeri tekan ekstremitas (+), oedem tungkai kiri(+), tampak penebalan vena pada tungkai sinistra, eritema (+), sianosis (-), clubbing finger (-). : datar, supel smiling umbilkus (-) : nyeri tekan epigastrium (+), Hepar dan Lien tidak teraba membesar, ballotement ginjal (-) : nyeri ketuk (-), shifting dullness (-) : bising usus (+) normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Tanggal 27 Agustus 2012 Jenis Pemeriksaan Hematologi Lengkap Leukosit Hb Hematokrit Trombosit Kimia Klinik
6

Hasil 10.9 * 18.2 * 55 * 163

Satuan ribu/uL g/dL % ribu/uL

Nilai Normal 3.8 10.6 13.2 17.3 40 52 150 440

Hati : SGOT SGPT Albumin Metabolisme KH: Glukosa Darah Sewaktu Ginjal : Ureum Kreatinin Elektrolit Na K 28 Agustus 2012 30 Agustus 2012 31 Agustus 2012 Cl Imunoserologi Autoimune CRP kuantitatif Ginjal : Ureum Kreatinin Klirens kreatinin Hematologi Leukosit Hb Hematokrit Trombosit Faal Hemostasis PT APTT Fibrinogen D-dimer 3 September 2012 INR Hati : Albumin Ginjal : Ureum Kreatinin Hemostasis : PT 4 September 2012 APTT Hati : SGOT SGPT

27 16 3.6 91 38 3.11 * 137 4.8 102 * 116 * 50 * 1.35 * 29 9.1 12.5 * 37 * 264 18 * 55.9 * 1435 * 0.6 * 1.1 2.8 * 15 0.54 24.2 * 61.7 * 56 * 32

mU/dl mU/dl g/dl mg/dL mg/dL mg/dL mmol/L mmol/L mmol/L mg/L mg/dL mg/dL

<33 <50 3.5 5.2 <110 13 43 <1.2 135 155 3.6 5.5 98 100 <5 13 43 <1.2

ribu/uL g/dL % ribu/uL detik detik mg/dL mg/L detik g/dl mg/dL mg/dL detik detik mU/dl mU/dl

3.8 10.6 13.2 17.3 40 52 150 440 12 14 20 40 200 400 <0.3 3.5 5.2 13 43 <1.2 12 14 20 - 40 <33 <50
7

5 September 2012 7 September 2012

Hemostasis : APTT Hemostasis : PT APTT INR Lemak : Kolesterol total TG HDL LDL Hati : Albumin Hemostasis: INR Ginjal : Ureum Kreatinin

47.6 * 19.6 * 60.2 * 1.31 126 105 28 * 77 2.8 * 1.05 9* 0.64

detik detik detik detik mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl g/dl detik mg/dL mg/dL

20 - 40 12 14 20 40 <200 <150 40 <100 3.5 5.2 13 43 <1.2

9 September 2012

USG Doppler Ekstremitas Bawah (dilakukan tanggal 6 September 2012) : Nama Umur Diagnosa Extremitas : Tn. Wahyudin : 30 tahun : Edema tungkai dd/ DVT : Extremitas Bawah Sinistra

Arteri : o Kaliber CFA, SFA, PFA, A. Poplitea, ATA, PTA, dan ADP sinistra masih dalam batas normal o Flow dan Velocity aliran arteri pada CFA, SFA, PFA, A. Poplitea, ATA, PTA, dan ADP sinistra dalam batas normal
8

o Gambaran anatomi pembuluh darah tampak regular dan tidak menebal o Morfologi kurva Doppler trifasik pada CFA, SFA, PFA, A. Poplitea, ATA, PTA, dan ADP sinistra o Color coded mengisi penuh lumen pembuluh darah pada CFA, SFA, PFA, A. Poplitea, ATA, PTA, dan ADP sinistra o Tak tampak Spontaneous Echo Contrast (SPEC), Plaque, dan Kolateral (-) o Tidak tampak stenosis bermakna pada sistem arteri Vena : o Kaliber CFV, PFV, SFV, V. Poplitea, V. Tibialis anterior, V. Tibialis posterior sinistra melebar. o Compressi ultrasound pada CFV, V. Poplitea, kolaps tidak sempurna. o Pola aliran vena: continous. o Tampak Thrombus intraluminer pada CFV, PFV, SFV sinistra, sampai v. poplitea. o SPEC + di V. Tibialis posterior sampai V. Dorsalis pedis o Edema subkutis (+) o Tampak dilatasi vena-vena superfisialis o Kaliber CFV dextra normal dan compressi ultrasound pada CFV dextra, kolaps sempurna. Kesimpulan : Didapati tanda DVT di tungkai kiri Tampak pelebaran vena tungkai Tak tampak kelainan pada Sistim arteri tungkai kiri NB: tak tampak thrombus pada V.common femoralis kanan
9

V. RESUME Seorang laki-laki datang dengan keluhan paha kiri sakit sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Sakit yang dirasakan tiba-tiba, terasa nyut-nyutan sampai tidak bisa berjalan. Kaki juga membengkak, makin lama makin membesar dan kemerahan. 3 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) OS juga mengeluh adanya mual dan muntah. Selain itu. OS juga merasakan pusing pada kepalanya, dan sering terbangun tiap malam hari untuk buang air kecil sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Selama sakit OS juga mengeluh adanya batuk, tetapi tidak berdahak dan tidak sesak. OS mempunyai kebiasaan merokok, biasanya sehari 1 bungkus. Os juga mengaku kalau dirinya sering duduk dalam waktu lama dan jarang berolahraga. Daerah sekitar tempat tinggal OS merupakan daerah yang cukup kumuh dan padat penduduk. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/100 mmHg, pada kulit wajahnya terdapat dermatitis seboroik, abdomen terdapat nyeri tekan epigastrium, terdapat oedem pada tungkai kiri, nyeri tekan ekstremitas, eritema pada kaki kiri dan terlihat vena yang menebal pada tungkai kiri. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis (10.9 rb/uL), Hb (18.2 g/dl), hematokrit (55%), kreatinin (3.11 mg/dl), albumin 2.8 (g/dl), D-dimmer (0.6 mg/L). Dari pemeriksaan USG doppler ekstremitas bawah sinistra didapati tanda DVT di tungkai kiri dan tampak pelebaran vena tungkai. Tidak tampak kelainan pada Sistim arteri tungkai kiri dan tidak tampak thrombus pada V.common femoralis kanan.

VI. DAFTAR MASALAH 1. Deep Vein Thrombosis Dasar diagnosis didapatkan dari : Anamnesis : Sakit atau nyeri pada kaki kiri disertai dengan pembengkakan yang makin lama makin membesar dan berwarna kemerahan.

10

Pemeriksaan fisik : Edema tungkai kiri, nyeri tekan ekstremitas, eritema pada kaki kiri dan terlihat vena yang menebal pada tungkai kiri.

Laboratorium : terdapat leukositosis dan peningkatan D-dimmer USG doppler : o Kaliber CFV, PFV, SFV, V. Poplitea, V. Tibialis anterior, V. Tibialis posterior sinistra melebar. o Compressi ultrasound pada CFV, V. Poplitea, kolaps tidak sempurna. o Tampak Thrombus intraluminer pada CFV, PFV, SFV sinistra, sampai v. poplitea. o Edema subkutis (+) o Tampak dilatasi vena-vena superfisialis

Diagnosis diferensial : Penyakit artei oklusif Dasar yang mendukung diagnosis didapatkan dari anamnesis adanya nyeri pada kaki disertai pembengkakan, warna kulit kemerahan, tetapi pada penyakit ini warnanya lebih pucat. Dasar yang tidak mendukung yaitu pada pemeriksaan USG Doppler ekstremitas tidak didapatkan kelainan pada sistem arteri. Rencana terapi DVT : Non medikamentosa : Menggunakan kaus kaki penekan atau perban elastic untuk mengurangi stasis vena.
11

Meninggikan bagian kaki tempat tidur hingga lebih tinggi dari jantung, bertujuan untuk mengurangi tekanan hidrostatik vena dan memudahkan pengosongan vena.

Medikamentosa : Asering/8 jam Antikoagulan : Warfarin (Simarc 1x2mg/hari) Analgetik : Toradoxic injeksi 2x1 Neurobion 2x1 Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) : Kaltrofen supp 3x1 Nutriflam 3x1

2. Hipertensi stage I Dasar diagnosis didapatkan dari pemeriksaan fisik tekanan darah 150/100 mmHg Rencana terapi : Amlodipine 1x5mg

3. Dispepsia Dasar diagnosis didapatkan dari anamnesis adanya mual dan muntah, serta pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan epigastrium (nyeri ulu hati) Rencana terapi : Antiemetik : Invomit 3x1 Antibiotik : Fosmicin 2x2 gr Metronidazole injeksi 2x1 4. Hipoalbumin Didapatkan dari hasil laboratorium penurunan albumin (2.8 g/dl )

12

VII. PROGNOSIS Ad vitam Ad sanationam Ad fungsionam : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA DEEP VEIN THROMBOSIS (DVT)

Definisi Deep Vein Thrombosis adalah bekuan darah (thrombus) yang terbentuk pada dinding vena dalam (vena profunda), biasanya di tungkai bawah. Trombosis vena dalam dapat juga terjadi pada vena lainnya (sinus cerebral, vena pada lengan, retina, dan mesenterika). Trombosis vena dalam hanya menyebabkan suatu peradangan yang minimal. Peradangan yang terjadi di sekitar trombus, disertai dengan perlengketan trombus terhadap dinding vena yang lama kelamaan terlepas dan menjadi embolus, berjalan melalui aliran darah dan berakhir pada suatu aliran darah yang sempit sehingga menyebabkan blockade terhadap aliran darah. Trombus terjadi karena perlambatan dari aliran darah, kelainan dinding
13

pembuluh darah, atau gangguan pembekuan darah yang sering dinamakan dengan Trias Virchow. Beberapa faktor inilah yang menyebabkan tingginya insiden trombus vena dalam. Trombus pada vena didasarkan atas aliran darah vena yang relatif lambat, biasanya berwarna merah dan terdiri dari fibrin, eritrosit, dan sejumlah kecil trombosit, disebut juga red thrombus. Sedangkan trombus yang terbentuk pada lumen pembuluh arteri, alirannya cepat, umumnya berwarna abu-abu dan terdiri dari platelet (kaya trombosit), disebut juga white thrombus. Epidemiologi Trombosis vena dalam terjadi kira-kira 1 per 1000 orang per tahun. Kira-kira 1-5% menyebabkan kematian akibat komplikasi. Trombosis vena dalam sangat sedikit dijumpai pada anak-anak. Ratio laki-laki dan perempuan yaitu 1:1,2. Trombosis vena dalam biasanya terjadi pada umur lebih dari 40 tahun. Anatomi vena Pembuluh vena pada ekstremitas dibagi atas 3 subsistem yaitu : 1. Subsistem vena dalam (vena profunda) Terletak di bawah fascia dari otot, terdiri dari V. Tibialis Anterior dan Posterior, Peroneus, Poplitea,Femoralis, Femoralis Profunda dan pembuluh-pembuluh darah betis yang tidak diberi nama. Katup pada subsistem pembuluh vena dalam melayani secara langsung aliran darah yang menuju ke jantung. 2. Subsistem vena superficial Terletak di jaringan subkutan tungkai dan menerima aliran vena dari

pembuluh- pembuluh darah yang lebih kecil di dalam kulit, jaringan subkutan dan kaki. Subsistem ini terdiri dari V. Safena magna dan V. Safena parva. 3. Subsistem penghubung subsistem vena superficial dan vena dalam Bertujuan untuk mengalirkan darah dari pembuluh vena superficial ke pembuluh vena profunda. Aliran darah pada vena sangat berhubungan dengan fase pernapasan. Pada saat inspirasi, tekanan abdomen meningkat, dan aliran vena ke ekstremitas bawah sementara menurun,
14

sedangkan pada saat ekspirasi tekanan abdomen menurun, dan aliran vena ke ektremitas bawah meningkat. Etiologi Berdasarkan Trias Virchow, ada 3 faktor penyebab thrombosis vena yaitu : 1. Stasis vena 2. Cedera dinding vena (endotel) 3. Hiperkoagulabilitas darah Faktor risiko terjadinya trombosis vena dalam yaitu : Riwayat trombosis (stroke) Paska tindakan bedah terutama bedah ortopedi Imobilisasi lama terutama pasca trauma/ penyakit berat Obesitas Luka bakar Gagal jantung akut atau kronik Penyakit keganasan baik tumor solid maupun keganasan hematologi Infeksi baik jamur, bakteri maupun virus terutama yang disertai syok Penggunaan hormon estrogen, seperti obat-obatan kontrasepsi Kelainan darah bawaan atau didapat yang menjadi predisposisi untuk terjadinya trombosis. Berada pada ketinggian sekitar di atas 14000 kaki Usia lanjut di atas 40 tahun

Patofisiologi
15

Stasis atau lambatnya aliran darah merupakan predisposisi untuk terjadinya trombosis, yang menjadi faktor pendukung terjadinya stasis adalah adanya imobilisasi lama yakni kondisi anggota gerak yang tidak aktif digerakkan dalam jangka waktu yang lama. Imobilisasi lama seperti masa perioperasi atau akibat paralisis, dapat menghilangkan pengaruh pompa vena perifer, meningkatkan stagnasi hingga terjadi pengumpulan darah di ekstremitas bawah. Terjadinya stasis darah yang berada di belakang daun katup vena dapat menyebabkan penumpukan trombosit dan fibrin, sehingga mencetuskan terjadinya trombosis vena dalam. Cedera endotel meski diketahui dapat mengawali pembentukan trombus, namun tidak selalu dapat ditunjukkan adanya lesi yang nyata, pada kondisi semacam ini nampaknya disebabkan adanya perubahan endotel yang samar seperti akibat terjadinya perubahan kimiawi, iskemia atau anoksia, atau peradangan. Penyebab kerusakan endotel yang jelas adalah adanya trauma langsung pada pembuluh darah, seperti akibat fraktur dan cedera pada jaringan lunak, tindakan infus intra vena atau substansi yang mengiritasi seperti kalium chlorida, kemoterapi ataupun antibiotik dosis tinggi. Hiperkoagulabilitas darah tergantung pada interaksi kompleks antara berbagai variabel termasuk endotel pembuluh darah, faktor-faktor pembekuan dan trombosit, komposisi dan sifat-sifat aliran darah, sistem fibrininolitik intrinsik pada sistem pembekuan darah. Keadaan hiperkoagulasi bisa terjadi jika terjadi perubahan pada salah satu dari variabel-variabel tersebut. Trombosis vena, apapun rangsangan yang mendasarinya, akan meningkatkan resistensi aliran vena dari ekstremitas bawah. Dengan meningkatnya resistensi, pengosongan vena akan terganggu, menyebabkan peningkatan volume dan tekanan darah vena. Trombosis bisa melibatkan kantong katup hingga merusak fungsi katup. Katup yang tidak berfungsi atau yang inkompeten mempermudah terjadinya stasis dan penimbunan darah di ekstremitas. Dalam perjalanan waktu dengan semakin matangnya trombus akan menjadi semakin terorganisir dan melekat pada dinding pembuluh darah. Sebagai akibatnya, resiko embolisasi menjadi lebih besar pada fase-fase awal trombosis, namun demikian ujung bekuan tetap dapat terlepas dan menjadi emboli sewaktu fase organisasi. Selain itu perluasan trombus dapat membentuk ujung yang panjang dan bebas, selanjutnya dapat terlepas menjadi emboli yang menuju sirkulasi paru-paru. Perluasan progresif juga meningkatkan derajat obstruksi vena
16

dan melibatkan daerah-daerah tambahan dari sistem vena. Pada akhirnya, patensi lumen mungkin dapat distabilkan dalam derajat tertentu atau direkanalisasi dengan retraksi bekuan dan lisis melalui system fibrinolitik endogen. Tetapi beberapa kerusakan residual tetap bertahan. Gambaran Klinis Deep Vein Thrombosis secara khas merupakan masalah yang tidak terlihat karena biasanya tidak bergejala, terjadinya emboli paru dapat menjadi petunjuk klinis pertama dari trombosis. Pembentukan trombus pada sistem vena profunda dapat tidak terlihat secara klinis karena kapasitas system vena yang besar dan terbentuknya sirkulasi kolateral yang mengelilingi obstruksi. Diagnosisnya sulit karena tanda dan gejala klinis DVT tidak spesifik dan beratnya keadaan tidak berhubungan langsung dengan luas penyakit. Tanda dan gejala DVT antara lain : Pembengkakan tungkai unilateral Pembengkakan disebabkan oleh peningkatan volume intravaskular akibat bendungan darah vena. Edema Menunjukkan adanya perembesan darah di sepanjang membran kapiler memasuki jaringan interstisial yang terjadi karena peningkatan tekanan hidostatik. Panas (hangat) Eritema (kemerahan) Nyeri (rasa sakir berdenyut) Nyeri tekan ekstremitas Ada 2 teknik untuk menimbulkan nyeri tekan adalah dorsofleksi kaki dan menggembungkan manset udara di sekeliling ekstremitas tersebut. Turgor meningkat Distensi vena-vena superfisialis dan vena kolateral lebih jelas
17

Deoksigenasi Hb pada vena yang stagnan menyebabkan sianosis yang dinamakan phlegmasia cerulea dolens. Udema masif dan terjadi sindrom kompartemen, akibat udema tungkai, tekanan jaringan interstisial melebihi tekanan kapiler menyebabkan warna pucat, disebut phlegmasia alba dolens. Diagnosis Diagnosis trombosis vena dalam ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis didapatkan adanya keluhan nyeri pada kaki, edema dan adanya beberapa faktor resiko terjadinya trombosis vena dalam seperti pada usia lanjut, obesitas, infeksi, immobilisasi, penggunaan kontrasepsi, dan perjalanan dengan pesawat terbang serta adanya riwayat trauma. Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan : Edema biasanya unilateral Nyeri dan nyeri tekan pada kaki Tanda Homans yaitu nyeri tekan pada betis sewaktu dorsofleksi kaki Distensi vena Phlegmasia cerulea dolens Phlegmasia alba dolens Setelah penderita dilakukan anamnesa dan pemeriksaan klinis yang mengarah terjadinya DVT selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang diantaranya : 1. Pemeriksaan D-dimmer D-dimer merupakan tes darah yang digunakan sebagai tes penyaringan (screening) untuk menentukan apakah ada bekuan darah. Plasma D-dimer adalah spesifik turunan dari fibrin, yang dihasilkan ketika fibrin terdegradasi oleh plasmin, jadi konsentrasinya meningkat pada pasien dengan tromboembolisme vena. Walaupun sensitive untuk tromboembolisme vena, konsentrasi yang tinggi D-dimer tidak cukup spesifik untuk membuat suatu diagnosis karena D-dimer juga dapat meninggi pada kelainan seperti
18

keganasan, kehamilan dan setelah operasi. Oleh sebab itu, pengujian D-dimer harus digunakan sebagai sarana skrining. 2. USG Doppler Teknik Doppler dipakai untuk menentukan kecepatan aliran darah dan pola aliran dalam sistem vena dalam dan permukaan. Pola aliran vena normal ditandai dengan peningkatan aliran ekstremitas bawah selama ekspirasi dan menurun selama inspirasi. Pada obstruksi vena variasi pernafasan fasik tersebut tidak tampak. Terdapat sejumlah manuver yang dapat dipakai untuk membangkitkan pola aliran abnormal seperti manuver valsava dan kompresi vena. Bila didapat katup vena yang fungsinya tidak baik, saat dilakukan kompresi dengan manset pada tungkai akan meningkatkan tekanan di distal yang berakibat timbulnya refluks. Pemakaian Doppler memungkinkan penilaian kualitatif katup pada vena dalam, vena permukaan dan vena penghubung, juga mendeteksi adanya obstruksi pada vena dalam maupun vena permukaan. Pemeriksaan ini sederhana, tidak invasif tetapi memerlukan teknik dan pengalaman yang baik untuk menjamin akurasinya. 3. Duplex ultrasonic scanning Pemakaian alat ini untuk mendapatkan gambaran vena dengan teknik penggabungan informasi aliran darah Doppler intravaskuler dengan gambaran ultrasonic morfologi vena. Dengan teknik ini obstruksi vena dan refluks katup dapat dideteksi dan dilokalisasi. 4. Venografi Dapat dilakukan diagnosis dengan venografi. Kontras disuntikkan ke dalam vena superfisialis dari tungkai, kemudian dipasang torniket dengan maksud kontras masuk ke dalam vena dalam (deep vein). Adanya filling defect (absence of filling) pada deep vein merupakan diagnostik. Penatalaksanaan Falsafah pengobatan trombosis adalah aman dan efektif, aman bermakna terapi yang diberikan tidak menimbulkan komplikasi misalnya pemberian antikoagulan harus diupayakan tidak sampai mengakibatkan perdarahan, efektif berarti tindakan yang diberikan berhasil mencegah perluasan trombosis. Secara umum penatalaksanaan penderita trombosis vena
19

dalam meliputi upaya pencegahan, pengobatan non invasif dan tindakan pembedahan atau invasif. Non medikamentosa : Menggunakan kaus kaki penekan atau perban elastic untuk mengurangi stasis vena. Meninggikan bagian kaki tempat tidur hingga lebih tinggi dari jantung, bertujuan untuk mengurangi tekanan hidrostatik vena dan memudahkan pengosongan vena. Medikamentosa : Pada kasus DVT pemberian terapi medikamentosa sangat bermanfaat untuk mencegah timbulnya komplikasi dan progresivitas penyakit. Terapi yang diberikan meliputi pemberian antikoagulan, trombolitik ataupun fibrinolitik dan anti agregasi trombosit. Antikoagulan diberikan sebagai terapi utama memiliki dua sasaran, pertama bertujuan mencegah terjadinya emboli paru, kedua berguna untuk membatasi area kerusakan dari venanya. Antikoagulan dalam jangka pendek sebaiknya diberikan pada semua penderita dengan trombosis vena dalam di tungkai. Pemakaian antikoagulan seperti heparin dalam jangka pendek yang efektif dan aman harus dipantau dengan pemeriksaan waktu pembekuan dan pemeriksaan waktu protrombin, pemeriksaan ini dilakukan tiap hari. Komplikasi perdarahan biasanya tidak akan terjadi bila efektif antikoagulan cepat tercapai dan dosis dapat segera ditentukan dengan cepat pula. Terapi trombolitik adalah pemberian secara intravena suatu bahan fibrinolitik dengan tujuan agar terjadi lisis pada trombus vena. Pemberian kinase akan menyebabkan plasminogen berubah menjadi suatu enzim proteolitik aktif yaitu plasmin yang dapat menghancurkan fibrin menjadi polipeptida yang dapat larut. Berbagai obat yang tersedia saat ini seperti Streptokinase, Reteplase, Tenecteplase, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Pilihan terapi ini harus hati-hati terhadap komplikasi perdarahan otak atau gastrointestinal terutama pada usia lanjut. Anti agregasi trombosit merupakan salah satu pilihan terapi yang memiliki hasil terapi efektif dan aman. Karena adhesi dan agregasi trombosit adalah dasar dari pembentukan trombus hemostatik primer dalam skema koagulasi, maka obat-obatan antitrombosit seperti aspirin dipakai oleh beberapa ahli untuk menahan perkembangan trombosis.
20

Pembedahan Tindakan bedah dilakukan apabila pada upaya preventif dan pengobatan medikamentosa tidak berhasil serta adanya bahaya komplikasi. Ada beberapa pilihan tindakan bedah yang bisa dipertimbangkan antara lain : 1. Ligasi vena, dilakukan untuk mencegah emboli paru. Vena Femoralis dapat diikat tanpa menyebabkan kegagalan vena menahun, tetapi tidak meniadakan kemungkinan emboli paru. Ligasi Vena Cava Inferior secara efektif dapat mencegah terjadinya emboli paru, tapi gejala stasis hebat dan resiko operasi lebih besar dibanding dengan pemberian antikoagulan dan trombolitik. 2. Trombektomi, vena yang mengalami trombosis dilakukan trombektomi dapat memberikan hasil yang baik jika dilakukan segera sebelum lewat 3 hari. Tujuan tindakan ini adalah: mengurangi gejala pasca flebitik, mempertahankan fungsi katup dan mencegah terjadinya komplikasi seperti ulkus stasis dan emboli paru. 3. Femorofemoral grafts disebut juga cross-over-method dari Palma, tindakan ini dipilih untuk bypass vena iliaka serta cabangnya yang mengalami trombosis. Tekniknya vena safena diletakkan subkutan suprapubik kemudian disambungkan end-to-side dengan vena femoralis kontralateral. 4. Saphenopopliteal by pass, dilakukan bila rekanalisasi pada trombosis vena femoralis tidak terjadi. Metoda ini dengan menyambungkan vena safena secara end-to-side dengan vena poplitea. Komplikasi Ada beberapa komplikasi dari trombosis vena dalam antara lain : 1. Perdarahan Perdarahan diakibatkan oleh penggunaan terapi antikoagulan. 2. Emboli paru Terjadi akibat terlepasnya trombus dari dinding pembuluh darah kemudian trombus ini terbawa aliran darah hingga akhirnya berhenti di pembuluh darah paru dan mengakibatkan bendungan aliran darah. Ini dapat terjadi beberapa jam maupun hari
21

setelah terbentuknya suatu bekuan darah pada pembuluh darah di daerah tungkai. Gejalanya berupa nyeri dada dan pernapasan yang singkat. 3. Sindrom post thrombotik Terjadi akibat kerusakan katup pada vena sehingga seharusnya darah mengalir keatas yang dibawa oleh vena menjadi terkumpul pada tungkai bawah. Ini mengakibatkan nyeri, pembengkakan dan ulkus pada kaki. 4. Insufisiensi kronis vena

DAFTAR PUSTAKA

1.

Andrews KL, Gamble GL, et al. Vascular Diseases. In: Delisa JA, editor. PhysicalMedicine & Rehabilitation Principles and Practice, 4th Edition. Phyladelphia: LippincottWilliams & Wilkins; 2005. p. 787-806.

2.

Denekamp LJ, Folcarelli PH. Penyakit Pembuluh Darah. In: Price SA, Wilson LM,editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6 ed. Jakarta: Penerbit bukukedokteran EGC; 2002. p. 656-83.

3.

Jusi D. Dasar-Dasar Bedah Vaskuler. 3 ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; 2004. p. 22845.

4.

Malone PC, Agutter PS. The aetiology of deep venous trombosis. Q J Med. [Reviewarticle]. 2006;99:581-93.

22

5.

Leon L, Labropoulos N. Diagnosis of Deep Vein Trombosis. In: Labropoulos N, StansbyG, editors. Venous and lymphatic diseases. New York, NY 10016: Taylor & Francis Group;2006. p. 113-6.

6.

Scarvelis

D,

Wells

PS.

Diagnosis

and

treatment

of

deep-vein

trombosis.

CanadianMedical Association Journal [Review article]. 2006 October 24, 2006:1087-92. 7. Rani AA, Soegondo, et al. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter SpesialisPenyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FakultasKedokteran Universitas Indonesia; 2006.

23

Anda mungkin juga menyukai