Anda di halaman 1dari 7

Tujuan

Mampu mengidentifikasi adanya kandungan boraks dengan kurkumin dalam sampel.

Prinsip

 Pembentukan kompleks warna

Kurkumin dapat berikatan dengan asam borat yang kemudian akan membentuk komponen
rososianin berwarna merah sehingga dapat digunakan sebagai uji deteksi boraks (Halim
dan Azhar, 2012).

 Uji Nyala
Pada reaksi nyala dan uji dengan kertas tumerik terjadi reaksi ekstasi elektron. Eksitasi
elektron adalah transfer elektron ke tingkat lebih tinggi, namun tetap terikat (Colwell,
2017).

Reaksi

 Reaksi asam borat, asam sulfat, dan methanol

(Svehla, 1979).
 Reaksi boraks dengan kurkumin

(Lawrence, et al. 2012)


Teori Dasar

Bahan kimia tambahan yang tidak termasuk food grade, seperti pewarna dan pengawet
tertentu, serta kontaminan seperti residu pestisida, telah ditemukan di dalam berbagai macam
makanan yang dijual di pinggir jalan. Penelitian telah dilakukan terhadap makanan-makanan yang
dijual di pinggir jalan di negara-negara berkembang dan ditemukan adanya penggunaan biosida
iritan seperti boraks, formalin, dan asam salisilat (Proietti et al, 2014).

Asam borat (H3BO3) umumnya digunakan dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk boraks
(Na2B4O7.10H2O). keduanya bersifat sangat larut dalam air dengan pemerian kristal putih berupa
lembaran-lembaran atau serbuk (Lück dan Jager, 1995).

Asam borat mengubah warna kertas turmerik dari jingga kemerahan menjadi kehijauan.
Perubahan warna tersebut diakibatkan pembentukan rosasianin hasil reaksi kurkumin dengan asam
borat (Leach dan Winton, 1931).

Dalam analisis asam borat, senyawa-senyawa kromogenik banyak digunakan. Contoh


senyawa yang paling umum digunakan adalah kurkumin karena spesifik dan sensitif. Contoh
lainnya yaitu asam kromotropik dan azometin (Rao dan Aggarwal, 2008).

Kertas turmerik adalah instrumen analisis kualitatif yang berasal dari bahan alam. Ketika
menggunakan bahan alam sebagai instrumen analisis, instrumen tersebut harus terlebih dahulu
divalidasi. Cara melakukan validasi instrumen ini di antaranya dengan membandingkan dengan
instrumen yang konvensional (Purbaningtias et al, 2017).

Keberadaan senyawa Natrium Tetraboras atau yang biasa disebut Boraks dalam sampel
lontong ditentukan pada pengujian ini. Pengujian dilakukan dengan prinsip yang memperhatikan
sifat dari natrium tetraboras, kurkumin, proses pengabuan. Boraks alami ditemukan dari hasil
penguapan berulang dari lakes, boraks juga dapat diproduksi secara sintetis dari senyawa boron
lainnya (Wisniak, 2005).

Senyawa ini memiliki rumus kimia Na2B4O7.10H2O dan berat molekul 381,37 dengan
pemerian hablur transparan tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak berbau. Larutan bersifat
basa terhadap fenolftalein. Pada waktu mekar di udara kering dan hangat, hablur sering dilapisi
serbuk warna putih (Kemenkes RI, 2014). Boraks atau dikenal dengan natrium tetraborat. Boraks
digunakan untuk bahan pembuat deterjen dan antiseptic. Bahan Tambahan Pangan (BTP) dapat
memperpanjang umur simpan, dan boraks termasuk bahan beracun apabila digunakan dalam
makanan (Tomaska and BrookeTaylor, 2014).

Larangan penggunaan boraks adalah Permenkes RI No. 11688/MENKES/PER/ X/1999


menyatakan bahwa salah satu bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam makanan
adalah boraks (Amelia dkk, 2014) , peraturan menteri kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988,
boraks merupakan salah satu jenis bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam produk
makanan. Larangan penggunaan boraks juga diperkuat dengan adanya Permenkes RI No
235/Menkes/VI/1984 tentang bahan tambahan makanan, bahwa boraks digolongkan dalam bahan
tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan (Suhendra, 2013).

Boraks atau asam boraks biasanya digunakan untuk bahan pembuat deterjen dan antiseptic.
Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks tidak berakibat buruk secara langsung, tetapi
boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh konsumen secara
kumulatif. Larangan penggunaan boraks juga diperkuat dengan adanya Permenkes RI No
235/Menkes/VI/1984 tentang bahan tambahan makanan, bahwa Natrium Tetraborate yang lebih
dikenal dengan nama Boraks digolongkan dalam bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam
makanan, tetapi pada kenyatannya masih banyak bentuk penyalahgunaan dari zat tersebut
(Tubagus et al, 2013).

Boraks bersifat toksik bagi sel, efek yang ditimbulkan dapat berlangsung lama meskipun
yang digunakan dalam jumlah sedikit. Pada dosis tertentu mengakibatkan degradasi mental, serta
rusaknya saluran pencernaan, ginjal, hati, dan kulit karena boraks cepat diabsorpsi oleh saluran
pernafasan dan saluran pencernaan (Saparinto and Hidayati, 2006). Namun sayangnya, senyawa
ini seringkali disalahgunakan untuk ditambahkan ke dalam makanan oleh pedangang. Konsumsi
makanan mengandung boraks tidak secara langsung berakibat buruk pada kesehatan, tetapi akan
diserap dan diakumulatifkan dalam hati, otak, dan testis terlebih dahulu. Dosis cukup tinggi
menyebabkan pusing, muntah, mencret, dan kram perut. Dosis 5 gram pada bayi dan anak kecil
dan disus 10-20 gram pada orang dewasa menyebabkan kematian (Sugiyatmi, 2006).

Boraks juga dapat menyerang sistem imun dimana proliferasi sel kekebalan tubuh
(proliferasi limfosit) menurun ketika konsentrasi boraks meningkat (Pongsavee, 2009). Senyawa
boraks yang mengandung boron memiliki fungsi sebagai antiseptik, antijamur, dan antivirus, dan
fungsinya sebagai antibakteri sangat kecil (Last, 2012). Namun sayangnya, senyawa ini seringkali
disalahgunakan untuk ditambahkan ke dalam makanan oleh pedangang. Boraks yang tidak
termasuk bahan tambahan pangan ditambahkan ke dalam makanan dengan berbagai latar
belakang, seperti untuk membuat tekstur makanan lebih kenyal dan tahan lama dengan harga
terjangkau sehingga pedagang akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar (Nurkholidah dkk,
2012).

Teridentifikasinya boraks pada makanan-makanan tersebut dapat kita rasakan pula


perbedaannya dengan makanan yang tidak menggunakan boraks, contohnya pada tahu, makanan
tersebut terasa kenyal dan tidak mudah hancur, bagian dalam tahu terlihat berongga karena tidak
padat dan teksturnya sangat bagus,tetapi hal tersebut tidak mutlak dan hanya sebagai perkiraan
saja (Triastuti et al, 2013)

Analisis Kualitatif boraks diantaranya adalah uji nyala, uji kertas kurkuma, dan uji kertas
tumerik. Uji nyala adalah salah satu metode pengujian untuk mengetahui apakah dalam makanan
terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena sampel yang digunakan dibakar, kemudian
warna nyala dibandingkan dengan warna nyala boraks asli. Serbuk boraks murni dibakar
menghasilkan nyala api berwarna hijau. Jika sampel yang dibakar menghasilkan warna hijau maka
sampel dinyatakan positif mengandung boraks. Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih
tidak berbau dan stabil pada suhu ruangan. Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama
natrium tetraborat (NaB4O7 10 H2O). Jika larut dalam air akan menjadi hidroksida dan asam borat
(H3BO3) (Roth, 1988).

Analisis boraks dapat dilakukan dengan menggunakan metode uji nyala api, titrasi
volumetrik maupun spektofotometri dimana masingmasing metode mempunyai kelebihan dan
kekurangan, sehingga tidaklah berlebihan apabila ada alternatif metode lain untuk menambah
informasi tentang metode analisis boraks yang lebih cepat, mudah dan murah. Salah satunya yaitu
secara kualitatif menggunakan kertas kunyit (Halim dan Azhar, 2012).

Kunir atau kunyit (Curcuma domestica Val.) termasuk salah satu tanaman rempah dan obat
asli dari wilayah Asia Tenggara, yang memiliki banyak manfaat seperti : sebagai bumbu dapur,
pewarna alami pada makanaan, kosmetik dan sebagai obat keluarga. Senyawa yang diduga
berperan penting pada kunyit adalah kurkumin. Kurkumin dapat berikatan dengan asam borat yang
kemudian akan membentuk komponen rososianin berwarna merah sehingga dapat digunakan
sebagai uji deteksi boraks (Jayaprakasha, 2006).

Daftar Pustaka

Amelia, R.., Endrinaldi, dan Edward, Z., 2014. Identifikasi dan Penentuan Kadar Boraks dalam
Lontong yang Dijual di Pasar Raya Padang, Artikel Penelitian, 3 (3): 457-458.

Halim dan Azhar A. 2012. Boron Removal From Aquaous Solution Using Curcumin-Aided
Electrocoagulation. Middle-East Journal of Scietific Research 11(5); 583-588

Jayaprakasha, G. K., Jaganmohan Rao. L., dan Sakariah K. K. 2006. Antioxidant activities of
curcumin, demethoxycurcuminand bisdemethoxycurcumin. Food Chemistry 98 : 720-724

Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Kemenkes RI.

Last, Walter. 2012. “The Borax Conspiracy.” Nexus 2012:7.

Lawrence, K. et al. 2012. A Simple and Effective Colorimetric Technique for The Detection of
Boronic acids. Analytical Methods. Volume 4 ; 2215 – 2217

Leach, A.E. dan Winton, A.L. 1931. Food Inspection and Analysis for the Use of Public Analysts,
Health Officers, Sanitary Chemists, and Food Economists. Michigan: John Wiley & Sons
Inc.

Lück, E. dan Jager, M. 1995. Antimicrobial Food Additives: Characteristics, Uses, Effects.
Frankfurt: Springer-Verleg.

Nurkholidah, dkk. 2012. “Analisis Kandungan Boraks pada Jajanan Bakso Tusuk di Sekolah Dasar
di Kecamatan Bangkinang Kabupaten Kampar.” Jurnal Ilmu Lingkungan 2012: 6(2) ISSN
1978-5283.
Pongsavee, Malinee. 2009. “Effect of Borax on Immune Cell Proliferation and Sister Chromatid
Exchange in Human Chromosomes.” Journal of Occupational Medicine and Toxicology
4:27 DOI: 10.1186/1745-6673-4-27.

Proietti, I. et al. 2014. Identification and management of toxicological hazards of street foods in
developing countries. Food and Chemical Toxicology. 63: 143—152.

Purbaningtias, T.E. et al. 2017. Utilization of natural indicators for borax identification in the
Indonesian tofu. AIP Conference Proceeding. 1823 (1): 1—7.

Rao, R.M. dan Aggarwal, S.K. 2008. Determination of boron at sub-ppm levels in uranium oxide
and aluminum by hypenated system of complex formation reaction and high-performance
liquid chromatography (HPLC). Talanta. 75: 585—588.

Roth, H. J. 1988. Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Saparinto, C. and Hidayati, D. 2006. Bahan Tambahan Pangan Edisi I. Yogyakarta : Kanisius

Suhendra, M.S., 2013. Analisis Boraks Dalam Bakso Daging Sapi A dan B di Daerah Tenggilis
Mejoyo Surabaya Menggunakan Spektrofotometri. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas
Surabaya, 2 (2) : 2-4. Svehla

Sugiyatmi, S. 2006. “Analisis Faktor-Faktor Resiko Pencemaran Bahan Toksik Boraks dan
Pewarna pada Makanan Jajanan Tradsional yang Dijual di Pasar-Pasar Di Kota Semarang
Tahun 2006”. Tesis Pascasarjana. Magister Kesehatan Lingkungan. Program Pasca
Sarjana, Universitas Diponegoro.

Svehla, G. 1979. Vogel’s Textbook of Macro and Semimacro Qualitative Inorganic Analysis. Edisi
Ke 5. New York : Longman Inc.

Tomaska, L.D. and Brooke-Taylor, S. 2014. Food additives: food additives-general. Di dalam:
Motarjemi Y, Moy GG, Todd EC. Volume 2. USA : Academic Pr. San Diego California.
Triastuti, E et al. 2013. Analisis

Triastuti, E et al. 2013. Analisis Boraks Pada Tahu Yang Diproduksi Di Kota Manado.
PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 2 No. 01 ISSN 2302 – 2493.
Tubagus, I et al. 2013. Identifikasi Dan Penetapan Kadar Boraks Dalam Bakso Jajanan Di Kota
Manado. PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 2 No. 04 ISSN 2302 –
2493

Wisniak, Jaime. 2005. “Borax, Boric acid, and Boron—From exotic to commodity.” Indian
Journal of Chemical Technology 12 (4) ISSN 0975-0991.

Anda mungkin juga menyukai