Oleh :
Kelompok 6
Farmasi 4b
Aprilia Khusnul Ristian
: (31111060)
Fuzi Pratiwi
: (31111075)
Nunung Nurjanah
: (31111091)
PRODI S1 FARMASI
STIKes BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA
2014
A. Tujuan
Untuk menguji kualitatif rodamin b sampel saos bantal dengan metode
kromatografi Lapis Tipis
B. Dasar Teori
Salah satu hal yang menjadi kebiasaan anak sekolahadalah jajan di sekolah.
Mereka tertarik dengan jajanan sekolah karena warnanya yang menarik, rasanya
yang menggugah selera, dan harganya yang terjangkau. Berbagai jenis makanan
ringan menjadi makanan jajanan sehari-hari di sekolah bahkan tak terbendung lagi
beberapa uang jajan dihabiskan untuk membeli makanan yang kurang memenuhi
standar gizi dan keamanan tersebut. Oleh sebab itu, pemilihan makanan jajanan
yang aman dan berkualitas perlu diperhatikan. Aman disini maksudnya adalah
bahwa makanan jajanan tersebut tidak membahayakan kesehatan jika dikonsumsi
dalam jumlah tertentu sedangkan berkualitas maksudnya dalah bahwa jajanan
tersebut mengandung nilai gizi yang cukup. Mengkonsumsi makanan jajanan
yang tidak sehat baik dari segi mutu maupun keamanannya dapat menimbulkan
berbagai masalah kesehatan antara lain, keracunan makanan, diare, dan berbagai
foodborne disease lainny.
Hasil Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak
Sekolah (PJAS) Nasional tahun 2008 yang dilakukan oleh SEAFAST dan Badan
POM RI menunjukkan sebagian besar (>70%) penjaja PJAS menerapkan praktik
keamanan pangan yang kurang baik.
Salah satu aspek yang diawasi dalam profil keamanan pangan jajanan yaitu
penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang tidak memenuhi syarat
termasuk bahan tambahan memang jelas-jelas dilarang, seperti pewarna, pemanis
dan bahan pengawet. Pelarangan juga menyangkut dosis penggunaan bahan
tambahan makanan yang melampaui ambang batas maksimum yang telah
ditentukan. Hal ini jelas diatur oleh pemerintah dalam Permenkes RI No.
772/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan yang diperkuat oleh
Chember
Plat KLT
Mistar
Pensil
Pipa kapiler
Corong pisah
Bahan
Butano
Asam asetat
Aquades
Sampel saos bantal
NaOH
HCL
Pembanding rodamin-B
E. Prosedur kerja
1. Preparasi Sampel
2 gram sampel
+ 25 ml HCl kuat
+ larutan NaOH
Ditotolkan juga pembanding
padazat
plat
dengan jarak 1cm dari garis bawah dan 1cm dari garis atas
2. Uji Kualitatif
pewarna
Panaskan diatas penangas air sampai zat warna pada benang wol luntur
Elusi dengan menggunakan eluen butanol:asam asetat:air (4:5:1)
Ambil benang wol dan saring larutan berwarna, dan uapkan larutan yang mengandung pewarna
Setelah eluen sampai pada garis batas, elusi dihentikan
F. Data pengamatan
Proses
penjenuhan
Chamber
Perhitungan RF :
1. Pembanding
Jarak eluen 7 CM
Jarak Noda 5,9 CM
RF pembanding :
Proses Elusi
Jarak noda
jarak eluen
5,9 cm
7 cm
2. Sampel
Jarak eluen 7 CM
Jarak Noda 5,5 CM
RF pembanding :
Hasil Elusi
= 0,84 cm
Jarak noda
jarak eluen
5,5 cm
7 cm
= 0,78 cm
G. Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu menganalisis kandungan bahan tambahan
pangan yaitu bahan pewarna pangan rhodamin B. Bahan Tambahan Pangan adalan
bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari
bahan baku pangan, tetapi diambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi
sifat atau bentuk pangan, salah satunya adalah zat pewarna Rhodamin B.
Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang berasal dari metanlinilat dan
difenilalanin yang berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan, berwarna merah
keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah
terang pada konsentrasi rendah. Zat pewarna Rhodamin B merupakan zat warna
sintetis, berwarna merah keunguan, yang digunakan sebagai zat warna untuk
kertas dan tekstil. Ciri-ciri makanan yang diberi Rhodamin B adalah warna
makanan yang terang mencolok dan memiliki rasa agak pahit. Biasanya makanan
yang diberi pewarna untuk makanan warnanya tidak begitu merah terang
mencolok. Dari ciri-ciri tersebut kami mengambil sampel saus bantal yang sering
digunakan pedagang makanan.
Untuk menganalisisnya digunakan analisis kualitatif dengan metode
Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Sebelum dianalisis sampel terlebih dahulu
diisolasi untuk memisahkan analit dari sampel. Rhodamin B biasa ditemui
didalam produk dalam bentuk garamnya, untuk mengubahnya menjadi bentuk
basa maka ditambahkan dengan 25 mL ammonium sulfat sehingga zat warna
rhodamin dapat tertarik. Kemudian dilakukan proses adsorpsi menggunakan
benang wol. Sebelum digunakan benang wol dibebaskan terlebih dahulu lapisan
lemaknya, karena kandungan lemak dapat menghalangi proses adsorpsi zat warna
(rhodamin B) pada benang wol. Digunakannya penarikan zat warna dengan
benang wool adalah karena pada benang wool terdapat gugus polar yang dapat
menyerap zat warna. Hal ini dikarenakan benang wol didapatkan dari bulu domba
yang mengandung protein. Pada dasarnya, analisa akan lebih baik digunakan
dengan bulu domba, karena kandungan proteinnya yang banyak dan akan
menunjukkan tingkat sensitifitas analisa yang lebih tinggi.
Untuk mempercepat proses adsorpsi maka dilakukan pemanasan di atas
api sambil diaduk-aduk hingga zat warna rhodamin dalam sampel teradsorpsi
sempurna yang ditandai dengan larutan menjadi bening. Selanjutnya benang wol
dicuci berulang dengan air hingga bersih kemudian masukkan ke dalam gelas
kimia. Untuk menarik kembali zat warna yang telah teradsorpsi pada benang wol
maka dilakukan penambahan asam asetat encer sehingga basa rhodamin berubah
kembali menjadi bentuk garamnya yang laurt dalam air. Untuk mempercepat
proses tersebut dilakukan pemansan di atas penangas air hingga seluruh zat warna
dalam benang wol tertarik sempurna yang ditandai dengan perubahan warna
benang wol menjadi putih. Kemudian ambil benang wol dan saring larutan
H. Kesimpulan
Berdasarkan hasil prakitkum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan,
bahwa:
Jenderal
00386/C/SK/II/1990.
Pengawasan
Obat
dan
Makanan
Nomor
Daftar Pustaka
Food Watch Sistem Keamanan Terpadu. 2004. Bahan Tambahan Ilegal
Boraks,Formalin dan Rhodamin B. Food Watch. Jakarta.
Peraturan Menteri Kesehatan No.722/MENKES/PER/IX/88 dalam Wisnu
Cahyadi, 2008, Analis dan aspek kesehatan bahan tambahan pangan,
BumiAksara.
Winarno FG, Rahayu TS. Bahan tambahan makanan dan kontaminan. Pustaka
Sinar Harapan; 1994.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1992. Direktorat Pengawas Obat dan
Makanan, Peraturan Menteri Kesehatan RINo.
722/Menkes/Per/IX/1988,Tentang Bahan Tambahan Makanan. Edisi II, Jilid
II 1992.
Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Ditjen POM RI. 2001. Metode Analisis
PPOMN. Ditjen POM Jakarta.