Anda di halaman 1dari 27

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi dalam


kehidupan sehari-hari. Makanan yang dikonsumsi tidak hanya harus cukup
jumlahnya, tapi juga harus sehat, aman, dan halal. Berkebalikan dengan fakta
yang ada, banyak bermunculan tindak kecurangan seperti penggunaan bahan
berbahaya boraks pada makanan yang dijual. Boraks merupakan senyawa
kimia dengan nama natriurn tetraborat yang berbentuk kristal lunak. Boraks
bila dilarutkan dalam air akan terurai menjadi natrium hidroksida serta asam
borat. Baik boraks maupun asam borat ini memiliki sifat antiseptik, dapat
digunakan sebagai ramuan obat, industri keras, gelas, pengawet kayu,
keramik dan pengontrol kecoa. Penggunaan boraks ternyata telah
disalahgunakan sebagai pengawet makanan, antara lain digunakan sebagai
pengawet dalam pembuatan bakso, siomay, kulit pangsit, danging ayam, sosis
sapi dan lain- lain. Produk pangan yang telah beredar saat ini banyak yang
mengandung borak dan penggunaanya pun tidak beraturan. Seperti yang kita
ketahui bahwa boraks tidak diperbolehkan digunakan sebagai pengawet atau
dicampur pada produk pangan karena meskipun boraks memiliki manfaat
untuk produk tersebut namun manfaat tersebut lebih kecil dibandingkan
dampaknya, sehingga harus benar benar di hindari. Bahaya boraks yaitu
dapat menimbulkan gangguan hati, ginjal, jantung, pencernaan, dan
menyebabkan kanker sehingga sedikit pun tidak boleh ada pada makanan.
Pada praktikum kali ini dilakukan tentang uji makanan berpengawet boraks
pada bakso, siomay, kulit pangsit, danging ayam, dan sosis sapi yang lokasi
penjualan produk produk atau bahan pangan tersebut berada disekitar
kampus Universitas Jember. Pengujian yang dilakukan pada praktikum ini
dapat memberikan informasi kepada kita untuk lebih berhati hati dalam
mengkonsumsi produk pangan yang berbahaya dan dapat memilih produk
yang sehat, aman, dan halal khususnya yang dijual di pasaran. Sehingga
kesehatan tubuh jasmani dan rohani kita dapat terjaga dan terpenuhi. Uji yang
digunakan pada praktikum ini adalah uji dengan menggunakan reagen cair
dengan 2 perlakuan yaitu tanpa perendaman dan perendaman. Pengamatannya
dengan mengguanakan kertas uji yang direndam dan dikering anginkan.
Dimana jika kertas uji berubah warna maka menunjukkan bahwa produk
pangan tersebut mengandung Boraks.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan praktikum adalah:
A. Untuk mengetahui alat, bahan, dan cara kerja yang benar dalam
mengidentifikasi Boraks pada makanan.
B. Untuk mengetahui kandungan boraks pada produk pangan dan hasil
pertanian baik dengan perlakuan perandaman maupun tidak direndam.
C. Untuk mengetahui cara pengujian makanan yang mengandung bahan
pengawet boraks.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Boraks dan Karakteristik Boraks


2.1.1 Pengertian Boraks

Menurut Encylopedi Britanica dan Encylopedi Nasional Indonesia kata


boraks berasal dari kata Arab, yaitu bauraq. Istilah melayunya tingkal, yang
berarti putih, merupakan kristal lunak yang mengadung unsur boron, tidak
berwarna dan mudah larut dalam air serta mempunyai pH: 9,5. Boraks atau
Natrium tetraborat memiliki berat molekul 381,37. Rumus molekul
Na2B4O7.10H2O. Pemeriannya berupa hablur transparan tidak berwarna atau
serbuk hablur putih; tidak berbau. Larutan bersifat basa terhadap fenolftalein.
Pada waktu mekar di udara kering dan hangat, hablur sering dilapisi serbuk
warna putih. Kelarutan boraks yaitu larut dalam air; mudah larut dalam air
mendidih dan dalam gliserin; tidak larut dalam etanol (Ditjen POM, 1995).

Boraks atau yang lazim disebut asam borat (boric acid) adalah senyawa
kimia turunan dari logam berat boron (B). Asam borat terdiri atas tiga macam
senyawa, yaitu: asam ortoborat (H3BO3), asam metaborat (HBO2), dan asam
piroborat (H2B4O7). Rumus struktur ketiga asam borat tersebut adalah sebagai
berikut.

OH

H3BO3 : HOBOH ; HBO2 : HOB O
Asam ortoborat Asam metaborat

OBO
/ \
H2B4O7 : HOB O BOH
\ /
OBO
Asam piroborat
Asam-asam borat adalah asam lemah. Boraks merupakan senyawa hidrat
dari garam natrium tetraborat dengan rumus molekul Na2B4O7 . 10 H2O
(Natrium tetraborat dekahidrat)22,23. Garam natrium tetraborat adalah garam
natrium dari asam piroborat (Na2B4O7).

OBO
/ | \
Na2B4O7 : Na O B O B O Na
\ | /
OBO

Natrium tetraborat
Menurut Egan et al. (1981), boraks merupakan pengawet makanan yang
sudah ada sejak dulu, tetapi dilarang penggunaannya sejak tahun 1925.
Larangan ini dilonggarkan selama perang dunia II dengan mengijinkan
penggunaan boraks di dalam minyak babi dan margarin. Kelonggaran ini
dicabut kembali pada tahun 1959 oleh FSC (Food Standard Committee)
dengan alasan pengawet boron bersifat kumulatif (menimbulkan efek melalui
penambahan terus menerus) yang dapat membahayakan kesehatan manusia.
WHO telah menetapkan batas asupan boron yang aman bagi orang dewasa,
yaitu 1-13 mg/hari (Nielsen, 2004).

Efek farmakologi dan toksisitas senyawa boron atau asam borat


merupakan bakterisida lemah. Larutan jenuhnya tidak membunuh
Staphylococcus aureus. Oleh karena toksisitas lemah sehingga dapat
digunakan sebagai bahan pengawet pangan. Mengkonsumsi boraks dalam
makanan tidak secara langsung berakibat buruk, namun sifatnya terakumulasi
sedikit sedikit dalam organ hati, otak dan testis. (Departemen Kesehatan
RI,. 1989). Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan namun juga
diserap melalui kulit. Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil
akan dikeluarkan melalui air kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui
keringat. Boraks tidak hanya mengganggu enzim-enzim metabolisme tetapi
juga mengganggu alat reproduksi pria. Boraks yang dikonsumsi cukup tinggi
dapat menyebabkan gejala pusing, muntah, mencret, kejang perut, kerusakan
ginjal, hilang nafsu makan (Cahyadi, 2006).

Nevrianto (1991) menyebutkan bahwa Boraks dinyatakan dapat


mengganggu kesehatan bila digunakan dalam makanan, misalnya mie, bakso
kerupuk. Efek negatif yang ditimbulkan dapat berjalan lama meskipun yang
digunakan dalam jumlah sedikit. Jika tertelan boraks dapat mengakibatkan
efek pada susunan syaraf pusat, ginjal dan hati. Konsentrasi tertinggi dicapai
selama ekskresi. Boraks juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia.
Toksisitas boraks yang terkandung di dalam makanan tidak langsung
dirasakan oleh konsumen. Boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap
oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, atau testis (buah
zakar), sehingga dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi. Pada dosis cukup
tinggi, boraks dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-
pusing, muntah, mencret, dan kram perut. Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis
dalam tubuhnya mencapai 5 gram atau lebih, akan menyebabkan kematian.
Pada orang dewasa, kematian akan terjadi jika dosisnya telah mencapai 10 -
20 g atau lebih.

2.1.2 Karakteristik Boraks

Boraks (Na2B4O710H2O) memiliki sifat fisik yaitu serbuk kristal putih


yang tidak berbau, larut dalam air, air panas dan glycerol dan tidak larut
dalam alkohol. Nama lain dari boraks Natrii Tetraboras, Natrium Borium,
Puriffled Borax, Sodium Biborat atau Pyroborate, Sodium Borate dan Sodium
Tetraborat. Boraks merupakan garam natrium Na2B4O710H2O yang banyak
digunakan diberbagai industri non pangan, khususnya industri gelas, kertas,
pengawet kayu dan keramik. Gelas Pyrex yang terkenal kuat dibuat dari
campuran boraks. Boraks erat kaitanya dengan asam borat, dan kemungkinan
besar daya pengawet boraks disebabkan karena adanya senyawa aktif asam
borat (asam borosat). Boraks pertama kali ditemukan di danau Searles,
California, Amerika Serikat. Boraks yang ditemukan di danau Searles
mempunyai berat molekul 381,44 dan pH dari 0,1 M larutan boraks adalah
9,2 (Winarno dan Rahayu, 1994).

Unsur Boron yang merupakan kandungan dari boraks terkandung secara


alami di dalam air, buah-buahan, sayuran, dan tumbuhan. Di dalam air, boron
berada dalam bentuk asam borat. Jika pH kurang dari 7, asam borat akan
berbentuk H3BO3 atau B(OH)3, sedangkan jika pH lebih dari 11.5, boron
terdisosiasi sebagai borat [B(OH)4]-menurut reaksi:
B(OH)3 + NaOH [B(OH)4]- + Na+
Pada larutan yang terkonsentrasi, ion polimerik dibentuk, menurut reaksi:
B(OH)3 + [B(OH)4]- [B3O3(OH)4]- + 3 H2O

Pada tumbuhan, akumulasi boron dengan konsentrasi tertinggi terjadi


dalam kacang (0.025-0.05 mg/berat kering), buah-buahan dan sayuran (0.005-
0.02 mg/g), serta serealia dan biji-bijian (0.001-0.005 mg/g). Peningkatan
kadar boron yang disebabkan oleh pestisida tidak signifikan jika
dibandingkan kandungan alami boron di dalam tumbuhan. Tabel 1 berikut ini
memuat kandungan boron di dalam beberapa bahan pangan.
Tabel 1. Kandungan boron dalam beberapa bahan pangan

Sumber Bahan Pangan Kandungan Boron (g/g)


Apel 2.73
Pisang 3.72
Anggur 2.02
Ceri 1.47
Peach 1.87
Pear 1.22
Selada 0.015
Brokoli 1.85
Wortel 0.75
Daging sapi 0.015
Daging ayam 0.015
Susu 0.015
Beras 0.015
Madu 7.2
Bir 1.8

(WHO, 1998)
Penambahan boraks sebanyak 375 dan 750 mg/kg misalnya padadonan
mie basah mentah dapat meningkatkan gaya putus dan persen elongasi.
Boraks dapat memperkuat tekstur karena boron dapat berikatan silang dengan
protein dan karbohidrat. Intensitas kecerahan dan warna kuning mie basah
mentah yang mengandung boraks lebih tinggi dibandingkan mie mentah yang
tidak mengandung boraks dan mie mentah yang hanya mengalami
penambahan formaldehid (Oktaviani, 2005). Seperti halnya formaldehid,
boraks juga bisa menurunkan daya cerna protein dalam kasus mie basah
mentah. Namun, penambahan boraks atau kombinasi boraks dan formaldehid
menimbulkan penurunan daya cerna yang lebih kecil dibandingkan
penambahan formaldehid saja.

2.2 Fungsi Boraks

Salah satu bahan tambahan pangan yang dilarang penggunaannya oleh


pemerintah adalah asam borat dan garam natrium tetrabonat (boraks). Akhir-
akhir ini produsen makanan sering menggunakan boraks sebagai bahan
pengawet, khususnya pada bakso, kerupuk, pempek, pisang molen, pangsit,
tahu, dan bakmi. Hal ini bisa terjadi karena minimnya pengetahuan, lemahnya
pengawasan dari lembaga pemerintah, dan alasan ekonomi. Tujuan
penambahan boraks pada proses pengolahan makanan adalah untuk
meningkatkan kekenyalan, kerenyahan, serta memberikan rasa gurih dan
kepadatan terutama pada jenis makanan yang mengandung pati.

Boraks digunakan orang sudah sejak lama, yaitu sebagai zat pembersih
(cleaning agent), zat pengawet makanan (additive), dan untuk penyamak
kulit. Boraks sebagai antiseptik dan pembunuh kuman. Karena itu borak
banyak digunakan sebagai anti jamur, bahan pengawet kayu, dan untuk bahan
antiseptik pada kosmetik. Dalam industri tekstil boraks digunakan untuk
mencegah kutu, lumut, dan jamur. Boraks juga digunakan sebagai insektisida
dengan mencampurkannya dalam gula untuk membunuh semut, kecoa, dan
lalat. Boraks sejak lama sudah digunakan untuk membuat gendar nasi, krupuk
gendar, atau krupuk puli yang secara lokal di beberapa daerah di Jawa disebut
karag atau lempeng.

Munurut Saparinto dkk (2006), boraks biasanya digunakan dalam industri


gelas, pelicin porselin, alat pembersih, dan antiseptik. Kegunaan boraks yang
sebenarnya adalah sebagai zat antiseptik, obat pencuci mata, salep untuk
menyembuhkan penyakit kulit, salep untuk mengobati penyakit bibir., dan
pembasmi semut.

2.3 Ciri Makanan Yang Mengandung Boraks


Mi basah : Teksturnya kental, lebih mengilat, tidak lengket, dan tidak
cepat putus.
Bakso : Teksturnya sangat kental, warna tidak kecoklatan seperti
penggunaan daging, tetapi lebih cenderung keputihan.
Snack : Misalnya lontong, teksturnya sangat kenyal, berasa tajam, sangat
gurih, dan memberikan rasa getir.
Kerupuk : Teksturnya renyah dan bisa menimbulkan rasa getir.
2.4 Macam Macam Metode Uji Boraks
Metode pengujian boraks pada bahan pangan dapat dilakukan dengan
pengujian secara kualitatif yaitu hanya mengetahui ada dan tidaknya boraks
dalam produk pangan dan uji secara kuantitatif yaitu seberapa besar
kandungan boraks dalam produk pangan.
1. Pengujian Boraks Secara Kualitatif
a. Uji Nyala Api (Asam sulfat pekat dan alkohol)
Uji nyala adalah salah satu metode pengujian untuk mengetahui apakah
dalam makanan terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena sampel
yang digunakan dibakar, kemudian warna nyala dibandingkan dengan warna
nyala boraks asli. Serbuk boraks murni dibakar menghasilkan nyala api
berwarna hijau. Jika sampel yang dibakar menghasilkan warna hijau maka
sampel dinyatakan positif mengandung boraks. Prosedur dilakukan dengan
melarutkan senyawa uji dengan metanol dalam wadah (cawan penguap)
kemudian dibakar, warna api hijau menunjukkan terdapat
senyawa boraks (Roth, 1988).
b. Uji warna dengan kertas turmerik
Kertas turmerik adalah kertas saring yang dicelupkan ke dalam larutan
turmerik (kunyit) yang digunakan untuk mengidentifikasi asam borat. Uji
warna kertas kunyit pada pengujian boraks yaitu dengan cara membuat kertas
tumerik dahulu yaitu:
1. Ambil beberapa potong kunyit ukuran sedang
2. Kemudian tumbuk dan saring sehingga dihasilkan cairan kunyit
berwarna kuning
3. Kemudian, celupkan kertas saring ke dalam cairan kunyit tersebut dan
keringkan. Hasil dari proses ini disebut kertas tumerik.

Selanjutnya, buat kertas yang berfungsi sebagai kontrol positif dengan


memasukkan satu sendok teh boraks ke dalam gelas yang berisi air dan aduk
larutan boraks. Teteskan pada kertas tumerik yang sudah disiapkan. Amati
perubahan warna pada kertas tumerik. Warna yang dihasilkan tersebut akan
dipergunakan sebagai kontrol positif. Tumbuk bahan yang akan diuji dan beri
sedikit air. Teteskan air larutan dari bahan makanan yang diuji tersebut pada
kertas tumerik. Apabila warnanya sama dengan pada kertas tumerik kontrol
positif, maka bahan makanan tersebut mengandung boraks. Dan bila diberi
uap ammonia berubah menjadi hijau-biru yang gelap maka sampel tersebut
positif mengandung boraks (Roth, 1988).
c. Uji Warna Kertas Kurkuma
Uji warna kertas kurkuma pada pengujian boraks yaitu sampel ditimbang
sebanyak 50 gram dan di oven pada suhu 1200 C, setelah itu di tambahkan
dengan 10 gram kalsium karbonat. Kemudian masukkan ke dalam furnance
hingga menjadi abu selama 6 jam dan dinginkan. Abu kemudian tambahkan 3
ml asam klorida 10%, celupkan kertas kurkumin. Bila di dalam sampel
terdapat boraks, kertas kurkumin yang berwarna kuning menjadi berwarna
merah kecoklatan (Rohman, 2007).

2. Pengujian Kuanitatif Secara Boraks


Semua senyawa organik dihilangkan pada proses pengarangan, kemudian
sisa-sisa senyawa organik (C) dijadikan karbonat pada proses pengabuan
setelah diberi air kapur. Semua karbonat diendapkan dalam keadaan alkalis
dengan air kapur. Sisa-sisa karbonat dalam larutan diikat dengan
H2SO4 sambil dipanaskan. Asam borat bebas direaksikan dengan manitol
yang memberikan H yang dapat ditentukan secara acidimetri. (Hamdani,
2012).
a. Metode Titrasi Asidimetri
Titrasi asidimetri adalah titrasi larutan yang bersifat basa (basa bebas, dan
larutan garam-garam terhidrolisis yang berasal dari asam lemah) dengan
larutan standart asam.
Dalam proses titrasi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
Indikator titrasi
yaitu zat kimia lain, analit atau titran yang sengaja ditambahkan pada
proses titrasi untuk mengetahui titik ekivalen. Indikator yang digunakan harus
memberikan ketentuan yang jelas saat terjadinya titik akhir titrasi, misalnya
perubahan warna atau terjadinya pembentukan endapan.
Titik Ekivalen/titik akhir teoritis
yaitu saat dimana reaksi tepat berlangsung sempurna. Pada saat
tercapainya titik setara atau ekivalen, di dalam larutan harus terjadi perubahan
yang jelas, baik dalam sifat fisik maupun sifat kimianya
Titik Akhir titrasi
yaitu suatu peristiwa dimana indikator telah menunjukkan warna dan
titrasi harus dihentikan.
Reaksi harus sederhana sehingga mudah dituliskan dengan persamaan
reaksi kimianya. Zat yang akan ditentukan harus bereaksi secara kuantitatif
dengan larutan standar atau larutan pereaksi dalam perbandingan yang setara
atau secara stokiometri. Reaksi harus terjadi dengan cepat, apabila perlu
untuk mempercepat reaksi dapat ditambahkan suatu katalisator (Hamdani,
2012).
Dalam titrasi juga perlu diperhatikan larutan standart primernya dan
larutan standart sekundernya.
Larutan standart primer
yaitu suatu zat yang sudah diketahui kemurniannya dengan pasti,
konsentrasinya dapat diketahui dengan pasti dan teliti berdasarkan berat zat
yang dilarutkan.
Larutan standart sekunder
yaitu suatu zat yang tidak murni atau kemurniannya tidak diketahui,
konsentrasi larutannya hanya dapat diketahui dengan teliti melalui proses
standarisasi, standarisasi dilakukan dengan cara menitrasi larutan tersebut
dengan larutan standart primer. Serta faktor yang paling penting adalah
ketepatan dalam pemilihan indikator agar kesalahan titrasi yang terjadi
menjadi sekecil mungkin (Underwood,1996).
Di dalam pembuatan larutan standart asam yang biasa dipakai adalah HCl
dan H2SO4. Asam nitrat (HNO3) tidak dipakai karena mempunyai sifat yang
tidak stabil dan mudah mengeluarkan gas NO, lagipula HNO3 adalah suatu
oksidator kuat, sehingga dapat merusak indikator. Untuk titrasi yang
memerlukan pemanasan, lebih baik memakai H2SO4, sebab asam ini tidak
mudah menguap pada pemanasan, tetapi dalam beberapa hal misalnya dengan
air kapur dan air barit dapat membentuk endapan, sehingga sering
menyulitkan. Dengan HCl kurang baik, karena HCl sering keluar sebagai gas
pada pemanasan. Namun demikian, titrasi yang terbanyak adalah memakai
HCl, sebab umumnya HCl membentuk garam yang mudah larut dalam
air. Larutan standart yang diinginkan biasanya dibuat dengan mengencerkan
asam yang pekat. Tetapi dalam pengenceran sering diperoleh konsentrasi
yang tidak tepat, hanya mendekati saja, oleh sebab itu perlu distandarisasikan
(Underwood,1996).

2.5 Karakteristik Sampel


2.5.1 Bakso

Menurut SNI-01-3819-1995 (BSN 1995b) bakso daging adalah produk


makanan berbentuk bulat atau lainnya yang diperoleh dari campuran daging
ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan
atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Daging
yang dapat digunakan untuk membuat daging diantaranya daging sapi, daging
babi, daging kelinci, daging ayam, daging ikan, udang dan cumi (Sunarlim
1992).
Bakso sebagai salah satu produk industri pangan, memiliki standar mutu
yang telah ditetapkan. Adapun standar mutu bakso menurut Standar Nasional
Indonesia, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Syarat Mutu Bakso
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bentuk, - Normal, khas daging
1.2 Bau - Gurih
1.3 Rasa - Normal
1.4 Warna - Kenyal
2 Air % b/b Maks 70,0
3 Abu % b/b Maks 3,0
4 Protein % b/b Min 9,0
5 Lemak % b/b Maks 2,0
6 Boraks - Tidak boleh ada
7 Bahan Tambahan Makanan Sesuai dengan SNI
8 Cemaran logam
8.1 Timbal mg/kg Maks 2,0
8.2 Tembaga mg/kg Maks 20,0
8.3 Seng mg/kg Maks 40,0
8.4 Timah mg/kg Maks 40,0
8.5 Raksa mg/kg Maks 0,03
9 Cemaran Arsen mg/kg Maks 1,0
10 Cemaran Mikroba
10.1 Angka Lempeng Total koloni/g Maks 1 x 105
10.2 Bakteri bentuk koli APM/g Maks 10
10.3 E. Coli APM/g <3
10.4 Enterecocci koloni/g Maks 1 x 103
10.5 Clostridium perfringens koloni/g Maks 1 x 102
10.6 Salmonella - Negatif
10.7 Staphylococcus aureus koloni/g Maks 1 x 102
Sumber: BSN, 1995
Karakteristik bakso yang disukai konsumen adalah rasanya gurih (sedang,
agak asin, mempunyai rasa daging yang kuat), beraroma daging rebus, tekstur
empuk dan agak kenyal, berwarna abu-abu pucat, berbentuk bulat dan
berukuran 3-5 cm (Andayani 1999).
Pada pembuatan bakso zat kimia yang ditambahkan seperti :
a. Benzoat, diperbolehkan dan aman dikonsumsi asalkan tidak melebihi
kadar yang ditentukan.
b. Boraks, biasanya boraks dengan dosis 0,1-0,5% (dari berat adonan)
dicampur kedalam adonan, untuk mendapatkan produk bakso yang kering,
keset atau kenyal teksturnya.
c. Tawas (Al2(SO4)3), digunakan untuk mengeringkan sekaligus
mengeraskan permukaan.
d. TiO2 (Titanium dioksida ), penambahan TiO2 dalam adonan bakso
umumnya sekitar 0,5-1,0% dari berat adonan, digunakan sebagai bahan
pemutih untuk menghindarkan terjadinya bakso berwarna gelap.
e. STTP (Sodium Tripoly Phosphat ), STTP secara umum diijinkan dan telah
banyak digunakan dalam makanan untuk keperluan perbaikan tekstur dan
meningkatkan daya cengkram air (Winarno,F.G,1984).
Bakso yang diberi penambahan bahan pengawet makanan berupa boraks
memiliki karakteristik sebagai berikut.
1. Lebih kenyal dibanding bakso tanpa boraks.
2. Bila digigit akan kembali ke bentuk semula.
3. Tahan lama atau awet beberapa hari.
4. Bila dilempar ke lantai akan memantul seperti bola bekel.
5. Warna tidak kecoklatan seperti penggunaan daging, tetapi cenderung
keputihan.
6. Bakso yang aman berwarna abu-abu segar merata disemua bagian, baik di
pinggir maupun tengah.

2.5.2 Siomay
Siomay adalah suatu produk olahan hasil perikanan yang sederhana
pembuatannya dan memiliki rasa yang enak dan lezat(Maemunah, 2001).
Bahan baku utama dari siomay biasanya adalah ikan tenggiri (Syaferi, 2001).
Ikan tenggiri termasuk jenis ikan laut yang memiliki rasa yang gurih, kenyal,
tidak mudah hancur saat dijadikan adonan, dan memiliki aroma yang khas
ketika dimasak (Muthohar dan Setyanova, 2004).
Siomay selama perkembangannya sangat diminati oleh masyarakat
Indonesia dan mudah ditemukan di tempat-tempat jajanan atau pesta-pesta
yang ada, bahkan banyak juga masyarakat yang kesehariannya menjadikan
siomay menjadimakanan rutinnya sebagai lauk-pauk alternatif mereka
(Maemunah, 2001).
Siomay yang sering kita dapati di tempat jajanan ataupun tempat
lainnya masih belum memiliki banyak pilihan nilai variasi rasa atau
keanekaragaman bahan baku yang digunakan (Syaferi, 2001).
2.5.3 Kulit Pangsit

Kulit pangsit dibuat dari adonan tepung terigu, air, dan garam dapur.
Adonan ditipiskan dan dipotong-potong berukuran persegi. Selain bisa dibuat
sendiri, kulit pangsit bisa dibeli dalam kemasan berisi 10 hingga 20 lembar.
Sewaktu membuat siomay (bukan tahu bakso), kulit pangsit dipakai sebagai
pembungkus daging cincang.

2.5.4 Daging Ayam

Daging ayam adalah bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena kaya
akan protein, lemak, mineral serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan tubuh.
Usaha untuk meningkatkan kualitas daging ayam dilakukan melalui
pengolahan atau penanganan yang lebih baik sehingga dapat mengurangi
kerusakan atau kebusukan selama penyimpanan dan pemasaran.
Daging ayam mudah tercemar oleh berbagai mikroorganisme dari lingkungan
sekitarnya. Beberapa jenis mikroba yang terdapat pada bahan pangan adalah
Escherichia coli dan Salmonella Sp. serta mikroba patogen lainnya.
Pencemaran mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi
langsung atau tidak langsung dengan sumbersumber pencemaran mikroba,
seperti tanah, udara, air, debu, saluran pencernaan dan pernafasan manusia
maupun hewan. (Wahyudi, 2004)
Persyaratan karkas yaitu:
a) Menggunakan ayam hidup yang sehat, sesuai dengan ketentuan peraturan
yang berlaku
b) Pemotongan dilakukan ditempat yang bersih, cukup air berasal dari
sumber berkualitas baik dan khusus
c) Cara pemotongan mengikuti persyaratan agama Islam
d) Pengeluaran darah (bleeding) harus tuntas sehingga ayam benar-benar
mati
e) Sebelum pencabutan bulu ayam diseduh (scalding) dengan temperatur 52o
-60oC selama 3 5menit
f) Setelah dilakukan pencabutan bulu, kemudian karkas ayam dicuci dengan
air yang mengalir atau didinginkan (chiling) dengan temperatur 0 5oC.
g) Pemeriksaan kesehatan terhadap karkas dilakukan sebelum jeroan
dipisahkan dari tubuh oleh petugas yang berwenang
h) Setelah pemeriksaan dan pencucian, karkas didinginkan (SNI 1995 dalam
Rizali, 2012).

2.5.5 Sosis Sapi


Sosis adalah olahan daging hewan yang berupa campuran daging giling
dengan garam, bahan bahan lain serta rempah rempah sebagai bumbunya.
Adonan daging giling itu kemudian dimasukan ke dalam pembungkus yang
mencetaknya menjadi bentuk bulat panjang. Bentuk bulat panjang inilah yang
merupakan ciri khas sosis yang membedakannya dengan hasil olahan daging
lain (Anonimous, 1973).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat Dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Neraca analitik
2. Mortar dan alu
3. Alat pemanas
4. Beaker glass 1000 mL
5. Hot plate
6. Gelas ukur
7. Cawan petri
8. Beaker glass 100 mL
9. Pipet ukur
10. Bulb pipet
11. Botol reagen
12. Sendok plastik

3.1.2 Bahan
1. Bakso
2. Siomay
3. Kulit pengsit
4. Daging ayam
5. Sosis sapi
6. Air mendidih
7. Larutan HCl
8. Reagen cair
9. Kertas uji
10. Plastik
11. Tissu
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Perlakuan Tanpa Perendaman Air Panas

10 gram sampel

Cincang dan haluskan

+ 10 mL air mendidih

+ 5 mL HCl

+ 4 tetes reagent cair

Celupkan kertas uji sampai terendam sebagian

Kering anginkan

Amati perubahan warna, jika (+) merah bata


3.2.2 Perlakuan Peendaman dengan Air Panas

10 gram sampel
4.

Perendaman dengan air panas

Cincang dan haluskan

+ 10 mL air mendidih

+ 5 mL HCl

+ 4 tetes reagent cair

Celupkan kertas uji sampai terendam sebagian

Kering anginkan

Amati perubahan warna, jika (+) merah bata


BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Perlakuan 1 (tanpa perendaman)

Sampel Boraks
Hasil Uji Warna
Bakso - -
Siomay - -
Kulit pangsit - -
Daging ayam - -
Sosis sapi + +

4.1.2 Perlakuan 2 (perendaman dengan air panas)

Sampel Boraks
Hasil Uji Warna
Bakso - -
Siomay - -
Kulit pangsit - -
Daging ayam - -
Sosis sapi - -

Keterangan :
Semakin (+) semakin berwarna merah bata
Hasil uji (+) jika mengandung boraks
Hasil uji (-) jika tidak mengandung boraks
Maksimal hingga 4+

4.2 Hasil Perhitungan


Praktikum uji boraks pada makanan tidak dilakukan perhingnan, karena
pengujian ini dilakukan dengan menggunakan uji secara kualitatif.
BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Skema Kerja Dan Fungsi Perlakuan


Pada praktikum uji penentuan adanya kandungan boraks pada bahan
pangan dilakukan dengan dua sampel yang tanpa perlakuan perendaman air
panas dan dengan perendaman air panas. Sampel yang digunakan berupa
bakso, siomay, kulit pangsit, daging ayam, dan sosis sapi. dalam uji ini
penentuannya yaitu dengan cara menyiapkan terlebih dahulu 10 gram pada
masing-masing bahan yang digunakan, setiap bahan tersebut ada 2 perlakuan
yaitu perlakuan pertama 10 gram sampel tanpa perendaman dan perlakuan
kedua 10 gram sampel dengan perendaman air panas. Perlakuan tersebut
bertujuan untuk mengetahui perbedaan kandungan boraks yang ada pada
makanan, jika terdapat boraks atau pengawet makanan maka perlakuan mana
yang lebih nampak menunjukkan banyaknya kandungan boraks tersebut.
Kemudian 10 gram sampel masing masing perlakuan tersebut di cincang
dan dihaluskan untuk memperluas permukaan bahannya, untuk
mengoptimalkan pengujian ketika dilakukan pencampuran bahan bahan
untuk pengujian, karena jika bahan tersebut dihancur maka komponen
komponen yang ada pada bahan akan terekstrak dan ketika dilakukan
pengujian dengan pencampuran bahan bahan penguji adanya boraks maka
akan mengoptimalkan terjadinya reaksi. Setelah bahan dihancurkan,sampel
yang diberi perlakuan direndam dengan air panas di tambah 10 ml air
mindidih sambil diaduk yang tujuannya untuk mempermudah dan
mengoptimalkan komponen dalam bahan terekstak keluar dan komponen
terekstak secara merata. Selain itu jika pada makanan tersebut mengandung
boraks maka asam ortoborat (H3BO3) dalam borat akan terlepaskan. Menurut
literatur Asam ortoborat adalah zat padat kristalin putih, yang sedikit larut
dalam air dingin, tetapi lebih larut dalam air panas. Sehingga ketika
ditambahkan air panaskan, maka asap putih asam borat akan dilepaskan.
Setelah itu dilakukan penambahan 5ml HCl yang tujuannya untuk melarutkan
borat yang masih belum larut dalam air, karena borat ada yang mudah larut
dalam air dan ada pula yang sulit larut dalam air. Kelarutan Borat dari logam-
logam alkali mudah larut dalam air. Borat dari logam-logam lainnya
umumnya sangat sedikit larut dalam air, tetapi cukup larut dalam asam-asam
dan dalam larutan ammonium klorida (Harjadi, 1986). Sehingga penambahan
asam klorida disini tujuannya untuk mempermudah pelarutan borat yang dari
logam selain alkali sulit larut dalam air. Selain itu asam klorida HCl jika
ditambahkan kepada larutan boraks yang pekat, maka asam borat tersebut
akan mengendap. Kemudian bahan yang diuji tersebut diberi 4 tetes reagen
cair, dimana reagen cair ini berfungsi sebagai indikator pembentukan warna
pada kertas. Setelah itu diaduk, dan dilakukan pengujian pada kertas uji untuk
mengetahui adanya perubahan warna pada kertas uji jika pada makanan
mengandung boraks. Kertas uji di celupkan sampai terendam dan kemudian
dikering anginkan sambil menunggu adanya perubahan yang ditunnjukkan
oleh kertas uji tersebut. Amati perubahan warna, jika pada kertas uji berubah
warna menjadi ungu artinya pada makanan tersebut positif menggandung
bahan penggawet berupa boraks.

5.2 Analisa Data


Praktikum acara ini adalah melakukan pengujian bahan pengawet
boraks pada makanan yang berupa bakso, siomay, kulit pangsit, daging ayam,
dan sosis sapi dengan dua perlakuan yaitu perlakuan pertama bahan pangan
tanpa direndam dan perlakuan ke dua bahan pangan diberi perlakuan
direndam dengan air panas. Dilakukan pengujian ini tujuannya adalah untuk
mengetahui ada tidaknya kandungan boraks yang terdapat pada bahan pangan
tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum yang telah dilakukan maka
diperoleh hasil bahwa pada bakso, siomay, kulit pangsit, yang diberi
perlakuan tanpa perendaman air panas menunjukkan hasil uji yang
negatif,kecuali pada sampel sosis sapi yang diberi perlakuan tanpa direndam
dengan air panas hasilnya positif mengandung boraks. Hal ini ditunjukkan
pada warna yang terbentuk tidak mengalami perubahan. Dapat diketahui dari
hasil pengamatan, bahwa bahan pangan tersebut tidak mengandung bahan
pengawet dan pengenyal berupa boraks. Sehingga dapat dikatakan bahwa
makanan tersebut masih layak dan dapat dikonsumsi. Sedangkan bahan
pangan yang tidak layak dan tidak boleh dikonsumsi adalah bahan pangan
yang mengandung boraks atau bahan pengawet lainnya. Seperti pada sampel
sosis sapi yang diberi perlakuan tanpa perendaman dengan air panas, warna
kertas ujinya berubah menjadi merah bata. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
produksinya,sosis sapi ditambahkan boraks oleh produsennya. Sehingga
bahan pengan tersebut berbahaya jika dikonsumsi oleh manusia.
Sedangkan pada sampel bakso, siomay, kulit pangsit, daging ayam, dan
sosis sapa yang diberi perlakuan perendaman dengan air panas hasilnya
negatif,tetapi pada sampel sosis sapi tanpa perendaman dengan air panas
hasilnya positif. Hal tersebut dimungkinkan boraks yang ada pada sampel
sosis sapi yang direndam dengan air panas telah larut bersama air tersebut.
Hal ini sudah sesuai dengan literature yang menyatakan boraks bersifat
sedikit larut dalam air (Sultan, dkk, 2013). Dari hasil tersebut menjelaskan
bahwa perlakuan perendaman dengan air panas bisa mengurangi kadar
boraks. Hal tersebut telah terbukti karena sampel sosis sapi tanpa perendaman
air panas positif mengandung borak. Tetapi ketika sampel sosis sapi diberi
perlakuan perendaman air panas hasilnya menjadi negative.
BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum pengujian boraks pada makanan yang telah
dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
Metode pengujian boraks yang dilakukan adalah metode kualitatif dengan
munggunakan pereaksi reagen cair dan diujikan pada kertas uji
Makanan yang tidak mengandung boraks saat pengujian adalah sampel
bakso, siomay, kulit pangsit, dan daging ayam
Makanan yang mengandung boraks saat pengujian adalah sampel sosis
sapi yang diberi perlakuan perendaman air panas.
Boraks dapat larut jika direndam dengan air panas.

6.2 Saran
Sebaiknya penghalusan bahan tidak menggunakan mortal aru karena
kurang optimal jika digunakan untuk menghaluskan bahan.
DAFTAR PUSTAKA

Andayani RY. 1999. Standarisasi Mutu Bakso Sapi Berdasarkan Kesukaan


Konsumen (Studi Kasus di Wilayah DKI Jakarta). [skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional 1995a. Bakso Ikan. SNI 01-3819-1995.


Jakarta : Badan Standardisasi Nasional

Cahyadi, S,. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Jakarta: Cetakan Pertama . PT. Bumi Aksara..

Departemen Kesehatan RI., 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta:


Penerbit Bhratara.

Departemen Kesehatan RI,. 1989. Permenkes RI No. 722/Menkes/PER/IX/88:


Bahan Tambahan Makanan. Jakarta .

Egan, H., Kirk R.S. and Sawyer, R. 1981. Pearsons Chemical Analyses of Foods;
8th Edition. London: UK.

Hamdani. 2012. Boraks. http://catatankimia.com/catatan/ boraks-dalam-


makanan.html [diakses tanggal 5 januari 2013]

Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia.

Nevrianto, R. 1991. Ancaman Boraks Lewat Bakso. Jakarta: PT Grafiti Pers.


Nielsen, F.H. 2004. Boron. Di dalam: E. Merian, M. Anke, M. Ihnat, M.
Stoeppler. Elements and Their Compounds in The Environment:
Occurrence, Analysis, and Biological Relevance. Vol. 3 Nonmetals,
Particular Aspects. 2nd Ed. Weinheim: Wiley-Vch.

Oktaviani. 2005. Implications of APEC Trade Liberalisation and Other Changes


for The Indonesian Economy. Bogor: Working Paper Series No:
IWP/002/2005. Inter Cafe.

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

Roth, H. J. 1988. Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press..

Underwood, A. L dan R. A. Day, JR. 1996. Analisis Kimia Kuantitatif


Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Saparinto C dan D. Hidayati. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta :


Kanisius

SNI 01-3818. 1995. Bakso Daging. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.

Sultan, Pramutia., dkk.2013.Analisis Kandungan Zat Pengawet Boraks pada


Jajanan Bakso di SDN Kompleks Mangkura Kota
Makassar.Makassar:Fakultas Kesehatan Masyarakat niversitas
Hasanuddin.

Sunarlim, R. 1992. Karakteristik Mutu Bakso Daging Sapi Dan Pengaruh


Penambahan Natrium Klorida Dan Natrium Tripolifosfat Terhadap
Perbaikan Mutu. Disertasi. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Wahyudi, Imam.2004.Studi Total Bakteri pada Daging Ayam di Pasar Dinoyo
dan Pasar Besar Malng Kodya Malang.Skripsi.Malang:Fakultas
Peternakan Perikanan Universitas Muhammadiyah Malang.

Winarno, F. G. dan Rahayu, T. S. 1994. Bahan Tambahan untuk Pangan dan


Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Winarno, F.G., 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

World Health Organization. 1998. Boron. Ohio: Environmental Health Criteria.

Anda mungkin juga menyukai