Anda di halaman 1dari 3

Jurnal Jurnal

1 2
Judul : Analisis Faktor-Faktor Risiko terhadap Judul : Faktor-Faktor yang Berhubungan
Kejadian Stunting pada Balita (0-59 Bulan) di dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-
Negara Berkembang dan Asia Tenggara 59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas
Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun
2018
Latar belakang : Stunting merupakan Latar belakang : Prevalensi stunting di
gangguan pertumbuhan fisik yang ditandai Indonesia menempati peringkat kelima terbesar
dengan penurunan kecepatan pertumbuhan dan di dunia.1 Data Riset kesehatan dasar
merupakan dampak dari ketidakseimbangan (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan
gizi. Menurut World Health Organization prevalensi stunting dalam lingkup nasional
(WHO) Child Growth Standart, stunting sebesar 37,2 persen, terdiri dari prevalensi
didasarkan pada indeks panjang badan pendek sebesar 18,0 persen dan sangat pendek
dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan sebesar 19,2 persen. Stunting dianggap sebagai
dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) masalah kesehatan masyarakat yang berat bila
kurang dari -2 SD. Stunting masih merupakan prevalensi stunting berada pada rentang 30-39
satu masalah gizi di Indonesia yang belum persen. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia
terselesaikan. Stunting akan menyebabkan sedang mengalami masalah kesehatan
dampak jangka panjang yaitu terganggunya masyarakat yang berat dalam kasus balita
perkembangan fisik, mental, intelektual, serta stunting. Pusat Kesehatan Masyarakat
kognitif. Anak yang terkena stunting hingga (Puskesmas) Andalas merupakan satu-satunya
usia 5 tahun akan sulit untuk diperbaiki Puskesmas yang berada di Kecamatan Padang
sehingga akan berlanjut hingga dewasa dan Timur. Wilayah kerja Puskesmas Andalas
dapat meningkatkan risiko keturunan dengan masih menghadapi berbagai masalah terkait
berat badan lahir yang rendah (BBLR). kesehatan anak. Menurut Profil Kesehatan
Menurut WHO tahun 2016, prevalensi balita Kota Padang tahun 2016, jumlah kasus Bayi
stunting di dunia sebesar 22,9% dan keadaan Berat Lahir Rendah (BBLR) dan gizi buruk
gizi balita pendek menjadi penyebab 2,2 juta pada balita di Kota Padang tahun 2016 paling
dari seluruh penyebab kematian balita di tinggi terdapat di wilayah kerja Puskesmas
seluruh dunia. Hampir setengah tingkat Andalas. Selama tahun 2016, dilaporkan
kematian pada anak-anak di bawah lima tahun sebanyak 44 kasus BBLR dan 18 kasus gizi
di Asia dan Afrika disebabkan oleh buruk. Kasus diare dan pneumonia pada balita
kekurangan gizi. Ini menyebabkan kematian juga tinggi di wilayah kerja Puskesmas
tiga juta anak per tahun. Berdasarkan data Andalas. Dilaporkan sebanyak 649 kasus diare
WHO tahun 2016, di wilayah Asia Tenggara dan 386 kasus pneumonia pada balita selama
prevalensi balita stunting mencapai 33,8%. tahun 2016. Jumlah tersebut menempati
Pada tahun 2011, Indonesia berada di peringkat paling tinggi ketiga jumlah kasus
peringkat lima dari 81 negara dengan jumlah diare dan pneumonia pada balita di Kota
anak stunting terbesar di dunia yang mencapai Padang pada tahun 2016. Persentase bayi yang
7.547.000 anak. Indonesia dilaporkan memiliki diberi ASI eksklusif pada tahun 2016 juga
jumlah anak stunting yang lebih besar daripada rendah di Kecamatan Padang Timur, yaitu
beberapa negara Afrika, seperti Ethiopia, sebesar 57,12 persen. Persentase tersebut
Republik Demokratik Kongo, Kenya, Uganda, menempatkan Kecamatan Padang Timur
dan Sudan. Selama tahun 2007-2011, sebagai kecamatan paling rendah dalam
Indonesia dilaporkan memiliki anak-anak persentase anak yang mendapatkan ASI
dengan berat badan sedang, berat badan eksklusif se-Kota Padang.
rendah, dan berat badan berlebih yang masing-
masing mencapai 13%, 18% dan 14%. Pada
tahun 2012, angka kematian anak di bawah
lima tahun di Indonesia mencapai 152.000.4
Prevalensi balita stunting di Indonesia masih
fluktuatif sejak tahun 2007- 2017. Prevalensi
balita stunting di Indonesia pada tahun 2007
adalah 36,8%, tahun 2010 sebesar 35,6%,
tahun 2013 sebesar 37,2%, dan tahun 2017
sebesar 29,6%.2,5 Menurut WHO, prevalensi
balita pendek menjadi masalah kesehatan
masyarakat jika prevalensinya 20% atau lebih.
Karenanya persentase balita pendek di
Indonesia masih tinggi dan merupakan
masalah kesehatan yang harus ditanggulangi.
Dibandingkan beberapa negara tetangga,
prevalensi balita pendek di Indonesia juga
tertinggi dibandingkan Myanmar (35%),
Vietnam (23%), Malaysia (17%), Thailand
(16%), dan Singapura (4%). Ibu memegang
peranan penting dalam mendukung upaya
mengatasi masalah gizi, terutama dalam hal
asupan gizi keluarga, mulai dari penyiapan
makanan, pemilihan bahan makanan, sampai
menu makanan. Ibu yang memiliki status gizi
baik akan melahirkan anak yang bergizi baik.
Kemampuan keluarga dalam memenuhi
kebutuhan pangan baik dalam jumlah maupun
mutu gizinya sangat berpengaruh bagi status
gizi anak. Keluarga dengan penghasilan relatif
tetap, prevalensi berat kurang dan prevalensi
kependekan lebih rendah dibandingkan dengan
keluarga yang berpenghasilan tidak tetap.
Sebagaimana diketahui bahwa asupan zat gizi
yang optimal menunjang tumbuh kembang
balita baik secara fisik, psikis, maupun motorik
atau dengan kata lain, asupan zat gizi yang
optimal pada saat ini merupakan gambaran
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal
pula di hari depan.
Tujuan : Menganalisa efek dari faktor-faktor Tujuan : Tujuan Dari Penelitian Ini Untuk
risiko determinan terhadap kejadian stunting Mengetahui Faktor-Faktor Yang Berhubungan
pada balita. Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 24-
59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Andalas Kecamatan Padang Timur Kota
Padang Tahun 2018
Metode : Desain penelitian ini adalah literature Metode : Penelitian ini merupakan studi
review. Artikel-artikel yang dipilih adalah analitik observasional dengan desain cross-
artikel penelitian korelasi yang menggunakan sectional. Penelitian dilakukan di wilayah kerja
studi cross-sectional. Dengan menggunakan Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur
Metode PRISMA. Kota Padang dari bulan Agustus 2017 hingga
bulan April 2018.
Sampel : Respondennya adalah anak dengan Sampel : Sebanyak 74 sampel dipilih secara
stunting usia 0-59 bulan. Artikel yang simple random sampling dari seluruh anak usia
terkumpul dikelompokkan berdasarkan kriteria 24-59 bulan dengan memperhatikan kriteria
inklusi berikut: anak dengan stunting, berusia inklusi dan eksklusi.
0-59 bulan, wilayah negara berkembang
(termasuk wilayah Asia Tenggara), memiliki
Kartu Menuju Sehat (KMS), masih memiliki
orang tua lengkap. Sedangkan kriteria eksklusi
yang ditetapkan adalah anak yang tidak
memiliki KMS, anak yang sudah tidak
memiliki orang tua.
Jelaskan Perbedaan yang anda dapatkan antara jurnal 1 dan 2 :

Jurnal 1 : Jurnal 1 adalah tentang Analisis Faktor-Faktor Risiko terhadap Kejadian Stunting pada
Balita (0-59 Bulan) di Negara Berkembang dan Asia Tenggara, Tujuan dari penulisan ini untuk
Menganalisa efek dari faktor-faktor risiko determinan terhadap kejadian stunting pada balita.
Pada jurnal ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi sejumlah factor yang relative kecil yang
dapat digunakan untuk menjelasan sejumlah besar variable yang saling berhubungan. Dijurnal
ini sudah jelas teknik yang digunakan untuk mencari fakto- factor yang mampu menjelaskan
hubungan atau korelasi antara berbagai indicator independen yang diobservasi.Jurnal ini
menggunakan metode penelitian literature review artinya satu penelusuran dan penelitian
kepustakaan dengan membaca berbagai buku, jurnal, dan terbitan-terbitan lain yang berkaitan
dengan topik penelitian, untuk menghasilkan satu tulisan berkenaan dengan satu topik atau isu
tertentu. Artikel-artikel yang dipilih adalah artikel penelitian korelasi yang menggunakan studi
cross-sectional. Respondennya adalah anak dengan stunting usia 0-59 bulan yang tercantum
dalam artikel yang dicari, Dengan menggunakan Metode PRISMA (Preferred Reporting Items
for Systematic Reviews and Meta-analyses) adalah satu metode yang menggunakan review,
telaah, evaluasi terstruktur, pengklasifikasian, dan pengkategorian dari evidence based yang
telah dihasilkan sebelumnya. Dari hasil penelitian ini adalah semakin rendahnya berat badan
lahir (BBLR), tingkat pendidikan ibu, pendapatan rumah tangga, dan kurangnya hygiene sanitasi
rumah maka risiko balita menjadi stunting semakin besar. Sehingga kita bisa simpulkan bahwa
berat badan lahir rendah (BBLR), tingkat pendidikan ibu, pendapatan rumah tangga, dan
kurangnya hygiene sanitasi dapat mempengaruhi kejadi stunting di Negara Berkembang dan
Asia Tenggara.

Jurnal 2 : Jurnal 2 adalah tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting
pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur
Kota Padang Tahun 2018. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan. Jenis penelitian ini adalah
studi analitik observasional dengan desain cross-sectional. Sebanyak 74 sampel dipilih secara
simple random sampling. Dalam metode penelitian ini para peneliti melakukan penelitian
langsung di puskesmas andalas di kecamatan padang timur dengan sampel sebanyak 74 sampel
dari usia 24-59 Bulan . Penelitian dilakukan dari Maret sampai April 2018. Pengumpulan data
dilakukan dengan pengukuran tinggi badan, wawancara dan pengisian kuesioner. Hasil uji Chi-
square menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat asupan energi, riwayat
durasi penyakit infeksi, berat badan lahir, tingkat pendidikan ibu dan tingkat pendapatan
keluarga dengan kejadian stunting. Tingkat pendidikan ibu memiliki hubungan paling dominan
dengan kejadian stunting.

Anda mungkin juga menyukai