Dampak dari stunting adalah jangka pendek dan jangka panjang dan
termasuk peningkatan morbiditas dan mortalitas. Dampak jangka pendeknya
adalah peningkatan risiko infeksi dan penyakit tidak menular, peningkatan
kerentanan untuk menumpuk lemak sebagian besar di wilayah tengah tubuh.
Dampak panjangnya perkembangan anak yang buruk dan kapasitas belajar,
lebih rendah oksidasi lemak, pengeluaran energi yang lebih rendah, ,resistensi
insulin dan risiko lebih tinggi terkena diabetes, hipertensi, dislipidemia,
penurunan kapasitas kerja dan hasil reproduksi ibu yang tidak
menguntungkan di masa dewasa. Selanjutnya, anak stunting yang mengalami
kenaikan berat badan yang cepat setelah 2 tahun memiliki peningkatan risiko
menjadi kelebihan berat badan atau obesitas di kemudian hari (Soliman et al.,
2021).
DISCUSSION
Hasil penelitian dari 123 balita stunting di dapatkan hasil sebagian besar
usia ibu saat hamil anak yang stunting adalah usia 20-35 thn yaitu sejumlah 98
orang 79,7 % , usia 20 – 35 thn ini adalah usia yang sehat reproduksi. Usia ini
adalah masa yang paling optimal bagi seorang wanita untuk menjalani periode
kehamilan dan persalinan, baik secara psikologis maupun fisik. Hamil pada usia
20-35 keadaan psikologis sudah stabil sehingga dengan kestabilan psikologi , ibu
mengerti dan sadar tentang kehamilannya . Sehingga ibu memperhatikan gizi
selama hami, asupan gizi selama hamil bagus, kenaikan BB selama hamil normal
sehingga Pertumbuhan dan Perkembangan janin normal. Dan secara fisik dimana
pada usia 20-35 Tingkat kesuburan sedang sangat tinggi dan kualitas sel telur
sangat bagus selain itu kerja hormon estrogen dan Progesteron sudah stabil
sehingga Endrotrium sudah sempurna dengan sempurnanya endometrium
menyebabkan pembentukan plasenta sempurna dimana fungsi plasenta adalah
untuk mensuplai makanan janin yang di kandung. Sehingga ketika fungsi plasenta
sudah sempurna akan menyebabkan Pertumbuhan dan Perkembangan janin
normal.(Sani et al., 2020). Sedangkan Untuk usia < 20 & > 35 tahun dari 123
responden didapatkan sejumlah 25 balita (20,3%). usia hamil < 20 tahun adalah
usia reproduksi muda dan usia > 35 tahun adalah usia reproduksi tua. kehamilan
saat ibu berusia < 20 thn dan > 35 thn adalah beresiko. kehamilan di bawah usia
20 tahun dapat dikatakan berisiko karena berdasarkan anatomi tubuh,
perkembangan panggul perempuan pada usia tersebut belum sempurna sehingga
dapat menyebabkan kesulitan saat melahirkan. Tak hanya secara fisik, hamil di
bawah usia 20 tahun juga dapat mempengaruhi psikologis wanita yang
menjalaninya. Perempuan yang hamil di bawah usia 20 tahun sering kali
menerima stigma negatif dari teman sebaya atau lingkungan di sekitarnya, terlebih
jika kehamilan tersebut tidak direncanakan. Sedangkan Hamil usia tua, yaitu saat
berusia di atas 35 tahun, memang lebih berisiko, baik bagi ibu hamil sendiri
maupun janinnya. Hamil di usia 35 tahun, baik untuk kehamilan pertama maupun
kehamilan selanjutnya, tergolong kehamilan di usia tua. Wanita yang hamil di
usia tersebut umumnya lebih berisiko mengalami gangguan kesehatan selama
mengandung.(Sani et al., 2020).
Pada kenyataannya ternyata usia ibu saat hamil balita stunting lebih ada
pada usia reproduksi sehat ( usia 20-35 thn) 79,7 % dari pada usia reproduksi
tidak sehat ( <20 & >35 ) 20,3%. Hal ini bisa saja karena pada usia 20-35
mempunyai rentang panjang dan pada usia <20 dan >35 mempunyai rentang
kecil. Disamping itu kebanyakan orang mulai hamil menunggu usia 20 tahun dan
merencanakan hamil yang terakhir sebelum usia lebih dari 35 tahun. Selain itu
juga di mungkinkan karena pada zaman sekarang sudah ada kemajuan dimana
banyak remaja putri yang menikah pada umur 20 tahun atau minimal sudah lulus
SLTA. Sehingga kehamilan dibawah umur 20 thn dan di atas 35 tahun lebih
sedikit dimungkinkan plasenta adalah untuk mensuplai makanan janin yang di
kandung. Sehingga ketika fungsi plasenta sudah sempurna akan menyebabkan
Pertumbuhan dan Perkembangan janin normal.(Sani et al., 2020). Sedangkan
Untuk usia < 20 & > 35 tahun dari 123 responden didapatkan sejumlah 25 balita
(20,3%). usia hamil < 20 tahun adalah usia reproduksi muda dan usia > 35 tahun
adalah usia reproduksi tua. kehamilan saat ibu berusia < 20 thn dan > 35 thn
adalah beresiko. kehamilan di bawah usia 20 tahun dapat dikatakan berisiko
karena berdasarkan anatomi tubuh, perkembangan panggul perempuan pada usia
tersebut belum sempurna sehingga dapat menyebabkan kesulitan saat melahirkan.
Tak hanya secara fisik, hamil di bawah usia 20 tahun juga dapat mempengaruhi
psikologis wanita yang menjalaninya. Perempuan yang hamil di bawah usia 20
tahun sering kali menerima stigma negatif dari teman sebaya atau lingkungan di
sekitarnya, terlebih jika kehamilan tersebut tidak direncanakan. Sedangkan Hamil
usia tua, yaitu saat berusia di atas 35 tahun, memang lebih berisiko, baik bagi ibu
hamil sendiri maupun janinnya. Hamil di usia 35 tahun, baik untuk kehamilan
pertama maupun kehamilan selanjutnya, tergolong kehamilan di usia tua. Wanita
yang hamil di usia tersebut umumnya lebih berisiko mengalami gangguan
kesehatan selama mengandung.(Sani et al., 2020).
Pada kenyataannya ternyata usia ibu saat hamil balita stunting lebih ada
pada usia reproduksi sehat ( usia 20-35 thn) 79,7 % dari pada usia reproduksi
tidak sehat ( <20 & >35 ) 20,3%. Hal ini bisa saja karena pada usia 20-35
mempunyai rentang panjang dan pada usia <20 dan >35 mempunyai rentang
kecil. Disamping itu kebanyakan orang mulai hamil menunggu usia 20 tahun dan
merencanakan hamil yang terakhir sebelum usia lebih dari 35 tahun. Selain itu
juga di mungkinkan karena pada zaman sekarang sudah ada kemajuan dimana
banyak remaja putri yang menikah pada umur 20 tahun atau minimal sudah lulus
SLTA. Sehingga kehamilan
Kategori balita stunting di Puskesmas Balung tahun 2022
Dari hasil penelitian Sebanyak 123 subyek penelitian balita sangat pendek
27 balita (22%). dan dikategorikan sangat pendek jika nilai Zscorenya kurang
dari -3SD. Sedangkang balita pendek didapatkan 96 balita (78,%). Dimana Balita
Sangat pendek adalah balita dengan status gizi berdasarkan panjang atau tinggi
badan menurut umur bila dibandingkan dengan standar baku WHO, nilai Z
scorenya kurang dari -2SD
Status gizi balita pendek dan sangat pendek disini banyak dari ibu yang
usianya 20-35 saat hamil. Diliat dari usia ibunya yang tergolong reproduksi sehat
seharusnya status gizinya normal. Hal ini bisa disebabkan factor lain seperti factor
pendidikan dan pekerjaan ibu. Dari hasil penelitian di dapatkan Pendidikan dasar (
SD & SMP ) yang lebih dominan yaitu 74 dengan presentase (60,2%). Sehingga
bisa di kategorikan rata-rata Pendidikan orang tua dari balita stunting adalah
menengah kebawah.
Pengaruh usia ibu saat hamil balita stunting terhadap kategori stunting pada
balita stunting di desa Balung Lor di Puskesmas Balung
Berdasarkan hasil penelitian menggunakan uji chi square di temukan p
value 0,649 > dari 0,05 tidak ada pengaruh usia ibu saat hamil dengan kejadian
balita stunting di desa balung lor Puskesmas Balung. hal ini tidak sesuai dengan
penelitian Mira Sani dkk (2019). menunjukkan bahwa usia ibu saat hamil < 20 th
dan > 35 thn berpengaruh dengan kejadian balita stunting.
Sejalan dengan penelitian Indrasari (2012) yang menyatakan bahwa ibu
dengan usia berisiko (kurang dari 20 tahun)mempunyai risiko 4,2 kali lebih besar
untuk mengalami terjadinya BBLR. Kejadian BBLR dan kelahiran prematur pada
remaja sering dikaitkan sebagai manifestasi Intra uterine Growth Restriction
(IUGR) yang disebabkan belum matangnya organ reproduksi dan status gizi
sebelum masa kehamilan. Kehamilan di bawah usia 20 tahun atau kehamilan
remaja dapat dikatakan berisiko karena berdasarkan anatomi tubuh,
perkembangan panggul perempuan pada usia tersebut belum sempurna sehingga
dapat menyebabkan kesulitan saat melahirkan. Usia ibu yang terlalu muda (< 20
tahun) masih dalam proses pertumbuhan sehingga perkembangan fisik belum
sempurna termasuk organ reproduksinya (Ida, 2010). Pada usia ini, peredaran
darah menuju serviks dan uterus masih belum sempurna sehingga dapat
mengganggu proses penyaluran nutrisi dari ibu ke janin yang dikandungannya
(Manuaba, 2012). Tak hanya secara fisik, hamil di bawah usia 20 tahun juga dapat
memengaruhi psikologis wanita yang menjalaninya. Perempuan yang hamil di
bawah usia 20 tahun sering kali menerima stigma negatif dari teman sebaya atau
lingkungan di sekitarnya, terlebih jika kehamilan tersebut tidak direncanakan.
Masalah ekonomi juga kerap menjadi kendala perempuan yang hamil di usia yang
sangat muda karena umumnya belum mapan dan tidak memiliki pendidikan atau
kemampuan yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan pekerjaan.
Sehingga dengan belum matangnya psikologis menyebabkan pola asuh yang
belum optimal menyebabkan dilahirkan akan menjadi stuning.
Dalam penelitian ini usia yang lebih berpengaruh terhadap kejadian
stunting adalah kelompok usia 20-35 yaitu sebanyak (79,7%). Stunting disebakan
oleh banyak factor tidak ada hubungannya penelitian ini sesuai dengan penelitain
Tri Nurhidayati dkk ( 2020) .(Hasibuan, Muda, 2013) dimana didapatkan hasil
penelitian p value > 0,05 hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh
antara usia ibu saat hamil balita stunting dengan kategori stunting pada balita
stunting. Sedangkan menurut teori yang rentan balita stunting adalah kelompok
usia saat hamil < dari 20 dan kelompok usia > dari 35. Diliat dari stustus gizi ibu
hamil balita yang stunting sebagian besar gizinya bagus. Ini di liat dari ukuran TFU
ibu balita stunting saat hamil didapatkan TFU >28 cm sebanyak 90,2% dan
didukung dengan berat badan lahir balita stunting yang Sebagian besar diatas 2500
gram didapatkan 87%. Mungkin ini bisa disebabkan factor stunting yang lain ,
seperti factor pendidikan dan pekerjaan ibu. Dari hasil penelitian di dapatkan
Pendidikan dasar ( SD & SMP ) yang lebih dominan yaitu 74 dengan
presentase (60,2 %). Sehingga bisa di kategorikan rata-rata Pendidikan
orang tua dari balita stunting adalah menengah kebawah.
Tingkat pendidikan memberikan pengaruh terhadap masalah yang ada pada
diri, karena dari pendidikan seseorang akan mendapatkan pengetahuan yang
kemudian akan membentuk sikap dalam hal pengambilan keputusan. Tingkat
pengetahuan berkaitan erat dengan tingkat Pendidikan formal, semakin tinggi
Pendidikan formal maka semakin mudah untuk memahami informasi yang di
terima.(Notoatmodjo, 2018). Tingkat pendidikan orang tua sangat penting dalam
pemenuhan gizi keluarga untuk mencegah anak stunting. Selain dari factor
Pendidikan ada factor pekerjaan, dari hasil penelitian 123 balita stunting di dapat
kan 114 (92,7%) ibu balita stunting tidak bekerja. Dilihat dari pekerjaan ibu
stunting rata-rata tidak bekerja dan seharusnya mereka punya waktu luang yang
banyak. Dengan waktu yang banyak sebenarnya mereka dapat mengasuh anaknya
dengan baik, tapi pada kenyataanya mereka kurang telaten dalam pola asuh .
Sehingga dengan kurang telaten dalam pola asuh menyebabkan kurang
optimalnya dalam memberikan asupan makanan pada anak. Sehingga
menyebabkan balita stunting. Selain itu ibu yang tidak bekerja juga tidak berdaya
dalam hal keuangan, Cinta seorang ibu memang tidak bisa diukur dari uang.
Namun, ada begitu banyak kebutuhan anak mulai dari membeli susu, pakaian
hingga sekolah yang semuanya membutuhkan uang. Menjadi ibu rumah tangga
berarti juga hanya akan mengandalkan pemasukan dari suami saja sehingga
terkadang ada begitu banyak kebutuhan anak dan juga rumah tangga yang tidak
tercukupi. Sehingga kadang ibu ada rasa takut kekurangan uang belanja kalau
harus makan-makanan bergizi seperti ikan .
CONCLUSIONS
Dari hasil penelitian Pengaruh usia ibu saat hamil dengan kejadian balita
stunting di desa Balung Lor wilayah kerja Puskesmas Balung tahun 2023. Usia
ibu saat hamil balita stunting di desa Balung Lor wilayah kerja Puskesmas
Balung tahun 2023 didapatkan usia < 20 thn dan > 35 thn sebanyak 25 (20,3%)
dan Usia 20- 35 thn sebanyak 98 ( 79,7%). Kategori balita stunting di dapatkan
balita sangat pendek 27 balita (22%) dan balita pendek 96 balita (78,%). Tidak
ada pengaruh usia ibu saat hamil dengan kategori balita stunting. Di dapatkan p
Value 0,649 > 0,05.
REFERENCE
Bank Pembangunan Asia. 2021. Prevalensi Stunting Balita Indonesia Tertinggi ke- 2
di Asia Tenggara. Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank).
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/11/25/prevalensi-stunting- balita-
indonesia-tertinggi-ke-2-di-asia-tenggara
Black, R. E., Allen, L. H., Bhutta, Z. A., Caulfield, L. E., de Onis, M., Ezzati, M.,
Mathers, C., and Rivera, J. 2008. Maternal and child undernutrition: global and
regional exposures and health consequences. The Lancet 371(1): 243–260.
https://doi.org/10.1016/S0140-6736(07)61690-0
Bloem, M. W., de Pee, S., Hop, L. T., Khan, N. C., Laillou, A., Minarto, Moench-
Pfanner, R., Soekarjo, D., Soekirman, Solon, J. A., Theary, C., and Wasantwisut,
E. 2013. Key strategies to further reduce stunting in Southeast Asia: lessons from
the ASEAN countries workshop. Food and Nutrition Bulletin 34(2): 8–16.
https://doi.org/10.1177/15648265130342s103
Branca, F., and Ferrari, M. 2002. Impact of micronutrient deficiencies on growth: The
stunting syndrome. Annals of Nutrition and Metabolism 46(1): 8–17.
https://doi.org/10.1159/000066397
Dekker, L. H., Mora-plazas, M., Marín, C., Baylin, A., and Villamor, E. 2010. Stunting
associated with poor socioeconomic and maternal nutrition status and
Fillol, F., Sarr, J. B., Boulanger, D., Cisse, B., Sokhna, C., Riveau, G., Simondon,
K. B., and Remoué, F. 2009. Impact of child malnutrition on the specific anti-
Plasmodium falciparum antibody response. Malaria Journal 8(1): 1–10.
https://doi.org/10.1186/1475-2875-8-116
Gibson, G. R. 1999. Dietary modulation of the human gut microflora using the
prebiotics oligofructose and inulin. Journal of Nutrition 129(7 SUPPL.): 1438–
1441. https://doi.org/10.1093/jn/129.7.1438s
Henningham, and McGregor. 2008. Public Health Nutrition (M.J. Gibney (ed.)).
Jakarta: EGC.
Hasibuan, Muda, E. (2013). 提案3 日本語教育の必要性 : 国語教育に忘れられ
がちな言語教育(「国語の特質」をどう考えるか-国語教育研究と日本
語学研究との連携-,秋期学会 第123回 富山大会). Kokugokakyouiku,
73(5), 12–14.
Rahayu, A., Yulidasari, F., Putri, A. O., & Anggraini, L. (2018). Study Guide -
Stunting dan Upaya Pencegahannya. In Buku stunting dan upaya
pencegahannya.
Herdiana, E., and Rosa, E. M. 2011. Pengaruh fungsi manajerial supervise klinik
terhadap dokumentasi asuhan keperawatan di RS PKU Muhamadiyah. Asuhan
Keperawatan 1–19.
Herowati, D., and Sugiharto, M. 2019. Wanita Sudah Menikah Dengan Pemakaian
Kontrasepsi Hormonal Di Indonesia Tahun 2017. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan 22(2): 91–98.
Hien, N. N., and Kam, S. 2008. Nutritional status and the characteristics related to
malnutrition in children under five years of age in Nghean, Vietnam. Journal of
Preventive Medicine and Public Health 41(4): 232–240.
https://doi.org/10.3961/jpmph.2008.41.4.232
Istiftiani, N. 2011. Hubungan Pemberian Makanan Pendamping ASI dan Faktor Lain
dengan Status Gizi Naduta di Kelurahan Depok Kecamatan Pancoran Mas Kota
Depok Tahun 2011. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia.
Kalanda, B. F., Verhoeff, F. H., and Brabin, B. J. 2006. Breast and complementary
feeding practices in relation to morbidity and growth in Malawian infants.
Kemenkes RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan (Pedoman bagi Tenaga Kesehatan). Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2018. Cegah Stunting, itu Penting. Pusat Data Dan Informasi,
Kementerian Kesehatan RI1–27.
https://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/Bu
letin-Stunting-2018.pdf
Kemenkes RI. 2021. Launching Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI). 1–14.
Kocyigit, F., Acar, M., Turkmen, M. B., Kose, T., Guldane, N., and Kuyucu, E. 2016.
Kinesio taping or just taping in shoulder subacromial impingement syndrome? A
randomized, double-blind, placebo-controlled trial. Physiotherapy Theory and
Practice 32(7): 501–508. https://doi.org/10.1080/09593985.2016.1219434
Kumar, D., Goel, N. K., Mittal, P. C., and Misra, P. 2006. Influence of infant- feeding
practices on nutritional status of under-five children. Indian Journal of Pediatrics
73(5): 417–421. https://doi.org/10.1007/BF02758565
Masithah, T., Soekirman, M. D., and Martianto, D. 2005. Hubungan pola asuh makan
dan kesehatan dengan status gizi anak batita di Desa Mulya Harja. Media Gizi
Dan Keluarga 29(2): 29–39.
Maxwell, S. 2011. Module 5: Cause of Malnutrition. Diakses pada 08- 11-2022 dari
www.unscn.org.
Oktavia, R. 2011. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu dalam Pemberian
ASI Ekslusif dengan Status Gizi BADUTA di Puskesmas Biaro Kecamatan
Ampek Angek Kabupaten Agam Tahun 2011. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Rahayu, A., Yulidasari, F., Putri, A. O., and Anggraini, L. 2018. Study Guide -
Stunting dan Upaya Pencegahannya. Yogyakarta: CV. Mine.
Rosha, B. C., Susilowati, A., Amaliah, N., and Permanasari, Y. 2020. Penyebab
Langsung dan Tidak Langsung Stunting di Lima Kelurahan di Kecamatan Bogor
Tengah, Kota Bogor (Study Kualitatif Kohor Tumbuh Kembang Anak Tahun
2019). Buletin Penelitian Kesehatan 48(3): 169–182.
https://doi.org/10.22435/bpk.v48i3.3131
Sani, M., Solehati, T., and Hendarwati, S. 2020. Hubungan usia ibu saat hamil dengan
stunted pada balita 24-59 bulan. Holistik Jurnal Kesehatan 13(4): 284– 291.
https://doi.org/10.33024/hjk.v13i4.2016
Soedargo, T. 2010. Dampak Stunted Bagi Tumbuh Kembang Anak. Yogyakarta: Gava
Media.
Soliman, A., De Sanctis, V., Alaaraj, N., Ahmed, S., Alyafei, F., Hamed, N., and
Soliman, N. 2021. Early and long-term consequences of nutritional stunting: From
childhood to adulthood. Acta Biomedica 92(1): 1–12.
https://doi.org/10.23750/abm.v92i1.11346
Teshome, B., Kogi-Makau, W., Getahun, Z., and Taye, G. 2010. Magnitude and
determinants of stunting in children underfive years of age in food surplus
Journal
Template
region of Ethiopia: The case of West Gojam Zone. Ethiopian Journal of Health Development
23(2): 98–106. https://doi.org/10.4314/ejhd.v23i2.53223
Uliyanti, Tamtomo, D. G., and Anantanyu, S. 2017. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan. Jurnal Vokasi Kesehatan 3(2): 67–77. ISSN 2442-
5478
Waibale, P., Bowlin, S. J., Mortimer, E. A., and Whalen, C. 1999. The effect of human
immunodeficiency virus-1 infection and stunting on measles immunoglobulin-G levels in
children vaccinated against measles in Uganda. International Journal of Epidemiology 28(2):
341–346. https://doi.org/10.1093/ije/28.2.341
WHO. 2013. Global nutrition policy review: What does it take to scale up nutrition action.
Geneva, Switzerland: World Health Organization Press.
WHO. 2021. Stunting prevalence among children under 5 years of age (% height- for-age <-2 SD)
(JME country). World Health Organization 5 35.