Anda di halaman 1dari 9

Journal for Quality in Women's Health

Vol. 3 No. 2 September 2020 | pp. 207-215


p-ISSN: 2615-6660 | e-ISSN: 2615-6644
DOI: 10.30994/jqwh.v3i2.74

Kejadian Stunting di Tinjau dari Pola Makan dan Tinggi Badan


Orang Tua Anak Usia 12-36 Bulan di Puskesmas Kinoivaro
Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah

Miftakhur Rohmah1*, Regina Safira Natalie2


1
Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia
2
Akademi Kebidanan Graha Ananda Palu, Indonesia
Corresponding author: Miftakhur Rohmah (m1111ftaa@gmail.com)
Received: Mei, 20 2020; Accepted: June, 28 2020; Published: September, 1 2020

ABSTRAK
Masih tingginya angka kejadian stunting di wilayah Puskesmas Kinovaro sehingga dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas di suatu daerah tersebut, hal ini disebabkan salah
satunya oleh pola pemebrian makan dan tinggi badan orang tua. Tujuan penelitian ini adalah
untuk menganalisis kejadian stunting yang di tinjau dari pola makan dan tinggi badan orang
tua anak usia 12-36 bulan di puskesmas Kinovaro Sulawesi Tengah. Jenis penelitian ini adalah
studi analitik observasional dengan pendekatan Cross-sectional. Populasi dan sampel pada
penelitian ini yaitu orang tua dan anak stunting usia 12-36 bulan dengan jumlah sampel
sebanyak 85 responden, menggunakan tehnik simple random sampling, dengan penggumpulan
data menggunakan kuesioner dan observasi. Analisis data yang digunakan adalah Uji Phi
dengan nilai signifikasi α=0,05. Pada hasil penelitain ini didapatkan Sebagian besar 47 anak
(56%) responden dengan kejadian stunting sangat pendek, kategori pendek 38 responden
(44%). Pada Pola makan didapatkan Sebagian besar 63 responden (74%) pada kategori tidak
tepat. Pada tinggi badan ayah didapatkan Sebagian besar 58 responden (68%) pada kategori
≥161,9cm, tinggi badan ibu didapatkan sebagian besar 55 responden (64%) pada kategori
≥150cm dari 85 responden. Pada Uji statistik Phi menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
antara Pola pemberian makan p-value > α 0,05 (0,562 > 0,05) dan Tinggi Badan Ibu p-value >
α 0,05 (0,119 > 0,05) dengan Kejadian Stunting, sebaliknya terdapat Hubungan yang signifikan
antara Tinggi Badan Ayah p-value < α 0,05 (0,004 > 0,05) dengan Kejadian Stunting.
Hubungan yang terdapat pada variabel ini merupakan hubungan yang searah artinya semakin
baik pola pemberian makan maka tingkat kejadian stunting akan berkurang dengan
meningkatkan pola pemberian makan.

Kata Kunci: Anak Balita, Kejadian Stunting, Pola Makan, Tinggi Badan Orang tua

This is an open-acces article distributed under the terms of the Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
International License.

PENDAHULUAN
Stunting merupakan indikator kekurangan gizi kronis akibat ketidakcukupan asupan
makanan dalam waktu yang lama, pemberian makan yang kurang tepat, kualitas pangan yang
buruk, meningkatnya morbiditas serta terjadinya peningkatan tinggi badan yang tidak sesuai
dengan umurnya (TB/U). Pada umumnya, masalah pertumbuhan linier pada balita sering

Website: http://jqwh.org | Email: publikasistrada@gmail.com


Kejadian Stunting di Tinjau dari Pola Makan dan…..

diabaikan karena masih dianggap normal asalkan berat badan anak telah memenuhi standar.
Menurut beberapa penelitian, stunting berkaitan dengan peningkatan risiko kesakitan dan
kematian serta terhambatnya pertumbuhan kemampuan motorik dan mental (Priyono,
Sulistiyani dan Ratnawati, 2015).
Anak dikatakan stunting jika memiliki panjang atau tinggi badan dibawah standar untuk
usianya. Diperkirakan dari 171 juta anak stunting di seluruh dunia, 167 juta anak (98%) hidup
dinegara berkembang. United Nations international Childeren’s Emergency Fundation
(UNICEF) mengatakan bahwa pada tahun 2011, 1 dari 4 anak balita mengalami stunting
(Kemenkes, 2018).
Pembangunan kesehatan dalam periode tahun 2015-2019 difokuskan pada empat
program prioritas yaitu penurunan angka kematian ibu dan bayi, penurunan prevalensi balita
(stunting), pengendalian penyakit menular dan pengendalian penyakit tidak menular. Salah
satu prioritas pembangunan nasional yang tercantum di dalam sasaran pokok Rencana
Pembangunan jangka Menengah Tahun 2015-2019 yaitu upaya peningkatan status gizi
masyarakat termasuk penurunan prevalensi balita stunting (Kemenkes, 2016).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ariati et al (2018) dalam
penelitian berjudul “Description of Nutritional Status and the Incidence of Stunting Children
in early Childhood Education Programs in Bali-Indonesia” bahwa orang tua adalah pemberi
dan harus memperhatikan kebutuhan pemenuhan gizi anak sehingga anak-anak tidak
mengalami kekurangan gizi. Dan perlu dilakukan survey rutin untuk menentukan status gizi
dan mencari faktor penyebab terjadinya gizi buruk dan stunting.
World Health Organization (WHO) (2018), mengatakan bahwa retardasi pertumbuhan
atau stunting pada anak-anak di negara berkembang terjadi terutama sebagai akibat dari
kekurangan gizi kronis dan penyakit infeksi yang mempengaruhi 30% dari anak-anak usia di
bawah lima tahun WHO (2018), mengatakan bahwa anak yang lahir dari ibu dengan tinggi
badan kurang dari 150 cm lebih berisiko pada kejadian stunting. Tinggi badan ibu dan ayah
yang pendek merupakan faktor risiko stunting (WHO, 2018).
World Health Organisation (WHO), telah menargetkan akan menurunkan angka
stunting sebesar 40% pada tahun 2025 atau sekitar 70 juta anak yang diselamatkan dari
stunting. Tahun 2017 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting. Lebih
dari setengah balita stunting di dunia berasal dari Asia (55%), sedangkan lebih dari
sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak
berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%)
(Kemenkes RI, 2018).
Dampak stunting tidak hanya dirasakan oleh individu yang mengalaminya, tetapi juga
berdampak terhadap roda perekonomian dan pembangunan bangsa. Hal ini karena sumberdaya
manusia stunting memiliki kualiatas lebih rendah dibandingkan dengan sumber daya manusia
normal (Bentian, 2017).
Menurut UNICEF, stunting berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap
penyakit, menurunnya produktifitas dan kemudian menghambat pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan kemiskinan. Oleh karena itu, solusi dari masalah ini dimana stunting perlu
mendapat perhatian khusus termasuk pada anak usia 12-36 bulan. Proses pertumbuhan pada
usia 12-59 bulan cenderung mengalami perlambatan sehingga peluang untuk terjadinya
stunting.
Usia 12-59 bulan merupakan usia anak mengalami perkembangan yang pesat dalam
kemampuan kognitif dan motorik. Diperlukan kondisi fisik yang maksimal untuk mendukung
perkembangan ini, dimana pada anak yang 12-59 bulan perkembangan kemampuan motorik
maupun kognitif dapat terganggu. Anak pada usia ini juga membutuhkan perhatian lebih dalam
hal asupan karena kebutuhan energi yang lebih tinggi dan kebutuhan makanan yang lebih
bervariasi.

Journal for Quality in Women's Health 208


Kejadian Stunting di Tinjau dari Pola Makan dan…..

Berdasarkan fenomena di atas maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah
pola makan dan tinggi badan orang tua berhubungan dengan terjadinya Stunting pada anak usia
12-36 bulan di Puskesmas Kinovaro Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah.
Tujuan Penelitian yang akan saya lakukan meliputi Tujuan Umum dan Tujuan Khusus. Yang
pertama Tujuan Umum dimana Tujuan ini Menganalisis Kejadian Stunting ditinjau dari Pola
Makan dan Tinggi Badan Orang Tua Anak Usia 12-36 Bulan di Puskesmas Kinovaro
Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah. Kedua Tujuan Khusus terdiri dari, Mengidentifikasi
Kejadian Stunting Pada Anak Usia 12-36 Bulan Di Puskesmas Kinovaro Kabupaten Sigi
Provinsi Sulawesi Tengah, Mengidentifikasi Pola Makan Pada Anak Usia 12-36 Bulan Di
Puskesmas Kinovaro Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah, Mengidentifikasi Tinggi
Badan Orang Tua Pada Anak Usia 12-36 Bulan Di Puskesmas Kinovaro Kabupaten Sigi
Provinsi Sulawesi Tengah, Menganalisis Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Stunting
Pada Anak Usia 12-36 Bulan Di Puskesmas Kinovaro Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi
Tengah, Menganalisis Hubungan Tinggi Badan Orang Tua dengan Kejadian Stunting Pada
Anak Usia 12-36 Bulan Di Puskesmas Kinovaro Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah.

METODE
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian korelasional,
dengan pendekatan Cross-secrional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang tua dan
anak usia 12-36 bulan, sampel yang digunakan adalah Sebagian orang tua dan anak usia 12-36
bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kinovaro Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah,
dengan jumlah sampel sebanyak 85 responden. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil
sampel dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling. Pada definisi operasional
variabel pola makan alat ukurnya menggunakan kuesioner dengan kategori Tidak Tepat
(<55%) dan Tepat (55%-100%), pada variabel tinggi badan orang tua alat ukurnya
menggunakan microtoise dengan ketepatan 1 cm dengan kategori pendek dan tinggi,
sedangkan untuk variabel kejadian stunting alat ukurnya menggunakan observasi dengan table
Z-Score antropometri indeks TB/U dengan kategori Sangat pendek (<-3SD) dan Pendek (-3SD
sampai <-2SD). Analisis data untuk melihat hubungan antara variabel independent dengan
variabel dependen dengan menggunakan uji statistik Phi dengan nilai signifikasi α = 0,05.

HASIL
A. Data khusus
1. Kejadian Stunting
Tabel 2.1 Variabel Kejadian Stunting pada anak usia 12-36 bulan di Puskesmas Kinovaro
Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah pada bulan Februari 2020.
Variabel Kategori F %
Kejadian Sangat Pendek 47 56 %
Stunting Pendek 38 44 %
Total 85 100 %
Berdasarkan tabel di atas didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki kejadian
Stunting dengan kategori Sangat Pendek yaitu sebanyak 47 responden dengan presentase (56%)

2. Pola Pemberian Makan


Tabel 2.2 Variabel Pola Pemberian Makan pada anak usia 12-36 bulan
Variabel Kategori F %
Pola Pemberian Tidak Tepat 63 74 %
Makan Tepat 22 26 %
Total 85 100%

Journal for Quality in Women's Health 209


Kejadian Stunting di Tinjau dari Pola Makan dan…..

Berdasarkan tabel di atas didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki pola
pemberian makan dengan kategori Tidak Tepat yaitu sebanyak 63 responden dengan
presentase (74%).

3. Tinggi Badan Orang tua (Ayah)


Tabel 2.3 Variabel tinggi badan Orangtua (Ayah) di Puskesmas Kinovaro Kabupaten Sigi
Provinsi Sulawesi Tengah pada Bulan Februari 2020
Variabel Kategori F %
Tinggi Badan < 161,9 cm 27 32 %
Ayah ≥ 161,9 cm 58 68 %
Total 85 100 %
Berdasarkan tabel di atas didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki tinggi
badan ≥161,9cm yaitu sebanyak 58 responden dengan presentase (68%).

4. Tinggi Badan Orang Tua (Ibu)


Tabel 2.4 Variabel tinggi badan Orangtua (Ayah) di Puskesmas Kinovaro Kabupaten Sigi
Provinsi Sulawesi Tengah pada Bulan Februari 2020
Variabel Kategori F %
Tinggi Badan < 150 cm 55 64 %
Ibu ≥ 150 cm 30 36 %
Total 85 100 %
Berdasarkan tabel di s atas didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki tinggi
badan <150cm yaitu sebanyak 55 responden dengan presentase (64%)

B. Tabulasi Silang antar Variabel


1. Variabel hubungan Pola Pemberian Makan dengan Kejadian Stunting
Tabel 3.1 Tabulasi Silang antar variabel pola pemberian makan dengan kejadian Stunting
pada anak usia 12-36 bulan di Puskesmas Kinovaro Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi
Tengah pada Bulan Februari 2020
Stunting
Pola Pemberian Total
Pendek Sangat Pendek
Makan
F % F % F %
Tidak Tepat 25 29% 38 45% 63 74%
Tepat 13 15% 9 11% 22 26%
Total 38 44% 47 56% 85 100%
Uji Phi Nilai Value Phi 0,063; Approx. Sig 0,002

Berdasarkan tabel di atas sebagian besar pola pemberian makan dengan kategori tidak tepat
dengan kategori kejadian stunting dalam kategori Sangat pendek yaitu sebesar 38 (45%). Hasil
uji statistik menggunakan uji phi diperoleh nilai Approx.Sig sebesar p = 0,002 ≤ 0,05 yang
artinya ada hubungan antara pola pemberian makan dengan kejadian stunting.

2. Variabel hubungan Tinggi Badan Orang Tua (Ayah) dengan Kejadian Stunting
Tabel 3.2 Tabulasi Silang antar variabel Tinggi Badan Orang Tua (Ayah) dengan Kejadian
Stunting pada anak usia 12-36 bulan di Puskesmas Kinovaro Kabupaten Sigi Provinsi
Sulawesi Tengah pada Bulan Februari 2020

Journal for Quality in Women's Health 210


Kejadian Stunting di Tinjau dari Pola Makan dan…..

Stunting
Total
Tinggi Pendek Sangat Pendek
F % F % F %
< 161,9 cm 6 7% 21 25% 27 32%
≥ 161,9 cm 32 37% 26 31% 58 68%
Total 38 44% 47 56% 85 100%
Uji Phi Nilai Value Phi 0,309; Approx. Sig 0,004
Berdasarkan tabel di atas sebagian besar tinggi badan orang tua (Ayah) dengan
kejadian stunting dalam kategori pendek 32 (37%). Hasil uji statistik
menggunakan uji phi diperoleh nilai Approx.Sig sebesar p = 0,004 ≤ 0,05
yang artinya ada hubungan antara tinggi badan ayah dengan kejadian stunting.

3. Variabel hubungan Tinggi Badan Orang Tua (Ibu) dengan Kejadian Stunting.
Tabel 3.3 Tabulasi Silang antar variabel Tinggi Badan Orang Tua (Ibu) dengan Kejadian
Stunting pada anak usia 12-36 bulan di Puskesmas Kinovaro Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi
Tengah pada Bulan Februari 2020
Stunting
Pola Pemberian Total
Pendek Sangat Pendek
Makan
F % F % F %
< 151 cm 10 12% 20 24% 30 36%
≥ 151 cm 28 32% 27 32% 55 64%
Total 38 44% 47 56% 85 100%
Uji Phi Nilai Value Phi 0,167; Approx. Sig 0,119

Berdasarkan tabel di atas sebagian besar tinggi badan orang tua (Ayah) dengan kejadian
stunting dalam kategori pendek 28 (32%). Hasil uji statistik menggunakan uji phi diperoleh
nilai Approx.Sig sebesar p = 0,119 ≤ 0,05 yang artinya tidak ada hubungan antara tinggi badan
ayah dengan kejadian stunting

PEMBAHASAN
Pola Pemberian Makan anak usia 12-36 bulan di Puskesmas Kinovaro
Pada hasil penelitian ini di wilayah kerja Puskesmas Kinovaro yang didapatkan bahwa
pola pemberian makan dengan 85 responden sebagian besar dlam kategori pola pemberian
makan tidak tepat yaitu sebanyak 63 responden (74%).
Hasil penelitian yang dilakukan (Ridha, 2018) menjukkan bahwa pola pemberian yang
tepat merupakan pola pemberian makan yang sesuai dengan jenis makanan, jumlah makanan
dan jadwal makan anak.
Pola pemberian makan merupakan faktor determinan terjadinya stunting teritama pada
anak di bawah usia 5 tahun, dimana oleh sebagian besar masyarakat pola pemberian makannya
kurang tepat begitu pula pada masyarakat di wilayah Puskesmas Kinovaro, padahal pada masa
ini kebutuhan zat gizi anak akan terpenuhi apabila makanan yang dia konsumsi memenuhi
standar pemberian makanan sesuai yang di tetapkan oleh WHO. Jenis konsumsi makanan juga
sangat menentukan status gizi anak. Hal ini disebabkan karena balita merupakan kelompok
rawan gizi sehingga jenis makanan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan tubuh anak
dan daya cerna. Jenis makanan yang lebih variatif dan cukup nilai gizinya sangat penting untuk
menghindari anak kekurangan zat gizi. Pola pemberian makan yang baik harus dilakukan sejak
dini dengan cara memberikan makanan yang bervariasi dan memberikan informasi kepada
anak. Dengan demikian, anak akan terbiasa dengan pola makan sehat. Stunting tidak hanya

Journal for Quality in Women's Health 211


Kejadian Stunting di Tinjau dari Pola Makan dan…..

berdampak pada individu yang mengalaminya, tetapi berdampak pada roda perekonomian dan
pembangunan bangsa. Oleh karena itu, semakin banyak ibu memberikan pola makan yang
tepat pada anak balita terkhususnya pada masa 1000 hari pertama kehidupan maka semakin
sedikit anak balita yang mengalami stunting.

Tinggi Badan Orang Tua pada Anak Usia 12-36 Bulan di Puskesmas Kinovaro
Pada hasil penelitian ini Responden di wilayah kerja Puskesmas Kinovaro yang
terdapat pada table distribusi frekuensi Tinggi Badan Orang Tua (Ayah) dengan menggunakan
pengukuran microtois, dimana dari 85 responden didapatkan hasil sebagian besar memiliki
tinggi badan yang tidak pendek dengan nilai ambang ≥161,9 cm yaitu sebanyak 58 responden
(68%). Sedangkan distribusi frekuensi tinggi badan orang tua (Ibu) dengan menggunakan
pengukuran microtois, dimana dari 85 responden didapatkan hasil sebagian besar memiliki
tinggi badan yang tidak pendek dengan nilai ambang ≥150 cm yaitu sebanyak 55 responden
(64%).
Terdapat pendapat mengatakan bahwa anak yang lahir dari ibu dengan tinggi badan
kurang dari 150 cm dan untuk kategori ayah tinggi badan kurang dari 161,9 cm lebih berisiko
pada kejadian stunting. Tinggi badan ibu dan ayah yang pendek merupakan factor risiko
stunting. WHO juga menargetkan akan menurunkan angka stunting sebesar 40% pada tahun
2025 atau sekitar 70 juta anak yang diselamatkan dari stunting.
Ibu pendek yang memiliki tinggi badan <150 cm mempunyai peluang lebih besar
melahirkan bayi yang pendek Stunting sebesar 2,04 kali dari pada ibu dengan tinggi badan >
150 cm. Hal ini karena aliran darah Rahim dan pertumbuhan uterus, plasenta dan janin pada
ibu hamil pendek terbatas sehingga bayi yang dilahirkan memiliki retardasi pertumbuhan janin
yang dikenal dengan IUGR (Intra Uterine Growth Retardation).
Dimana dalam penelitian ini Tidak semua ibu dan ayah pendek memiliki anak pendek
(Stunting), meskipun terdapat kecendrungan pada ibu pendek akan melahirkan anak yang
pendek atau orang tua (ayah maupun ibu) yang pendek akan mempunyai keturunan yang
pendek pula. Namun apabila pola pemberian makan dilakukan dengan tepat, anak akan tumbuh
sehat dan optimal.

Kejadian stunting pada anak usia 12-36 bulan di wilayah Puskesmas Kinovaro
Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa dari 85 anak didapatkan sebagian besar
anak memiliki kejadian stunting dengan kategori Sangat Pendek dengan perincian sebanyak
47 anak dengan presentase (56%) memiliki kategori sangat pendek.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Bella Safira tahun 2019
menunjukkan dari 60 responden terdapat 20 balita (33,3%) yang mengalami stunting, angka
ini sangat tinggi dibanding temuan dalam penelitian ini. Stunting merupakan indikator
kekurangan gizi kronis akibat ketidakcukupan asupan makanan dalam waktu yang lama,
pemberian makan yang kurang tepat, kualitas pangan yang buruk, meningkatkan morbaditas
serta terjadinya peningkatan tinggi badan yang tidak sesuai dengan umurnya.
Tingginya angka kejadian stunting pada tahun 2020 di wilayah Puskesmas Kinovaro
Sulawesi Tengah disebabkan oleh kekurangan gizi yang menjadi pemicu utama terjadinya
stunting, di mana suatu kondisi tinggi badan lebih pendek dibanding orang lain yang seusianya.
Oleh karena itu kita sebagai tenaga Kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam
melakukan pelayanan untuk pencegahan serta mengurangi angka kejadian stunting di masa
depan.

Journal for Quality in Women's Health 212


Kejadian Stunting di Tinjau dari Pola Makan dan…..

Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Stunting pada anak usia 12-36 Bulan
Berdasarkan Hasil uji statistik menggunakan uji phi diperoleh nilai Approx.Sig sebesar p =
0,002 ≤ 0,05 yang artinya ada hubungan antara pola pemberian makan dengan kejadian
stunting.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Eko Setiawan tahun 2018 bahwa terdapat hubungan
yang sangat bermakna antara pola pemberian makan dengan Kejadian Stunting dimana
terdapat perbedaan tingkat kecukupan asupan energi yang adejuat merupakan hal yang sangat
penting bagi anak. Energi tersebut bersumber dari mikronutrien seperti: karbohidrat, lemak,
dan protein.
Disini kita sebagai tenaga Kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam
melakukan pelayanan agar selalu memberikan Asuhan dan Masukan kepada ibu terkhususnya
yang mempunyai anak usia 12-36 bulan dalam pemberian makanan dan minuman yang
diberikan sehari hari dengan melihat kandungan gizi yang terkandung dalam makanan tersebut.
Tidak semua makanan murah tidak mempunyai nilai gizi yang tinggi serta sebaliknya tidak
semua makanan mahal mempunyai nilai gizi yang tinggi juga. Jadilah orang tua yang bijak
dalam memilih asupan gizi yang baik untuk anak. Cegah Stunting dari sekarang jika bukan kita
siapa lagi, jika bukan sekarang kapan lagi.

Hubungan Tinggi Badan Orang Tua dengan Kejadian Stunting anak usia 12-36 Bulan di
wilayah Puskesmas Kinovaro
Pada hasil penelitian ini terdapat hubungan antara Tinggi badan orang tua Ayah dengan
kejadian stunting pada anak usia 12-36 bulan. Dari hasil uji statistik yang diperoleh
menggunakan uji phi dimana nilai Approx Sig. 0,004 lebih kecil dari 0,05 sehingga diputuskan
terdapat hubungan antara tinggi badan orang tua (Ayah) dengan kejadian stunting, jika dilihat
dari nilai kefisiensi phi 0,309.
Sedangkan hasil penelitian tinggi badan orang tua Ibu didapatkan tidak terdapat
hubungan antara tinggi badan dengan kejadian stunting, dengan hasil uji statistik yang
diperoleh menggunakan uji phi dimana nilai Approx Sig. 0,119 lebih besar dari 0,05 sehingga
diputuskan tidak ada hubungan antara tinggi badan orang tua (Ibu) dengan kejadian stunting,
jika dilihat dari nilai kefisiensi phi 0,167.
Seperti penelitian yang dilakukan Nur Hadibah (2019) bahwa hasil analisis berdasarkan
uji Chi-Square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang tidak bermakna antara tinggi badan
ibu dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan (p=0,704).
Ternyata Hasil penelitian ini menjukkan bahwa tinggi badan orang tua khususnya ayah
terdapat keterkaitan atau hubungan yang sangat signifikan dengan kejadian stunting. Berbeda
dengan halnya tinggi badan Ibu, dalam penelitian ini, tidak terdapat hubungan antara tinggi
badan ibu dengan kejadian stunting anak.
Namun apabila orang tua pendek tersebut akibat karena factor masalah gizi yang
dialami orang tua maka belum tentu memiliki anak pendek sehingga ibu dan ayah pendek tidak
semua memiliki pengaruh terhadap tinggi badan anakknya.

KESIMPULAN
Dari total 85 responden anak dengan kejadian stunting di Puskesmas Kinovaro, sebagian
besar dengan kategori sangat pendek yaitu sebanyak 47 anak (56%). Pada Pola pemberian
makan didapatkan Sebagian besar 63 responden (74%) pada kategori tidak tepat. Pada tinggi
badan ayah didapatkan Sebagian besar 58 responden (68%) pada kategori ≥161,9cm, tinggi
badan ibu didapatkan sebagian besar 55 responden (64%) pada kategori ≥150cm dari 85
responden. Pada Uji statistik Phi menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara Pola
pemberian makan p-value< α 0,05 (0,002 < 0,05) dan Tinggi Badan Ibu p-value > α 0,05

Journal for Quality in Women's Health 213


Kejadian Stunting di Tinjau dari Pola Makan dan…..

(0,119 > 0,05) dengan Kejadian Stunting, terdapat Hubungan yang signifikan antara Tinggi
Badan Ayah p-value < α 0,05 (0,004 > 0,05) dengan Kejadian Stunting.

REFERENSI
Ariani, Ayu Putri. 2017. Ilmu Gizi. Yogyakarta: Nuha Medika.
Amin, N. A. & Julia, M.2018. Faktor Sosio demografi dan Tinggi Badan Orang Tua serta
Hubungannya dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 6-23 Bulan. J. Gizi dan Diet.
Indones. 2, 170–177 (2014).
Anindita P. 2019. Hubungan tingkat pendidikan ibu, pendapatan keluarga, kecukupan protein
& zinc dengan stunting (pendek) pada balita usia 6-35 bulan di Kecamatan Tembalang
Kota Semarang. J Kesehat Masyarakat. 2019;1(2):617–26.
Ariati, N. N., Fetria, A., Purnamawati, A. A. P., Suarni, N. N., Padmiari, I. A. E., & Sugiani,
P. P. S. (2018). Description of nutritional status and the incidence of stunting children in
early childhood education programs in Bali-Indonesia. Bali Medical Journal, 7(3), 723–
726. https://doi.org/10.15562/bmj.v7i3.1219
Arra, Prasad Bhanu. 2019. Examining The Distribution Of Stunting Under-5 Years Old
Children In Armenia. Master’s Thesis, 53 pages, 3 Appendices. Journal-Internasional.
http://epublications.uef.fi/pub/urn_nbn_fi_uef20190640/urn_nbn_fi_uef-20190640.pdf.
Diakses pada tanggal 5 Desember 2019, Pukul 22.00 WIB
Bentian I, Mayulu N, Rattu AJM. 2017. Faktor risiko terjadinya stunting pada anak TK di
wilayah kerja Puskesmas Siloam Tamako Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi
Sulawesi Utara. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Unsrat. 2017;5(1):1-7.
Budiastutik, I., & Nugraheni, A. (2018). Determinants of Stunting in Indonesia: A Review
Article. International Journal Of Healtcare Research, 1(1), 2620–5580.
Illahi RK. 2017. Hubungan pendapatan keluarga, berat lahir, dan panjang lahir dengan kejadian
stunting balita 24-59 bulan di Bangkalan. J Manaj Kesehat Yayasan RS Dr Soetomo.
2017;3(1):1–14.
Kartikawati. 2019. Hubungan Tinggi Badan Ibu dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia
24-59 Bulan. Keperawatan dan Kebidanan Aisyiyah 10, 15–24 (2019).
[Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2015) ‘Infodatin - Situasi dan
Analisis Gizi’, Kemenkes RI, Pusat data dan informasi,pp.1-7.
Nur Hadibah Hanum. (2019). Hubungan Tinggi Badan Ibu dan Riwayat Pemberian MP-ASI
dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan. Amerta Nutrition, 3(2), 78–84.
https://doi.org/10.2473/amnt.v3i2.2019.78-84
Pacheco, C. D. R., Picauly, I., & Sinaga, M. (2017). Health, Food Consumption, Social
Economy, and Stunting Incidency in Timor Leste. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 13(2),
261–269. https://doi.org/10.15294/kemas.v13i2.11248
Prakhasita, R. C. (2018). Hubungan Pola Pemberian Makan Dengan Kejadian Stunting Pada
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tambak Wedi Surabaya. Hubungan Pola Pemberian
Makan Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tambak
Wedi Surabaya.
Rita, S., & Sulistianingsih, A. (2017). Faktor Determinan Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Stunting Pada Balita Di Kabupaten Pesawaran Lampung. Jurnal Wacana Kesehatan, 2(2),
208–218. Retrieved from
http://jurnal.akperdharmawacana.ac.id/index.php/wacana/article/view/51/26
Setiawan, E., Machmud, R., & Masrul, M. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas
Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(2),
275. https://doi.org/10.25077/jka.v7i2.813

Journal for Quality in Women's Health 214


Kejadian Stunting di Tinjau dari Pola Makan dan…..

Sulastri D. 2017. Faktor determinan kejadian stunting pada anak usia sekolah di Kecamatan
Lubuk Kilangan Kota Padang. Padang: Majalah Kedokteran Andalas. 2017;1(36):39-50.
Sulistyawati, Ari. 2017. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Salemba Medika. Jakarta.
Vaozia S, Nuryanto. 2017. Faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 1-3 tahun (studi di
Desa Menduran Kecamatan Brati Kabupaten Grobogan). Journal of Nutrition College.
2016;5(4):314-20.
World Health Organization. 2018. InterpretationGuide Nutrition Landscape Information
System(NLIS). Switzerland: WHO Press.
World Health Organization. 2019. Target Penururan Angka Kejadian Stunting Tahun 2025.
Switzerland: WHO Press. Diakses pada tanggal 2 Desember 2019, Pukul 12.00 WIB.

Journal for Quality in Women's Health 215

Anda mungkin juga menyukai