SRI WAHYUNI
B0216317
MAJENE
2020
HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA
SRI WAHYUNI
Salah satu masalah besar yang dihadapi dunia saat ini adalah kejadian stunting pada
balita.Stunting adalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan nutrisi
(karbohidrat, protein, vitamin, mineral dan lemak). Dalam waktu yang cukup lama, sehingga
mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak dalam usiapertumbuhan yakni tinggi badan
anak menjadi lebih rendah atau pendek dari standar usianya (Depkes RI, 2019).
Stunting adalah tinggi badan seseorang jauh lebih pendek dibandingkan tinggi badan
seusia.Stunting dikenal dengan istilah kardil atau pendek dibandingkan dengan umur dimana
tinggi badan lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari
WHO (Kemenkes, 2018).Stunting ini merupakan kekurangan gizi dalam waktu lama yang
terjadi sejak dalam kandungan sampai awal kehidupan anak yaitu 1000 Hari Pertama (HPK)
(Kemenkes, 2018).
Stunting bisa diketahui bila anak bila anak telah berusia 2 tahun dengan mengukur
tinggi badan, lalu bandingkan dengan standard an hasil pengukuran berada pada kisaran di
bawah normal. Kondisi ibu sebelum hamil baik dari segi postur tubuh (berat badan dan tinggi
badan) dan gizi adalah salah satu factor yang menyebabkan terjadinya stunting. Adanya
kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akan menyebabkan seorang anak bertubuh
pendek, proses ini dimulai dari dalam Rahim hingga usia dua tahun. Setelah anak melewati
usia dua tahun, maka usaha untuk memperbaiki kerusakan pada tahun-tahun awal sudah
terlambat. Maka dari itu, status kesehatan dan pola asuh berperan penting dalam mencegah
stunting.
Kejadian stunting merupakan salah satu masalah gizi yang saat ini dialami oleh balita
di dunia, dimana secara global sekitar 3 dari 10 anak balita mengalami stunting (UNICEF,
2018). Pada tahun 2000 jumlah balita yang menderita stunting di dunia yaitu sebanyak 32,6%
yang berarti terjadi penurunan di tahun 2017 menjadi 22,2% (150,8 juta). Pada tahun 2017,
lebih dari setengah balita yang menderita stunting di dunia berasal dari asia sebanyak 39%
(Pusat data dan informasi, 2018). Dari 83,6 juta balita yang mengalami stunting di Asia,
prevalensi tertinggi berasal dari asia selatan sebanyak 58,7% dan prevalensi terendah berada
di asia tengah sebanyak 0,9% (Pusdatin, 2018). Berdasarkan data angka kejadian stunting
pada balita yang dikumpulkan oleh world health organization (WHO) pada tahun 2015-2017,
Indonesia merupakan Negara ketiga dengan proporsi tertinggi di region asia tenggara/south-
East Asia Regional (SEAR) dengan rata-rata proporsi balita stunting yaitu 36,4% (WHO,
2018)
Data dari pemantauan status gizi tahun 2015-2017, persentase balita stunting yang
ada di provinsi Sulawesi barat yaitu mencapai 38,4% pada tahun 2015, pada tahun 2016
mengalami peningkatan menjadi 40,1% (Dinas Kesehatan Kabupaten Majene, 2018).
Berdasarkan data riskesdas tahun 2018, provinsi Sulawesi barat menduduki urutan kedua
secara nasional prevalensi stunting tertinggi yaitu mencapai 41,6% (sangat pendek 16,20%
dan pendek 25,40%), setelah provinsi nusa tenggara timur yaitu 42,6% (sangat pendek
16,00% dan pendek 26,70%) (Balitbangkes, 2018).
Factor penyebab yang mempengaruhi kejadian stunting, factor basic seperti factor
ekonomi dan pendidikan ibu, kemudian factor intermediet seperti jumlah anggota keluarga,
tinggi badan ibu, usia ibu, dan jumlah anak ibu. Kemudian factor proximal seperti pemberian
ASI ekslusif, usia anak, dan BBLR (Fitriahadi, 2018). Stunting juga dipengaruhi oleh
penyebab langsung, penyebab tidak langsung, dean akar masalah yang ada di masyarakat.
Secara langsung dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan tidak cukupnya asupan gizi baik
secara kuantitas maupun kualitas, sedangkan secara tidak langsung dipengaruhi oleh
jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, pola asuh anak yang kurang memadai kurang
baiknya kondisi sinitasi lingkungan dan rendahnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga
(Sulistiyani, 2011).
Secara etiologi, pola asuh berarti bentuk, tata cara, sedangkan asuh berarti merawat,
menjaga, mendidik. Sehingga pola asuh berarti bentuk atau sistem dalam merawat, menjaga
dan mendidik. Pola asuh orang tua adalah interaksi orang tua terhadap anaknya dalam hal
mendidik dan memberikn contoh yang baik agar anak dapat kemampuan sesuai dengan tahap
perkembangannya (Handayani, et al, 2017)
Pola asuh orang tua erat kaitannya dengan masalah stunting pada anak. Pola asuh
orang tua yang kurang berpeluang menjadikan anak untuk mengalami stunting dibandingkan
dengan orang tua dengan pola asuh yang baik (Aramico, et al, 2013).
Upaya pencegahan stunting tidak bisa lepas dari pengetahuan orang tua. Dengan
pengetahuan yang baik, dapat memunculkan kesadaran orang tua akan pentingnya
pencegahan stunting kesadaran orang tua akan membentuk pola atau perilaku kesehatan
terutama dalam pencegahan stunting seperti dalam pemenuhan gizi mulai dari perilaku hidup
bersih dan sehat (Harmoko, 2017).
METODE
1. Kriteria Inklusi
Dalam tinjauan literature ini penulis menentukan kriteria studi yang akan diulas
yaitu: populasi ibu dan balita, studi kuantitatif, studi dengan alat ukur yang
membahas tentang stunting dan pola asuh ibu, study yang dilakukan dari tahun 2015-
2020, publikasi yang menggunakan bahasa Indonesia.
2. Kriteria Eksklusi
Dalam tinjauan literature ini penulis juga menentukan kriteria eksklusi yaitu:
populasi ibu yang tidak harus memiliki balita stunting, dan peneliti tidak membahas
tentang hubungan pola asuh ibu dengan kejadian stunting.
HASIL
PEMBAHASAN
Stunting merupakan salah satu indikator gizi kronis yang dapat memberikan
gambaran gangguan keadaan sosial ekonomi keseluruhan dimasa lampau. Stunting
diketahui dengan melakukan pengukuran indikator TB/U. Dampak stunting
menyebabkan menurunnya pertumbuhan, perkembangan motorik terlambat,
terhambatnya pertumbuhan mental, penurunan intelegensoi anak, penurunan kualitas
sumber daya manusia dan produktifitas. Anak stunting umur ≥ 2 tahun mempunyai
risiko mengalami morbiditas dan obesitas lebih tinggi. Dengan rendahnya keadaan
ekonomi, pola asuh, pola makan, asupan zat gizi dalam waktu yang lama
menyebabkan tingginya prevalensi stunting pada balia.
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Meliasari (2019), Dampak buruk yang
dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode tersebut, dalam jangka pendek
adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik,
dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan dalam jangka panjang akibat
buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi
belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit dan risiko munculnya
penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembulu darah, kanker, stroke
dan disibillitas pada usia tua, serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang
berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yudianti, Rahmat haji saeni (2016)
stunting pada anak disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berhubungan di
antaranya adalah faktor gizi yang terdapat pada makanan. Kualitas dan kuantitas
asupan gizi pada makanan anak perlu mendapat perhatian oleh karena sering rendah
akan zat gizi yang dibutuhkan guna menunjang pertumbuhan. Hal ini menunjukkan
bahwa untuk mendukung asupan gizi yang baik perlu ditunjang oleh kemampuan ibu
dalam memberikan pengasuhan yang baik bagi anak dalam praktek pemberian
makan, praktek kebersihan diri/ lingkungan maupun praktek pencarian pengobatan.
Hasil Penelitian Wismalinda Rita et al (2019) Stunting atau pertumbuhan
pendek, terjadi ketika anak-anak tidak menerima jenis nutrisi yang tepat terutama di
rahim dan selam dua tahun pertama kehidupan. Anak-anak yang mengalami pendek,
berarti pertumbuhan tubuh dan perkembangan otak mereka telah menurun dan
mengalami kerusakan permanen dan bersifat irreversibel . anak-anak yang stunting
berisiko lebih besar terkena penykit dan kematian. Banyak faktor yang
mempengaruhi terjadinya kasus stunting diantaranya beberapa penyebab langsung
adalah kekurangan konsumsi makanan dan penyakit infeksi.
Hasil penelitian dari Olsa, Sulastri, & Anas, (2018) Stunting adalah dimana
keadaan tubuh yang kardil atau pendek dapat diukur dengan indeks massa tubuh
(IMT) dan juga tinggi badan ayah dan ibu yang kurang dan tingkt pendidikan orang
tua juga rendah, sehingga anak tersebut mengalami stunting karena tingkat
pendidikan orang tua sangat penting terhadap gizi keluarga. Hasil Penelitian.
Khasanak, Hadi, et al, (2016) Pada kasus kejadian stunting dapat memberikan pola
asuh yang baik dan pemberian pendamping ASI dan juga mengonsumsi makanan
yang bergizi. Pengetahuan tentang pola asupan ibu sangat penting bagi kesehatan
anak agar tidak mengalami stunting dan pengetahuan tentang tumbuh kembang anak.
Masalah pada kejadian stunting secara garis besar adalah pola asuh ibu yang
memberikan asupan makanan pada anak tersebut tidak baik atau kekeliriuan orang
tua memberikan asupan makanan pada anaknya sehingga menyebabkan penyakit
kronis atau dapat meningkatkan resiko penyakit infeksi pada anak yang mengalami
stunting.
Hasil Penelitiian yang dilakukan oleh Hizni, et al, (2015). Pola asuh yang
baik pada anak akan menghasilkan yang baik terhadap perkembangan fisik, mental
dan social anak. Apalagi didukung oleh pendidikan ibu yang baik menghasilkan
pengetahuan tentang pengasuhan dan keadaan lingkungan yang bersih bagi anak. Ibu
yang bekerja biasanya tidak mempunyai waktu yang cukup dalam hal pengasuhan
anaknya, sehingga bisa berdampak kurang baik terhadap perkembangan anaknya.
Penelitian yang dilakukan oleh Asrar, et al, (2016) Pola asuh yang kurang pada balita
dapat menyebabkan stunting 3,6 kali lebih besar dibanding dengan yang memilii pola
asuh yang baik . Hasil penelitian Ulfani et al, (2015). Pola asuh ibu tehadap balita
dibentuk dari pengetahuan ibu yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari hari.
Pengetahuan dadapatkan dari proses pendidikan dan kemampuanmengakses
informasi, oleh karena itu, akses terhadap pendidikan harus ditingkatkan .
Penelitian Widyaningsih (2018) menyimpulkan bahwa balita stunting
memiliki pola asuh makan yang kurang. Buruknya status gizi balita dikarenakan
rendahnya pola asuh makan yaitu kebiasaan ibu menunda memberikan makan, tidak
memperhatikan zat gizi yang terkandung dalam makanan.
Karasteristik ibu juga perlu juga diperhatikan karena stunting yang sifatnya
kronis, artinya muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti
kemiskinan, pola asuh yang tidak tepat karena akibat dari orang tua yang sangat
sibuk bekerja, pengetahuan ibu yang kurang baik tentang gizi akibat dari rendahnya
pendidikan ibu, sering menderita penyakit secara berulang karena hygiene dan
sisnitasi yang kurang baik (Nadiyah, et al, 2015).
KESIMPULAN
Hubungan pola asuh ibu dengan kejadian stunting pada balita yang efektif
untuk pertumbuhan dan perkembangan anak seperti dalam pemenuhan status gizi
mulai dari pemberian makanan yang teratur, menjaga lingkungan dan sinitasi rumah
yang baik, dan perilaku hidup bersih dan sehat dalam pencegahan stunting.
SARAN
Bagi peneliti selanjutnya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut diharapkan ibu
dapat memahami pentingnya pola asuh dengan kejadian stunting pada balita
2. Bagi responden
3. Bagi Insttitusi
Ana Samiatul Milah & Dini Nurbaeti Zen, (2009) Penanggulangan StuntingDan
Pemberian Asupan Nutrisi Dengan Kejadian Status Gizi Pada Anak Usia 0-5 Tahun
Bina Generasi;Jurnal Kesehatan, Edisi 11 Vol (1)
Kementrian Kesehatan, R. I. (2018). Hasil utama Riset Kesehatan Dasar 2018. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes)
Kementrian Kesehatan R.I (2018). Blutein Jendela Data dan Informasi
Kesehatan.Situasi Balita Pendek (stunting) Di Indonesia. Pusat Data dan
Informasi.ISSN 2088-270 X.
Nilfar Ruadia (2018) Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan Mencegah Terjadinya
Stunting Di Indonesia, http://jurnal.csdforum.com/index.php/ghs, ISSN 2503-5088(p)
2622-1055(e) Vol 3 No 2.
Agus Hendra Al Rahmad dan Ampera Miko (2016) Kajian Stunting Pada Anak
Berdasarkan Pola Asuh Dan Pendapatan Keluarga, Jurnal Kesmas Indonesia Vol 8
No 2.
Bagus Pratama, Dian Isti Angrain, Khairun Nisa (2019), Penyebab Langsung Yang
Mempengaruhi Kejadian Stunting, Jjurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada
hhttps://akper-sandikarsa.e-journal.id/JIKSH, Vol 10, No 2, p-ISSN:2354-6093 e-
ISSN:2654-4563.
Wimalinda Rita, Betri Anita, Nur Hidayah, Fiana Podesta, Sandy Ardiansyah, Aning
Tri Subeqi, Sri Lilestina Nasution, & Frensi Riastuti (2019) Hubungan Pola Asuh
Dengan Kejadian Stunting, Riset Informasi Kesehatan, ISSN 2548-6462(online),
ISSN 2088-8740 (print), Vol. 8 No. 2.
Yudianti, RahmatHaji Saeni,
(2016) Pola Asuh Dengan Kejadian Stuntiing Pada Balita,Jurnal Kesehatan
Manarang, ISSN:2443-3861, Vol, 2. No. 1
Rani Putri Pribadi, Hendra Gunawan, Rahmat (2019) Hubungan Pola Asuh
Pemberian Makan Oleh Ibu Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 2-5
Tahun,Jurnal Keperawatan Aisyah (JKA), e-ISSN:2477-4405 p-ISSN:2355-6773,
Vol, 6. No, 2.
Dewi Meliasari (2019) Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kejadian Stunting
Pada Balita, Jurnal Ilmiah PANMED, Vol, 14, No. 1
Christin Debora Nabuasa, M Juffrie, Emy Huriyati, (2016), Riwayat Pola Asuh, Pola
Makan, Asupan Zat Gizi Berhubungan Dengan Stunting Pada Anak, Jurnal Gizi Dan
Dietik Indonesia, e-ISSN:2503-183X/p-ISSN:2303-3045,Vol 1, No 3.