Anda di halaman 1dari 12

Hubungan Status Gizi Stunting Dengan Perkembangan Balita Usia 2-5

Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Mangkupalas Samarinda

Neny Wahyuni 1), Lamri 2), Nursyahid Siregar 3)

* Penulis Korespondensi: Neny Wahyuni, Jurusan Kebidanan Prodi D-IV


Kebidanan, Politeknik Kesehatan Kementerian Kalimantan Timur, Indonesia
E-mail : nenywahyuni18@gmail.com

Intisari

Latar Belakang : Pada saat ini Indonesia diposisikan termasuk kedalam 5 besar
negara yang mengalami stunting setelah negara India, Tiongkok, Nigeria, dan
Pakistan dengan jumlah anak usia dibawah 5 tahun yang mengalami stunting.
Angka kejadian stunting di kota Samarinda untuk kategori balita pendek pada tahun
2017 berjumlah 462 balita dan untuk kategori balita sangat pendek pada tahun 2017
berjumlah 190 balita.
Tujuan penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan status
gizi stunting dengan perkembangan motorik kasar, motorik halus, sosial,
kemandirian bicara dan bahasa balita usia 2-5 tahun.
Desain penelitian : Jenis penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif analitik.
Populasi berjumlah 177 orang dengan sampel sebanyak 62 orang menggunakan
teknik accidental sampling. Instrumen yang digunakan untuk pengukuran tinggi
badan adalah microtoise dan untuk status perkembangan menggunakan KPSP,
kemudian data dianalisis secara univariat dan bivariat dengan uji Kolmogorov-
Smirnov.
Hasil penelitian : Didapatkan nilai dari variabel status gizi stunting dengan
perkembangan balita p = 0,87. Hasil p value > 0,05 maka dapat di simpulkan secara
statistik tidak terdapat hubungan status gizi stunting dengan perkembangan balita
usia 2-5 tahun.
Kesimpulan penelitian : Tidak terdapat hubungan antara status gizi stunting
dengan perkembangan balita usia 2-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas
Mangkupalas Samarinda. Diharapkan masyarakat dapat memperhatikan
perkembangan pada balita dengan memberikan stimulasi kepada balita dan
memberikan asupan nutrisi yang cukup agar mencegah terjadinya stunting.

Kata kunci : Status gizi stunting, Perkembangan Balita.

1. Mahasiswa jurusan kebidanan samarinda, Poltekkes Kemenkes Kalimantan


Timur
2. Dosen jurusan analis kesehatan Poltekkes Kemenkes Kalimantan Timur
3. Dosen jurusan kebidanan Poltekkes Kemenkes Kalimantan Timur

1
The Correlation Between Stunting Nutritional Status And Development Of
Children Aged 2-5 Years At Mangkupalas Health Center Working Area

Neny Wahyuni 1), Lamri 2), Nursyahid Siregar 3)

* Correspondence Authors: Neny Wahyuni, Department of Midwifery Study


Program D-IV Midwifery, Health Polytechnic Ministry of Health East
Kalimantan, Indonesia
E-mail: nenywahyuni18@gmail.com

Abstract

Background : At present Indonesia is positioned as one of the five major stunting


countries after India, China, Nigeria and Pakistan with a number of children under
5 years old who have stunting. The incidence of stunting in Samarinda in the
category of short toddlers in 2017 spending 462 toddlers and in the category of
toddlers was very short in 2017 caught 190 toddlers.
Objective : This study aimed to analyze the relationship of nutritional status with
gross motoric development, fine motoric, social, independence of speech and
language of children aged 2-5 years.
Research method : Type of quantitative research with descriptive analytic design.
The population of 177 people with a sample of 62 people used the accidental
sampling technique. The instrument used for height measurement was microtoise
and for development status using KPSP, then the data were analyzed by univariate
and bivariate by Kolmogorov-Smirnov test.
Results : Obtained the value of the variable stunting nutritional status with the
development of toddlers p = 0.87. The results of p> 0.05 can be concluded that
there are no statistics
on the relationship status of stunting nutrition with the development of toddlers
aged 2-5 years.
Conclusion & suggestion : There is no relationship between stunting nutritional
status and development of children aged 2-5 years in the work area of Mangkupalas
Health Center Samarinda. It is expected that the community can pay attention to
developments in toddlers by providing stimulation to toddlers and providing
adequate nutritional intake to prevent stunting.

Keywords: Stunting nutritional status, development of children.

1. Students majoring in Midwifery, Health Polytechnic Ministry of Health East


Kalimantan
2. Lecturer Departement of Analyst Health Polytechnic Ministry of Health East
Kalimantan
3. Lecturer Departement of Midwifery Health Polytechnic Ministry of Health
East Kalimantan

2
PENDAHULUAN sangat tinggi jika prevalensinya sudah
Kekurangan gizi merupakan mencapai angka ≥40 %. Stunting
masalah kesehatan di seluruh dunia merupakan permasalahan yang banyak
yang banyak terjadi di negara - negara ditemukan di negara-negara
berkembang. Kekurangan gizi sangat berkembang, salah satunya Indonesia.
berhubungan dengan lambatnya Pada saat ini Indonesia diposisikan
pertumbuhan (terutama pada anak), termasuk kedalam 5 besar negara yang
daya tahan tubuh yang rendah, mengalami stunting setelah negara
kurangnya kecerdasan, dan India, Tiongkok, Nigeria, dan Pakistan
produktivitas yang rendah (Almatsier dengan jumlah anak usia dibawah 5
dalam Bahmat, dkk, 2010). tahun yang mengalami stunting
Pada saat ini, Indonesia (Trihono, 2015).
mempunyai beberapa permasalahan Prevalensi anak stunting yang ada
gizi, yaitu salah satunya masalah gizi di Indonesia termasuk dalam kategori
kurang dan masalah gizi lebih. Masalah tinggi karena berdasarkan data dari
gizi kurang biasanya disebabkan oleh Riskesdas pada tahun 2018, secara
kemiskinan, kurangnya ketersediaan nasional prevalensi stunting adalah
pangan, kurang baiknya kualitas 30,8 %. Prevalensi stunting telah
lingkungan (sanitasi), kurangnya menurun dari 37.2% pada tahun 2013
pengetahuan masyarakat mengenai menjadi 30.8%. Prevalensi anak
gizi, menu seimbang dan kesehatan stunting di Kalimantan Timur
(Supariasa, dkk, 2012). berdasarkan data dari Riskesdas tahun
Pembangunan kesehatan pada 2018 yaitu 30% dengan prevalensi
periode 2015-2019 difokuskan pada stunting 18% dan sangat stunting 12%
empat program yang diprioritaskan, (Riskesdas, 2018). Data dari Dinas
yaitu penurunan angka kematian ibu Kesehatan Kalimantan Timur pada
dan bayi, penurunan prevalensi balita tahun 2017 menyatakan jumlah anak
pendek (stunting), pengendalian usia di bawah lima tahun yang
penyakit menular dan penyakit tidak mengalami stunting tergolong tinggi,
menular. Upaya peningkatan status gizi yakni 30,6 % dari total balita.
yang ada di masyarakat termasuk Sedangkan di Kota Samarinda sendiri
penurunan prevalensi balita pendek, tercatat 28,8 % anak usia di bawah lima
menjadi salah satu prioritas tahun yang mengalami stunting.
pembangunan nasional yang tercantum Dalam penelitian sebelumnya
dalam sasaran pokok Rencana menunjukkan bahwa kondisi anak
Pembangunan Jangka Menengah stunting berhubungan dengan
Tahun 2015-2019. Target penurunan terhambatnya perkembangan mental
prevalensi stunting (pendek dan sangat dan motorik (Esfarjani, 2013). Dan
pendek) pada anak baduta (bawah dua penelitian yang dilakukan oleh Olney,
tahun) adalah menjadi 28 % (Depkes, dkk, dalam Lisma, 2010 menemukan
2016). adanya hubungan antara status gizi,
Menurut World Health asupan protein dan energi terhadap
Organization (WHO pada) tahun 2010, perkembangan balita menunjukan,
prevalensi stunting dikatakan mencapai anak di Kepulauan Timur Afrika
angka tinggi apa bila sudah mencapai (Zanzibari) yang kekurangan zat besi,
angka 30 % - 39 % dan dikatakan anemia dan stunting mempunyai skor

3
kemampuan motorik kasar yang kemandirian yang terhambat berjumlah
rendah, dimana motorik kasar disini 25 balita (Dinas Kesehatan Samarinda,
erat kaitannya dengan pertumbuhan 2017). Berdasarkan data di atas,
anak selain motorik halus. Berbagai peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian menunjukkan bahwa penelitian dengan judul “Hubungan
kekurangan beberapa zat gizi memiliki Status Gizi Stunting dengan
dampak negatif terhadap proses Perkembangan Balita”.
tumbuh kembang otak. Anak
membutuhkan energi dan protein per METODE PENELITIAN
kilogram berat badan yang lebih Jenis penelitian ini merupakan
banyak dibandingkan orang dewasa, penelitian kuantitatif dengan metode
karena anak masih akan bertumbuh dan analitik. Desain dari penelitian ini
juga berkembang. Selain itu nutrisi merupakan deskriptif analitik dengan
yang dikonsumsi oleh anak haruslah pendekatan cross sectional. Variabel
seimbang (Zaviera, 2008). independen (bebas) yaitu stunting dan
Berdasarkan studi pendahuluan variabel dependen (terikat) yaitu
yang dilakukan oleh peniliti di Dinas perkembangan balita.
Kesehatan Kota Samarinda, angka Waktu penelitian pada bulan Maret
kejadian stunting di kota Samarinda - April 2019. Populasi dalam penelitian
untuk kategori balita pendek pada ini anak dengan usia 2-5 tahun yang ada
tahun 2017 berjumlah 462 balita dan di wilayah kerja Puskesmas
untuk kategori balita sangat pendek Mangkupalas berjumlah 145 balita
pada tahun 2017 berjumlah 190 balita, dengan kategori pendek dan 32 balita
angka tertinggi terletak di wilayah dengan kategori sangat pendek dengan
kerja Puskesmas Mangkupalas yaitu total 177 balita. Teknik pengambilan
145 balita dengan kategori balita sampel yakni Accidental sampling.
pendek dan 32 balita dengan kategori Analisa data dilakukan dengan
balita sangat pendek. Untuk angka menggunakan perangkat komputer
kejadian balita dengan perkembangan serta disajikan dalam bentuk tabel
yang terhambat di kota Samarinda pada distribusi frekuensi dan tabel analisis
tahun 2017 dengan kategori hubungan antar variable. Teknik
perkembangan gerak kasar dan gerak analisa data univariat menggunakan
halus yang terhambat pada balita distribusi frekuensi dan persentase,
berjumlah 141 balita, untuk kategori sedangkan analisa bivariat
perkembangan bicara dan bahasa yang menggunakan uji Kolmogorov-
terhambat berjumlah 205, dan untuk Smirnov.
kategori sosialisasi dan kemandirian
yang terhambat berjumlah 103 balita. HASIL PENELITIAN
Pada tahun 2017 untuk wilayah kerja A. Analisis Univariat
Puskesmas Mangkupalas sendiri angka Hasil dari analisis univariat
dengan kategori perkembangan gerak dalam penelitian ini dapat dilihat
kasar dan gerak halus yang terhambat dalam tabel dibawah ini.
pada balita berjumlah 14 balita, untuk 1. Karakteristik Responden
kategori perkembangan bicara dan a. Usia, jenis kelamin,
bahasa yang terhambat berjumlah 15, pemberian ASI, dan
dan untuk kategori sosialisasi dan pola asuh

4
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan status gizi
karakteristik responden di wilayah stunting di wilayah kerja Puskesmas
kerja Puskesmas Mangkupalas Mangkupalas Tahun 2019
Tahun 2019 Status Gizi Frekuensi Presentasi
Karakteristik Frekuensi Presentase Stunting 42 67,6
responden Sangat stunting 20 32,3
Usia Total 62 100
2 tahun 21 33,9 Sumber : Data Primer
3 tahun 27 43,5
4 tahun 12 19,4 Tabel 4.2 menunjukkan bahwa
5 tahun 2 3,2
Total 62 100 sebagian besar balita dengan status gizi
Jenis stunting (67,6%) dan sebagian kecil
Kelamin 32 51,6 sangat stunting (32,3%).
Laki-laki 30 48,4
Perempuan 62 100 b. Sangat stunting
Total
Pemberian
ASI 15 24,2 Tabel 4.3 Distribusi frekuensi
ASI Eksklusif 47 75,8 responden berdasarkan status
Tidak ASI 62 100 perkembangan balita usia 2-5 tahun
Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas
Total
Pola Asuh
Mangkupalas Tahun 2019
Orang Tua 53 85,5 Status Frekuensi Presentase
Penitipan 9 14,5 Perkembangan
Total 62 100 Sesuai 13 21
Meragukan 42 67,7
Sumber : Data Primer 2019 Penyimpangan 7 11,3
Total 62 100
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa Sumber : Data Primer 2019
sebagian besar balita stunting berusia 3
tahun (43,5%) dan sebagian kecil Tabel 4.3 menunjukkan bahwa
berusia 5 tahun (3,2%). Sebagian besar sebagian besar balita dengan status
balita stunting berjenis kelamin laki- perkembangan meragukan (67,7%),
laki (51,6%) dan sebagian kecil sebagian kecil penyimpangan (11,3%)
perempuan (48,4%). Sebagian besar dan sesuai (21%).
balita tidak mendapatkan ASI
Eksklusif (75,8%) dan sebagian kecil B. Analisis Bivariat
mendapatkan ASI Eksklusif (24,2%). Hasil dari analisis bivariat
Sebagian besar balita di asuh oleh dalam penelitian ini dapat dilihat
orang tua (85,5%) dan sebagian kecil di dalam tabel dibawah ini.
titipkan ke orang tua atau keluarga
(14,5%).

2. Status Gizi
a. Stunting

5
Tabel 4.4 Hubungan status gizi stunting dengan perkembangan balita usia
2-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Mangkupalas Tahun 2019
Status Gizi Perkembangan Total Ρ Value
Sesuai Meragukan Penyimpangan
Stunting 11 27 4 42 0,87
(26,2%) (64,3) (9,5%) (100%)
Sangat stunting 2 15 3 20
(10,0%) (75,0%) (15,0%) (100%)
Total 13 42 7 62
(21,0%) (67,7%) (11,3%) (100%)
Sumber : Data Primer

Berdasarkan hasil Kolmogorov- Anwar, dan Dadang Sukandar


Smirnov dengan taraf signifikan α 5% (2013) dengan hasil stunting
(0,05) diperoleh nilai ρ value = 0,87 > berhubungan dengan tingkat
α 0,05. Berdasarkan nilai tersebut kecukupan protein dengan p-value
dapat disimpulkan bahwa tidak ada = 0,000 dimana faktor terjadinya
hubungan status gizi stunting dengan stunting salah satunya yaitu tingkat
perkembangan balita usia 2-5 tahun kecukupan asupan protein yang
di wilayah kerja Puskesmas diterima oleh balita. Adapun
Mangkupalas. penelitian yang dilakukan Arifin
(2012), hasil uji statistik p-value =
PEMBAHASAN 0,0001 dan OR=3,7 (CI 95%;1,740-
1. Status Gizi Stunting 7,940), artinya balita dengan ASI
Berdasarkan tabel 4.2 tidak eksklusif mempunyai resiko
menunjukkan bahwa jumlah balita 3,7 kali lebih besar terkena stunting
dengan status gizi stunting dibanding dengan balita dengan
sebanyak 42 balita. Balita Pendek ASI Eksklusif.
(stunting) merupakan status gizi Menurut peneliti, balita yang
yang berdasar kepada indeks memiliki status gizi stunting dapat
panjang badan per umur (PB/U) timbul akibat malnutrisi atau
atau tinggi badan per umur (TB/U) kekurangan nutrisi dalam jangka
dalam standar antropometri waktu yang lama. Kebanyakan
penilaian status gizi anak, dimana orang tua terlambat dalam
hasil pengukuran tersebut terletak memperkenalkan jenis makanan
pada ambang batas (Z-Score) <-2 terutama makanan yang
SD sampai dengan -3 SD mengandung protein pada bayi
(pendek/stunted). Stunting adalah setelah usia 6 bulan. Sebagian besar
perawakan pendek yang timbul balita sebanyak 47 balita juga tidak
akibat malnutrisi/kekurangan mendapat ASI Eksklusif selama 6
nutrisi dalam jangka waktu yang bulan.
lama akibat dari pemberian
makanan yang tidak sesuai dengan 2. Status Gizi Sangat Stunting
kebutuhan gizi (Candra, Fitrah ; Berdasarkan tabel 4.2
2013). menunjukkan bahwa jumlah balita
Berdasarkan penelitian yang dengan status gizi sangat stunting
dilakukan oleh Rindu Dwi, Faisal sebanyak 20 balita.

6
Balita sangat pendek (sangat 3. Perkembangan Balita
stunting) merupakan status gizi Berdasarkan tabel 4.3
yang berdasar kepada indeks menunjukkan bahwa balita dengan
panjang badan per umur (PB/U) status perkembangan meragukan
atau tinggi badan per umur (TB/U) sebanyak 42 balita, status
dalam standar antropometri perkembangan sesuai sebanyak 13
penilaian status gizi anak, dimana balita dan dengan status
hasil pengukuran tersebut terletak perkembangan penyimpangan
pada ambang batas (Z-Score) <-3 sebanyak 7 orang.
SD (sangat pendek / severely Perkembangan (development)
stunted). Stunting adalah merupakan perubahan yang bersifat
perawakan pendek yang timbul kuantitatif dan kualitatif, yaitu
akibat malnutrisi/kekurangan bertambahnya kemampuan (skill)
nutrisi dalam jangka waktu yang dan juga struktur serta fungsi tubuh
lama (Candra, 2013). yang lebih kompleks. Didalamnya
Status gizi kurang terjadi bila termasuk juga perkembangan
tubuh mengalami kekurangan satu kognitif, bahasa, motorik, emosi,
atau lebih zat-zat gizi dalam jumlah serta perkembangan perilaku
berlebihan, sehingga menimbulkan (Soetjiningsih, 2015).
efek toksis atau membahayakan. Untuk dapat mengetahui
Gangguan gizi disebabkan oleh status perkembangan balita maka
faktor primer atau sekunder. Faktor dilakukan pengukuran dengan
primer adalah bila susunan menggunakan Kuesioner Pra
makanan seseorang salah dalam Skrining Perkembangan. KPSP
kuantitas dan atau kualitas yang mempunyai 4 aspek yang terdiri
disebabkan oleh kurangnya dari motorik kasar, motorik halus,
penyediaan pangan, kurang sosial, kemandirian bicara dan
baiknya distribusi pangan, bahasa. Didalam KPSP terdapat 10
kemiskinan, ketidaktahuan, pertanyaan (Depkes RI, 2012).
kebiasaan makan yang salah, dan Berdasarkan penelitian yang
sebagainya. dilakukan Soepardi.R (2013) yang
Menurut peneliti, balita yang menyatakan bahwa terdapat
mengalami status gizi sangat hubungan yang bermakna antara
stunting dapat terjadi karena pemberian ASI eksklusif dengan
pemberian nutrisi yang tidak tepat tumbuh kembang anak usia 0-36
oleh orang tua, baik dari penyajian bulan.
makanan dan kandungan gizi dari Menurut peneliti, sebagian
makanan yang di berikan kepada besar balita memiliki status
balita. Sehingga perlunya perkembangan meragukan. Hal ini
dilakukan penyuluhan gizi dapat dipengaruhi oleh beberapa
seimbang pada balita agar orang tua baik faktor internal maupun
dapat meningkatkan pengetahuan eksternal. Salah satu faktor
mengenai gizi seimbang pada yang dapat mengakibatkan
balita. perkembangan balita terhambat
yaitu balita tidak mendapatkan ASI
Eksklusif selama 6 bulan.

7
4. Hubungan Status Gizi Stunting Kondisi ini diakibatkan tidak
dengan Perkembangan Balita terpenuhinya kebutuhan makanan
Berdasarkan tabel 4.4 dan meningkatnya kesakitan dalam
mengidentifikasi bahwa dari 42 masa waktu yang lama. Prevalensi
balita yang stunting status anak stunting dan kurus banyak
perkembangannya meragukan terjadi pada tahun ke-2 dan ke-3
sebanyak 27 balita, sesuai 11 balita dalam kehidupan. Untuk mencapai
dan penyimpangan 4 balita. tumbuh kembang yang baik
Sedangkan dari 20 balita yang diperlukan nutrisi yang adekuat.
sangat stunting status Makanan yang kurang baik secara
perkembangannya meragukan kualitas maupun kuantitas akan
sebanyak 15 balita, penyimpangan menyebabkan gizi kurang. Keadaan
3 balita dan sesuai 2 balita. gizi kurang dapat menyebabkan
Untuk melihat hubungan gangguan pertumbuhan dan
antara status gizi stunting dengan perkembangan, khusus pada
perkembangan balita usia 2-5 tahun perkembangan dapat
yaitu dengan menggunakan rumus mengakibatkan perubahan struktur
Kolmogorov-Smirnov dengan taraf dan fungsi otak. Perkembangan ini
signifikan α 5% (0,05) diperoleh berlanjut saat setelah lahir hingga
nilai ρ value = 0,87 > α 0,05 artinya usia 2 atau 3 tahun. Pertumbuhan
tidak ada hubungan status gizi dan perkembangan anak berbeda-
stunting dengan perkembangan beda, maka kebutuhan dasar anak
balita usia 2-5 tahun di wilayah harus terpenuhi secara optimal.
kerja Puskesmas Mangkupalas. Tidak terpenuhinya salah satu
Hasil uji statistik pada kebutuhan dasar anak yaitu asuh
penelitian ini menunjukkan tidak (kebutuhan fisik yaitu pangan dan
ada hubungan antara status gizi perawatan kesehatan dasar), asih
dengan perkembangan balita (ρ (kebutuhan kasih sayang) dan asah
value = 0,87). Hasil penelitian ini (kebutuhan stimulasi mental atau
sesuai dengan penelitian yang bermain), akan membuat
dilakukan Ema Wahyu Ningrum, pertumbuhan dan perkembangan
Tin Utami (2017) dimana tidak anak tidak optimal (Soedjatmiko,
terdapat hubungan antara status gizi 2009). Pola asuh orang tua dalam
stunting dengan perkembangan perkembangan anak merupakan
balita (ρ value 1,000). Dan hasil cara yang digunakan dalam proses
penelitian ini berbeda dengan interaksi berkelanjutan antara orang
penelitian yang dilakukan Hardiana tua dan anak untuk membentuk
Probosiwi, Emy Huriyati, Djauhar hubungan yang hangat, dan
Ismail (2017) dengan hasil memfasilitasi anak untuk
penelitian menunjukkan terdapat mengembangkan kemampuan anak
hubungan status gizi stunting yang meliputi perkembangan
dengan perkembangan balita motorik halus, motorik kasar,
dengan nilai OR 3,9 (1,67-8,90). bahasa, dan kemampuan sosial
Anak yang memiliki status gizi sesuai dengan tahap
stunting mengalami pertumbuhan perkembangannya (Kurniawati,
rangka yang lambat dan pendek. dkk, 2011). Anak-anak yang di

8
asuh dengan pendekatan pola asuh makan balita stunting serta makanan
positif, kemungkinan besar akan tambahan yaitu MP-ASI. Diharapkan
berkembang baik, memiliki petugas sehatan dapat memberikan
kemampuan baik, dan selalu penkes mengenai stimulasi untuk
merasa nyaman akan dirinya mengasah perkembangan balita dan
sendiri atas segala hasil yang telah melaksanakan DDTK untuk
dicapainya. Pendekatan dengan memantau perkembangan balita.
pola asuh positif akan
mengembangkan kebiasaan baik DAFTAR PUSTAKA
yang merupakan landasan dalam Almatsier S. (2010). Prinsip Dasar
mengembangkan karakter yang Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia
positif (Muchtar, D.H, 2011) Pustaka Utama.
Menurut peneliti, status gizi
stunting tidak mempengaruhi
perkembangan seorang balita. Arikunto, S. (2013). Prosedur
Perkembangan seorang balita dapat penelitian : suatu pendekatan
terhambat karena salah satu praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
kebutuhan dasar yaitu asuh, asih,
dan asah tidak dapat di berikan oleh Bahmat, D.O, Herwanti B, Idrus Jt.
orang tua kepada balita tersebut. (2010). Hubungan Asupan Seng,
Banyak faktor lain yang dapat
VitaminA, Zat Besi Dan Kejadian
menyebabkan perkembangan balita
terhambat salah satunya adalah ASI Pada Anak Balita (24-59 Bulan)
Eksklusif, jika balita tidak Dan kejadian Stunting di
diberikan ASI Eksklusif selama 6 Kepulauan Nusa Tenggara
bulan maka perkembangan otaknya (Riskesdas, 2010). Departement of
dapat terhambat. Faktor lainnya Nutrition Faculty of Health Science
adalah pola asuh orang tua. Esa Unggul University.
Interaksi antara orang tua dan anak
disini sangatlah penting dimana
interaksi tersebut dapat berupa Badan Penelitian dan Pengembangan
stimulasi yang dapat mengasah Kesehatan Departemen Kesehatan
perkembangan pada balita. RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar
2013.
KESIMPULAN
Tidak terdapat hubungan antara
Candra, A, Fitrah. (2013). Hubungan
status gizi stunting dengan
perkembangan balita usia 2-5 tahun di Underlying Factors Dengan
wilayah kerja Puskesmas Kejadian Stunting Pada Anak 1-2
Mangkupalas (α = 0,87 > 0,05). Tahun. Journal of Nutrition and
Health, Vol.1, No.1.Diakses dari
SARAN http://www.ejournal.undip.ac.id
Diharapkan petugas kesehatan
dapat memberikan penyuluhan
Departemen Kesehatan RI. (2008).
mengenai status gizi stunting dan dan
memberikan penkes mengenai asupan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)

9
KLB-Gizi Buruk. Jakarta: Ema Wahyu Ningrum, Tin Utami.
Direktorat Bina Gizi Masyarakat. (2017). Hubungan Antara Status
Gizi Stunting dan Perkembangan
Departemen Kesehatan RI. (2012). Balita Usia 12-59 Bulan.
Pedoman Pelaksanaan Stimulasi Purwokerto : STIKES Harapan
Deteksi dan Intervensi Dini Bangsa.
Tumbuh Kembanng Anak Tingkat
Pelayanan Kesehatan Dasar. Ernawati, Fitrah. (2013). Pengaruh
Jakarta: Depkes RI. Asupan Protein Ibu Hamil dan
Panjang Badan Bayi Lahir
Departemen Kesehatan RI. (2016). Terhadap Kejadian Stunting Pada
Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Anak Usia 12 Bulan di Kabupaten
Departemen Kesehatan RI. Bogor (Effect of The
PregnantWomen’s Protein Intake
Desiningrum, DR. (2012). Buku Ajar and Their Baby Length an Birth To
Psikologi Perkembangan Anak. Incidence of Stunting Among
Semarang: UPT UNDIP Press Children Aged 12 Months In Bogor
Semarang. District). Jurnal Penelitian Gizi dan
makanan..
Diana Mutiah. (2010). Psikologi
Bermain Anak Usia Dini. Jakarta: Fikadu, T., Assegid, S. & Dube, L.
Kencana. (2014). Factor Associated With
Stunting Among Children Age 24
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan To 59 Months in Meskan District,
Timur. (2017). Profil Kesehatan Gurage Zone, South Ethiopia: A
Tahun 2017. Samarinda: Dinas case-control study. BMC Public
Kesehatan Provinsi Kalimantan Health. Diakses dari
Timur. http://www.biomedcentral.com/14
71-2458/14/800.
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak. (2013). Hardiana Probosiwi, Emy Huriyati,
Keputusan Menteri Kesehatan. Djauhar Ismail. (2017). Stunting
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. dan perkembangan anak usia 12-60
bulan di Kalasan. Jurusan
Esfarjani, F., Roustaee. R., Kesehatan Masyarakat Universitas
Mohammadi, F., Esmaillzadeh,A. Gajah Mada : Yogyakarta
(2013). Determinants of Stunting in
School-Aged Children of Tehran. Hidayat, A. Aziz Alimul. (2008).
Iran: Int J Prev Med. Pengantar Ilmu Keserhatan Anak
Untuk Pendidikan Dini dan

10
Kebidanan. Jakarta: Salemba Nawawi, Hadari,2010. Metode
Medika. Penelitian Bidang
Sosial.Yogyakarta: Gajah Mada
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). University Press
(2012). Tumbuh Kembang Anak
dan Remaja. Jakarta: Sagung Seto. Riskesdas. (2013). Laporan Nasional
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas
Kelana, KD. (2015). Metodologi Tahun 2013). Jakarta : Badan
Penelitian Keperawatan : panduan Penelitian dan Pengembangan
melaksanaan dan Menerapkam Kesehatan Departemen Kesehatan
Hasil Penelitian. Jakarta: Trans RI
Info Media.
Riskesdas. (2018). Laporan Nasional
Kemendesa PDTT. (2017). Buku Saku Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas
Desa dalam Penanganan Stunting. Tahun 2018). Jakarta : Badan
Jakarta: Kementerian Desa, Penelitian dan Pengembangan
Pembangunan Daerah Tertinggal Kesehatan Departemen Kesehatan
dan Transmigrasi. RI.

Kemenkes RI. (2011). Standar Soedjatmiko. N.A. (2009). Antara


Antropometri Penilaian Status Gizi Anak dan Keluarga. Surabaya:
Anak. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Rama Press.

Kurniawati, dkk. (2011). Hubungan Soetjiningsih. (2015). Tumbuh


Antara Pola Asuh Orang Tua Kembang Anak Edisi 2. Jakarta:
dengan Perkembangan Anak EGC.
Toddler (usia 1-3 tahun) di
Kelurahan Bener Kecamatan Solihin, Rindu Dwi Mlateki, Faisal
Wiradesa Kabupaten Pekalongan. Anwar, Dadang Sukandar. (2013).
STIKES Muhammadyah : Relationship Between Nutritional
Pekajangan Pekalongan. Status, Cognitive Development in
Preschool Children. Penelitian Gizi
Marsuki H. (2014). Deteksi Dini dan Makanan, 2013 Vol.36(1): 62-
Tumbuh Kembang Anak. Poltekkes: 72
Makasar.
Supariasa IDN Dkk. (2012). Penilaian
Muchtar, D. H. (2011). Six Pillars of Status Gizi. Jakarta: EGC.
Positive Parenting. Cicero
Publishing : Jakarta. Trihono, et al. (2015). Pendek
(stunting) di Indonesia, masalah

11
dan solusinya. Jakarta: Lembaga
Penerbit Balitbangkes.

UNICEF. (2012). Ringkasan Kajian


Gizi. Jakarta: Pusat Promosi
Kesehatan - Kementerian
Kesehatan RI.

Widati, A. (2012). Pengaruh Terapi


Bermain: Origami Terhadap
Perkembangan Motorik Halus dan
Kognitif Anak Usia Prasekolah (4-
5 Tahun). Journal of ners
community ( Vol 3 no 6 ). Gresik:
Universtas Gresik. Diakses dari
http://lppmunigresblog.files.wordp
ress.com/2013/09/jurnalkep-era
watansamakovernya.pdf

WHO. (2010). Nutrition Landscape


Information System (NLIS).
Diakses dari
https://www.who.int/nutrition/nlis_
interpretation_guide.pdf

WHO. (2012). Prevalence and trends


of stunting among pre-school
children, 1990–2020. Diakses dari
https://www.who.int/nutgrowthdb/
publications/stunting1990_2020/en
/

Zaviera, Ferdinand. (2008).


Mengenali dan Memahami Tumbuh
Kembang Anak. Yogyakarta:
KATAHATI

12

Anda mungkin juga menyukai