Anda di halaman 1dari 39

SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN STUNTING


PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIALANG
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stunting suatu keadaan gagal tumbuh pada balita (bayi di bawah lima
tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk
usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal
setelah bayi lahir akan tetapi, stunting sendiri baru nampak setelah bayi berusia 2
tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted) merupakan
anakbalita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut
umurnya dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth
Reference Study) 2006. Sementara itu definisi stunting menurut Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) ialah balita dengan nilai z-scorenya kurang dari
-2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari -3SD (severely stunted).
Stunting adalah permasalahan gizi di dunia, ada 165 juta balita di dunia
mengalami kondisi pendek (stunting). Delapan puluh persen balita stunting
meluas ke 14 negara di seluruh dunia termasuk Indonesia menempati perinngkat
ke lima negara dengan penderita stunting terbanyak (UNICEF, 2013). Data
stunting di Indonesia memperlihatkan kalau prevalensi stunting secara nasional
mengalami peningkatan dari 35,6% (tahun 2010) menjadi 37,2 % (tahun 2013)
dan menjadi 30,8 % (tahun 2018), Selain data dari hasil Pemantauan Status Gizi
(PSG) tahun 2017 menunjukkan jika persentase balita stunting pada anak balita
(29,6%) lebih besar jika dibandingkan dengan usia lebih dari lima tahun (20,1%)
(Kemenkes RI, 2018) (Nugroho, 2021: 2270).
Stunting pada balita merupakan masalah yang berisiko akan terjadinya
kesakitan di masa mendatang datang pada saat sulitnya untuk mencapai
perkembangan fisik dan kognitif yang baik. Menurut UNICEF stunting
disebabkan oleh dua hal yaitu penyakit infeksi dan asupan makan .
Penyebab secara langsung tersebut berhubungan dengan faktor, ketahanan
pangan, pola asuh, akses terhadap pelayanan kesehatan dan kebersihan
lingkungan. Akar persoalan dari faktor-faktor tersebut terdapat pada peran
individu dan keluarga seperti pendidikan formal, pendapatan rumah tangga,

2
sosial budaya, ekonomi, dan politik (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2018). Dalam (Sarawati, 2021: 227)
Nursyamsyaah (2021: 612-613) Menjelaskan bahawa faktor-faktor yang
berhubungan dengan masalah stunting bisa jadi berbeda antara satu daerah
dengan Daerah lainnya. Keadaan geografis dan masyarakat yang berbeda
mungkin akan dapat menyebabkan faktor penyebab stunting di setiap daerah
yang satu berbeda dengan daerah lainnya. Faktor resiko stunting pada penelitian
ini melingkupi jenis kelamin anak, panjang badan lahir, berat badan lahir,
riwayat sakit, riwayat ASI eksklusif, riwayat pemberian MP ASI, riwayat
imunisasi dasar, usia ibu saat melahirkan, tinggi badan ibu, pendidikan
orang tua, pekerjaan orang tuadan pendapatan keluarga. Faktor resiko tersebut
berdasarkan kerangka kerja konseptual dari WHO dan beberapa penelitian
sebelumnya yang meneliti tentang itu. Kejadian stunting di daerah Bandung
Barat akan terus meningkat jika faktor-faktor resiko penyebabnya tidak
ditangani dengan baik.
Stunting dapat meningkatkan risiko kematian pada balita, hingga dapat
mempengaruhi kondisi fisik dan fungsional pada tubuh anak. Stunting berpotensi
mengakibatkan anak tidak dapat mencapai potensi genetik, mengindikasikan
kejadian dalam jangka panjang dan dampak kumulatif yang ditimbulkan karena
ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan gizi pada anak, kondisi kesehatan
dan pengasuhan yang Journal of Healtcare Technology and Medicine Vol. 8 No.
1 April 2022 Universitas Ubudiyah Indonesia e-ISSN : 2615-109X 416 tidak
memungkinkan. Tidak hanya itu, stunting di awal usia kanak-kanak mampu
menyebabkan gangguan intelligence Quotient (IQ), kemampuan motorik,
perkembangan psikomotor dan integrasi neurosensory. Selain itu, balita yang
mengalami retardasi perkembangan di usia dewasa punya dampak yang
memperihatinkan pada ukuran tubuh, kemampuan dalam kerja dan reproduksi,
dan risiko penyakit kronik (Agustina, 2020). Dalam (Rahmayani, 2022: 415-416)
Menurut data WHO pada tahun 2017, 22,2% atau sekitar 150,8 juta anak
di dunia menderata stunting. Tapi jumlah ini telah mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan jumlah stunting di tahun 2000 yaitu 32,6%. Pada tahun
2017, lebih dari setengah anak balita mengalami stunting di dunia berasal dari

3
Asia (55%) Bahkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta
anak balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%)
dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%).
Prevalensi balita pendek menurut hasil Riskesdas 2018 mengalami
peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017 dan
meningkat pada tahun 2018 yaitu 29,9%. Prevalensi balita pendek di Indonesia
cenderung statis. Hasil Riskesdas tahun 2018 memperlihatkan adanya perbaikan
status gizi pada anak balita di Indonesia. Proporsi status gizi sangat pendek dan
pendek turun dari 37,2% (Riskesdas 2013) menjadi 30,8%. Survei PSG
diselenggarakan sebagai monitoring dan evaluasi kegiatan dan capaian program.
Berdasarkan hasil PSG tahun 2015, prevalensi balita pendek di Indonesia antara
lain ialah 29%. Angka ini mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi 27,5%.
Tapi sayangnya prevalensi balita pendek kembali meningkat menjadi 29,6% pada
tahun 2017.
Berdasarkan hasil Pantauan Status Gizi (PSG) 2019 Prevalensi stunting di
Wilayah kerja Puskesmas sialang tersebut terdiri dari bayi dengan kategori sangat
pendek 54,5% dan sangat pendek 45,5%. Presentase stunting di Wilayah kerja
Puskesmas sialang tahun 2019 dengan responden sebanyak 69,7%.
Data stunting dari Puskesmas Sialang diperkiran akan terus meningkat
setiap tahunnya dimulai dari tahunnya. Data stunting di wilayah kerja Puskesmas
Sialang yang terdiri 5 Nagari antara lain, Nagari Sungai Dareh 17 kasus, Nagari
Sungai Kambut 10 kasus, Nagari Empat Koto Pulau Punjung 20 kasus, Nagari,
Nagari Sikabau 8 kasus, Nagari Gunung Selasih 11 kasus.
Puskesmas Sialang secara administratif berada di Jln. Lintas Sumatera KM
10 Pulau Punjung Kecamatan Pulau Punjung Kabupaten Dhamasraya. Puskesmas
Sialang berada pada wilayah kerja sebanyak 5 Nagari dengan luas wilayah
482,50 km 2. Batas wilayah kerja Puskesmas Sialang di sebelah utara berbatasan
dengan Kabupaten Sijunjung, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Koto
Besar, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Solok Selatan dan Kecamatan
Sembilan Koto dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sitiung dan
Timpeh. Berdasarkan data Statistik Daerah Kecamatan Sitiung dan Timpeh tahun
2019 tercatat angka proyeksi penduduk Kecamatan Pulau Punjung sebanyak 45 

4
339,00 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan
(Kab. Dhamaraya Dalam Angka, 2019).
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti
lebih lanjut tentang kasus stunting yang terjadi dengan judul “Faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas
Sialang Kecamatan Pulau Punjung tahun 2019”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti


tentang “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting Pada Anak Balita
Di Wilayah Kerja Puskesmas Sialang”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis Faktor-Faktor Apa Saja Yang Mempengaruhi Kejadian
Stunting Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sialang.
1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini antara lain ialah:

1. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga balita (pendidikan ibu,


pekerjaan ibu, tingkat pendapatan, besar keluarga) terhadap kejadian stunting
pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Sialang.
2. Menganalisis pengaruh riwayat pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian
stunting pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Sialang.
3. Menganalisis pengaruh asupan energi dan protein terhadap kejadian stunting
pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Sialang.
4. Menganalisis pengaruh riwayat penyakit infeksi terhadap kejadian stunting
pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Sialang.

5
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Pemerintah
Memberikan informasi tentang faktor-faktor yang berkaitan dengan
kejadian stunting pada anak balita sehingga dapat melakukan upaya
pencegahan dan untuk menurunkan prevalensi stunting pada anak balita.
1.4.2 Bagi Instansi Pendidikan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi bagi penelitian
berikutnya.
1.4.3 Bagi Puskesmas
Penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi kepada pihak
puskesmas agar dapat melakukan upaya pencegahan dan juga sebagai
bahan referensi bagi bagi penelitian selanjutnya.
1.4.4 Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengalaman dalam meningkatkan kemampuan
peneliti tentang faktor-faktor yang berkaitan dengan kejadian stunting
yang terjadi wilayah kerja Puskesmas Sialang.
1.4.5 Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi upaya pencegahan
stunting pada anak balita.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stunting

2.1.1 Defenisi

Stunting (kerdil) adalah suatu kondisi dimana anak balita memiliki panjang
atau tinggi badan yang pendek jika dibandingkan dengan anak-anak seumurannya.
kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua
standar deviasi median standar tumbuh kembang anak dari WHO. Balita stunting
termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti keadaan
sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan
gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami
permasalahan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.

Stunting (tubuh pendek) merupakan keadaan tubuh yang pendek hingga


melampaui defisit 2 SD di bawah median panjang atau tinggi badan populasi yang
menjadi referensi internasional, stunting menunjukkan tinggi badan menurut
usianya yang kurang dari -2 SD.

Balita Pendek (Stunting) status gizi yang didasarkan pada indeks PB/U
atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak, hasil
pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -
3 SD (pendek/ stunted) dan <-3 SD (sangat pendek / severely stunted). Stunting
merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang
kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi mulai jani masih dalam kandungan
dan baru nampak saat anak berusia dua tahun.

7
Tabel 2.1 Indeks Standar Antropometri Anak dan Kategori Ambang Batas
Status Gizi Anak

Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (z-


Score)
Berat Badan Menurut Berat Badan Sangat < - 3 SD
Umur Kurang
(BB/U) Anak Usia 0 – 60 (severalyunderweight) - 3 SD sd < - 2 Sd
Bulan Berat badan kurang
(underweight) - 2 SD sd + 1 SD

Berat badan normal > + 1 SD

Risiko berat badan lebih


Panjang Badan atau Sangat pendek (severaly < - 3 SD
Tinggi Badan menurut stunted)
Umur Pendek (stunted) - 3 SD sd < - 2 Sd
(PB/U atau TB/U) Anak Normal - 2 SD sd + 3 SD
Usia 0 – 60 Bulan Tinggi > + 3 SD
Gizi buruk (severaly < - 3 SD
wasted)
Berat Badan menurut Gizi kurang (wasted) - 3 SD sd < - 2 Sd
Panjang Badan atau Gizi baik (normal) - 2 SD sd + 1 SD
Tinggi Badan Berisiko gizi lebih > + 1 SD sd + 2 SD
(BB/PB atau BB/TB) (possible risk of
Anak Usia 0 – 60 Bulan overweight)
Gizi lebih (overweight) > + 2 SD sd + 3 SD

Obesitas (obese) > + 3 SD

Indeks Masa Tubuh Gizi buruk < - 3 SD


menurut Umur (severaly wasted)
(IMT/U) Anak Usia 0 – Gizi kurang (wasted) - 3 SD sd < - 2 Sd
60 Bulan Gizi baik (normal) - 2 SD sd + 1 SD
Berisiko gizi lebih > + 1 SD sd + 2 SD
(possible risk of

8
overweight) > + 2 SD sd + 3 SD
Gizi lebih (overweight) > + 3 SD
Obesitas (obese) < - 3 SD
Gizi buruk
(severaly thinness)
Indeks Masa Tubuh Gizi kurang (Thinness) - 3 SD sd < - 2 Sd
menurut Umur Gizi baik (normal) - 2 SD sd + 1 SD
(IMT/U) Anak Usia Gizi lebih (overweight) + 1 SD sd + 2 SD
5 – 18 Bulan Obesitas (obese) > + 2 SD

Sumber: Permenkes 2020

Stunting yang telah tejadi akibat tidak diimbangi dengan catch-up growth
(tumbuh kejar) menyebabkan menurunnya pertumbuhan, masalah stunting adalah
masalah kesehatan masyarakat terkait meningkatnya risiko kesakitan, kematian
dan hambatan pada tumbuh kembang yang baik motorik maupun mental. Stunting
dibentuk oleh growth faltering dan catcth up growth yang tidak memadai yang
memperlihatkan ketidakmampuan untuk mencapai tumbuh kembang optimal, hal
semacam ini memperlihatkan bahwa kelompok anak balita yang lahir dengan
berat badan normal dapat mengalami stunting jika pemenuhan kebutuhan
selanjutnya tidak tercukupi dengan sempurna.

Fenomena stunting tidak bisa dianggap sepele. Anak-anak yang


mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, membuat
balita menjadi lebih rentan terkena penyakit dan di masa yang akan datang dapat
beresiko pada menurunnya tingkat produktivitas. Pada akhirnya penyebaran
stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan
kemiskinan dan memperlebar ketimpangan (TNP2K, 2017). Dalam (Fadliana,
2021: 92)

Defisiensi mikronutrien dan stunting deketahui sebagai permasalah yang


signifikan, di beberapa negara berkembang, salah satunya Indonesia. Kadar serum
besi, dan zink). Hasil pengukuran tinggi badan selanjutnya diolah untuk
mendapatkan status gizi anak dengan menggunakan standar WHO-NCHS, yaitu
indeks Z-skor tinggi badan/umur (TB/U). Data yang berhubungan dengan tingkat

9
asupan nutrien (vitamin A, zat besi, dan zink) didapatkan dengan menggunakan
metode Food Recall 24h selama tiga hari (tidak berturut-turut). Metode ini berasal
dari buku Penilaian Status Gizi yang ditulis oleh Supriasa (2016). (Silaban,
2022: 40-41)

Fase yang paling krusial di dalam penanggulangan stunting dimulai sejak


janin masih dalam kandungan hingga anak berumur dua tahun yang dikenal
dengan periode emas (seribu hari pertama kehidupan). Balita dibawah usia dua
tahun yang mengalami stunting akan mempunyai tingkat kecerdasan tidak
maksimal, membuat anak menjadi lebih berisiko terhadap penyakit dan di masa
depan dapat beresiko pada menurunnya tingkat produktivitas.3 Pada akhirnya
secara luas stunting akan dapat memperlambat laju pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan angka kemiskinan dan ketimpangan sosial. Perbaikan gizi
diprioritaskan di usia seribu hari pertama kehidupan yaitu 270 hari selama
kehamilannya dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi yang dilahirkan
( Silaban, 2022: 39)

Upaya pemeliharaan kesehatan anak-anak untuk dapat mempersiapkan


menjadi manusia yang sehat fisik dan mental produktif baik sosial maupun
ekonomi termasuk untuk reproduksi anak dilakukan supaya terbebas dari berbagai
permasalahan kesehatan yang rentan menghambat kemampuan menjalani
kehidupan reproduksi secara sehat. Merujuk pada permasalahan yang ada, dalam
rangka mengoptimalkan dan meningkatkan kesehatan, kesejahteraan sosial dan
kemampuan usia anak anak , oleh karena itu diselenggarakan suatu program
pelayanan dan pengembangan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan). Dalam ( Rasmaniar, 2021: 77)

2.1.2 Klasifikasi Stunting

Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan yakni dengan cara
penilaian antropometri. Secara umum antropometri berkaitan dengan berbagai
maca pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur
dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan

10
yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U),
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang dinyatakan dengan standar
deviasi unit z (Z- score).

Stunting dapat dilihat apabila ada seorang anak balita sudah ditimbang
berat badannya dan diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan
dengan standar, dan hasilnya berada dibawah normal. Jadi secara fisik balita akan
lebih pendek dibandingkan balita seumurnya. Penghitungan ini menggunakan
standar Z score dari WHO.

Normal, pendek dan Sangat Pendek merupakan status gizi yang didasarkan
pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut
Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely
stunted (sangat pendek).

Berikut klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator tinggi badan

per umur (TB/U).


I. Sangat pendek Zscore < -3,0
II. Pendek Zscore < -2,0 s.d. Zscore ≥ -3,0
III. Normal Zscore ≥ -2,0

Dan di bawah ini merupakan klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator
TB/U dan BB/TB.
I. Pendek-kurus -Zscore TB/U < -2,0 dan Zscore
BB/TB < -2,0
II. Pendek-normal Z-score TB/U < -2,0 dan Zscore
BB/TB antara -2,0 s/d 2,0
III.Pendek-gemuk Z-score ≥ -2,0 s/d Zscore ≤ 2,0

11
2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Stunting

1. Karakteristik Keluarga Balita


a. Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan juga dapat mempengaruhi kejadian stunting, anak-


anak dari orangtua yang berpendidikan cenderung tidak mengalami
stunting jika di bandingkan dengan anak yang lahir dari orangtua yang
tingkat pendidikannya rendah.( Mulida, 2022: 20)
Tindakan di dalam pemilihan sumber pangan bisa dilihat dari kebiasaan
sang ibu. Contoh dalam memilah dan memilih sumber pangan, seorang ibu akan
memiliki kebiasaan yang berbeda-beda, ada yang kebiasaan karena kesehatan,
keakraban, harga murah, atau kemudahan dalam membelinya. Pengetahuan dalam
memilih sumber pangan. ini semua ditentukan oleh karakteristik sang ibu.
Karakteristik dapat dilihat dari kebiasan, pengetahuan, tingkat pendapatan, dan
pendidikan seorang ibu. Idealnya semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu maka
kebiasaan pilihan pangan ibu akan semakin baik, meskipun perubahan yang linear
pula pada tingkat pendapatan rumah tangga. Semakin tinggi pendapatan keluarga
akan memberikan pilihan pangan yang lebih berkualitas dari segi gizi untuk anak
balitanya. (Rahmiati, 2019: 20)
Ketidaknyamanan ibu dalam memberikan ASI eksklusif menjadi
persoalan yang mendasar. Faktor lain mengapa ibu tidak memberikan
ASI eksklusif dikarenakan kurangnya produksi ASI dan ibu yang kembali
bekerja setelah melahirkan. Di Indonesia, kurangnya pengetahuan,
ekonomi, dan alasan pribadi menyebabkan banyak ibu yang memilih
untuk memberikan anaknya makanan dengan susu formula. Pada tahun
2012, didapatkan 42% ibu memberikan ASI eksklusif hingga umur bayi 6
dan dianalisis untuk mengetahui hubungan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi antara pemberian ASI eksklusif dengan tumbuh
kembang balita menggunakan, uji Chi Kuadrat. (Lou, 2022: 66)
Cara memberi nutrisi pada balita yang baru lahir ini ialah dengan
memberikan Air Susu Ibu (ASI). Memberikan ASI ini seharusnya
dilakukan sesegera mungkin kecuali ada kondisi medis yang menyebabkan
pemberian ASI tidak dapat realisasikan. American Academy of Pediatrics

12
(AAP) dan World Health Organization (WHO) menyarankan ASI sebagai
makanan utama buat balta yang baru lahir. AAP sendiri menyarankan ASI
harus diberikan secara eksklusif minimal 4 bulan dan menyarankan pemberian
ASI eksklusif selama 6 bulan. Diperkirakan jika 10% sampai 15% anak yang
berusia 5 tahun ke bawah yang meninggal pada negara-negara berkembang
bisa diputus dengan pemberian ASI eksklusif yang seharusnya. (Lou, 2022: 66)

b. Pekerjaan Ibu

Salah satu prioritas pembangunan nasional yang tercantum dalam


sasaran pokok RPJMN Tahun 2016-2019 (2020-2024) adalah upaya
peningkatan status gizi masyarakat termasuk penurunan prevalensi balita
pendek.

Faktor penentu stunting pada balita yang diutamakan di Indonesia


diantaranya pemberian ASI non eksklusif selama 6 bulan pertama, status
sosial ekonomi rumah tangga yang dibawah rata-rata, kelahiran prematur,
panjang badan lahir yang pendek, dan tinggi badan bahkan pendidikan ibu
yang rendah, status sosial ekonomi rumah tangga rendah, tinggal di rumah
tangga dengan jamban yang tidak layak dan air minum yang tidak diolah
ulang, akses kesehatan yang buruk, dan tinggal di daerah pedesaan (Beal et
al.2018) dalam (Adedlia dkk, 2022: 187)

faktor penyebab tidak langsung dan penyebab langsung (Kemenkes,


2018). Dasar masalah stunting itu sendiri terdiri atas akses pelayanan, keuangan
dan SDM yang tidak memadai dan faktor sosial, budaya, ekonomi, politik.
Pelayanan pemerintah kepada masyarakat yang berhubungan dengan pelayanan
pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi yang tidak memadai menimbulkan
problem yang menjadi akar penyebab tidak langsung terjadinya stunting
( Ernawati, 2020: 81)

c. Tingkat Pendapatan

Penghasilan keluarga merupkan faktor yang akan berpengaruh secara


langsung terhadap status gizi. Penghasilan keluarga menentukan daya beli
keluarga termasuk makanan. Tersedia atau tidaknya makanan dalam keluarga

13
akan menentukan kualitas dan kuantitas bahan makanan yang dikonsumsi oleh
anggota keluarga yang sekaligus akan berpengaruh terhadap asupan zat gizi.

Permasalahan gizi pada anak balita dan salah satunya adalah kejadian
pendek (stunted) yang dialami oleh anak-anak beresiko memperlambat
pertumbuhan dan perkembangan anak-anak, terutama kalau kondisi pendek
(stunted) berubah menjadi kejadian stunting. Beberapa dampak yang
ditimbulkan dapat terjadi pada balita pendek (stunted) selama kehidupannya
ialah terjadinya penurunan kemampuan intelektual, kerentanan terhadap
penyakit tidak menular, terjadinya penurunan produktivitas pada masa-masa
produktif / pada saat memasuki masa produktif sehingga dapat menyebabkan
kemiskinan dan rendahnya pendapatan keluarga juga akan berpotensi
melahirkan balita dengan kondisi stunting. (Kurniawati, 2022: 77)

Keterbatasan angka pendapatan keluarga juga sangat menentukan


kualitas makanan yang dikosumsi setiap harinya baik dari hal kualitas maupun
jumlah makanan. Angka kemiskinan yang berlangsung di waktu lama bisa
mengakibatkan rumah tangga tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan pangan
yang dapat menyebabkan tidak tercukupinya gizi keluarga terutama untuk
pertumbuhan balita.( Noorhasanah, 2022: 3)

d. Besar Keluarga

Hasil dari beberapa penelitian tentang Jarak Kelahiran juga menjelaskan


jika jarak kelahiran yang sempit (<2 tahun. Balita di umur yang berjrak dua atau
lebih atau jarak antara sudara kandung mereka 10,5 kali sangat memungkinkan
untuk mengembangkan stunts dari pada anak balita yang terpaut dua atau lebih.
Dalam bukunya (Kartono, 2022: 73)

Jarak kelahiran juga mempengaruhi pola pengasuhan ibu pada anak.


Jarak kelahiran yang singkat berarti orang tua cenderung lebih banyak bermasalah
dan tidak optimal pada saat mengasuh anaknya. Apalagi anak yang beranjak
dewasa belum mandiri dan masih membutuhkan banyak perhatian dari orang
tuanya. Rumah tangga yang kurang mampu secara finansial tanpa perlu adanya
pembantu dan guru TK. Mengasuh anak sepenuhnya diurus oleh ibu sendiri, tetapi

14
ibu juga harus mengejakan pekerjaan rumah tangga lainnya. Akibatnya, kurang
memperhatikan gizi anak. (Kartono, 2022: 73)

Jika jarak kelahiran < kurang dari susu adik diprioritaskan, maka salah
satu anak, yang lebih dewasa, tidak mendapat bagian susu. Akibat kekurangan
susu dan asupan makanan yang tidak merata, anak-anak mengalami gizi buruk,
yang bisa menyebabkan keterlambatan pada tumbuh kembang anak. Untuk
mengatasi hal tersebut, program KB perlu disosialisasikan sescara merata di setiap
wilayah. Pada saat setelah melahirkan, ibu dan ayah harus disarankan untuk
menggunakan kontrasepsi sesegera mungkin untuk menunda kehamilan. Banyak
orang tua yang ragu dalam menggunakan kontrasepsi sesaat setelah anak mereka
lahir. Sehingga, kehamilan tidak dapat ditunda sesaat beberapa bulan setelah
melahirkan. (Kartono, 2022: 73)

Jika jarak kehamilan yang tidak begitu jauh, tidak hanya balita yang baru
lahir akan tetapi ibu juga akan berisiko terkena dampak buruk. Kesehatan ibu bisa
disebebabkan oleh kondisi fisik yang belum membaik setelah melahirkan dan
perawatan bayi secara simultan, yang memerlukan banyak waktu dan juga
perhatian yang lebih. Ibu hamil yang kuirang enak badan menyebabkan
kebingungan pada janin yang ada di kandungannya. Gangguan terjadi pada janin
yang ada didalam kandungan juga menghambat dapat menghambat perkembangan
dan menyebabkan gagal tumbuh. (Kartono, 2022: 73)

2.2 ASI Eksklusif

2.2.1 Defenisi

Air Susu Ibu (ASI) adalah nutrisi ideal buat balita karena banyak
mengandung zat gizi yang dibutuhkan bayi dan mengandung beberapa zat
perlindungan terhadap berbagai penyakit. Pemberian ASI harus tetap
dilanjutkan selama 2 tahun meskipun bayi sudah mulai makan. Berdasarkan
data WHO tahun 2015 menjelaskan jika pemberian ASI ekslusif kurang dari
40% (WHO, 2003). Menurut Dinas Kesehan di indonesia capaian pemberian
ASI Eksklusif sebesar 61,33 %. Berdasarkan data statistik provinsi di
indonesia, diketahui cakupan bayi yang menerima ASI Eksklusif tahun 2017

15
di jawa timur sebesar 75,7 %. Dari keseluruhan kota/ kabupaten di jawa
timur, tercatat 15 kabupaten yang benar-benar sudah memenuhi target,
selebihnya 23 kabupaten/kota lainnya masih jauh dari terget (Dinkes, 2016)
( Handoyo, 2022: 3942)

Jalaninan hubungan antara orangtua dan anak, termasuk pemberian ASI


dini (IMD), menyusui sampai 6 bulan, dan menyusui dengan makanan tambahan
(MPASI) hingga 2 tahun, merupakan proses yang mendukung tahapan
pertumbuhan. Dan pertumbuhan bayi Dan anak-anak. Bahkan kebijakan dan
strategi yang mengatur pembangunan ini? UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009
Pasal 128, Tata Tertib Tahun 2012 Nomor 33 Tahun 2015-2019 tentang ASI dan
Renstra Kementerian Kesehatan, Undang-Undang Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/MENKES/52/2015. Kewajiban UU No. 36 Tahun 2009 merupakan
sebuah jaminan untuk meneruskan genrasi sehat dimasa mendatang. (Kartono,
2022: 73)

Menyusui merupakan cara yang alami untuk memberikan asupan gizi,


imunitas dan menjaga emosional secara optimal untuk pertumbuhan dan
perkembangan anak. Tidak ada susu buatan (formula) yang mampu
menyamai ASI baik dalam hal kandungan nutrisi, faktor pertumbuhan,
hormon, dan terutama imunitas. Karena imunitas anak hanya bisa
didapatkan dari ASI (Kemenkes RI, 2014). Menurut data dari World Health
Organization (WHO) jumlah ibu yang menyusui bayinya masih begitu rendah di
Indonesia, yaitu baru mencapai pada angka 15,3% saja dari angka kelahiran yang
mencapai 4,5 juta bayi pertahunnya. (Manalu, 2022: 55)

2.2.2 Komosisi ASI

Air susu ibu (ASI) adalah asupan makanan yang sangat diperlukan oleh
anak. Hal ini dikarenakan ASI banyak mengandung nutisi yang dibutuhkan untuk
tumbuh kembang anak serta dapat memberikan perlindungan atau imunitas yang
baik pada anak, sehingga anak-anak tidak rentan terkena penyakit kronis maupun
infeksi. Komposisi ASI akan berubah dalam periode waktu terentu sejalan
dengan bertambahnya usia balita. Pemberian ASI ekslusif seharusnya dilakukan
selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun. Rentang waktu

16
penyapihan anak di Indonesia yaitu sekitar 19,9 bulan. Ditemukan beberapa faktor
yang mempengaruhi proses penyapihan ASI, diantaranya: berat badan anak saat
lahir, pendidikan, tempat tinggal dan penolong persalinan (Handayani, 2022: 158)

1. Kolostrum

Menyusui merupakan sebuah proses yang alamiah. Sehingga ibu perlu


mengetahui teknik-teknik menyusui yang baik benar. Cara yang benar ialah
dengan memberikan ASI pada dengan dengan perlekatan, posisi ibu dan bayi
harus benar karena jika teknik menyusui kurang tepat, maka akan menjadi
hambatan untuk ibu dalam memaksimalkan pemberian ASI. Air Susu Ibu
adalah cairan pertama yang disekresi oleh kelenjar payudara yang serinng disebut
dengan kolostrum. (Evie, 2022: 28)

Kolostrum sendiri berwarna kuning keemasan yang ditimbulkan oleh


tingginya komposisi lemak dan sel-sel hidup. Kolostrum dipebuhi oleh zat
antibody (zat ketahanan tubuh untuk melawan zat asing yang masuk ke
dalam tubuh) dan immun oglobulin (zat ketahanan tubuh untuk melawan
berbagai infeksi penyakit). Kolostrum banyak mengandung zat kekebalan 10-
17 kali lebih banyak dari susu matang (mature). Zat ketahanan yang ada
pada ASI dapat melindungi anak dari penyakit diare. Kandungan kolostrum
inilah yang banyak tidak diketahui ibu sehingga banyak ibu disaat setelah
persalinan tidak memberikan kolostrum kepada bayi baru lahir karena kurangnya
pengetahuan tentang zat yang terkandungan didalam kolostrum (Ayenew Mose,
2021). Dalam (Evie, 2022: 28)

2. ASI Peralihan

ASI masa peralihan (transisi), ialah masa dimana ASI peralihan dari
kolostrum berproses menjadi ASI yang matur. Disekresi dari hari ke – 4 hingga
hari ke – 10 dari masa laktasi, tetapi ada juga pendapat yang menyebutkan
bahwasanya ASI matur baru terjadi pada minggu ke – 3 sampai minggu ke – 5.
Volumenya juga akan makin meningkat. (Fitria, 2022: 81)

17
3. ASI Matur

ASI matur, adalah ASI yang disekresi pada hari ke 4 –10 dan seterusnya.
Komposisi ASI relatif konstan dan tidak menggumpal jika dipanaskan. Air susu
yang mengalir pertama kali atau saat lima menit pertama disebut foremilk. Di
awal bulan terakhir kehamilan, kelenjar-kelenjar pembuat ASI mulai
menghasilkan ASI. Dalam kondisi normal, pada hari pertama dan kedua sejak
lahir, air susu yang dihasilkan sekitar 50-100 ml setiap harinya. Jumlahnya pun
meningkat hingga 500 ml pada minggu kedua. (Fitria, 2022: 81)

Perbedaan komposisi kolostrom, ASI transisi/peralihan dan ASI matur


dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel. 2.2 Perbandingan Komposisi Kolostrum, ASI Peralihan dan ASI


Matur.

Kandungan Kolostrom ASI Transisi ASI Matur


Energi (kgkal) 57,0 63,0 65,0
Laktosa (gr/ 100 ml) 6,5 6,7 7,0
Lemak (gr/100 ml) 2,9 3,6 3,8
Protein (gr/ 100 ml) 1, 195 0, 965 1, 324
Mineral (gr/ 100 ml) 0,3 0,3 0,2
Immunoglobulin
Ig A (mg/100 ml) 335,9 - 119,6
Ig G (mg/100 ml) 5,9 - 2,9
Ig M (mg/100 ml) 17,1 - 2,9
Lisosin (mg/ 100 ml) 14,2 –16,4 - 23,3 – 27,5
Laktoferin 420 – 520 - 250 -270

Sumber: Nugroho, 2011

2.2.3 Manfaat ASI

ASI tidak hanya bermanfaat buat baita, tapi Ibu juga mendapat banyak
manfaat dari ASI tersebut. Manfaat ASI untuk balita dan ibu antara lain menurut
Maryunani (2012) dalam ( Risnawati, 2022: 22) Manfaat ASI untuk balita
memiliki Kandungan antibodi yang terdapat di dalam ASI yang membuat anak

18
akan menjadi lebih sehat dan kuat dan terhindar dari malnutrisi. Selain itu ASI
juga manfaatnya untuk kecerdasan, laktosa yang ada pada ASI berguna untuk
memproses pematangan otak bekerja secara optimal. Pembentukan Emotional
Intelligence (EI) akan dirangsang pada saat anak disusui dan berada dalam
pelukan ibunya. Kandungan didalam ASI juga dapat meningkatkan sistem
antibody yang menyebabkan bayi lebih kebal terhadap berbagai serangan
penyakit.

Selain itu manfaat memberikan ASI oleh Ibu menurut Quigley et al,
(2011). Dalam ( Risnawati, 2022: 22) adalah diet alami untuk ibu karena pada saat
menyusui akan terjadi proses pembakaran kalori yang membantu penurunan berat
badan lebih cepat, mengurangi resiko anemia yang diakibatkan oleh perdarahan
setelah melahirkan, menurunkan kadar estrogen serta mencegah terjadinya kanker
payudara, dan pemberian ASI juga akan memberikan manfaat ekonomis buat ibu
karena ibu tidak perlu megeluarkan dana untuk membeli susu atau vitamin buat
anak.

ASI harus selalu bersih dan terbebas dari kontaminasi. Lain halnya
dengan pemberian susu formula pada anak, harus dipersiapkan dengan benar,
salah satunya dengan membersihkan botol dan meracik pada botol. ASI selalu
berada pada suhu yang tepat dengan mengikuti suhu tubuh ibu antara 37-39 0C,
ASI dapat diberikan secara on demand tergantung kebutuhan dan permintaan
anak. ASI tidak menyebabkan akan alergi dan menurunkan risiko kematian
neonatal. Riwayat pemberian ASI eksklusif pada anak akan mencegah anak sering
sakit. Anak sakit juga akan menambah pengeluaran keluarga untuk bisa
membawanya ke pelayanan kesehatan. Riwayat pemberian ASI eksklusif adalah
langkah promotif dan preventif usaha sadar dalam meningkatkan kesehatan
masyarakat. Program riwayat pemberian ASI eksklusif harus menjadi keutamaan
yang harus didukung disosialisasikan karena dapat menghemat biaya kesehatan
secara signifikan.

Makanan dan minuman selain ASI yang diberikan pada balita menjadi
perantara masuknya bakteri dan virus pada tubuh anak. Angka morbiditas dan
mortalitas penyakit diare yang diakibatkan oleh infeksi meningkat setelah balita

19
mendapatkan asupan makanan tambahan. Sekitar 40% penyebab kematian bayi
dikarenakan oleh penyakit infeksi yaitu pneumonia dan diare (Fikawati dkk,
2015). Dalam (handayani, 2021:39)

2.2.4 Faktor faktor Yang Mempengaruhi ASI

Produksi ASI sendir juga dapat meningkat atau menurun tergantung dari
stimulasi Pada kelenjar payudara yang ada pada sang ibu. Faktor lain yang dapat
mempengaruhi pembentukan dan produksi ASI antara lain yaitu makanan
yang diskonsumsi oleh ibu serta seberapa kuat isapan bayi dan frekuensi dalam
menyusui (Mirna, 2022: 1) . Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi ASI
antara lain:

1. Frekuensi Penyusuan

Frekuensi ibu dalam menyusui yang seharusnya lebih dari 8 kali yaitu
98,6 %, lama ibu dalam menyusui sekiranya adalah sebagian besar memiliki rata -
rata durasi 10 -30 menit yaitu dengan rata-rata 55,6% (Lubis, 2022: 829.)

2. Berat Lahir
Bayi baru lahir normal ialah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37
minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram ( Badria,
2021: 33)
3. Umur Kehamilan Saat Melahirkan
Umur kehamilan saat melahirkan juga akan berpengaruh terhadap asupan
ASI pada ballita. Jika umur kehamilan kurang dari 34 minggu (bayi lahir
premature). menyebabkan bayi dalam keadaan lemah dan tidak kuat menghisap
secara efetif, sehingga produksi ASI lebih rendah dari pada bayi yang lahir normal
atau tidak premature. Lemahnya kemampuan menghisap pada bayi premature ini
dapat disebabkan karena berat badannya yang kurang dan belum sempurnanya
fungsi seluruh organ tubuh pada anak tersebut.(Gustirini, 2020) dalam ( Astuti,
2022: 30-31)
4. Umur Dan Paritas
Pada minggu bulan terakhir kehamilan, kelenjar-kelenjar pembuat ASI
mulai menghasilkan ASI. Hari pertama : Sejak lahir akan dapat menghasilkan 50-

20
100 ml Bayi berusia 2 minggu : mencapai sekitar 400-450 ml. Jumlah ini akan
terpenuhi jika balita menyusui hingga 4-6 bulan pertama. jadi, selama kurun
waktu tersebut ASI mempengaruhi kebutuhan gizi pada anak. Dalam keadaan
produksi ASI sudah mulai normal, volume susu paling banyak yang diperoleh
ialah 5 menit. Penghisapan oleh balita biasanya berlangsung kurang lebih sampai
15-25 menit. Selama beberapa bulan berikutnya, anak yang sehat akan
mengkonsumsi sekitar 700-800 ml/hari.(Victora et al., 2016) dalam ( Astuti,
2022: 30-31)
5. Stres Dan Penyakit Akut

Nifas adalah proses alamiah yang lalui oleh wanita setelah persalinan
yang berlangsung kira-kira 6 minggu. Di masa ini terjadi proses perubahan-
perubahan fisiologi, diantaranya perubahan fisik, involusi uterus dan pengeluaran
lochea, perubahan psikis, laktasi atau pengeluaran ASI. Laktasi suatu kondisi
dimana terjadinya perubahan pada payudara sang ibu, sehingga sanggup
memproduksi ASI dan dikarenakan suatu interaksi yang begitu kompleks antara
rangsangan mekanik, syaraf dan berbagai macam hormon sehingga membuat ASI
dapat keluar, Teknik marmet adalah sebuah kombinasi bagaimana cara memeras
ASI dan memijat payudara sehingga menjadi rileks, maka ASI dapat optimal
dapat keluar dengan optimal. Teknik tersebut bertujuan untuk mengosongkan ASI
pada sinus lakttiferus sehingga akan merangsang pengeloaran prolactin.
Pengeluaran hormone prolactin diharapkan dapat merangsang mammary alveoli
dalam memproduksi ASI. Semakin banyak ASI dikeluarkan atau dikosongkan
dari payudara akan semakin baik produksi ASI tersebut. Teknik memerah ASI
yang dianjurkan ialah dengan menggunakan tangan dan jari karena lebih praktis,
efektif dan efisien dibandingkan dengan menggunakan pompa ASI. (Setyarini,
2017) dalam ( Astuti, 2022: 30-31)

6. Konsumsi Rokok

Mengkonsumsi rokok di saat sang ibu masih menyusui sangat


berpengaruh terhadap produksi ASI yang dihasilkan. Belum lagi risiko dan
dampak rokok yang buruk untuk kesehatan ibu dan bayi sehingga akan
berpengaruh terhadap ASI yang dikosumsi oleh anak.

21
7. Konsumsi Alkohol
Meskipun minuman alkohol dengan dosis rendah disatu sisi dapat
membuat sang ibu menjadi lebih rileks, dan itu akan sangat membantu
pengeluaran ASI, tapi dilain hal etanol dapat menghambat produksi oksitosin dan
itu sangat buruk terhadap ASI yang diberikan pada anak..
8. Pil Kontrasepsi
Pil kontrasepsi itu terdiri dari kombinasi estrogen dan progestin, namun
apabila dikonsumsi oleh ibu menyusui akan berpengaruh dan dapat menurunkan
volume dan durasi ASI, tapi apabila pil kontrasepsi hanya mengandung progestin
saja, jadi tidak akan mengganggu volume ASI.
9. Makanan Ibu
Seorang ibu yang kekurang gizi akan menyebabkan turunnya jumlah ASI
bahkan pada akhirnya produksi ASI bisa berhenti. Hal ini disebabkan pada saat
kehamilan jumlah pangan dan gizi yang dikonsumsi ibu tidak memungkinkan
untuk menyimpan cadangan lemak dalam tubuhnya yang nanti bakal digunakan
sebagai salah satu komponen ASI dan sebagai asupan energy selama menyusui
10. Dukungan Suami Dan Keluarga Lain
Dukungan dan bantuan yang didapatkan dari suami dan keluarga akan
membuat perasaan ibu menjadi tenang, bahagia, senang, sehingga ibu akan lebih
punya banyak waktu dengan bayinya yang pada akhirnya akan mempengaruhi
pengeluaran ASI lebih baik.
11. Perawatan Payudara
Perawatan payudara bisa dimulai pada masa kehamilan masuk 7-8 bulan.
Payudara yang terawat dengan baik akan mempengaruhi produksi ASI lebih
banyak sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan sang anak. Perawatan
payudara yang baik juga akan membuat puting tidak mudah lecet pada saat diisap
oleh bayi. Ketika usia 6 minggu terakhir kehamilan perlu dilakukan pemijatan
payudara. Pemijatan payudara akan menghambat terjadinya penyumbatan pada
duktus laktiferus sehingga ASI akan keluar dengan sempurna.
12. Jenis Persalinan
Ibu dengan persalinan normal bisa segera menyusui bayinya setelah
melahirkan. ASI sudah keluar pada hari pertama persalinan. Sedangkan pada

22
persalinan sectio caesaria (sesar) seringkali ibu merasa kesulitan menyusui
setelah lahir, terutama bagi ibu yang diberikan anestesi (bius) umum. Ibu
cendrung tidak dapat menyusui bayinya pada satu jam pertama setelah
melahirkan. Kondisi luka operasi di perut ibu juga dapat menghambat proses
menyusui.
13. Rawat Gabung
Rawat gabung balita dengan ibu setelah melahirkan akan meningkatkan
frekuensi menyusui. Balita akan mendapatkan ASI lebih banyak sehingga timbul
refleks oksitosin yang akan merangsang refleks prolaktin untuk memproduksi ASI
kembali. Selain itu refleks oksitosin juga akan membantu proses fisiologis involusi
rahim yaitu merupakan proses pengembalian ukuran rahim seperti sebelum
melahirkan.

2.3 Asupan Energi

Tinggi rendahnya tingkat konsumsi zat gizi dalam keluarga dapat dilihat
dengan membandingkan dengan standar kecukupan gizi yang dianjurkan.
Kecukupan gizi adalah keseluruhan masing-masing zat gizi yang lebih baiknya
dipenihu oleh seseorang sehingga orang tersebut dapat hidup sehat dan produktif.
Kecukupan gizi biasanya disusun berdasarkan kelompok umur, berat badan, jenis
kelamin, dan aktivitasnya.

Pemilihan dan konsumsi makanan yang bergizi akan berpengaruh pada


terpenuhinya asupan gizi sehari-hari dalam menjalankan dan menjaga fungsi
normal pada tubuh. Sebaliknya, kalau makanan yang dipilih dan dikonsumsi tidak
sesuai (baik kualitas maupun kuantitasnya), sehingga tubuh akan kekurangan zat-
zat gizi esensial terbainya.

Secara garis besar, fungsi makanan bagi tubuh terbagi menjadi tiga
fungsi, diantaranya berfungsi sebagai zat pembakar, zat pembangun, dan zat
pengatur. Sebagai sumber asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak yang
dapat menghasilkan energi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam beraktivitas .

Langkah awal dalam mengevaluasi kegagalan pertumbuhan yang terjadi


pada anak merupakan langkah awal dalam mengevaluasi kecukupan asupan energi

23
dan nutrisi yang terkadung pada makanan yang dikonsumsi. Sumber makanan
akan berpengaruh terhadap status gizi. Status gizi akan optimal kalau tubuh
memperoleh cukup zat-zat gizi yang dibutuhkan, sehingga lebih memungkinkan
pertumbuhan fisik dan otak dan perkembangan psikomotorik secara optimal

Anjuran jumlah asupan energi dalam setiap tahapan umur juga tidaklah
sama, oleh karena itu asupan yang dibutuhkan oleh balita usia dua dan empat
tahun juga akan berbeda. Kebutuhan energi bagi anak ditentukan oleh ukuran dan
komposisi tubuh, aktivitas fisik, dan tingkat pertumbuhan. Angka kecukupan gizi
yang dianjurkan (AKG) energi buat balita usia 1 – 3 tahun ialah 1350 kkal/hari,
selain itu AKG balita usia 4 – 6 tahun ialah sebanyak 1400 kkal/hari
(PERMENKES, NO. 28 Tahun 2019). Walaupun batasan minimal asupan energi
per hari sebesar 70% (Kementerian Kesehatan, 2010).

Protein adalah satuan senyawa yang diperlukan dalam tubuh manusia


sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan. Kandungan protein
terdapat sumber energi dan zat pengatur jaringan tubuh menurut Muchtadi, (2010)
dalam (Suhaimi, 2022: 23). Protein juga bermanfaat untuk biokatalisator enzim
dalam proses kimia. Karbohidrat dalam tubuh manusia berfungsi sebagai sumber
energi utama yang dibutuhkan untuk beraktivitas, karbohidrat yang berlebihan
dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk lemak sebagai cadangan asupan energi.
Lemak dalam tubuh berguna atau berfungsi sebagai sumber energi dan melarutkan
vitamin sehingga bisa jadi lebih mudah diserap oleh usus. Protein adalah zat yang
membantu dalam membangun sel tubuh sehingga sangat penting untuk balita yang
berada dimasa tahap pertumbuhan dan perkembangan, selain itu protein berguna
sebagai pengganti sel tubuh yang telaah rusak.

2.4 Asupan Protein

Protein berguna sebagai penyedia sasupan sumber energi, namun juga


memiliki fungsi esensial lainnya untuk menjamin pertumbuhan normal (Pipes,
1985). Sebagai slah satu sumber energi, protein menyediakan 4 kkal energi per 1
gram protein, sama dengan karbohidrat. Protein terdiri atas asam amino esensial
dan non-esensial, yang mempunyai kegunaan yang berbeda-beda. Protein
mengatur kerja enzim dalam tubuh jadi sifatnya berfungsi sebagai zat pengatur.

24
Protein berperan juga sebagai pemelihara netralitas tubuh (buffer), pembentuk
antibodi, mengangkut zat-zat gizi, serta pembentuk ikatan-ikatan esensial tubuh,
diantaranya adalah hormon. Sehingga, protein memiliki manfaat yang khas dan
tidak dapat digantikan oleh zat lain.

Penyebab terjadinya stunting dibagi menjadi penyebab, yaitu langsung


dan tidak langsung, penyebab langsung adalah karena asupan zat gizi tidak cukup
dan penyakit infeksi. Kualitas serta kuantitas ASI adalah komponen penting
karena mengandung kelengkapan sumber gizi sehingga berperan dalam
pertumbuhan anak. Pemberian asupan gizi cukup baik zat gizi makro (energi,
karbohidrat, protein, dan lemak) serta zat gizi mikro (vitamin dan mineral)
mempengaruhi pola tumbuh kembang normal sehingga anak dapat mengejar
ketertinggalan. Pengetahuan ibu akan gizi yang baik pada anak mempunyai peran
yang sangat utama dalam menjaga kualitas makanan yang disajikan.4 Infeksi yang
paling sering terjadi pada bayi yaitu Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA),
diare, cacingan dan infeksi lain.

2.5 Penyakit Infeksi

Penyebab langsung malnutrisi adalah diet yang tidak kuat dan penyakit.
Manifestasi malnutrisi ini disebabkan karena perbedaan antara seberapa
banyaknya zat gizi yang didapatkan dari makanan dan jumlah zat gizi yang
dibutuhkan tubuh manusia. Hal ini sering terjadi sebagai konsekuensi karena
terlalu sedikit mengkonsumsi makanan atau mengalami infeksi, yang
meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat gizi, menurunkan nafsu makan, atau akan
berdampak pada penyerapan zat gizi di usus.

Masalah stunting juga ditimbulkan karena kurangnya kebersihan


lingkungan. Oleh karena itu, orang tua dan seluruh anggota keluarga harus
menjadi contoh dan panutan dalam mempraktikan higiene dan sanitasi yang benar
untuk mencegah anak terkena penyakit infeksi yang dapat mempengaruhi tumbuh
kembang anak. Konsultasi rutin ke pihak posyandu, puskesmas maupun pusat
pelayanan kesehatan terdekat juga dianjurkan dalam membantu memeriksa
kesehatan balita dan memberikan saran dan masukan terbaik untuk tumbuh
kembang sang anak.

25
Hygiene adalah sebuah usaha perawatan diri dalam pencegahan penyakit
dengan menitikberatkan kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan
tempat manusia tersebut tinggal. Sanitasi ialah kebiasaan atau pola hidup sehat
untuk pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan
lingkungan hidup manusia. Hygiene dan sanitasi lingkungan memiliki peran
penting dalam masalah stunting, missal balita yang terkena penyakit infeksi (diare
dan ISPA) yang timbul kerna kurangnya kebiasaan mencuci tangan menggunakan
sabun dengan benar. Buang air besar sembarangan juga dianggap sepele, padahal
hal tersebut dapat berdampak luas terhadap kesehatan, status gizi, dan ekonomi
bangsa.

Memberikan imunisasi yang lengkap sesuai anjuran dan vitamin A juga


diperlukan guna meningkatkan sistem imun tubuh dan mencegah infeksi.
Pencegahan infeksi adalah usaha sadar terhadap penyebab langsung dari stunting.
Oleh karena itu, pemberian imunisasi dan vitamin A membantu dalam mencegah
stunting pada anak.

26
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konsep

3.1.1 Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti

Stunting pada balita merupakan salah satu indikator persolan gizi kronis
yang dapat memberikan gangguan keadaan secara keseluruhan dimasa lampau.
Anak balita merupakan kelompok umur yang rentan gizi kelompok ini ialah
kelompok yang paling rawan akan masalah gizi dan jumlahnya dalam populasi
besar (UNICEF, 1998).

Teori UNICEF, penyebab stunting dikelompokkan dalam penyebab


langsung, penyebab tidak langsung dan pokok masalah. Penyebab langsung
stunting yaitu karena kurangnya asupan makanan, riwayat pemberian ASI
eksklusif dan penyakit infeksi yang mungkin dialami oleh anak dimana ketiganya
saling berhubungan. Anak yang tidak mendapat makanan yang cukup bergizi akan
memiliki daya tahan tubuh yang rendah terhadap penyakit serta mudah terserang
penyakit mengakibatkan asupan zat gizi tidak diserap oleh tubuh sehingga dapat
menimbulkan masalah gizi dan kematian. Penyebab tidak langsung stunting
merupakan faktor karakteristik keluarga diantara karena tingkat pendapatan, latar
belakang pendidikan ibu, pekerjaan dan besarnya keluarga. Variabel dependen
pada penelitian ini ialah karakateristik keluarga, riwayat pemberian ASI eksklusif,
penyakit infeksi dan asupan energi dan protein, sementara itu variabel independen
pada penelitian ini adalah stunting.

3.1.2 Kerangka Korelasi Antar Variable

Melandasi kerangka teori UNICEF, maka dirancang kerangka korelasi


antar variabel yang diduga berhubungan dengan faktor penentu kejadian stunting
pada balita (Gambar 1).

27
Riwayat
Pemberian ASI
Eksklusif

Karakteristik
Keluarga
- Pendidikan Ibu Stunting
Riwayat
- Pekerjaan Ibu
Penyakit Infeksi
- Pendapatan
- Besar
Keluarga

Asupan
Makanan
(Energi dan
Protein)

Gambar. 1 Kerangka Konsep


Keterangan

= Variable Depanden Yang


Di Teliti

= Variable Indepanden Yang


Di Teliti

3.1.3 Hipotesis Penelitian

a. Ada pengaruh karakteristik keluarga balita dengan kejadian stunting


b. Ada pengaruh riwayat pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian
stunting
c. Ada pengaruh asupan energi dan protein terhadap kejadian stunting
d. Ada pengaruh riwayat penyakit infeksi kejadian stunting

28
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan ialah observasi analitik dengan


rancangan case control study, yaitu suatu penelitian (survei) analitik yang
menghubungkan bagaimana faktor risiko dipelajari dengan pendekatan
retrospective yang mana penelitian yang berusaha melihat ke belakang (backward
looking), artinya pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang telah
terjadi. Kemudian efek tersebut diteliti ke belakang tentang penyebabnya atau
variabel-variabel yang mempengaruhi akibat tersebut. Dengan kata lain, dalam
penelitian retrospektif ini berangkat dari dependen variable, kemudian dicari
independen variabelnya.

Skema rancangan penelitian Case Control Study

Faktor risiko (+)


Retrospektif Efek
(Kasus) +

Faktor risiko (-) Populas


i
(sample
)
Faktor risiko (+)
Retrospektif Efek -
(Kontrol)
Faktor risiko (-)

4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Sialang,


Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dhamasraya mulai dari bulan Juni –
Agustus 2022.

29
4.3. Populasi Dan Sample

4.3.1 Populasi

Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian. Populasi penelitian ini


adalah keluarga yang mempunyai anak balita yang berada di wilayah kerja
Puskesmas Sialang, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dhamasraya yang
berjumlah 1776 anak balita.
1. Kasus
Populasi kasus yaitu keluarga yang mempunyai anak balita yang
mengalami stunting di wilayah kerja Puskesmas Sialang, Kecamatan Pulau
Punjung, Kabupaten Dhamasraya yang berjumlah 317 anak balita.
2. Kontrol
Populasi kontrol yaitu keluarga yang mempunyai anak balita yang tidak
mengalami stunting (normal) di wilayah kerja Puskesmas Sialang, Kecamatan
Pulau Punjung, Kabupaten Dhamasraya yang berjumlah 1625 balita.

4.3.2 Sample

Sampel ialah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi. Teknik sampel dalam penelitian ini
yakni menggunakan teknik simple random sampling, yaitu setiap anggota
mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel. Sampel
dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu sampel kasus dan sampel kontrol
dengan perbandingan 1:1.
1. Sample Kasus
Sampel kasus dalam penelitian ini merupakan sebagian anak balita yang
mengalami stunting di wilayah kerja Puskesmas Sialang yakni Nagari Empat koto
Pulau Punjung, Nagari Sikabau, Nagari Gunung Selasih, Nagari Sungai Dareh,
Nagari Sungai Kambut, Nagari Empat Koto Pulau Punjung.
Besar sampel ditentukan dengan memperkirakan proporsi grup kontrol
dengan menggunakan Odds Ratio (OR) hasil penelitian sebelumnya = 4,163
dengan tingkat kemaknaan 95%.

30
Keterangan :
n : Jumlah sampel
P1 : Proporsi pada berisiko atau kasus (0,5)
Q1 : 1 – P1
Q2 : 1 – P2
P : Proporsi total =
Q :1–P
P2 : Estimasi Pemaparan pada kelompok kontrol
: Tingkat kemaknaan (untuk = 0,05 adalah 1,96)
: Tingkat kausa kekuatan yang diinginkan (0,84)

P2 = 0,1935 P = 0,34675 Q= 1 – P

Q = 1 – 0,34675

Q = 0,65325

n=
n=
n=
n=
n=
n=

31
n=

n = 59,3423419
n = 60

2. Sample Kontrol
Sampel kontrol dalam penelitian ini adalah sebagian anak balita yang
tidak mengalami stunting di wilayah kerja Puskesmas Sialang yaitu Nagari Empat
koto Pulau Punjung, Nagari Sikabau, Nagari Gunung Selasih, Nagari Sungai
Dareh, Nagari Sungai Kambut, Nagari Empat Koto Pulau Punjung.
Untuk memperoleh jumlah sampel dari tiap nagari jadi dilakukan
penyederhanaan dengan rumus Stratified Random Sampling sebagai berikut:

nx = x n Total

Keterangan

nx = Besar sample setiap nagari

N total = Besar populasi

Nx = Besar populasi setiap nagari

N Total = Besar sample dari rumus

Besar sampel dari masing-masing nagari ialah sebagai berikut:

23.. xx 60 = 17,6 = 17
1. Nagari Sungai Dareh: 151

a) Sample kasus sebesar 17 balita


b) Sample kontrol sebanyak 17 balita

16.. xx 60 = 10,6 = 10
2. Nagari Sungai Kambut: 151

32
a) Sample kasus sebesar 10 balita
b) Sample kontrol sebesar 10 balita

26.. xx 60 = 20,6 = 20
3. Nagari Empat Koto Pulau Punjung:
151

a) Sample kasus sebesar 20 balita


b) Sample kontrol sebesar 20 balita

14.. xx 60 = 8,4 = 8
4. Nagari Sikabau:
151

a) Sample kasus sebesar 8 balita


b) Sample kontrol sebesar 8 balita

17.. xx 60 = 11,7 = 11
5. Nagari Gunung Selasih: 151

a) Sample kasus sebesar 11balita


b) Sample kontrol sebesar 11 balita

33
4.4 Defenisi Operasional

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

No Variabel Definisi Kriteria Cara Skala


Operasional Objektif Pengukura Data
n
1. Stunting Stunting 0. Sangat Mengukur Nominal
merupakan suatu pendek < tinggi badan
keadaan gagal 3SD dan usia
tumbuh pada 1. Pendek < sampel,
anak balita (bayi 2SD kemudian
di bawah lima (Buku Saku menghitung
tahun)akibat dari WHOMGR TB/U
kekurangan gizi S, menggunaka
kronis sehingga 2006) n
anak terlalu tabel z-score
pendek untuk
usianya.
2. Riwayat Pemberian ASI 0. Non ASI Kuesioner Nominal
pemberian sejak Eksklusif
ASI lahir sampai 1. ASI
Eksklusif enam Eksklusif
bulan tanpa
pemberian
makanan
tambahan
3. Asupan Asupan energi 0. Rendah Recall Ordinal
energi total (<100%
danasupan (kkal) dan AKG)
protein protein 1. Cukup
(gram) dalam (>100%
sehari, AKG)
kemudian (WNPG
dibandingkan VIII, 2004)
dengan Angka
Kecukupan Gizi
(AKG)
4. Riwayat Status balita 0. Tidak Kuesioner Nominal
penyakit terhadap 1. Ya
infeksi penyakit infeksi (Zahraini,
dalam 2009)
tiga bulan
terakhir
5. PendidikanIb Jenjang 0. Rendah Kuesioner Nominal
u pendidikan pendidikann
formal terakhir ya
yang tidak
dicapai ibu sekolah,
(Lisdiana, tidak tamat

34
2008). SD/SMP/
SMA
dan tamat
SD/SMP
1. Tinggi
jenjang
pendidikann
ya
tamat SMA
dan
D1/D2/D3/
S1
(Modifikasi
Arikunto
dan UU
No.20 tahun
2003)
6. Pekerjaan ibu Aktivitas ibu Didapatkan Kuesioner Nominal
diluar dari format
rumah yang pengambilan
berdampak pada data
ibu yang dibuat
dalam mengasuh peneliti.
bayinya (Djaeni, Kriteria:
2004). 0. Tidak
bekerja
1. Bekerja
(Djaeni,
2004)
7. Tingkat Jumlah Kriteria: Kuesioner Interval
Pendapatan penghasilan 0. Rendah,
yang diterima jika
responden per Rp.1.795.00
bulan 0/
dalam bentuk bulan
uang 1. Tinggi,
jika >
Rp.1.795.00
0/
bulan
(UMP
Dhamasray
a, 2019)
8. Besar Banyaknya Kriteria: Kuesioner Ordinal
Keluarga anggota 1 Keluarga
keluarga di kecil
dalam 4 orang
rumahyang 0. Keluarga
menjadi besar
tanggungan >4 orang
(BKKBN,
2011)

35
4.5 Jenis, Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

4.5.1 Jensi Data

1. Data Primer

Data yang didapatkan dari hasil wawancara dan kuesioner berdasarkan


observasi langung di lapangan.

2. Data Sekunder

Data yang diteliti didapat dari Puskesmas Sialang, Kabupaten


Dhamasraya.

4.5.2 Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Pengumpulan data dilakukan dengan tanya jawab langsung antara


peneliti dengan responden.

2. Kuesioner

Berisi pertanyaan yang berkaitan dengan tujuan dari penelitian.

3. Dokumentasi

Adalah kegitan mencari data atau variabel dari sumber catatan, buku,
surat kabar dan transkip

4.5.3 Isntrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data ialah alat yang digunakan untuk


memperoleh data yang didapatkan dari informan. Instrumen pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan kuisioner. Informasi yang didapatkan pada saat
wawancara dicatat dan didokumentasikan sehingga seluruh perolehan hasil
wawancara dapat dikumpulkan untuk kepentingan analisis hasil penelitian.

36
4.6 Teknik Pengolahan, Analisis Dan Penyajian Data

4.6.1 Teknik Pengolahan Data

Proses pengolahan data dilakukan menggunakan komputer melalui tahap-


tahap berikut (Notoatmodjo, 2011):
1. Penyunting (Editing)
Hasil pengamatan harus dilakukan penyuntingan terlebih dahulu.
Penyuntingan dilakukan untuk memeriksa kelengkapan data, kejelasan data,
relevannya data dan konsistensi data.
2. Pengkodean (koding)
Setelah semua data disunting, selanjutnya dilakukan pengkodean, yaitu
mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.
Setiap jawaban responden akan diberikan kode sesuai dengan variabel penelitian
yang dapat dilihat pada definisi operasional.
3. Memasukan Data (Data Entry)
Data yang dalam bentuk kode dimasukkan ke dalam program software
komputer seperti SPSS.
4. Pembersihan Data ( Cleaning)
Setelah semua data sudah dimasukkan, perlu dicek kembali untuk
melihat kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya,
kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

4.6.2 Analisi Data

Analisis data yang digunakan dengan menggunakan program statistik


komputer yang sesuai. Jenis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ada
tiga diantaranya ialah secara univariat, bivariat, multivariat.
1. Analisis Univariat
Analisis univariabel bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian.
2. Analisis Bivariat
Analisis ini dilakukan terhadap dua variabel yang analisis nampaknya
memiliki korelasi dengan menggunakan uji Chi Square (x 2) dengan tingkat

37
kepercayaan 95% (Pengambilan kesimpulan berdasarkan tingkat signifikan (nilai )
antaralain ialah:
a) P value berati hipotesis penelitian (H0) diterima (p value). Uji statistik
memperlihatkan adanya korelasi yang signifikan.
b) P value >0.05 berarti hipotesis penelitian (H0) ditolak (p value). Uji
statistik memperlihatkan tidak adanya korelasi yang signifikan.
3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui determinan faktor
variabel dependen (stunting) yang dominan dalam memprediksi variabel
independen (karakteristik keluarga, asupan energi dan protein, penyakit infeksi,
dan riwayat pemberian ASI eksklusif). Analisis dengan menggunakan uji regresi
logistik dengan tingkat kepercayaan 95% ( a = 0,05). Formula uji regresi logistik
berganda yang digunakan disajikan pada persamaan dibawah ini:

Z = 𝛼 + β1x1+β2x2+…βixi

Jika nilai Z dimasukan pada fungsi Z, maka rumus fungsi Z antaralain ialah:

f (Z) =
Keterangan :
Z : Nilai index variabel independen
F(Z) : Probabilitas terjadinya suatu penyakit berdasarkan faktor risiko
Α : Konstanta
X1,X2... : Jumlah variabel dependen
ß : Koefisien

Uji regresi logistik berganda dipakai untuk mengukur pengaruh antara


lebih dari satu variabel bebas terhadap variabel terikat dengan melihat nilai OR.
Hasil interpretasi OR yaitu antaralain ialah:

1) Jika OR lebih dari 1 dan batas bawah 95% C1 tidak mendapat nilai 1,
menjelaskan bahwa variabel yang diteliti bukan faktor risiko.
2) Jika OR lebih dari 1 dan batas bawah 95% C1 melewati nilai nilai 1,
maka variabel yang diteliti antara lain adalah faktor risiko.

38
3) Jika OR kurang dari 1 dan batas bawah 95% C1 mencapai nilai 1,
menjelaskan bahwa variabel yang diteliti adalah faktor protektif (dapat
mengurangi efek).

4.6.3 Penyajian Data

Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk teks dan tabel.
Penyajian data dalam bentuk teks ialah penyajian data hasil penelitian dalam
bentuk uraian kalimat. Penyajian data dalam bentuk tabel adalah suatu penyajian
yang sistematik yang tersusun dalam kolom.

39

Anda mungkin juga menyukai