PENDAHULUAN
2
sosial budaya, ekonomi, dan politik (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2018). Dalam (Sarawati, 2021: 227)
Nursyamsyaah (2021: 612-613) Menjelaskan bahawa faktor-faktor yang
berhubungan dengan masalah stunting bisa jadi berbeda antara satu daerah
dengan Daerah lainnya. Keadaan geografis dan masyarakat yang berbeda
mungkin akan dapat menyebabkan faktor penyebab stunting di setiap daerah
yang satu berbeda dengan daerah lainnya. Faktor resiko stunting pada penelitian
ini melingkupi jenis kelamin anak, panjang badan lahir, berat badan lahir,
riwayat sakit, riwayat ASI eksklusif, riwayat pemberian MP ASI, riwayat
imunisasi dasar, usia ibu saat melahirkan, tinggi badan ibu, pendidikan
orang tua, pekerjaan orang tuadan pendapatan keluarga. Faktor resiko tersebut
berdasarkan kerangka kerja konseptual dari WHO dan beberapa penelitian
sebelumnya yang meneliti tentang itu. Kejadian stunting di daerah Bandung
Barat akan terus meningkat jika faktor-faktor resiko penyebabnya tidak
ditangani dengan baik.
Stunting dapat meningkatkan risiko kematian pada balita, hingga dapat
mempengaruhi kondisi fisik dan fungsional pada tubuh anak. Stunting berpotensi
mengakibatkan anak tidak dapat mencapai potensi genetik, mengindikasikan
kejadian dalam jangka panjang dan dampak kumulatif yang ditimbulkan karena
ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan gizi pada anak, kondisi kesehatan
dan pengasuhan yang Journal of Healtcare Technology and Medicine Vol. 8 No.
1 April 2022 Universitas Ubudiyah Indonesia e-ISSN : 2615-109X 416 tidak
memungkinkan. Tidak hanya itu, stunting di awal usia kanak-kanak mampu
menyebabkan gangguan intelligence Quotient (IQ), kemampuan motorik,
perkembangan psikomotor dan integrasi neurosensory. Selain itu, balita yang
mengalami retardasi perkembangan di usia dewasa punya dampak yang
memperihatinkan pada ukuran tubuh, kemampuan dalam kerja dan reproduksi,
dan risiko penyakit kronik (Agustina, 2020). Dalam (Rahmayani, 2022: 415-416)
Menurut data WHO pada tahun 2017, 22,2% atau sekitar 150,8 juta anak
di dunia menderata stunting. Tapi jumlah ini telah mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan jumlah stunting di tahun 2000 yaitu 32,6%. Pada tahun
2017, lebih dari setengah anak balita mengalami stunting di dunia berasal dari
3
Asia (55%) Bahkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta
anak balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%)
dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%).
Prevalensi balita pendek menurut hasil Riskesdas 2018 mengalami
peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017 dan
meningkat pada tahun 2018 yaitu 29,9%. Prevalensi balita pendek di Indonesia
cenderung statis. Hasil Riskesdas tahun 2018 memperlihatkan adanya perbaikan
status gizi pada anak balita di Indonesia. Proporsi status gizi sangat pendek dan
pendek turun dari 37,2% (Riskesdas 2013) menjadi 30,8%. Survei PSG
diselenggarakan sebagai monitoring dan evaluasi kegiatan dan capaian program.
Berdasarkan hasil PSG tahun 2015, prevalensi balita pendek di Indonesia antara
lain ialah 29%. Angka ini mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi 27,5%.
Tapi sayangnya prevalensi balita pendek kembali meningkat menjadi 29,6% pada
tahun 2017.
Berdasarkan hasil Pantauan Status Gizi (PSG) 2019 Prevalensi stunting di
Wilayah kerja Puskesmas sialang tersebut terdiri dari bayi dengan kategori sangat
pendek 54,5% dan sangat pendek 45,5%. Presentase stunting di Wilayah kerja
Puskesmas sialang tahun 2019 dengan responden sebanyak 69,7%.
Data stunting dari Puskesmas Sialang diperkiran akan terus meningkat
setiap tahunnya dimulai dari tahunnya. Data stunting di wilayah kerja Puskesmas
Sialang yang terdiri 5 Nagari antara lain, Nagari Sungai Dareh 17 kasus, Nagari
Sungai Kambut 10 kasus, Nagari Empat Koto Pulau Punjung 20 kasus, Nagari,
Nagari Sikabau 8 kasus, Nagari Gunung Selasih 11 kasus.
Puskesmas Sialang secara administratif berada di Jln. Lintas Sumatera KM
10 Pulau Punjung Kecamatan Pulau Punjung Kabupaten Dhamasraya. Puskesmas
Sialang berada pada wilayah kerja sebanyak 5 Nagari dengan luas wilayah
482,50 km 2. Batas wilayah kerja Puskesmas Sialang di sebelah utara berbatasan
dengan Kabupaten Sijunjung, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Koto
Besar, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Solok Selatan dan Kecamatan
Sembilan Koto dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sitiung dan
Timpeh. Berdasarkan data Statistik Daerah Kecamatan Sitiung dan Timpeh tahun
2019 tercatat angka proyeksi penduduk Kecamatan Pulau Punjung sebanyak 45
4
339,00 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan
(Kab. Dhamaraya Dalam Angka, 2019).
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti
lebih lanjut tentang kasus stunting yang terjadi dengan judul “Faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas
Sialang Kecamatan Pulau Punjung tahun 2019”.
5
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Pemerintah
Memberikan informasi tentang faktor-faktor yang berkaitan dengan
kejadian stunting pada anak balita sehingga dapat melakukan upaya
pencegahan dan untuk menurunkan prevalensi stunting pada anak balita.
1.4.2 Bagi Instansi Pendidikan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi bagi penelitian
berikutnya.
1.4.3 Bagi Puskesmas
Penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi kepada pihak
puskesmas agar dapat melakukan upaya pencegahan dan juga sebagai
bahan referensi bagi bagi penelitian selanjutnya.
1.4.4 Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengalaman dalam meningkatkan kemampuan
peneliti tentang faktor-faktor yang berkaitan dengan kejadian stunting
yang terjadi wilayah kerja Puskesmas Sialang.
1.4.5 Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi upaya pencegahan
stunting pada anak balita.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stunting
2.1.1 Defenisi
Stunting (kerdil) adalah suatu kondisi dimana anak balita memiliki panjang
atau tinggi badan yang pendek jika dibandingkan dengan anak-anak seumurannya.
kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua
standar deviasi median standar tumbuh kembang anak dari WHO. Balita stunting
termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti keadaan
sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan
gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami
permasalahan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.
Balita Pendek (Stunting) status gizi yang didasarkan pada indeks PB/U
atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak, hasil
pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -
3 SD (pendek/ stunted) dan <-3 SD (sangat pendek / severely stunted). Stunting
merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang
kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi mulai jani masih dalam kandungan
dan baru nampak saat anak berusia dua tahun.
7
Tabel 2.1 Indeks Standar Antropometri Anak dan Kategori Ambang Batas
Status Gizi Anak
8
overweight) > + 2 SD sd + 3 SD
Gizi lebih (overweight) > + 3 SD
Obesitas (obese) < - 3 SD
Gizi buruk
(severaly thinness)
Indeks Masa Tubuh Gizi kurang (Thinness) - 3 SD sd < - 2 Sd
menurut Umur Gizi baik (normal) - 2 SD sd + 1 SD
(IMT/U) Anak Usia Gizi lebih (overweight) + 1 SD sd + 2 SD
5 – 18 Bulan Obesitas (obese) > + 2 SD
Stunting yang telah tejadi akibat tidak diimbangi dengan catch-up growth
(tumbuh kejar) menyebabkan menurunnya pertumbuhan, masalah stunting adalah
masalah kesehatan masyarakat terkait meningkatnya risiko kesakitan, kematian
dan hambatan pada tumbuh kembang yang baik motorik maupun mental. Stunting
dibentuk oleh growth faltering dan catcth up growth yang tidak memadai yang
memperlihatkan ketidakmampuan untuk mencapai tumbuh kembang optimal, hal
semacam ini memperlihatkan bahwa kelompok anak balita yang lahir dengan
berat badan normal dapat mengalami stunting jika pemenuhan kebutuhan
selanjutnya tidak tercukupi dengan sempurna.
9
asupan nutrien (vitamin A, zat besi, dan zink) didapatkan dengan menggunakan
metode Food Recall 24h selama tiga hari (tidak berturut-turut). Metode ini berasal
dari buku Penilaian Status Gizi yang ditulis oleh Supriasa (2016). (Silaban,
2022: 40-41)
Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan yakni dengan cara
penilaian antropometri. Secara umum antropometri berkaitan dengan berbagai
maca pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur
dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan
10
yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U),
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang dinyatakan dengan standar
deviasi unit z (Z- score).
Stunting dapat dilihat apabila ada seorang anak balita sudah ditimbang
berat badannya dan diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan
dengan standar, dan hasilnya berada dibawah normal. Jadi secara fisik balita akan
lebih pendek dibandingkan balita seumurnya. Penghitungan ini menggunakan
standar Z score dari WHO.
Normal, pendek dan Sangat Pendek merupakan status gizi yang didasarkan
pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut
Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely
stunted (sangat pendek).
Dan di bawah ini merupakan klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator
TB/U dan BB/TB.
I. Pendek-kurus -Zscore TB/U < -2,0 dan Zscore
BB/TB < -2,0
II. Pendek-normal Z-score TB/U < -2,0 dan Zscore
BB/TB antara -2,0 s/d 2,0
III.Pendek-gemuk Z-score ≥ -2,0 s/d Zscore ≤ 2,0
11
2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Stunting
12
(AAP) dan World Health Organization (WHO) menyarankan ASI sebagai
makanan utama buat balta yang baru lahir. AAP sendiri menyarankan ASI
harus diberikan secara eksklusif minimal 4 bulan dan menyarankan pemberian
ASI eksklusif selama 6 bulan. Diperkirakan jika 10% sampai 15% anak yang
berusia 5 tahun ke bawah yang meninggal pada negara-negara berkembang
bisa diputus dengan pemberian ASI eksklusif yang seharusnya. (Lou, 2022: 66)
b. Pekerjaan Ibu
c. Tingkat Pendapatan
13
akan menentukan kualitas dan kuantitas bahan makanan yang dikonsumsi oleh
anggota keluarga yang sekaligus akan berpengaruh terhadap asupan zat gizi.
Permasalahan gizi pada anak balita dan salah satunya adalah kejadian
pendek (stunted) yang dialami oleh anak-anak beresiko memperlambat
pertumbuhan dan perkembangan anak-anak, terutama kalau kondisi pendek
(stunted) berubah menjadi kejadian stunting. Beberapa dampak yang
ditimbulkan dapat terjadi pada balita pendek (stunted) selama kehidupannya
ialah terjadinya penurunan kemampuan intelektual, kerentanan terhadap
penyakit tidak menular, terjadinya penurunan produktivitas pada masa-masa
produktif / pada saat memasuki masa produktif sehingga dapat menyebabkan
kemiskinan dan rendahnya pendapatan keluarga juga akan berpotensi
melahirkan balita dengan kondisi stunting. (Kurniawati, 2022: 77)
d. Besar Keluarga
14
ibu juga harus mengejakan pekerjaan rumah tangga lainnya. Akibatnya, kurang
memperhatikan gizi anak. (Kartono, 2022: 73)
Jika jarak kelahiran < kurang dari susu adik diprioritaskan, maka salah
satu anak, yang lebih dewasa, tidak mendapat bagian susu. Akibat kekurangan
susu dan asupan makanan yang tidak merata, anak-anak mengalami gizi buruk,
yang bisa menyebabkan keterlambatan pada tumbuh kembang anak. Untuk
mengatasi hal tersebut, program KB perlu disosialisasikan sescara merata di setiap
wilayah. Pada saat setelah melahirkan, ibu dan ayah harus disarankan untuk
menggunakan kontrasepsi sesegera mungkin untuk menunda kehamilan. Banyak
orang tua yang ragu dalam menggunakan kontrasepsi sesaat setelah anak mereka
lahir. Sehingga, kehamilan tidak dapat ditunda sesaat beberapa bulan setelah
melahirkan. (Kartono, 2022: 73)
Jika jarak kehamilan yang tidak begitu jauh, tidak hanya balita yang baru
lahir akan tetapi ibu juga akan berisiko terkena dampak buruk. Kesehatan ibu bisa
disebebabkan oleh kondisi fisik yang belum membaik setelah melahirkan dan
perawatan bayi secara simultan, yang memerlukan banyak waktu dan juga
perhatian yang lebih. Ibu hamil yang kuirang enak badan menyebabkan
kebingungan pada janin yang ada di kandungannya. Gangguan terjadi pada janin
yang ada didalam kandungan juga menghambat dapat menghambat perkembangan
dan menyebabkan gagal tumbuh. (Kartono, 2022: 73)
2.2.1 Defenisi
Air Susu Ibu (ASI) adalah nutrisi ideal buat balita karena banyak
mengandung zat gizi yang dibutuhkan bayi dan mengandung beberapa zat
perlindungan terhadap berbagai penyakit. Pemberian ASI harus tetap
dilanjutkan selama 2 tahun meskipun bayi sudah mulai makan. Berdasarkan
data WHO tahun 2015 menjelaskan jika pemberian ASI ekslusif kurang dari
40% (WHO, 2003). Menurut Dinas Kesehan di indonesia capaian pemberian
ASI Eksklusif sebesar 61,33 %. Berdasarkan data statistik provinsi di
indonesia, diketahui cakupan bayi yang menerima ASI Eksklusif tahun 2017
15
di jawa timur sebesar 75,7 %. Dari keseluruhan kota/ kabupaten di jawa
timur, tercatat 15 kabupaten yang benar-benar sudah memenuhi target,
selebihnya 23 kabupaten/kota lainnya masih jauh dari terget (Dinkes, 2016)
( Handoyo, 2022: 3942)
Air susu ibu (ASI) adalah asupan makanan yang sangat diperlukan oleh
anak. Hal ini dikarenakan ASI banyak mengandung nutisi yang dibutuhkan untuk
tumbuh kembang anak serta dapat memberikan perlindungan atau imunitas yang
baik pada anak, sehingga anak-anak tidak rentan terkena penyakit kronis maupun
infeksi. Komposisi ASI akan berubah dalam periode waktu terentu sejalan
dengan bertambahnya usia balita. Pemberian ASI ekslusif seharusnya dilakukan
selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun. Rentang waktu
16
penyapihan anak di Indonesia yaitu sekitar 19,9 bulan. Ditemukan beberapa faktor
yang mempengaruhi proses penyapihan ASI, diantaranya: berat badan anak saat
lahir, pendidikan, tempat tinggal dan penolong persalinan (Handayani, 2022: 158)
1. Kolostrum
2. ASI Peralihan
ASI masa peralihan (transisi), ialah masa dimana ASI peralihan dari
kolostrum berproses menjadi ASI yang matur. Disekresi dari hari ke – 4 hingga
hari ke – 10 dari masa laktasi, tetapi ada juga pendapat yang menyebutkan
bahwasanya ASI matur baru terjadi pada minggu ke – 3 sampai minggu ke – 5.
Volumenya juga akan makin meningkat. (Fitria, 2022: 81)
17
3. ASI Matur
ASI matur, adalah ASI yang disekresi pada hari ke 4 –10 dan seterusnya.
Komposisi ASI relatif konstan dan tidak menggumpal jika dipanaskan. Air susu
yang mengalir pertama kali atau saat lima menit pertama disebut foremilk. Di
awal bulan terakhir kehamilan, kelenjar-kelenjar pembuat ASI mulai
menghasilkan ASI. Dalam kondisi normal, pada hari pertama dan kedua sejak
lahir, air susu yang dihasilkan sekitar 50-100 ml setiap harinya. Jumlahnya pun
meningkat hingga 500 ml pada minggu kedua. (Fitria, 2022: 81)
ASI tidak hanya bermanfaat buat baita, tapi Ibu juga mendapat banyak
manfaat dari ASI tersebut. Manfaat ASI untuk balita dan ibu antara lain menurut
Maryunani (2012) dalam ( Risnawati, 2022: 22) Manfaat ASI untuk balita
memiliki Kandungan antibodi yang terdapat di dalam ASI yang membuat anak
18
akan menjadi lebih sehat dan kuat dan terhindar dari malnutrisi. Selain itu ASI
juga manfaatnya untuk kecerdasan, laktosa yang ada pada ASI berguna untuk
memproses pematangan otak bekerja secara optimal. Pembentukan Emotional
Intelligence (EI) akan dirangsang pada saat anak disusui dan berada dalam
pelukan ibunya. Kandungan didalam ASI juga dapat meningkatkan sistem
antibody yang menyebabkan bayi lebih kebal terhadap berbagai serangan
penyakit.
Selain itu manfaat memberikan ASI oleh Ibu menurut Quigley et al,
(2011). Dalam ( Risnawati, 2022: 22) adalah diet alami untuk ibu karena pada saat
menyusui akan terjadi proses pembakaran kalori yang membantu penurunan berat
badan lebih cepat, mengurangi resiko anemia yang diakibatkan oleh perdarahan
setelah melahirkan, menurunkan kadar estrogen serta mencegah terjadinya kanker
payudara, dan pemberian ASI juga akan memberikan manfaat ekonomis buat ibu
karena ibu tidak perlu megeluarkan dana untuk membeli susu atau vitamin buat
anak.
ASI harus selalu bersih dan terbebas dari kontaminasi. Lain halnya
dengan pemberian susu formula pada anak, harus dipersiapkan dengan benar,
salah satunya dengan membersihkan botol dan meracik pada botol. ASI selalu
berada pada suhu yang tepat dengan mengikuti suhu tubuh ibu antara 37-39 0C,
ASI dapat diberikan secara on demand tergantung kebutuhan dan permintaan
anak. ASI tidak menyebabkan akan alergi dan menurunkan risiko kematian
neonatal. Riwayat pemberian ASI eksklusif pada anak akan mencegah anak sering
sakit. Anak sakit juga akan menambah pengeluaran keluarga untuk bisa
membawanya ke pelayanan kesehatan. Riwayat pemberian ASI eksklusif adalah
langkah promotif dan preventif usaha sadar dalam meningkatkan kesehatan
masyarakat. Program riwayat pemberian ASI eksklusif harus menjadi keutamaan
yang harus didukung disosialisasikan karena dapat menghemat biaya kesehatan
secara signifikan.
Makanan dan minuman selain ASI yang diberikan pada balita menjadi
perantara masuknya bakteri dan virus pada tubuh anak. Angka morbiditas dan
mortalitas penyakit diare yang diakibatkan oleh infeksi meningkat setelah balita
19
mendapatkan asupan makanan tambahan. Sekitar 40% penyebab kematian bayi
dikarenakan oleh penyakit infeksi yaitu pneumonia dan diare (Fikawati dkk,
2015). Dalam (handayani, 2021:39)
Produksi ASI sendir juga dapat meningkat atau menurun tergantung dari
stimulasi Pada kelenjar payudara yang ada pada sang ibu. Faktor lain yang dapat
mempengaruhi pembentukan dan produksi ASI antara lain yaitu makanan
yang diskonsumsi oleh ibu serta seberapa kuat isapan bayi dan frekuensi dalam
menyusui (Mirna, 2022: 1) . Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi ASI
antara lain:
1. Frekuensi Penyusuan
Frekuensi ibu dalam menyusui yang seharusnya lebih dari 8 kali yaitu
98,6 %, lama ibu dalam menyusui sekiranya adalah sebagian besar memiliki rata -
rata durasi 10 -30 menit yaitu dengan rata-rata 55,6% (Lubis, 2022: 829.)
2. Berat Lahir
Bayi baru lahir normal ialah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37
minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram ( Badria,
2021: 33)
3. Umur Kehamilan Saat Melahirkan
Umur kehamilan saat melahirkan juga akan berpengaruh terhadap asupan
ASI pada ballita. Jika umur kehamilan kurang dari 34 minggu (bayi lahir
premature). menyebabkan bayi dalam keadaan lemah dan tidak kuat menghisap
secara efetif, sehingga produksi ASI lebih rendah dari pada bayi yang lahir normal
atau tidak premature. Lemahnya kemampuan menghisap pada bayi premature ini
dapat disebabkan karena berat badannya yang kurang dan belum sempurnanya
fungsi seluruh organ tubuh pada anak tersebut.(Gustirini, 2020) dalam ( Astuti,
2022: 30-31)
4. Umur Dan Paritas
Pada minggu bulan terakhir kehamilan, kelenjar-kelenjar pembuat ASI
mulai menghasilkan ASI. Hari pertama : Sejak lahir akan dapat menghasilkan 50-
20
100 ml Bayi berusia 2 minggu : mencapai sekitar 400-450 ml. Jumlah ini akan
terpenuhi jika balita menyusui hingga 4-6 bulan pertama. jadi, selama kurun
waktu tersebut ASI mempengaruhi kebutuhan gizi pada anak. Dalam keadaan
produksi ASI sudah mulai normal, volume susu paling banyak yang diperoleh
ialah 5 menit. Penghisapan oleh balita biasanya berlangsung kurang lebih sampai
15-25 menit. Selama beberapa bulan berikutnya, anak yang sehat akan
mengkonsumsi sekitar 700-800 ml/hari.(Victora et al., 2016) dalam ( Astuti,
2022: 30-31)
5. Stres Dan Penyakit Akut
Nifas adalah proses alamiah yang lalui oleh wanita setelah persalinan
yang berlangsung kira-kira 6 minggu. Di masa ini terjadi proses perubahan-
perubahan fisiologi, diantaranya perubahan fisik, involusi uterus dan pengeluaran
lochea, perubahan psikis, laktasi atau pengeluaran ASI. Laktasi suatu kondisi
dimana terjadinya perubahan pada payudara sang ibu, sehingga sanggup
memproduksi ASI dan dikarenakan suatu interaksi yang begitu kompleks antara
rangsangan mekanik, syaraf dan berbagai macam hormon sehingga membuat ASI
dapat keluar, Teknik marmet adalah sebuah kombinasi bagaimana cara memeras
ASI dan memijat payudara sehingga menjadi rileks, maka ASI dapat optimal
dapat keluar dengan optimal. Teknik tersebut bertujuan untuk mengosongkan ASI
pada sinus lakttiferus sehingga akan merangsang pengeloaran prolactin.
Pengeluaran hormone prolactin diharapkan dapat merangsang mammary alveoli
dalam memproduksi ASI. Semakin banyak ASI dikeluarkan atau dikosongkan
dari payudara akan semakin baik produksi ASI tersebut. Teknik memerah ASI
yang dianjurkan ialah dengan menggunakan tangan dan jari karena lebih praktis,
efektif dan efisien dibandingkan dengan menggunakan pompa ASI. (Setyarini,
2017) dalam ( Astuti, 2022: 30-31)
6. Konsumsi Rokok
21
7. Konsumsi Alkohol
Meskipun minuman alkohol dengan dosis rendah disatu sisi dapat
membuat sang ibu menjadi lebih rileks, dan itu akan sangat membantu
pengeluaran ASI, tapi dilain hal etanol dapat menghambat produksi oksitosin dan
itu sangat buruk terhadap ASI yang diberikan pada anak..
8. Pil Kontrasepsi
Pil kontrasepsi itu terdiri dari kombinasi estrogen dan progestin, namun
apabila dikonsumsi oleh ibu menyusui akan berpengaruh dan dapat menurunkan
volume dan durasi ASI, tapi apabila pil kontrasepsi hanya mengandung progestin
saja, jadi tidak akan mengganggu volume ASI.
9. Makanan Ibu
Seorang ibu yang kekurang gizi akan menyebabkan turunnya jumlah ASI
bahkan pada akhirnya produksi ASI bisa berhenti. Hal ini disebabkan pada saat
kehamilan jumlah pangan dan gizi yang dikonsumsi ibu tidak memungkinkan
untuk menyimpan cadangan lemak dalam tubuhnya yang nanti bakal digunakan
sebagai salah satu komponen ASI dan sebagai asupan energy selama menyusui
10. Dukungan Suami Dan Keluarga Lain
Dukungan dan bantuan yang didapatkan dari suami dan keluarga akan
membuat perasaan ibu menjadi tenang, bahagia, senang, sehingga ibu akan lebih
punya banyak waktu dengan bayinya yang pada akhirnya akan mempengaruhi
pengeluaran ASI lebih baik.
11. Perawatan Payudara
Perawatan payudara bisa dimulai pada masa kehamilan masuk 7-8 bulan.
Payudara yang terawat dengan baik akan mempengaruhi produksi ASI lebih
banyak sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan sang anak. Perawatan
payudara yang baik juga akan membuat puting tidak mudah lecet pada saat diisap
oleh bayi. Ketika usia 6 minggu terakhir kehamilan perlu dilakukan pemijatan
payudara. Pemijatan payudara akan menghambat terjadinya penyumbatan pada
duktus laktiferus sehingga ASI akan keluar dengan sempurna.
12. Jenis Persalinan
Ibu dengan persalinan normal bisa segera menyusui bayinya setelah
melahirkan. ASI sudah keluar pada hari pertama persalinan. Sedangkan pada
22
persalinan sectio caesaria (sesar) seringkali ibu merasa kesulitan menyusui
setelah lahir, terutama bagi ibu yang diberikan anestesi (bius) umum. Ibu
cendrung tidak dapat menyusui bayinya pada satu jam pertama setelah
melahirkan. Kondisi luka operasi di perut ibu juga dapat menghambat proses
menyusui.
13. Rawat Gabung
Rawat gabung balita dengan ibu setelah melahirkan akan meningkatkan
frekuensi menyusui. Balita akan mendapatkan ASI lebih banyak sehingga timbul
refleks oksitosin yang akan merangsang refleks prolaktin untuk memproduksi ASI
kembali. Selain itu refleks oksitosin juga akan membantu proses fisiologis involusi
rahim yaitu merupakan proses pengembalian ukuran rahim seperti sebelum
melahirkan.
Tinggi rendahnya tingkat konsumsi zat gizi dalam keluarga dapat dilihat
dengan membandingkan dengan standar kecukupan gizi yang dianjurkan.
Kecukupan gizi adalah keseluruhan masing-masing zat gizi yang lebih baiknya
dipenihu oleh seseorang sehingga orang tersebut dapat hidup sehat dan produktif.
Kecukupan gizi biasanya disusun berdasarkan kelompok umur, berat badan, jenis
kelamin, dan aktivitasnya.
Secara garis besar, fungsi makanan bagi tubuh terbagi menjadi tiga
fungsi, diantaranya berfungsi sebagai zat pembakar, zat pembangun, dan zat
pengatur. Sebagai sumber asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak yang
dapat menghasilkan energi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam beraktivitas .
23
dan nutrisi yang terkadung pada makanan yang dikonsumsi. Sumber makanan
akan berpengaruh terhadap status gizi. Status gizi akan optimal kalau tubuh
memperoleh cukup zat-zat gizi yang dibutuhkan, sehingga lebih memungkinkan
pertumbuhan fisik dan otak dan perkembangan psikomotorik secara optimal
Anjuran jumlah asupan energi dalam setiap tahapan umur juga tidaklah
sama, oleh karena itu asupan yang dibutuhkan oleh balita usia dua dan empat
tahun juga akan berbeda. Kebutuhan energi bagi anak ditentukan oleh ukuran dan
komposisi tubuh, aktivitas fisik, dan tingkat pertumbuhan. Angka kecukupan gizi
yang dianjurkan (AKG) energi buat balita usia 1 – 3 tahun ialah 1350 kkal/hari,
selain itu AKG balita usia 4 – 6 tahun ialah sebanyak 1400 kkal/hari
(PERMENKES, NO. 28 Tahun 2019). Walaupun batasan minimal asupan energi
per hari sebesar 70% (Kementerian Kesehatan, 2010).
24
Protein berperan juga sebagai pemelihara netralitas tubuh (buffer), pembentuk
antibodi, mengangkut zat-zat gizi, serta pembentuk ikatan-ikatan esensial tubuh,
diantaranya adalah hormon. Sehingga, protein memiliki manfaat yang khas dan
tidak dapat digantikan oleh zat lain.
Penyebab langsung malnutrisi adalah diet yang tidak kuat dan penyakit.
Manifestasi malnutrisi ini disebabkan karena perbedaan antara seberapa
banyaknya zat gizi yang didapatkan dari makanan dan jumlah zat gizi yang
dibutuhkan tubuh manusia. Hal ini sering terjadi sebagai konsekuensi karena
terlalu sedikit mengkonsumsi makanan atau mengalami infeksi, yang
meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat gizi, menurunkan nafsu makan, atau akan
berdampak pada penyerapan zat gizi di usus.
25
Hygiene adalah sebuah usaha perawatan diri dalam pencegahan penyakit
dengan menitikberatkan kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan
tempat manusia tersebut tinggal. Sanitasi ialah kebiasaan atau pola hidup sehat
untuk pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan
lingkungan hidup manusia. Hygiene dan sanitasi lingkungan memiliki peran
penting dalam masalah stunting, missal balita yang terkena penyakit infeksi (diare
dan ISPA) yang timbul kerna kurangnya kebiasaan mencuci tangan menggunakan
sabun dengan benar. Buang air besar sembarangan juga dianggap sepele, padahal
hal tersebut dapat berdampak luas terhadap kesehatan, status gizi, dan ekonomi
bangsa.
26
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
Stunting pada balita merupakan salah satu indikator persolan gizi kronis
yang dapat memberikan gangguan keadaan secara keseluruhan dimasa lampau.
Anak balita merupakan kelompok umur yang rentan gizi kelompok ini ialah
kelompok yang paling rawan akan masalah gizi dan jumlahnya dalam populasi
besar (UNICEF, 1998).
27
Riwayat
Pemberian ASI
Eksklusif
Karakteristik
Keluarga
- Pendidikan Ibu Stunting
Riwayat
- Pekerjaan Ibu
Penyakit Infeksi
- Pendapatan
- Besar
Keluarga
Asupan
Makanan
(Energi dan
Protein)
28
BAB IV
METODE PENELITIAN
29
4.3. Populasi Dan Sample
4.3.1 Populasi
4.3.2 Sample
Sampel ialah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi. Teknik sampel dalam penelitian ini
yakni menggunakan teknik simple random sampling, yaitu setiap anggota
mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel. Sampel
dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu sampel kasus dan sampel kontrol
dengan perbandingan 1:1.
1. Sample Kasus
Sampel kasus dalam penelitian ini merupakan sebagian anak balita yang
mengalami stunting di wilayah kerja Puskesmas Sialang yakni Nagari Empat koto
Pulau Punjung, Nagari Sikabau, Nagari Gunung Selasih, Nagari Sungai Dareh,
Nagari Sungai Kambut, Nagari Empat Koto Pulau Punjung.
Besar sampel ditentukan dengan memperkirakan proporsi grup kontrol
dengan menggunakan Odds Ratio (OR) hasil penelitian sebelumnya = 4,163
dengan tingkat kemaknaan 95%.
30
Keterangan :
n : Jumlah sampel
P1 : Proporsi pada berisiko atau kasus (0,5)
Q1 : 1 – P1
Q2 : 1 – P2
P : Proporsi total =
Q :1–P
P2 : Estimasi Pemaparan pada kelompok kontrol
: Tingkat kemaknaan (untuk = 0,05 adalah 1,96)
: Tingkat kausa kekuatan yang diinginkan (0,84)
P2 = 0,1935 P = 0,34675 Q= 1 – P
Q = 1 – 0,34675
Q = 0,65325
n=
n=
n=
n=
n=
n=
31
n=
n = 59,3423419
n = 60
2. Sample Kontrol
Sampel kontrol dalam penelitian ini adalah sebagian anak balita yang
tidak mengalami stunting di wilayah kerja Puskesmas Sialang yaitu Nagari Empat
koto Pulau Punjung, Nagari Sikabau, Nagari Gunung Selasih, Nagari Sungai
Dareh, Nagari Sungai Kambut, Nagari Empat Koto Pulau Punjung.
Untuk memperoleh jumlah sampel dari tiap nagari jadi dilakukan
penyederhanaan dengan rumus Stratified Random Sampling sebagai berikut:
nx = x n Total
Keterangan
23.. xx 60 = 17,6 = 17
1. Nagari Sungai Dareh: 151
16.. xx 60 = 10,6 = 10
2. Nagari Sungai Kambut: 151
32
a) Sample kasus sebesar 10 balita
b) Sample kontrol sebesar 10 balita
26.. xx 60 = 20,6 = 20
3. Nagari Empat Koto Pulau Punjung:
151
14.. xx 60 = 8,4 = 8
4. Nagari Sikabau:
151
17.. xx 60 = 11,7 = 11
5. Nagari Gunung Selasih: 151
33
4.4 Defenisi Operasional
34
2008). SD/SMP/
SMA
dan tamat
SD/SMP
1. Tinggi
jenjang
pendidikann
ya
tamat SMA
dan
D1/D2/D3/
S1
(Modifikasi
Arikunto
dan UU
No.20 tahun
2003)
6. Pekerjaan ibu Aktivitas ibu Didapatkan Kuesioner Nominal
diluar dari format
rumah yang pengambilan
berdampak pada data
ibu yang dibuat
dalam mengasuh peneliti.
bayinya (Djaeni, Kriteria:
2004). 0. Tidak
bekerja
1. Bekerja
(Djaeni,
2004)
7. Tingkat Jumlah Kriteria: Kuesioner Interval
Pendapatan penghasilan 0. Rendah,
yang diterima jika
responden per Rp.1.795.00
bulan 0/
dalam bentuk bulan
uang 1. Tinggi,
jika >
Rp.1.795.00
0/
bulan
(UMP
Dhamasray
a, 2019)
8. Besar Banyaknya Kriteria: Kuesioner Ordinal
Keluarga anggota 1 Keluarga
keluarga di kecil
dalam 4 orang
rumahyang 0. Keluarga
menjadi besar
tanggungan >4 orang
(BKKBN,
2011)
35
4.5 Jenis, Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
1. Data Primer
2. Data Sekunder
1. Wawancara
2. Kuesioner
3. Dokumentasi
Adalah kegitan mencari data atau variabel dari sumber catatan, buku,
surat kabar dan transkip
36
4.6 Teknik Pengolahan, Analisis Dan Penyajian Data
37
kepercayaan 95% (Pengambilan kesimpulan berdasarkan tingkat signifikan (nilai )
antaralain ialah:
a) P value berati hipotesis penelitian (H0) diterima (p value). Uji statistik
memperlihatkan adanya korelasi yang signifikan.
b) P value >0.05 berarti hipotesis penelitian (H0) ditolak (p value). Uji
statistik memperlihatkan tidak adanya korelasi yang signifikan.
3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui determinan faktor
variabel dependen (stunting) yang dominan dalam memprediksi variabel
independen (karakteristik keluarga, asupan energi dan protein, penyakit infeksi,
dan riwayat pemberian ASI eksklusif). Analisis dengan menggunakan uji regresi
logistik dengan tingkat kepercayaan 95% ( a = 0,05). Formula uji regresi logistik
berganda yang digunakan disajikan pada persamaan dibawah ini:
Z = 𝛼 + β1x1+β2x2+…βixi
Jika nilai Z dimasukan pada fungsi Z, maka rumus fungsi Z antaralain ialah:
f (Z) =
Keterangan :
Z : Nilai index variabel independen
F(Z) : Probabilitas terjadinya suatu penyakit berdasarkan faktor risiko
Α : Konstanta
X1,X2... : Jumlah variabel dependen
ß : Koefisien
1) Jika OR lebih dari 1 dan batas bawah 95% C1 tidak mendapat nilai 1,
menjelaskan bahwa variabel yang diteliti bukan faktor risiko.
2) Jika OR lebih dari 1 dan batas bawah 95% C1 melewati nilai nilai 1,
maka variabel yang diteliti antara lain adalah faktor risiko.
38
3) Jika OR kurang dari 1 dan batas bawah 95% C1 mencapai nilai 1,
menjelaskan bahwa variabel yang diteliti adalah faktor protektif (dapat
mengurangi efek).
Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk teks dan tabel.
Penyajian data dalam bentuk teks ialah penyajian data hasil penelitian dalam
bentuk uraian kalimat. Penyajian data dalam bentuk tabel adalah suatu penyajian
yang sistematik yang tersusun dalam kolom.
39