Anda di halaman 1dari 4

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stunting adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi

badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan

panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median

standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi

kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi

ibu saat hamil, kesakitan pada bayi dan kurangnya asupan gizi pada bayi.

Balita stunting di masa yang akan datang, akan mengalami kesulitan dalam

mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal (Profil Kemenkes RI,

2018).

Kejadian balita pendek atau biasa disebut dengan stunting merupakan

salah satu masalah gizi yang di alami oleh balita di dunia saat ini. Pada tahun

2017, 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting. Namun

angka ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka

stunting pada tahun 2000 yaitu 32,6%.

Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan

(WHO), Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan

prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/

(SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017

adalah 36,4%. (WHO, 2018).

Berdasarkan data tahun 2017, lebih dari setengah balita stunting di

dunia berasal dari Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal

di Afrika. Dari 83,6 juta balita di Asia, proporsi terbanyak berasal dari

Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%). (

, 2018)

Kejadian balita (pendek) merupakan masalah gizi utama yang

dihadapi Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama

tiga tahun terakhir, pendek memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan


masalah gizi lainnya seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi balita

pendek mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6%

pada tahun 2017. Prevalensi stunting balita di Indonesia terbesar kedua di

kawasan Asia Tenggara di bawah Laos yang mencapai 43,8%. Namun,

berdasarkan Pantauan Status Gizi (PSG) 2017, balita yang mengalami stunting

tercatat sebesar 29,6%. Angka tersebut terdiri dari 9,8% masuk kategori sangat

pendek dan 19,8% kategori pendek. (PSG, 2017).

Prevalensi balita pendek di Indonesia cenderung statis. Hasil Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan prevalensi balita

pendek di Indonesia sebesar 30,8%. Prevalensi balita pendek selanjutnya akan

diperoleh dari hasil Riskesdas tahun 2019 yang juga menjadi ukuran

keberhasilan program yang sudah diupayakan oleh pemerintah. (Riskesdas,

2018).

Berdasarkan profil Dinas Kesehatan 2018, prevalensi balita pendek di

Provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2018 terbesar 32,2% dan tidak ada

penurunan meskipun pada tahun 2013 berada pada angka 37,3%. Kabupaten

yang memiliki angka prevalensi balita pendek terbesar adalah Banggai Laut

(36,7%) di susul Banggai Kepulauan yaitu (35,8%). Hal ini menunjukkan bahwa

prevalensi balita pendek di Provinsi Sulawesi Tengah lebih rendah jika

dibandingkan dengan Riskesdas tahun 2010 (34,6%).

Data cakupan faktor- faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita

seperti pengetahuan dan status sosial ekonomi di Provinsi Sulawesi Tengah

pada tahun 2018 berjumlah 10.553 orang (25,2%) dari jumlah balita 41,898

jiwa. (Dinas Kesehatan Prov. Sulteng, 2018).

Data Dinas Kesehatan Kota Palu kasus balita stunting yang terjadi

dibeberapa Wilayah Kerja Puskesmas tahun 2018 yaitu Kamonji 138 balita

(35,84%), Tipo 103 balita (44,40%) dan Mamboro 78 balita (37,50%). Dimana

peran bidan yang telah dilaksanakan terkait dengan kasus stunting seperti

pemberian makanan tambahan pada balita, serta memberikan penyuluhan

tentang gizi seimbang. (Dinkes Kota Palu, 2018).


Berdasarkan data dari Puskesmas Kamonji pada tahun 2018 jumlah

balita yang mengalami stunting sekitar 138 balita (35,84%).

Berdasarkan dari data yang telah terkumpul diatas dan belum adanya

penelitian di wilayah tersebut maka peneliti tertarik untuk mengambil judul

penelitian Peran Bidan Dalam Penanganan Kasus Stunting Pada Balita dan

melakukan penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Kamonji KotaPalu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas dapat dirumuskan

masalah yaitu “ Peran Bidan Dalam Penanganan Kasus Stunting Pada Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Kamonji ”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui adakah Peran Bidan Dalam Penanganan Kasus Stunting Pada

Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kamonji.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui peran bidan dalam penanganan kasus stunting pada

balita.

b. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita.

c. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan balita pendek.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan

bacaan dan referensi di perpustakaan Akbid Cendrawasih Palu dan dapat

digunakan sebagai acuan kerangka informasi tambahan mengenai Peran

Bidan Dalam Penanganan Kasus Stunting Pada Balita.

2. Bagi Puskesmas

Dapat dijadikan sebagai tambahan informasi yang bermanfaat bagi

bidan di Puskesmas Kamonji untuk lebih meningkatkan pelayanan

kesehatan, khususnya dalam menangani masalah stunting pada balita.


3. Bagi Masyarakat

Diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat yang ingin

mengetahui tentang masalah stunting pada balita.

4. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan peneliti tentang peran bidan dalam penanganan kasus stunting

pada balita dan sebagai data dasar untuk pengembangan penelitian

selanjutnya serta merupakan persyaratan untuk menyelesaikan Program

Pendidikan pada Diploma III Kebidanan di Akademi Kebidanan Palu

Yayasan Pendidikan Cendrawasih.

Anda mungkin juga menyukai