METODE PENELITIAN
TOPIK : MEMBUAT SEBUAH PENDAHULUAN (BAB I)
TUGAS MANDIRI !
1. Buatlah sebuah Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, dari judul2 yang telah ada pilih.
2. Masukkan setiap referensi yang sudah anda cari (minimal 1 judul terdiri dari 10 referensi)
3. Minimalkan teori dalam sebuah latar belakang/pendahuluan, sebaiknya lebih memuat tentang
data dan atau jurnal-jurnal penelitian sebelumnya yang menguatkan masalah penelitian anda
4. Buat latar belakang/pendahuluan dengan model “piramida terbalik” yang artinya memuat data
secara global terlebih dahulu, kemudian nasional, dan diikuti data2 dari tempat lokasi penelitian
5. Dalam sebuah latar belakang, hendaknya memuat 5 W 1 H :
1) What : Apa yang akan anda teliti? Apa masalah yang hendak anda kaji? Ini
pertanyaan mengenai rencana fokus atau rumusan masalah (pertanyaan)
penelitian. Termasuk judul dan masalah yang diangkat dalam penelitian.
2) Why : Penjelasan menyangkut alasan-alasan, atau argumentasi mengapa
pentingnya penelitian yang sedang direncanakan. Termasuk pilihan fokus dan
masalah penelitian. Mengapa memilih fokus tersebut, mengapa harus meneliti
masalah tersebut
3) Where : Terkait dengan rencana tempat atau lokasi penelitian. Proposal harus
mencantumkan tentang rencana lokasi penelitian yang jelas. Where ini bisa
bermakna fisik (tempat atau lokasi), bisa juga non fisik (ruang lingkup kajian)
4) When : Terkait dengan rencana waktu. Kapan penelitian akan dilakukan. Berapa
lama perkiraan waktu yang diperlukan untuk meneliti, dari kapan sampai kapan, dan
seterusnya. Sebab, tidak ada penelitian seumur hidup. Penelitian selalunya dibatasi
oleh waktu
5) Whom : Terkait dengan pentingnya merencanakan mengenai sasaran dan tujuan
penelitian (untuk apa, untuk siapa). Semakin banyak orang yang bisa mengambil
manfaat dari penelitian, semakin baik rencana penelitian.
6) How : Terkait dengan cara kerja. Bagaimana cara kerja penelitian yang akan
dijalankan. Proposal penelitian mesti merencanakan dengan baik dan jelas rencana
(metodologi) kerja ilmiah
6. Tugas ini paling lambat dikumpul pada hari Rabu, 19 April 2022 Pukul 08.00 WITA, pada
Siakad yaa, pada Pertemua ke 12
A. Latar Belakang
Stunting merupakan kondisi gizi jangka panjang yang disebabkan oleh kurangnya
asupan makanan (Izwardy, 2020). Stunting (kerdil) adalah gangguan di mana balita lebih
pendek dari usia perkembangannya. Panjang atau tinggi lebih dari minus dua standar deviasi
median, seperti yang didefinisikan oleh WHO tentang standar pertumbuhan anak. Stunting
pada balita dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain keadaan sosial ekonomi, gizi
ibu selama kehamilan, kesakitan bayi, pola asuh, dan asupan gizi bayi yang kurang
Kekurangan gizi pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini
keterbelakangan perkembangan mental, bahkan kematian pada anak di bawah usia lima
tahun. Balita dengan kesulitan makan yang terhambat memiliki kemampuan intelektual yang
lebih rendah, kurang produktif, dan lebih mungkin untuk mengembangkan gangguan
degeneratif di masa depan. Stunting telah menjadi salah satu target Sustainable Development
Goals (SDGs) di Indonesia, yang termasuk dalam Sustainable Development Goal ke-2, yaitu
menghilangkan kelaparan dan segala macam kekurangan gizi pada tahun 2030 dan mencapai
ketahanan pangan. Untuk mencapai tujuan menurunkan angka stunting hingga 40% pada
tahun 2025, pemerintah telah menetapkan stunting sebagai salah satu proyek utamanya
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), prevalensi global stunting pada anak di
bawah usia lima tahun adalah 150,8 juta, atau sekitar 22,2 %, pada tahun 2017. Di Kawasan
tertinggi ( SEARS). Di Indonesia, rata-rata prevalensi stunting pada anak di bawah usia lima
tahun adalah 36,4 % dari tahun 2005 hingga 2017. (Kemenkes RI, 2018). Menurut Data
Levels And Trends In Child pada tahun 2020, tingkat global stunting pada balita adalah 144,0
juta pada tahun 2019. (UNICEF & WHO and The World Bank Group, 2020).
Menurut statistik Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi stunting
pada anak balita mencapai 30,8 %, dengan rincian 19,3 % balita pendek dan 11,5 % balita
sangat pendek. Dari grafik tersebut terlihat bahwa prevalensi balita pendek mengalami
peningkatan sebesar 0,1 % sejak tahun 2013 sebesar 19,2 %. Stunting pada anak di bawah
usia lima tahun kini mencapai 30,8 %, turun dari 37,2 % pada 2013. (Riskesdas, 2018).
Meski turun, Indonesia memiliki angka stunting 30,8 % lebih besar daripada negara lain di
dunia (22,2 %). Prevalensi stunting di Indonesia berkisar antara 30 hingga 39 persen,
sedangkan WHO menganggap situasi malnutrisi suatu negara serius jika melebihi 20 %
(Indah Budiastutik & dkk, 2019). Di Indonesia, proporsi baduta pendek mencapai 29,9%,
dengan 17,1 persen baduta pendek dan 12,8 % baduta sangat pendek. Angka tersebut masih
jauh dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019
dengan prevalensi 31,26 %, menurut data Studi Status Gizi Balita Terpadu Susenas
(SSGBTS), namun angka ini menurun dari tahun 2017 hingga 2019. (Izwardy, 2020).
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, prevalensi stunting adalah 36,1 % pada
2017 dan 32,5 % pada 2018. Prevalensi stunting mencapai 31,16 % pada 2019, dan turun
menjadi 16,2 % pada 2020, jauh di bawah target RPJMN 24,1 %. Di Provinsi Sulawesi
Kabupaten Morowali paling rendah (7,6%). Kota Palu menempati urutan kesembilan dari tiga
Menurut laporan Dinas Kesehatan Kota Palu tahun 2020, Puskesmas Sangurara
memiliki angka stunting tertinggi yaitu balita stunting 373 (35,2 persen), sedangkan
Puskesmas Mabelopura paling rendah yaitu hanya 7 balita stunting (1,24). Puskesmas
Pantoloan menduduki peringkat ketiga dari 13 Puskesmas di Kota Palu dalam hal stunting,
dengan 224 balita stunting (31,07 %). Pada tahun 2020 diperkirakan akan meningkat menjadi
110 balita stunting (Dinas Kesehatan Kota Palu, 2020). Menurut data awal yang diperoleh
dari Puskesmas Pantoloan, jumlah balita stunting pada tahun 2020 sebanyak 183 (25,38 %),
kemudian turun menjadi 173 pada tahun 2021. (23,99 %). Angka stunting di wilayah kerja
Pantoloan, 2021).
Salah satu faktor risiko stunting adalah pilihan makan yang buruk yang dilakukan
oleh orang tua. Ibu memiliki peran penting dalam pola asuh dalam menggunakan pendekatan
responsive feeding untuk memberi makan anak. Para ibu telah menyadari pentingnya
pemberian makan yang responsif dalam mencegah segala bentuk malnutrisi pada anak,
termasuk stunting, wasting, dan obesitas (Pérez-Escamilla & Segura-Pérez, 2020). Pemberian
makan balita yang responsive berusaha untuk meningkatkan penerimaan makanan anak agar
dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangannya. Tubuh kerdil pada anak tidak
langsung berhubungan dengan pemberian makan yang responsif. Meskipun pemberian makan
responsif merupakan peran tidak langsung, namun kesalahan pola asuh dalam jangka panjang
akan berdampak negatif pada tumbuh kembang anak (Nurbiah, & Kinasih, 2019). Pemberian
makanan yang sesuai usia, mendorong anak untuk makan, menanggapi kurang nafsu makan,
memberi makan anak dalam suasana yang aman, dan melakukan interaksi yang
makan anak secara aktif dan responsif (Febriani Reski Briliantika, 2016).
stunting pada anak usia 6-24 bulan, menurut penelitian yang dilakukan di Puskesmas
Bandarharjo Semarang. Dibandingkan dengan ibu yang memiliki pemahaman yang tepat
tentang responsive feeding, anak dari ibu yang memiliki pengetahuan yang rendah tentang
responsive feeding berisiko mengalami stunting. Temuan penelitian ini senada dengan
penelitian Mawarni di Kota Surakarta dan Tia di Wonosari yang menemukan adanya
hubungan antara pengetahuan ibu tentang pemberian makanan bayi dengan kesehatan gizi
Upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah daerah
bekerjasama dengan seluruh masyarakat harus mencakup kerjasama antara sektor kesehatan
dan non kesehatan dalam upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilakukan
oleh pemerintah daerah secara bersama-sama. dengan seluruh masyarakat (Wardana &
Astuti, 2020). Informasi dalam jumlah yang cukup diperlukan untuk pertumbuhan pemikiran
seseorang agar lebih mudah bagi individu untuk menerima motivasi, yang memiliki
konsekuensi pada sikap dan tindakan. Konseling merupakan salah satu pendekatan untuk
meningkatkan pemahaman ibu tentang salah satu upaya menghindari stunting, yaitu
Penyuluhan stunting dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain melalui media
yang sesuai dan menarik. Peneliti menciptakan cara pendidikan kesehatan dengan
menggunakan media Explotion Box dalam penelitian ini. Ini adalah media grafis visual yang
terbuat dari karton, biasanya berbentuk kubus atau segi enam. Saat box dibuka, akan
terpampang gambar dan tulisan tentang materi responsive feeding seperti pemahaman,
responsive food disetiap sisinya. Penyuluhan dengan media kotak ini dapat menarik perhatian
pada bahan pakan responsif yang diberikan. Rasa ingin tahu akan tergerak agar responden
lebih bersemangat dalam mengamati item-item yang ada di dalam kotak. Kotak box dapat
membantu peserta mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang pencegahan stunting
Media exploding box dapat digunakan sebagai media penyuluhan, menurut penelitian
yang dilakukan oleh Dwita Maulita dkk di kalangan siswa SMP. Penelitian ini mendukung
penelitian Eprilisa Resinti Saputra (2020) yang berjudul “Pengembangan Media Explotion
Box Berbasis Edutainment Dalam Pembelajaran Matematika”. Sebagai hasil dari penelitian
ini, exploxing box telah ditetapkan sebagai media pembelajaran yang efektif yang dapat
dimanfaatkan di dalam kelas. Produk kotak eksploitasi sastra, menurut Rahman, Kuswandi,
dan Mudiono (2019) merupakan inovasi gerakan literasi sekolah untuk menumbuhkan
kepribadian literal yang berbudi luhur melalui membaca yang dikemas secara unik untuk
menarik perhatian sekaligus melatih dan meningkatkan tingkat kognitif melalui membaca.
Keterampilan penalaran moral dan literasi siswa (Interpersonal & Siswa, 2021).
Explotion Box Terhadap Pengetahuan, Sikap dalam Konsumsi Sayur Buah di MIN 10 Asahan
Tahun 2020”, media eksploitasi box memiliki dampak yang lebih besar terhadap pengetahuan
(17.00) dan sikap ( 10.19) dalam mengkonsumsi sayur dan buah dibandingkan media roda
putar (16.19 dan 9.56). Oleh karena itu, media exploding box direkomendasikan untuk
digunakan sebagai media promosi kesehatan dalam konsumsi buah dan sayur, serta akibat
Penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh penyuluhan dengan exploding
box terhadap peningkatan kesadaran ibu tentang responsive feeding sebagai upaya
menghindari stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Pantoloan”.
Salam :