Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Keperawatan

Volume 13 Nomor 1, Maret 2021


e-ISSN 2549-8118; p-ISSN 2085-1049
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/Keperawatan

POLA MAKAN BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA


PRASEKOLAH
Muthya Yuniar1, Tia Setiawati1, Ariani Fatmawati2*
1
Program Studi Sarjana Keperawatan, Universitas ‘Aisyiyah Bandung, Jl.K.H.Ahmad Dahlan Dalam No.6
Bandung, Jawa Barat, Indonesia 40264
2
Program Studi Diploma III Keperawatan, Universitas ‘Aisyiyah Bandung, Jl.K.H.Ahmad Dahlan Dalam No.6
Bandung, Jawa Barat, Indonesia 40264
*rianiners@gmail.com

ABSTRAK
Anak Usia prasekolah sudah memiliki sifat konsumsi aktif dimana anak sudah mulai bisa memilih
makanan apa yang diinginkan. Kurangnya pengawasan orang tua mengenai aktifitas fisik dan pola
makan yang tepat dapat menyebabkan anak mengalami masalah status gizi. Tujuan dari penelitian ini
untuk mengidentifikasi hubungan pola makan dengan status gizi anak usia prasekolah. Metode
Penelitian kuantitatif menggunakan penelitian korelasi dengan pendekatan cross-sectional. Populasi
dalam penelitian ini ibu yang memiliki anak usia 3-6 tahun. Responden dalam penelitian ini sejumlah
67 responden, yang diambil dengan tektik purposive sampling. Penelitian ini dilakukan di Posyandu
Babakansari pada bulan Juli 2020 dengan instrumen penelitian menggunakan kuesioner pola makan
yang terdiri dari 15 pernyataan dengan menggunakan skala likert dan dibagi menjadi 2 kategori yaitu
tepat dan tidak tepat. Hasil uji validitas 0,736-0,986 dan hasil uji reliabilitas 0,98. Hasil analisis
didapatkan pola makan tepat sebanyak 95,5 % dan yang memiliki status gizi lebih/ gemuk sebanyak
73,1% dan terdapat hubungan antara pola makan dengan status gizi dengan nilai p Value = 0,047 < ꭤ
0,05 kesimpulannya Ha diterima dan H0 ditolak.

Kata kunci: anak usia prasekolah; pola makan; status gizi

THE CORRELATION BETWEEN EATING PATTERNS AND NUTRITIONAL STATUS


OF PRESCHOOLERS

ABSTRACT
A preschool age children is having the nature of active consumption which children already beginning
to be picked what is wanted.Lack of supervision on physical and parents activities eating habits can
cause trouble right the nutritional status of. This research aims to identify the association between
eating patterns and nutritional status of preschoolers. The quantitative method uses the correlational
study design, which is cross-sectional. The research population is the mother of children aged 3-6
years old. There are 67 respondents in this research with a purposive sampling method. The research
was conducted in july are babakansari 2020 with research instruments using a questionnaire diet
consisting of 15 statement using likert scale and divided into 2 categories appropriate and
inappropriate. The result of test validity is 0,736-0,986, reliability is 0,98. Furthermore, the analysis
shows 95,5 % of normal eating patterns and 73,1% of overweight. Besides, it is found that the
association between eating pattern and nutritional status is p-Value = 0,047 < ꭤ 0,05, which means
Ha is accepted and H0 is rejected.

Keywords: eating pattern; nutritional status; preschoolers

PENDAHULUAN
Masalah mengenai kurangnya konsumsi pangan di masyarakat bukanlah hal yang baru lagi,
tetapi masalah ini tetap aktual di negara-negara yang sedang berkembang, dan memiliki
dampak yang sangat besar terhadap timbulnya masalah gizi. Masalah gizi di negara
berkembang ini juga dapat dipengaruhi oleh pola makan yang kurang tepat. Faktor yang

225
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 1, Hal 225 - 234, Maret 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

mempengaruhi pola makan yaitu ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan, dan lingkungan
(Sulistyoningsih, 2012).. Kasus ekonomi yang dapat menimbulkan kasus buruk karena
tekanan ekonomi membuat kuantitas atau kualitas pangan yang dimiliki keluarga tersebut
menjadi rendah.

Ketersediaan pangan di keluarga seseorang belum tentu dapat menjamin bahwa kebutuhan
akan zat gizinya sudah terpenuhi. Maka dari itu selain dari faktor ekonomi, faktor pendidikan
juga dapat berpengaruh terhadap masalah gizi, dikarenakan pendidikan yang kurang baik
dapat mempengaruhi pengetahuan dan pola pikir seseorang. Keterbatasan akan aspek
pendidikan membuat pengetahuan seseorang khususnya orang tua tidak mengetahui pola asuh
yang baik. Pola asuh yang baik dalam pemeberian makan pada anak adalah dengan cara
otoritatif. Otoriatif adalah pola asuh yang paling tepat dalam penerian makan karena orang tua
mendorong anak untuk mandiri namun masih menerapkan batasan pada tindakan anak. Anak-
anak dengan keluarga otoritatif memiliki kepercayaan diri, harga diri yang tinggi dan
menunjuk perilaku yang terpuji. Orang tua dengan pola asuh otoritatif menetapkan ekspektasi
yang jelas dan standar yang tinggi serta memonitoring perilaku anak-anak, menggunakan
disiplin penalaran. Orang tua juga mendorong anak-anak untuk mengambil keputusan dan
belajar dari pengalaman mereka (Suratman et al., 2018). Kurangnya penetahuan orang tua
khususnya ibu dalam mengasuh dan merawat anak dapat menimbulkan masalah pada status
gizi.

Pola makan berpengaruh secara langsung terhadap status gizi anak usia dini. Meningkatnya
pola makan akan mengakibatkan peningkatan status gizi anak usia dini. Pola makan yang baik
untuk seorang anak menuntut kesabaran orang tua. Pada saat ini condong dengan anak yang
memiliki status gizi lebih. Status gizi lebih ini disebabkan karena kombinasi antara asupan
energy makanan yang berlebih serta kurangnya aktivitas fisik (Enharningtyas, 2015). Status
gizi adalah keadaan tubuh manusia akibat dari konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat
gizi yang di makan. Ada beberapa kategori status gizi dibedakan menjadi tiga, yaitu gizi lebih,
gizi baik, dan gizi kurang. Status gizi lebih atau gizi kurang disebut sebagai malnutrisi, yakni
suatu keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif ataupun absolut satu
atau lebih zat gizi (Mardalena, 2017).

Ada beberapa penyakit akibat dari malnutrisi yang sering terjadi di Negara ini, yaitu :
Kekurangan Kalori dan Protein (KKP), Kekurangan Vitamin dan Mineral, Obesitas, Diabetes
Melitus, Jantung, Kolesterol, Darah Tinggi dan Kurang Energi Kronis (KEK), Kekurangan
Kalori dan Protein (KKP) terjadi jika kebutuhan kalori, protein, atau keduanya di dalam tubuh
tidak tercukupi oleh diet. Obesitas terjadi akibat asupan energi yang lebih tinggi daripada
energi yang dikeluarkan. Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit gangguan metabolisme
kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah (Mardalena, 2017)

Menurut data (WHO, 2013) menunjukkan bahwa kasus anak usia prasekolah dengan berat
badan rendah di dunia sebesar 15,7% dan anak usia prasekolah berat badan lebih sebanyak
6,6%. Masalah kesehatan masyarakat sudah bisa dikatakan serius bila prevalensi antara 10,0
% - 14,0%, dan dianggap kritis bila sudah ≥ 15,0 %. Maka dari data World Health
Organization (WHO) bahwa masalah status gizi di dunia sudah kritis karena persentasi lebih
dari 15%. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, di Provinsi Jawa Barat prevalensi status
gizi pada anak usia prasekolah masih 10,2%. Di kota Bandung Prevalensi masalah Status Gizi
sebesar 15,4% (Kemenkes RI, 2018). Dari data Riskesdas di Kota Bandung masalah status
gizi sudah diangkap kritis karena sudah lebih dari ≥ 15,0 %.

226
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 1, Hal 225 - 234, Maret 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Masalah satus gizi ataupun penyakit malnutrisi ini dapat terjadi pada anak prasekolah karena
mempunyai sifat konsumsi aktif, yaitu anak dapat memilih makanan yang disukai, sedangkan
ibu tidak begitu memperhatikan makanan anaknya karena dianggap sudah dapat makan
sendiri dan sudah mulai suka bermain bersama teman-temannya di luar rumah, sehingga lebih
sering terpapar lingkungan yang kotor dan kondisi yang dapat memungkinkan terinfeksi oleh
berbagai macam bakteri atau virus (Khalimatus Sa’diya, 2015).

Faktor terjadinya masalah status gizi selain dari sifat konsumsi aktif anak usia prasekolah ada
dari beberapa penyebab lainnya seperti kemiskinan, kurang perawatan dan kebersihan, sakit
yang berulang, serta pola asuh orang tua dalam pemberian makanan pada anak yang kurang
tepat (Pristiya & Rinowanda, 2018). Lingkungan keluarga yang tidak harmonis menyebabkan
anak cenderung merasa kurang nyaman pada lingkungan keluarga termasuk aktivitas
makannya (UNICEF, 2010). Selain itu ada faktor lain yaitu sikap ibu yang memanjakan anak
dalam hal pemberian makanan, khususnya makanan berenergi tinggi atau dapat diartikan
sebagai makanan tinggi lemak dan karbohidrat namun rendah serat seperti fast food
contohnya mie instan, sosis atau chicken nugget yang digemari dan biasa dikonsumsi anak
(Kusuma & Artika, 2016).

Gizi kurang pada anak usia prasekolah dapat menimbulkan beberapa dampak yang serius dari
kekurangan gizi adalah timbulnya kecacatan, tingginya angka kesakitan dan terjadinya
percepatan kematian (Khalimatus Sa’diya, 2015). Angka kematian yang terjadi pada anak usia
prasekolah yang disebabkan oleh kekurangan gizi sedang dan gizi kurang justru jauh lebih
besar yaitu 46% secara total lebih separuh kematian anak usia prasekolah disebabkan oleh
faktor kekurangan gizi (Widodo, 2010). Hal ini didukung oleh hasil penelitian (Khalimatus
Sa’diya, 2015) tentang hubungan antara pola makan dengan status gizi anak pra sekolah di
paud tunas mulia claket kecamatan pacet mojokerto dengan hasil uji statistik Spearman’s rho
di dapatkan nilai p value = 0,038 (α<0,05) dari hasil ini menyatakan bahwa terdapat adanya
hubungan antara pola makan dengan status gizi anak usia pra sekolah. Didukung pula
penelitian (Sari et al., 2016) tentang hubungan pola makan dengan status gizi anak usia 3 – 5
tahun di wilayah kerja puskesmas naggalo padang dengan hasil uji Fisher diperoleh P Value =
0,000 (p value <0,05) berarti adanya hubungan yang signifikan antara pola makan dengan
status gizi.

Penelitian ini dilakukan di Posyandu Babakan Sari dikarenakan Posyandu ini berada di daerah
yang banyak tempat supermarket yang menyediakan makanan instan dan juga banyak sekolah
yang terdapat penjual kaki lima dan juga jajanan-jajanan yang berada di pingir jalan. Selain
itu data yang di dapat dari Dinas Kesehatan Kota Bandung tahun 2019 Posyandu Babakan
Sari merupakan Posyandu yang memiliki jumlah anak usia prasekolah terbanyak di Kota
Bandung dan termasuk kategori kuning yang memiliki masalah mengenai status gizi
berdasarkan berat badan / tinggi badan. Dari hasil studi pendahuluan kepada kader Posyandu
Babakansari didapatkan bahwa ada anak yang memang mengalami masalah pada Status Gizi.

Selain itu data yang didapat dari Puskesmas dan Posyandu terdapat jumlah anak usia
prasekolah yang mengalami kurus sebanyak 5,92% dan yang gemuk sebanyak 4,2%. Data
yang didapat selain masalah gizipun rata-rata orang tua yang bekerja sebanyak 81,6% dan
yang tidak bekerja sebanyak 18,3%. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti
tertarik melakukan penelitian kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara
pola makan dengan status gizi pada anak usia pra sekolah di Posyandu Babakan Sari Kota
Bandung.

227
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 1, Hal 225 - 234, Maret 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

METODE
Desain penelitian ini analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional yang menganalisis
hubungan pola makan dengan status gizi anak prasekolah. Populasi dalam penelitian ini
adalah ibu dan anak yang terdaftar aktif di Posyandu Babakansari berjumlah 200 responden,
teknik sampling yang dipakai adalah purposive sampling. Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini berjumlah 67 reponden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di
Posyandu Babakansari. Kriteria inkulisnya yaitu responden merupakan ibu kandung anak,
anak berusia 3-6 tahun, responden bersedia mengisi kuesioner mengani pola makan anak,
responden dan anak yang terdaftar aktif selama 5 bulan terakhir di Posyandu Babakan Sari,
data BB/TB yang diambil merupakan data yang terbaru tercatat di posyandu. Kriteri
eksklusinya yaitu responden yang tidak bersedia mengisi kuesioner anak yang sedang rewel,
anak/orang tua yang sedang sakit, anak yang mengalami kelainan seperti autism dan retardasi
mental, anak yang memilliki alergi makanan tertentu. Variabel independent adalah pola
makan dan variabel dependent adalah status gizi anak prasekolah.

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2020 sampai dengan Juli 2020. Kuesioner
tentang pola makan menggunakan CFQ, yang terdiri dari 15 pernyataan dan menggunakan
skala likert, jawabannya terdiri dari sangat sering dengan skor 4, sering dengan skor 3, jarang
dengan skor 2, dan tidak pernah dengan skor 1 untuk pernyataan positif sedangkan untuk
pernyataan negatif skor sebaliknya. Hasil kuesioner diinterpretasikan dengan kategori tidak
tepat bila skor < 33 dan tidak tepat bila skor 33-60. Hasil uji validitas dan reliabilitas dari
kuesioner ini 0,736-0,986 untuk hasil uji validitas dan alpha terendah 0,76 dan tertinggi 0,98
untuk uji reliabilitas. Sebelum penyebaran kuesioner melakukan uji etik terlebih dahulu, lalu
meminta izin kepada Kesbangpol, Dinkes, Puskesmas, dan juga Posyandu Babakansari,
setelah mendapatkan izin peneliti meminta data BB dan TB yang terdaftar aktif di posyandu
dilanjutkan dengan memilih responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
Setelah sampel sudah memenuhi jumlah yang diingnkan peneliti meminta ketersediaan
responden untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dengan memberikan lembar permohonan
dan persetujuan kepada responden. Responden yang setuju mengikuti penelitia ini dilanjutkan
dengan pengisian kuesioner yang sudah ada pada lembar persetujuan. Kuesioner diisi kurang
lebih selama 5 menit. Kuesioner disebarkan oleh kader selama 1 minggu. Kuesioner yang
sudah terkumpul semua dikembalikan kembali kepada peneliti untuk dilanjutkan ke tahap
pengolahan data.

Analisa data yang dilakukan pada penelitian ini ada analisis univariat dan bivariate. Analisis
univariat ini untuk mengetahui gambaran pola makan, status gizi dan juga karakteristik
responden. Analisis bivariate untuk melihat apakah ada hubungan antara pola makan dengan
status gizi anak usia prasekolah. Untuk menganalisis hubungan pola makan dengan status gizi
anak usia prasekolah menggunakan uji Spearman Rank Correlation. Etika penelitian ini sudah
mendapatkan izin dari komite etik Stikes ‘Aisyiyah dengan no izin (Nomor : 92/KEP.
02/STIKes-AB/VI/2020). Isi dari etik yang ada dalam penelitian ini adalah informed consent,
Anonimity, Kerahasiaan, Beneficient, Non Mal-Eficient, dan Keadilan.

HASIL
Karakteristik Responden
Tabel 1 mengenai karakteristik responden menunjukkan bahwa sebagian besar anak berusia 4
tahun dengan jumah 27 responden dalam persentase sebanyak 40,3%. Data tersebut
menunjukkan sebagian besar anak memiliki jenis kelamin laki-laki dengan jumlah 36
responden sebesar 53,7%. Berdasarkan tabel di atas mengenai ibu responden menunjukkan
bahwa sebagian besar responden adalah ibu berusia 26-35 tahun dengan jumlah 33 orang

228
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 1, Hal 225 - 234, Maret 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

dengan persentase 49,3%. Pendidikan terakhir ibu responden terbanyak adalah SMA/sederajat
dengan jumlah 34 orang dalam persentase 50,7%. Menurut tabel di atas pekerjaan ibu
terbanyak yaitu sebagai ibu rumah tangga sebanyak 54 orang dengan persentase 80,6% dan
penghasilan terbanyak kurang dari < UMK/UMR Kota Bandung tahun 2020 dengan jumlah
47 keluarga dengan persentase 70,1%.

Tabel 1.
Karakteristik Demografi Responden (n=67)
Karakteristik Kategori f %
Usia Anak 3 15 22.4
4 27 40.3
5 25 37.3
Jenis Kelamin Laki-laki 36 53.7
Perempuan 31 46.3
Usia Ibu 17-25 5 7.5
26-35 33 49.3
36-45 22 32.8
46-55 7 10.4
Pendidikan terakhir ibu SD 3 4.5
SMP 11 16.4
SMA 34 50.7
D1 1 1.5
D3 10 14.9
S1 8 11.9
Pekerjaan Ibu Buruh 1 1.5
IRT 54 80.6
PNS 2 3.0
Swasta 7 10.4
Wiraswasta 3 4.5
Penghasilan keluarga Lebih dari ≤ Rp 3.623.778,91 20 29.9
Kurang dari ≥ Rp 3.623.778,91 47 70.1

Pola Makan dan Status Gizi


Tabel 2 pola makan tepat terbanyak dengan jumlah 64 orang dengan persentase 95,5 %.
Dilihat dari data di atas status gizi terbanyak terdapat pada status gizi lebih atau gemuk
dengan jumlah 49 responden dengan persentase 73,1%.

Tabel 2.
Pola Makan dan Status Gizi (n=67)
Karakteristik Kategori f %
Pola Makan Pola Makan Tepat 64 95.5
Pola Makan Tidak tepat 3 4.5
Status Gizi Kurus 6 9.0
Normal 12 17.9
Gemuk 49 73.1

229
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 1, Hal 225 - 234, Maret 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Hubungan Pola makan dengan status gizi


Tabel 3 nilai koefisien korelasi sebesar -0.0243. Artinya tingkat kekuatan hubungan korelasi
antara kedua variabel yaitu pola makan dan status gizi adalah -243 atau hubungan antar kedua
variabel cukup. Tanda * menandakan korelasi bernilai signifikan pada angka sebesar 0,01 dan
ditandai juga dengan nilai yang dihasilkan sebesar 0,047 yang berarti lebih kecil dari 0,05
sehingga bernilai signifikan. Untuk arah hubungan dari kedua variabel diatas yaitu hubungan
negatif ditandai dengan (-). Dengan demikian dapat diartikan bahwa hubungan kedua variabel
tidak searah. Artinya semakin baik pola makan anak maka masalah status gizi akan menurun.
Dari data-data yang sudah dijabarkan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hasil uji
Spearman rank correlation diperoleh bahwa nilai p=0,047 < ꭤ 0,05 menandakan bahwa
terdapat hubungan antara pola makan dengan status gizi dengan begitu Ha diterima dan H0
ditolak.

Tabel 3.
Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi (n=67)
Pola makan Status Gizi
Correlation Coefficient 1.000 -.243*
Pola makan Sig. (2-tailed) . .047
N 67 67

PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Anak usia prasekolah sering mengalami masalah gizi karena memiliki sifat komsumsi aktif.
Maksud komsumsi aktif adalah anak bebas memilih jenis makanan yang disukai. Selain itu,
anak usia prasekolah mulai suka bermain dengan teman-temannya di luar rumah, sehingga
lebih rentan terpapar jajanan atau makanan yang terkontaminasi oleh bakteri atau virus
(Khalimatus Sa’diya, 2015). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pendidikan
ibu adalah SMA dan pendidikan tinggi. Pendidikan ibu berpengaruh terhadap status nutrisi
anak (Pristiya & Rinowanda, 2018). Pendidikan ibu akan mempengaruhi pengetahuan ibu
dalam menentukan keseimbangan nutrisi bagi keluarga. Hasil penelitian (Novela & Kartika
(2019) menyatakan bahwa pengetahuan ibu yang kurang menyebabkan status gizi kurang
pada anak usia prasekolah. Berkembangnya pengetahuan ibu akan menambah wawasan ibu
tentang status gizi pada anaknya (Oktavianis, 2016). Pekerjaan akan berkorelasi dengan
kesejahteraan keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagain besar ibu adalah tidak
bekerja atau ibu rumah tangga. Ibu yang tidak bekerja akan lebih memperhatikan menu
makanan yang dikonsumsi oleh anaknya. Pendapatan keluarga juga sering dihubungkan
dengan status gizi pada anak. Tingginya atau rendahnya pendapatan keluarga akan
berpengaruh terhadap kualitas makanan yang dikonsumsi oleh anak (Oktavianis, 2016).

Pola Makan
Hasil yang didapatkan bahwa pola makan yang diterapkan terbanyak adalah tepat sebanyak
95,5%. Makanan anak prasekolah masih butuh perhatian karena anak masih dalam masa
pertumbuhan, anak prasekolah senang untuk membeli makanan di luar rumah seperti fast food
atau junk food. Hal ini sejalan dengan penelitian (Sapira & Ariani, 2016) hasi penelitain
menunjukkan 39,7% memiliki pola makan baik, penelitian ini mengatakan jadwal makan
yang tidak teratur menyebabkan sekitar seperempat total intake kalori berasal dari snack
sehingga dapat mempengaruhi status gizi dan berat badan anak. Pola makan adalah tingkah
laku seseorang dalam memenuhi kebutuhan makan yang terbentuk dari pengaruh fisiologis

230
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 1, Hal 225 - 234, Maret 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

dan psikologis seseorang yaiu dalam pemilihan, penggunaan bahan makan setiap harinya
meliputi jenis, jumlah dan frekuensi makanan yang dikonsumsi (Sulistyoningsih, 2012).

Menurut (Bachrens, 2018) pola makan yang tepat yaitu banyak makan sayur, makan buah
secukupnya, tidak berlebihan makan karbohidrat komplek, makan protein alami, makan
makanan yang mengandung lemak sehat, banyak minum air putih dan makan 3 kali sehari.
Ada pula beberapa faktor yang mempengaruhi pola makan anak yaitu dari usia ibu, dalam
penelitian ini usia ibu dominan dengan yang berusia < 35 tahun. Umur ibu yang kurang < 35
tahun termasuk dewasa awal. Hal ini sejalan dengan penelitian (Nindyna Puspasari &
Merryana Andriani, 2017) bahwa usia ibu yang berusia <35 tahun masih tergolong muda
sehingga menyebabkan pengetahuan ibu yang masih minim atau belum memiliki pengetahuan
tentang gizi yang baik untuk anaknya di saat ibu sedang hamil ataupun pasca melahirkan.

Status Gizi
Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa status gizi terbanyak yaitu status gizi lebih atau
gemuk sebanyak 73,1 % responden. Status gizi merupakan gambaran yang diakibatkan oleh
pemasukan dan pengeluaran oleh tubuh (Purnamasari, 2018). Status gizi anak dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu dari konsumi makanan dan aktifitas fisik. Anak yang
memiliki staus gizi lebih biasanya anak yang menyukai makanan manis, anak yang suka jajan
di luar rumah karna bervariasi atau karena kurangnya aktifitas fisik. Hal ini didukung oleh
penelitian (Khalimatus Sa’diya, 2015) mengatakan bahwa anak yang memiliki status gizi
lebih karena ibu lebih suka memberikan jajanan warung kepada anaknya dibandingkan harus
membuat makanan sendiri dengan alasan anak tidak mau makan sehingga ibu hanya
memberikan makanan yang anak tersebut sukai.

Selain itu hasil dari penelitian (Izhar, 2017) mengatakan status gizi lebih juga dapat terjadi
karena kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan oleh anak itu kurang, karena anak lebih suka
bermain gadget daripada bermain keluar. Hal tersebut bisa terjadi karena kurangnya
pengetahuan ibu mengenai pentingnya menjaga status gizi anak dan aktivitas fisik di luar
rumah yang dapat menjaga status gizi anak. hal ini didukung oleh penelitian (Pristiya &
Rinowanda, 2018) pendidikan ibu sangat berperan penting bagi kesehatan dan status gizi anak,
jika ibu berpendidikan rendah maka anak akan mengalami masalah gizi dan juga sebaliknya
ibu yang berpendidikan tinggi akan berusaha menyeimbangkan dengan kebutuhan gizi
lainnya.

Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi


Hasil analisis dengan mengunakan uji spearman rank correlation, maka di peroleh hasil nilai
p 0,047 <ꭤ 0,05 tersebut menandakan bahawa adanya hubungan antara pola makan dengan
status gizi pada anak usia prasekolah. Pada umumnya pola makan yang baik akan
menghasilkan status gizi yang baik pula. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh (Kumala et al., 2019) yang berjudul hubungan antara durasi penggunaan alat elektronik
(Gadget), aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi. Pada penelitian ini menunjukkan
hasil yang signifikan (p<0,05) mengenai hubungan antara pola makan dengan status gizi pada
responden. Ada penelitian lain yang dilakukan oleh (Susanty et al., 2019) yang berjudul
Hubungan Pola makan dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Anak Jalanan Kota Surabaya.
Berdasarkan data menunjukkan bahwa pola makan mayoritas tergolong dalam kategori
kurang yaitu 21 (20.6%) responden dengan status gizi kurus. Dari hasil uji statistik yaitu
korelasi spearman rank (rho) didapatkan n=102, p=0,000 sehingga H0 ditolak, artinya
terdapat hubungan yang signifikan antara pola makan dengan status gizi anak jalan di kota
Surabaya. Meskipun pola makan anak tepat tidak menutup kemungkinan anak akan memiliki

231
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 1, Hal 225 - 234, Maret 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

status gizi buruk atau status gizi berlebih, seperti yang terjadi pada penelitian ini bahwa pola
makan yang diterapkan telah tepat sehingga ada anak yang memiliki status gizi baik. Dalam
konsumsi makanan yang diberikan oleh orang tua anak, meskipun hanya dua kali dalam
sehari tetapi komposisi bahan makanan, jumlah bahan makan, dan pola hidangan sesuai
dengan unsur-unsur gizi yang dibutuhkan oleh tubuh anak maka akan membuat anak memiliki
status gizi baik.

Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini pola makan yang diterapkan telah tepat namun
status gizi yang dominan adalah berlebih atau gemuk. Hal ini bisa disebabkan dari berbagai
faktor. Anak dengan status gizi lebih bisa berawal dari pengetahuan ibu mengenai gizi yang
baik untuk anak. Mengenai pengetahuan sangat berkaitan dengan pendidikan terakhir
seseorang dimana pendidikan yang rendah menyebabkan pengetahuan kurang sehingga
kurang mengetahui pentingnya memberikan makanan yang bergizi demi menghindari masalah
status gizi yang akan terjadi pada anak. Hal tersebut didukung oleh penelitian (Sucianti
Ningsih, Kristiawati, 2015) yang mengatakan tingkat pendidikan ibu sejalan dengan
pengetahuan gizi yang dimiliki ibu. Pendidikan ibu yang rendah sering menyebabkan persepsi
yang salah mengenai makanan yang bergizi sehingga dapat menyebabkan rendahnya
konsumsi makanan bergizi.

Selain dari pendidikan ibu masalah pola makan juga dapat terjadi karena anak usia prasekolah
sedang dalam masa eksplorasi dimana anak akan mencoba makanan-makanan yang
diiklankan media televisi ataupun makanan yang ada di sekitaran rumah ataupun sekolahnya.
Hal ini didukung oleh penelitian lain dari (Arifin, 2016) yang berjudul Gambaran pola makan
anak usia 3-5 tahun dengan status gizi kurang di pondok bersalin tri sakti balong tani
kecamatan jabon – sidoarjo. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa terdapat anak usia 3-5
tahun anak yang pola makannya baik tetapi status gizinya kurang. Hal ini dapat disebabkan
pula karena anak-anak suka bermain di luar dan senang memasukan tangan yang kotor bekas
bermain ke dalam mulut dan dapat berisiko menimbulkan penyakit cacingan. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan peneliti dimana pola makan pada anak usia pra
sekolah 3 – 6 tahun memiliki pola makan yang tepat tetapi hasil dari status gizi dominan oleh
anak yang memiliki status gizi lebih atau gemuk. Hal ini bisa dikarenakan kurangnya aktifitas
fisik yang dilakukan oleh anak selama adanya self quarantine ini. Sehingga anak lebih banyak
diam di rumah tanpa diimbangi dengan aktifitas fisik. Adanya self quarantine ini pun
membuat orang tua membeli makanan instan sebagai stok makanan di rumah, agar dapat
mengurangi aktifitas di luar rumah.

Aktifitas anak di luar rumah yaitu berupa aktifitas fisik seperti bermain, olahraga ataupun hal
lain yang biasa dilakukan oleh anak di luar rumah. Hal tersebut biasa dilakukan oleh anak-
anak untuk memberikan suatu aktifitas dan bisa menyeimbangkan status gizi anak itu sendiri.
Dari hal tersebut yang mengakibatkan terjadinya lonjakan pada masalah status gizi berlebih
atau gemuk, walaupun pola makan yang diberikan oleh orang tua tersebut teratur, tetapi bila
tidak diimbangi dengan aktifitas fisik yang cukup dan juga tidak mengurangin konsumsi
makanan instan yang ada, masalah pada status gizi lebih atau gemuk akan tetap terjadi. Hal ini
didukung oleh penelitian (Susanty et al., 2019) mengatakan aktivitas fisik memiliki pengaruh
cukup kuat terhadap penggunaan energy dan sangat berkontribusi terhadap status gizi. Secara
umum semakin tinggi intensitas aktifitas fisik maka semakin tinggi pula penggunaan lemak
sebagai sumber energy selama beraktifitas. Latihan fisik merupakan terapi terbaik dalam
menurunkan berat badan. Makanan yang dikonsumsi merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi aktivitas, bila jumlah makanan dan porsi makan lebih banyak, maka tubuh

232
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 1, Hal 225 - 234, Maret 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

akan merasa mudah lelah dan tidak ingin banyak melakukan kegiatan seperti olahraga atau
aktivitas lainnya.

Perilaku yang tepat untuk memberikan pola makan pada anak agar tetap terjaganya
keseimbangan status gizi anak yaitu dengan cara otoratif. Otoratif adalah pola asuh dimana
orang tua mendorong anak untuk mandiri namun masih menerapkan batasan pada tindakan
anak. Efek lain dari otoratif pun memiliki kepercayaan diri dan harga diri yang tinggi. Orang
tua yang otoratifpun mendorong anak untuk mengambil keputusan dan belajar dari
pengalaman mereka sendiri (Suratman et al., 2018). Maka dari itu selain kurangnya aktifitas
fisik yang terjadi pada anak, orang tua masih harus tetap dapat mengontrol makanan yang
dimakan oleh anak-anak agar tidak terjadi status gizi lebih atau gemuk. Berdasarkan hasil
penelitian ini maka dapat ditarik benang merah, bahwa pola makan di posyandu babakan sari
saat bulan juli 2020, pola makan yang terjadi di posyandu babakan sari memiliki pola makan
tepat dan untuk status gizinya sendiri di posyandu babakan sari mengalami peningkatan pada
status gizi lebih atau gemuk yang dikarenakan self quarantine yang membuat anak kurang
dalam melakukan aktifitas fisik dan juga orang tua yang menyediakan makanan instan agar
mengurangi aktifitas di luar rumah.

SIMPULAN
Pola makan yang diterapkan di posyandu Babakansari sudah banyak yang tepat. Status gizi
yang terbanyak adalah status gizi lebih atau gemuk. Hasil analisis yang didapatkan terdapat
Hubungan antara pola makan dengan status gizi anak usia prasekolah.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z. (2016). Gambaran Pola Makan Anak Usia 3-5 Tahun Dengan Gizi Kurang Di
Pondok Bersalin Tri Sakti Balong Tani Kecamatan Jabon –Sidoarjo. Midwiferia, 1(1),
16. https://doi.org/10.21070/mid.v1i1.345
Bachrens, I. T.-. (2018). Panduan Mendidik Anak Makan Sehat Hidup Sehat (1st ed.). Kawan
Pustaka.
Enharningtyas, A. (2015). Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Lebih Pada
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta Tahun 2015. 1–25.
Izhar, M. D. (2017). Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dengan Pola Asuh Makan Terhadap
Status Gizi Anak Di Kota Jambi. Jurnal Kesmas Jambi, 1(2), 61–74.
https://doi.org/10.22437/jkmj.v1i1.6531
Kemenkes RI. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018.
Khalimatus Sa’diya, L. (2015). Hubungan Pola Makan Dengan Status Gizi Anak Pra Sekolah
Di Paud Tunas Mulia Claket Kecamatan Pacet Mojokerto. Midwiferia, 1(2), 69.
https://doi.org/10.21070/mid.v1i2.350
Kumala, A. M., Rahadiyanti, A., & Margawati, A. (2019). Hubungan antara durasi
penggunaan alat elektronik, aktifi5tas fisik dan pola makan dengan status gizi pada
remaja usia 13-15 tahun. Journal of Nutrition College, 8.
Kusuma, A. I. M., & Artika, N. (2016). Gambaran Pola Asuh Makan Orangtua Pada Anak
Usia Sekolah Dengan Berat Badan Berlebih. Fakultas Kedokteran, Universitas
Diponegoro.

233
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 1, Hal 225 - 234, Maret 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Mardalena, I. (2017). Dasar - dasar Ilmu Gizi dalam Keperawatan (1st ed.). PUSTAKA
BARU PRESS.
Nindyna Puspasari, & Merryana Andriani. (2017). Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Gizi
dan Asupan Makan Balita dengan Status Gizi Balita (BB/U) Usia 12-24 Bulan. Amerta
Nutrition, 1(4), 369–378. https://doi.org/10.20473/amnt.v1.i4.2017.369-378
Novela, V., & Kartika, L. (2019). Faktor-Faktor Status Gizi Kurang Pada Anak Usia
Prasekolah di Wilayah Kerja Puskesmas Guguk Panjang Kota Bukittinggi. Jurnal
Endurance, 4(2), 359. https://doi.org/10.22216/jen.v4i2.4021
Oktavianis. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Pada Balita Di
Puskesmas Lubuk Kilangan. Jurnal Human Care, 1(3), 1–12.
Pristiya, T. Y., & Rinowanda, S. A. (2018). Hubungan Pengetahuan Gizi dan Pola Asuh
Keluarga dengan Status Gizi Anak Prasekolah di TK Negeri Pembina 1 Kota Tangerang
Selatan 2018 Relationship Nutrition Knowledge and Pattern of Family Care with
Nutritional Status in Preschool Children TK Negeri Pemb. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Masyarakat, 11(1), 88–99.
Purnamasari, D. U. (2018). Panduan Gizi & Kesehatan Anak Sekolah (E. Risanto (ed.); 1st
ed.). ANDI.
Sapira, N., & Ariani, Y. (2016). HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI
ANAK DI SDN 43 KOTA PEKANBARU. Jurnal Ibu Dan Anak, 1, 7–16.
Sari, G., Lubis, G., & Edison. (2016). Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Usia
3-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang 2014. Jurnal Kesehatan
Andalas, 5(2), 391–394.
sucianti Ningsih, Kristiawati, I. K. (2015). HUBUNGAN PERILAKU IBU DENGAN
STATUS GIZI KURANG ANAK USIA TODDLER. Pediomaternal, 3(2013), 10–17.
https://doi.org/10.1145/3132847.3132886
Sulistyoningsih, H. (2012). Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak (1st ed.). Graha Ilmu.
Suratman, P. V. G., Triandhini, R. L. N. K. R., & Nusawakan, A. W. (2018). Parenting
System Towards Feeding the Children of Elementary Students at Binaus Village Pola
Asuh Orang Tua Terhadap Pemberian Makan Pada Anak Usia Sekolah Dasar di Desa
Binaus. 22–28.
Susanty, A., Solichan, W. A., & Mukarromah, N. (2019). Hubungan Pola Makan dan
Aktivitas Fisik Dengan Status Gizi Anak Jalanan Kota Surabaya. 4(1), 74–80.
https://doi.org/10.30651/jkm.v4i1.2071
UNICEF. (2010). Penuntun Hidup Sehat (4th ed.). Pusat Promosi Kesehatan Kemenkes RI.
WHO. (2013). WHO Child Growth Standards. Developmental Medicine & Child Neurology,
51(12), 1002–1002. https://doi.org/10.1111/j.1469-8749.2009.03503.x
Widodo, R. (2010). Pemberian Makanan, Suplemen, dan Obat pada Anak (1st ed.). EGC.

234

Anda mungkin juga menyukai