Anda di halaman 1dari 67

GAMBARAN SIKAP MAHASISWA KEPERAWATAN PADA ORANG

DENGAN HIV/AIDS BESERTA FAKTOR-FAKTORNYA DI PSIK FK-

KMK UGM

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan

Universitas Gadjah Mada

Disusun Oleh:

Ridha Wahyuningtias

16/393709/KU/18798

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN,

KESEHATAN MASYARAKAT, DAN KEPERAWATAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

APRIL, 2019

i
HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal Skripsi

GAMBARAN SIKAP MAHASISWA KEPERAWATAN PADA ORANG


DENGAN HIV/AIDS BESERTA FAKTOR-FAKTORNYA DI PSIK FK-
KMK UGM

Disusun Oleh:

Ridha Wahyuningtias

16/393709/KU/18798

Telah disetujui untuk diujikan dan diseminarkan

pada tanggal ….

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Azam David Saifullah, S.Kep., Ns., M.Sc Dr. Ibrahim Rahmat, S.Kp., S.Pd., M.Kes.
NIU. 111198905201706102 NIP. 19670912 200003 1001

Mengetahui,

Sekretaris Program Studi S1 Ilmu Keperawatan


FK-KMK UGM

Sri Warsini, S.Kep., Ns., M.Kes., PhD.


NIP. 19790425 201212 2001

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Proposal Skripsi

GAMBARAN SIKAP MAHASISWA KEPERAWATAN PADA ORANG

DENGAN HIV/AIDS BESERTA FAKTOR-FAKTORNYA DI PSIK FK-

KMK UGM

Disusun Oleh:

Ridha Wahyuningtias

16/393709/KU/18798

Telah diujikan dan diseminarkan

pada tanggal ….

Penguji 1 Penguji 2 Penguji 3

Azam David Saifullah, S.Kep., Ns., M.Sc Dr. Ibrahim Rahmat, S.Kp., S.Pd., M.Kes.
NIU. 111198905201706102 NIP. 19670912 200003 1001

Mengetahui,

Ketua Prodi S1 Ilmu Keperawatan FK-KMK


UGM

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, tidak pernah berhenti terlangitkan puji syukur

kehadirat nikmat Allah SWT pencipta seluruh alam semesta serta sholawat dan

salam kepada Nabi Muhammad SAW karena berkah, pertolongan dan

hidayahNya, peneliti dapat menyusun proposal skripsi yang berjudul “Gambaran

Sikap Mahasiswa Keperawatan pada Orang dengan HIV/AIDS beserta Faktor-

Faktornya di PSIK FK-KMK UGM” dengan lancar dan tepat waktu.

Tujuan dari penyusunan proposal penelitian ini adalah dalam rangka untuk me

ngidentifikasi sikap mahasiswa keperawatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan

Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada pada orang dengan HIV/

AIDS beserta faktor-faktornya.

Selesainya penyusunan proposal skripsi ini tidak lepas dari bantuan, support,

arahan dan bimbingan banyak pihak. Oleh karena itu, peneliti ingin sampaikan

terima kasih kepada

1. Kedua orang tua serta saudara-saudara tercinta yang telah memberikan

nasihat, do’a, dan dukungan moril maupun materil untuk peneliti dalam

menuntut ilmu, sehingga penyusunan proposal skripsi ini dapat

terselesaikan.

2. Bapak Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng, selaku rektor Universitas

Gadjah Mada.

3. Ibu Prof. Dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., SpOG(K)., PhD, selaku Dekan

Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan

Universitas Gadjah Mada.

iv
4. Ibu Haryani, S.Kp., M.Kes., selaku Kepala Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan

Keperawatan Universitas Gadjah Mada.

5. Bapak Eri Yanuar Akhmad Budi Sunaryo, S.Kep., Ns., M.N.Sc., selaku

dosen pembimbing akademik yang telah membimbing peneliti selama

menjalani perkuliahan di Ilmu Keperawatan.

6. Bapak Ns. Azam David Saifullah, S.Kep., M.Sc., selaku dosen

pembimbing utama atas waktu, bimbingan, bantuan, pengarahan dan ilmu

yang diberikan pada peneliti untuk dapat menyelesaikan proposal

penelitian ini dengan baik.

7. Bapak Dr. Ibrahim Rahmat, S.Kp., S.Pd., M.Kes., selaku dosen

pembimbing pendaping yang telah memberikan banyak masukan, saran

dan motivasi selama penyusunan proposal penelitian.

8. Segenap dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran,

Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan atas segala ilmu dan

bimbingannya.

9. Teman-teman angkatan 2016 yang telah saling memotivasi dan membantu

terselesainya proposal penelitian ini.

10. Seluruh pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.

Meski demikian, peneliti merasa masih banyak kesalahan dalam penyusunan

proposal skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti sangat terbuka menerima kritik dan

saran yang membangun untuk dijadikan sebagai bahan evaluasi.

v
Akhir kata, semoga proposal skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat sebagai

gagasan yang layak didukung untuk menjadi solusi atas sebuah permasalahan.

Yogyakarta, 6 April 2019

Peneliti

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii

KATA PENGANTAR............................................................................................iv

DAFTAR ISI..........................................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................1

B. Rumusan Masalah Penelitian....................................................................9

C. Tujuan Penelitian.....................................................................................10

D. Manfaat Penelitian...................................................................................11

E. Keaslian Penelitian..................................................................................12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................16

A. Tinjauan Teoritis.....................................................................................16

1. HIV/AIDS............................................................................................16

2. Sikap....................................................................................................27

3. Peran Perawat Merawat Orang dengan HIV/AIDS.............................35

B. Landasan Teori........................................................................................36

C. Kerangka Teori........................................................................................38

D. Kerangka Penelitian................................................................................38

E. Hipotesis..................................................................................................39

F. Pertanyaan penelitian..................................................................................39

vii
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................40

A. Jenis dan Rancangan Penelitian..............................................................40

B. Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................40

C. Populasi dan Sampel Penelitian..............................................................40

D. Variabel Penelitian..................................................................................41

E. Definisi Operasional Variabel.................................................................42

F. Instrumen Penelitian...............................................................................42

G. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen.................................................43

H. Teknik Pengumpulan Data......................................................................43

I. Rencana Jalannya Penelitian...................................................................44

J. Etika Penelitian.......................................................................................44

K. Rencana Analisis Data.............................................................................45

L. Rencana Jadwal Penelitian......................................................................45

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................47

viii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah penyakit yang dapat

berkembang pada orang dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV). Menurut

United Nations Joint Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) (2018), jumlah

penderita HIV di dunia pada tahun 2017 sebanyak 36,9 juta dan meninggal karena

AIDS 940.000 jiwa. Permasalahan HIV/AIDS menjadi tantangan kesehatan di

seluruh dunia termasuk di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan di Indonesia

pada tahun 1987 sampai dengan Juni 2017, sebanyak 301.959 jiwa Orang dengan

HIV/AIDS (ODHA) paling banyak ditemukan di kelompok umur 25-49 dan 20-24

tahun dengan jumlah kumulatif sebanyak 108.829 kasus (KEMENKES, 2018).

Kementerian Kesehatan Indonesia melaporkan hingga Desember 2018 jumlah

kasus HIV terus meningkat setiap tahun, sementara jumlah kasus AIDS relatif

stabil. Hal ini menunjukkan keberhasilan bahwa semakin banyak ODHA yang

diketahui statusnya saat masih dalam fase terinfeksi (HIV positif) dan belum

masuk dalam stadium AIDS. Jumlah kasus tersebut paling banyak ditemukan

persentasenya pada laki-laki (57%), perempuan (33%), sementara yang tidak

melaporkan jenis kelamin (10%). Sedangkan persentase faktor risiko penularan

HIV/AIDS terbanyak melalui hubungan seksual berisiko heteroseksual (69,6%),

penggunaan alat suntik tidak steril (9,1%), diikuti homoseksual (5,7%), dan

penularan melalui perinatal (2,9%) (KEMENKES, 2018).

1
Dari data diatas dapat dilihat bahwa faktor risiko yang memiliki jumlah

terbanyak adalah adanya hubungan heteroseksual yang dilakukan oleh ODHA.

2
Hubungan heteroseksual selalu menempati posisi tertinggi dikarenakan beberapa

faktor, diantaranya adanya ketidaktahuan status yang menginfeksi ODHA

sehingga tidak melakukan tindakan pencegahan pada saat berhubungan seksual,

tidak terbuka atas statusnya kepada pasangan sehingga turut menginfeksi, serta

adanya kesengajaan dari kedua pasangan atau salah satu pasangan untuk tidak

melakukan tindakan pencegahan penularan (Meitasari, 2015). Penularan secara

heteroseksual lebih banyak terjadi dibandingkan homoseksual Lelaki Seks Lelaki

(LSL) hal ini disebabkan kurangnya data tentang HIV/AIDS pada kelompok

homoseksual (Laksana & Lestari, 2010). Selanjutnya, risiko terkena atau

menularkan HIV dapat melewati penggunaan alat suntik tidak steril yang telah

digunakan ODHA. Dikarenakan alat suntik mengandung darah yang dapat

membawa virus HIV (CDC, 2018). Menurut badan Centers for Disease Control

and Prevention (CDC) (2018), penyebab tertularnya HIV/AIDS juga dapat

melalui perinatal, yaitu penularan dari ibu ke anak yang dapat terjadi kapan saja

selama masa kehamilan, persalinan, dan menyusui.

Secara umum, ODHA akan mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh.

Lebih lanjut, HIV menginfeksi dan menggunakan sel CD4 di tubuh sebagai media

untuk mereproduksi dan menghancurkan sel-sel CD4 yang sedang berproses. Sem

akin sedikit jumlah sel CD4 di tubuh, maka akan semakin lemah sistem kekebalan

tubuhnya. Lemahnya sistem kekebalan tubuh menyebabkan ODHA lebih rentan

mengalami infeksi oportunistik, seperti infeksi bakteri Mycobacterium

tuberculosis yang dapat menyebabkan penyakit Tuberculosis, Pneumocystis

carinii yang juga dapat menyebabkan peradangan pada paru-paru atau biasa

2
disebut dengan penyakit Pneumonia, maupun virus Cytomegalovirus (CMV) yang

menyebabkan penyakit herpes atau cacar air dan masih banyak lagi infeksi-infeksi

yang dapat dialami ODHA (Naif, 2013). Infeksi oportunistik yang paling umum

dialami ODHA adalah Pneumonia (25,8%), diikuti oleh infeksi Candida

(18,3%), Pneumocystis jiroveci pneumonia (11,9%), Tuberculosis (11,5%), diare

(9,3%), infeksi Cryptococcus (7,3%), infeksi Cytomegalovirus (4,9%) (Pang W,

Shang P, Li Q, Xu J, Bi L, Zhong J, 2018).

Serangan dari berbagai penyakit dikarenakan infeksi oportunistik akibat

lemahnya sistem kekebalan tubuh menyebabkan gangguan fisik pada ODHA.

Selain penyakit, beberapa gangguan fisik yang dialami ODHA antara lain terjadi

penurunan berat badan yang berlebihan, penampilan tubuh yang berubah secara

drastis, kondisi tubuh yang lesu atau lemah (Diyanayati, 2006; Wahyu, Taufik, &

Ilyas, 2012). Lemahnya sistem kekebalan tubuh pada ODHA tidak hanya menyeb

abkan gangguan pada fisik tetapi juga pada gangguan psikologis. Gangguan psiko

logis yang dialami ODHA dapat berupa rendah diri, putus asa, stres, kecemasan,

depresi, rasa bersalah dan berdosa bahkan berpikiran untuk melakukan bunuh diri

(Irfan Ardani, 2017). Ciesla JA (2001), mengatakan bahwa depresi dua kali lebih

sering di antara ODHA dibandingkan populasi umum. Prevalensi gejala depresi

pada ODHA dapat berkisar dari 25,8% hingga 53,5% (Dal-Bo MJ, Manoel AL,

Filho AO, Silva BQ, Cardoso YS, Cortez J, Tramujas L, 2015; Slot M, Sodemann,

Gabel C, Holmskov J, Laursen T, 2015).

Selain gangguan psikologis, ODHA juga mengalami gangguan sosial.

Gangguan sosial yang dialami oleh ODHA terutama dalam menghadapi stigma

3
dari sebagian besar masyarakat (Diyanayati, 2006). Stigma adalah sikap atau

attitude negatif yang terkait dengan keyakinan atau pengetahuan seseorang

(Aidsmap, 2018). Stigma pada ODHA diantaranya yaitu dianggap sebagai sampah

masyarakat, pengguna narkotika, dan pelanggan seks (Yarmaji Adi Wicaksono,

2018). Sekitar tiga perempat ODHA mengatasi stigma dengan memisahkan diri

dari masyarakat dan menghindari mencari perawatan HIV (Alice Gaudine, Lan

Gien, Tran T. Thuan, 2010). Data tersebut juga menunjang penelitian yang

dilakukan di Indonesia rata-rata ODHA dengan adanya stigma yang dialami

membuat mereka enggan untuk mengakses ke pelayanan kesehatan, sehingga

pencegahan infeksi pada ODHA menjadi sangat rendah, yang akan menyebabkan

kualitas hidup ODHA juga menurun. Terdapat hubungan yang signifikan antara

stigma yang diterima ODHA dengan kualitas hidup ODHA (r = -0,59, p = 0,00).

Semakin tinggi stigma yang diterima maka semakin rendah kualitas hidup ODHA

(Lisnawati Lubis, Sori Muda Sarumpaet, 2016).

Stigma yang dialami ODHA cenderung mengarah pada diskriminasi

(UNAIDS, 2014). Diskriminasi adalah perilaku atau tindakan yang dilakukan

(Aidsmap, 2018). Sekitar 47,9% ODHA telah dipaksa menandatangani dokumen

untuk mengakui status HIV mereka, 29,6% menggambarkan kehilangan akses

perawatan kesehatan, 9,9% kehilangan pekerjaannya dan dijauhi oleh keluarga

mereka. Parahnya lagi, diskriminasi terhadap ODHA telah menyebabkan

pembunuhan dengan kekerasan, didokumentasikan di Kolombia, India, Ethiopia,

Afrika Selatan, dan Thailand (Baingana, Thomas, & January, 2005). Bentuk-

bentuk diskriminasi lainnya yang terjadi pada ODHA meliputi penghindaran

4
kontak mata, berdiri jauh ketika sedang diajak berbicara, tidak duduk di tempat

yang sama, tidak mau bersentuhan, penggunaan toilet secara terpisah, tidak

berbagi peralatan makan, serta tidak membeli produk yang dijual oleh ODHA

(Alice Gaudine, Lan Gien, Tran T. Thuan, 2010). Mayoritas ODHA tidak mau

membahas secara terbuka status HIV positif mereka karena takut akan

diskriminasi (Alice Gaudine, Lan Gien, Tran T. Thuan, 2010).

Selain stigma dan diskriminasi dari masyarakat umum, tenaga kesehatan

termasuk didalamnya mahasiswa keperawatan juga menunjukkan stigma dan

diskriminasi bagi ODHA (Pickles, King, & Belan, 2012; Xiaomei Dong, Jianwei

Yang, Lin Peng, Minhui Pang, Jiayi Zhang, Zhan Zhang, Jiaming Rao, Haiqing

Wang, 2018). Diantara 972 tenaga kesehatan, 77,72% telah mendiskriminasi

ODHA dalam proses perawatan. Bentuk diskriminasi dalam proses perawatan

tertinggi 65,3% berupa pemberian tes antibodi HIV tanpa persetujuannya,

tertinggi kedua 51% ialah memberikan pengobatan yang berbeda pada ODHA.

Lebih lanjut, 46,4% dari tenaga kesehatan mengindikasikan bahwa mereka telah

mengungkapkan status ODHA (Xiaomei Dong, Jianwei Yang, Lin Peng, Minhui

Pang, Jiayi Zhang, Zhan Zhang, Jiaming Rao, Haiqing Wang, 2018).

Informasi mengenai bentuk diskriminasi tersebut sesuai dengan hasil

penelitian yang dilakukan di Ethiopia, sebagian besar responden adalah perawat

serta sejumlah kecil klien ODHA. Tenaga kesehatan mengaku mendiskusikan

tentang pasien yang terinfeksi HIV/AIDS. Mereka juga setuju bahwa sulit untuk

menjaga kerahasiaan. Bahkan mereka secara terbuka mengakui bahwa takut akan

ODHA, dan setengah dari responden menganggap ODHA sebagai ancaman bagi

5
kesehatan mereka. Hampir setengah menyalahkan ODHA karena terinfeksi dan

seperlima mengindikasikan bahwa ODHA layak untuk terinfeksi. Ketika

mewawancarai sebagian kecil ODHA, mereka juga mengungkapkan bahwa

beberapa penyedia layanan kesehatan berusaha menghindari kontak dengan

mereka, terutama jika pertemuan klinis melibatkan perdarahan (Befekadu S.

Wodajo, Gloria Thupayagale-Tshweneagae, 2017).

Diskriminasi ini juga terjadi di negara lainnya, di Iran lebih dari setengah

(53%) perawat memiliki sikap yang kurang baik terhadap perawatan pasien HIV

dan AIDS (Sara Rekab Eslami Zadeh, 2011). Stigma dan diskriminasi pada

ODHA terutama di kalangan perawat, secara langsung maupun tidak langsung

dapat mempengaruhi perawatan karena akibatnya akan menurunkan cakupan

terapi HIV/AIDS yang pada akhirnya dapat berakibat peningkatan angka ODHA

dan juga menurunkan kualitas asuhan keperawatan kepada pasien ODHA dan

program pencegahan penularan HIV/AIDS (Waluyo, Nova, & Edison, 2011).

Stigma dan diskriminasi ini juga seringkali menyebabkan menurunnya semangat

hidup ODHA yang kemudian membawa efek dominan menurunnya kualitas hidup

ODHA (Lisnawati Lubis, Sori Muda Sarumpaet, 2016). Handayani & Dewi

(2017), memperoleh data skor terhadap gambaran kualitas hidup ODHA

diberbagai aspek seperti Fisik (M = 13.37, SD = 1.95), Psikologi (M = 13.33, SD

= 1.90), Hubungann sosial (M = 14.01, SD = 2.91), Persepsi kualitas hidup (M =

2.59, SD = 1.11), dimana menunjukkan bahwa ODHA memiliki kualitas hidup

yang buruk pada semua domain.

6
Stigma dan diskriminasi yang dilakukan oleh perawat pada ODHA salah

satunya disebabkan oleh ketakutan akan penularan hebat. 477 perawat, 95% (n =

452) telah memberikan perawatan kepada pasien ODHA, namun 86% (n = 388)

tidak mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS yang memadai. Hal tersebut

yang membuat perawat, 47% (n = 232) ketakutan akan penularan hebat. Akan

tetapi, mereka masih menunjukkan sikap positif terhadap pasien ODHA meskipun

mereka takut akan penularan (Walusimbi M, 2004). Ketakutan yang dialami

mereka terhadap penularan HIV adalah prediktor yang signifikan terhadap sikap

stigma; sikap diskriminatif terhadap ODHA di kalangan tenaga kesehatan

(Harapan et al., 2013).

Ketakutan dan kekhawatiran ini tidak terbatas pada kalangan perawat tetapi

juga dikalangan mahasiswa keperawatan. 4,3% dari 396 mahasiswa keperawatan

masih menunjukkan sikap ketakutan dan kekhawatiran dari berbagai daerah di

dunia; Australia, Cina, Eropa & Amerika Utara, Asia Timur, Asia Tenggara, Asia

Tengah dan Timur Tengah. Ketakutan ini mengakibatkan keengganan dari

beberapa mahasiswa keperawatan untuk memberikan perawatan bagi ODHA

(Pickles et al., 2012). Penelitian lain yang dilakukan pada mahasiswa Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia, 40% mahasiswa

menyatakan takut bergaul dengan ODHA dengan alasan khawatir akan tertular

jika bergaul dengan mereka. Padahal mahasiswa kesehatan pada survei tersebut

telah mendapatkan matakuliah Epidemiologi Penyakit Menular, namun demikian,

stigmatisasi terhadap ODHA pada mahasiswa masih tinggi (Dwi, 2016).

7
Stigmatisasi yang menimbulkan sikap negatif terhadap ODHA diantara kalangan

mahasiswa keperawatan dapat mengakibatkan keengganan mereka untuk

memberikan perawatan dan berdampak negatif pada kualitas perawatan yang

diberikan kepada ODHA (Pickles et al., 2012). Oleh karena itu, ada sebuah

kewajiban atas profesi keperawatan untuk mengembangkan strategi bagaimana

memahami dan mengatasi sikap tersebut. Terlebih, di Indonesia belum ada

penelitian yang secara spesifik mengidentifikasi sikap mahasiswa keperawatan

terhadap populasi ODHA. Handayani & Dewi (2017), menyatakan sikap positif

dapat memberikan efek pada kualitas hidup ODHA.

Peneliti mendapatkan data studi pendahuluan pada 164 mahasiswa

keperawatan di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan

UGM yang terdiri dari 32 mahasiswa dari angkatan 2015, 43 mahasiswa dari

angkatan 2016, 31 mahasiswa dari angkatan 2017 dan 58 mahasiswa dari

angkatan 2018. Studi pendahuluan ini menggunakan typeform online yang

dilakukan peneliti pada tanggal 13 Maret 2019. Hasil yang didapatkan

menunjukkan 42,1% merasa tidak khawatir terkena AIDS apabila bertemu

ODHA, meskipun begitu sebanyak 23,8% masih merasa khawatir, bahkan 2,4%

diantaranya merasa sangat khawatir terkena AIDS apabila bertemu dengan

ODHA. Selain itu, 47% merasa netral apabila dihadapkan untuk merawat ODHA,

meskipun begitu sebanyak 24,4% tidak mau, bahkan 3,7% sangat tidak mau

apabila dihadapkan untuk merawat ODHA. Selanjutnya, 43,3% merasa akan

menerima apabila keluarga mereka atau teman dekat terdiagnosa HIV/AIDS,

meskipun begitu 14% diantaranya merasa tidak akan menerima, bahkan 4,9%

8
sangat tidak menerima apabila keluarga atau teman dekat terdiagnosa HIV/AIDS.

Hasil studi pendahuluan tersebut menggambarkan bahwa beberapa mahasiswa

keperawatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan

UGM angkatan 2015 hingga 2018 masih menunjukkan sikap kekhawatiran,

keengganan, serta penolakan pada ODHA. Terlebih, studi pendahuluan ini belum

diukur dengan kuesioner yang sebenarnya.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai sikap mahasiswa keperawatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan

Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada terhadap ODHA dan

dengan hasil yang didapatkan akan dijadikan bahan evaluasi kurikulum dan

persiapan pendidikannya karena telah diketahui sikap dapat mempengaruhi

efektivitas perawatan yang akan diberikan terhadap ODHA setelah menjadi tenaga

kesehatan.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi salah satu tantangan masalah

kesehatan yang serius, penyebaran virus cepat dan menyerang pada usia produktif.

Bahkan diproyeksikan lebih dari setengah juta orang di Indonesia akan positif

HIV dengan faktor pemicu yang utama berupa penularan seksual dan penggunaan

narkoba suntik. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) mengalami penurunan imun tu

buh secara menyeluruh. Ketika kadar CD4 semakin rendah dalam tubuh maka,

sistem kekebalan tidak lagi dapat melindungi tubuh sehingga rentan terhadap

infeksi oportunistik lain. ODHA dengan atau tanpa infeksi oportunistik dapat

9
mengalami gangguan baik secara fisik, psikologis, bahkan sosial. Gangguan fisik

yang dapat dialami ODHA berupa penyakit yang disebabkan oleh infeksi

oportunistik, penurunan berat badan yang berlebihan, penampilan tubuh yang

berubah secara drastis, serta kondisi tubuh yang lesu atau lemah. Gangguan psikol

ogis dapat pula dialami pada ODHA, misalnya rendah diri, putus asa, stres,

kecemasan, depresi, rasa bersalah dan berdosa bahkan berpikiran untuk

melakukan bunuh diri. Gangguan sosial yang mereka alami antara lain prasangka

buruk, stigma, diskriminasi, sikap tidak peduli, penolakan bahkan pengucilan dari

masyarakat. Perlakuan-perlakuan diskriminatif oleh masyarakat yang dihadapi

ODHA tidak hanya mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari-hari tetapi juga

turut menyulitkan dalam pengobatan. Lebih parah lagi, stigma dan diskriminasi

juga ditunjukkan oleh tenaga kesehatan bahkan mahasiswa keperawatan. Stigma

dan diskriminasi ODHA, terutama di kalangan perawat merupakan hal yang dapat

mempengaruhi perawatan dan kualitas hidup ODHA. Ketidaktahuan tentang

penyakit HIV/AIDS pada mahasiswa keperawatan dapat menyebabkan ketakutan

dan kehawatiran saat berhadapan dengan ODHA, sehingga stigma dan

diskriminasi muncul saat memberikan asuhan pada ODHA. Berdasarkan rumusan

diatas, maka terdapat pertanyaan mengenai “Bagaimana skor sikap mahasiswa

keperawatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan

Universitas Gadjah Mada pada Orang dengan HIV/AIDS dan faktor-faktornya”.

10
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitiaan ini adalah untuk mengidentifikasi sikap mahasis

wa keperawatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan

Keperawatan Universitas Gadjah Mada pada orang dengan HIV/AIDS.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah

a. Diketahuinya skor sikap mahasiswa keperawatan Fakultas

Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, Universitas

Gadjah Mada pada orang dengan HIV/AIDS.

b. Mengetahui pengaruh jenis kelamin pada skor sikap para

mahasiswa keperawatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan

Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada.

c. Mengetahui pengaruh umur pada skor sikap para mahasiswa

keperawatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan

Keperawatan Universitas Gadjah Mada.

d. Mengetahui pengaruh agama pada skor sikap para mahasiswa

keperawatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan

Keperawatan Universitas Gadjah Mada.

e. Mengetahui pengaruh tingkat pendidikan pada skor sikap para

mahasiswa keperawatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan

Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada.

11
f. Mengetahui pengaruh pengalaman bertemu ODHA pada skor sikap

para mahasiswa keperawatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan

Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap instansi pendidikan

keperawatan serta pengembangan penelitian lebih lanjut

1. Bagi pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini dijadikan sebagai bahan masukan yang dapat

bermanfaat bagi pengembangan kurikulum keperawatan Fakultas

Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan keperawatan dalam upaya

pemberian pengetahuan yang cukup tentang HIV/AIDS pada mahasiswa

agar memungkinkan mereka memberikan kualitas tinggi dalam perawatan

ketika menjadi tenaga kesehatan, dan sikap peduli pada orang dengan

HIV/AIDS.

2. Bagi penelitian keperawatan

Hasil penelitian ini dijadikan sebagai bahan masukan, acuan atau rujukan

untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan

sikap (attitude) mahasiswa keperawatan pada orang dengan HIV/AIDS.

E. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran peneliti belum ada penelitian yang sama dengan penelitan

yang akan dilakukan oleh peneliti. Keaslian penelitian dijabarkan melalui

12
perbedaan dan persamaan dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya, antara

lain

1. Penelitian dengan judul “Attitude to HIV and AIDS among students and

Faculty in a school of Nursing in Barcelona (Spain): a cross-sectional

survey”, oleh Leyva-moral, Terradas-robledo, & Feijoo-cid, (2017).

Tujuan dari penelitian adalah untuk menentukan sikap perawatan pada

orang dengan HIV/AIDS dikalangan mahasiswa dan dosen. Total sampel

sebanyak 204 dengan 139 siswa dan 47 dosen. Penelitian ini menggunakan

kuesioner self-administered online questionnaire (EASE scale) dengan

Cronbach’s alpha 0,7789. Hasil penelitian ini menunjukkan sikap positif

untuk perawatan orang dengan HIV/AIDS dikalangan mahasiswa

keperawatan dan dosen. Beberapa ketakutan dan kesalahpahaman terutama

menyangkut infeksi dan keyakinan tentang rute transmisi yang ditemukan

dikedua kolektif. Persentase yang tinggi dari sikap positif ditemukan dari

seluruh sampel, terutama pada siswa tahun keempat (80%) dan anggota

dosen (79,8%). Persentase terendah sikap positif secara signifikan terkait

(p = 0,045) dengan kurangnya keyakinan. Persamaan dari penelitian

Leyva-moral et al., 2017 dengan penelitian yang akan peneliti lakukan

ialah dari jenis penelitian yaitu deskriptif kuantitatif dengan rancangan

penelitian Cross sectional. Kemudian, perbedaannya terletak pada variabel

yang digunakan yaitu sikap mahasiswa dan dosen serta lokasi penelitian

ini dilakukan di Sekolah Keperawatan, Barcelona (Spanyol). Sedangkan,

penelitian yang akan peneliti lakukan variabelnya yaitu sikap mahasiswa

13
serta lokasi penelitian di Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas

Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM.

2. Penelitian dengan judul “Attitudes towards HIV/AIDS patients and

emphatic tendencies: A Study of Turkish undergraduate nursing students”,

oleh Özakgül, Şendir, Atav, & Kiziltan, (2014). Tujuan penelitian ini

adalah untuk menguji hubungan antara faktor-faktor demografi,

mengetahui sikap terhadap HIV/AIDS, dan kecenderungan empatik pada

mahasiswa keperawatan di Turki. Total sampel sebanyak 614 mahasiswa

keperawatan sarjana di dua universitas. Penelitian ini menggunakan

instrumen berupa kuesioner data demografi, AIDS Attitude Scale (AAS),

Scale of Empathic Tendency (SET). Hasil dari penelitian ini menunjukkan

bahwa sikap dan kecenderungan empatik berkaitan dengan pengetahuan

dan paparan pasien, para mahasiswa dengan sikap yang lebih positif

memiliki kecenderungan empatik yang lebih tinggi pada orang dengan

HIV/AIDS. Persamaan dari penelitian Özakgül et al., 2014 dengan

penelitian yang akan peneliti lakukan ialah dari pendekatan penelitian

berupa kuantitatif, menggunakan kuesioner berupa data demografi dan

AAS (AIDS Attitude Scale), serta variabel penelitiannya ialah sikap

mahasiswa. Kemudian, perbedaannya terletak pada jenis penelitian yaitu

non-eksperimental dengan rancangan penelitian korelasional. Salah satu

kuesioner dalam penelitian menggunakan Scale of Empathic Tendency

(SET), serta lokasi penelitian ini dilakukan di Sekolah Keperawatan,

Turki. Namun, penelitian yang akan peneliti lakukan menggunakan jenis

14
penelitian deskriptif kuantitatif dengan rancangan penelitian Cross

sectional serta lokasi penelitian di Program Studi Ilmu Keperawatan,

Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM.

3. Penelitian dengan judul “Knowledge about, and attitudes to, HIV/AIDS

among students in a Sydney nursing college”, oleh Stiernborg, (1992).

Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai pengetahuan siswa keperawatan

tentang infeksi HIV/AIDS dimulai dari pengetahuan penularan infeksi,

tindakan pencegahan yang harus diambil ketika memberikan asuhan

keperawatan, sikap pada orang dengan HIV/AIDS beserta perawatannya,

risiko infeksi di tempat kerja dan homoseksualitas. Total sampel sebanyak

231 mahasiswa keperawatan di Sydney dengan menggunakan kuesioner

Knowledge of HIV transmission, Knowledge about Precautions, General

Attitude to HIV/AIDS (GENATT), Readiness and Willingness to care for

AIDS patients (CARE), Perceptions of Personal Risk When Caring for

AIDS (RISK), and Attitude to Homosexuality (HOMO). dengan hasil

penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan yang tinggi terkait transmisi

(78%) dan pencegahan (80%). Mayoritas (72%) memiliki sikap yang

mendukung perawatan pasien AIDS; minoritas (22%) memiliki ketakutan

yang jelas akan penularan melalui paparan ketika memberikan perawatan;

(26%) memiliki sikap negatif pada homoseksualitas. Pengetahuan dan

sikap juga berkorelasi positif dengan rentang (r = 0,24-0,46). Persamaan

dari penelitian Stiernborg, 1992 dengan penelitian yang akan peneliti

lakukan ialah dari jenis penelitian yaitu deskriptif kuantitatif dengan

15
rancangan penelitian Cross sectional. Kemudian, perbedaannya terletak

pada variabel yang digunakan yaitu pengetahuan dan sikap mahasiswa

serta lokasi penelitian ini dilakukan di Sekolah Keperawatan, Sydney

(Australia). Sedangkan, penelitian yang akan peneliti lakukan variabelnya

yaitu sikap mahasiswa serta lokasi penelitian di Program Studi Ilmu

Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan

Keperawatan UGM.

16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. HIV/AIDS

a. Pengertian HIV dan AIDS

Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus yang menginfeksi,

menghancurkan dan merusak fungsi sistem kekebalan tubuh dengan

menargetkan sel-sel CD4, yaitu sel darah putih yang berperan dalam

kekebalan tubuh manusia serta melawan infeksi. Virus HIV adalah retrovirus

yang dikelompokkan ke dalam genus Lentivirus dalam famili Retroviridae,

subfamili Orthoretrovirinae. Retrovirus menggunakan RNA sebagai bahan

genetiknya. Setelah menginfeksi sel CD4, retrovirus menggunakan enzim

yang disebut reverse transcriptase untuk mengubah RNA menjadi

DNA. Retrovirus kemudian mengintegrasikan DNA virusnya ke dalam DNA

sel CD4, yang memungkinkan retrovirus untuk bereplikasi. Dengan demikian

HIV memanfaatkan mekanisme sel CD4 untuk mengkopi dirinya menjadi

virus baru yang memiliki ciri-ciri virus HIV (EMOD, 2018; WHO, 2017;

AIDSInfo, 2019; Seitz, 2016).

Setelah menginfeksi dan mengkopi dirinya menjadi virus yang baru maka

akan mengakibatkan kerusakan yang progresif pada sistem kekebalan tubuh.

Hal tersebut dapat mengarah pada defisiensi imun. Rusaknya sistem kekebalan

tubuh dianggap ketika tidak dapat lagi memenuhi fungsinya untuk melawan

16
infeksi dan penyakit. Infeksi oportunistik dikaitkan dengan defisiensi imun

yang parah (WHO, 2017).

17
Ditandai dengan terjadinya salah satu atau lebih infeksi oportunistik

maupun kanker seiring dengan melemahnya kekebalan tubuh maka HIV telah

berkembang menjadi Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). AIDS

adalah istilah yang digunakan untuk tahap infeksi HIV paling lanjut. Selain

infeksi oportunistik, penurunan jumlah CD4 kurang dari 200 sel/mm3 juga

menjadi dasar tanda HIV telah berkembang menjadi AIDS (AIDSInfo, 2018).

b. Patofisiologi

Limfosit CD4 merupakan target utama infeksi HIV karena virus memiliki

afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Sel CD4 yang terinfeksi HIV

memiliki masa hidup yang lebih pendek karena virus menggunakannya

sebagai pabrik untuk menghasilkan banyak salinan baru. Dengan demikian,

HIV terus menggunakan sel CD4 baru untuk mereplikasi dirinya sendiri.

Sedangkan, sel CD4 berperan untuk mengkoordinasikan sejumlah fungsi

imunologis yang penting sehingga hilangnya fungsi sistem tersebut

menyebabkan gangguan respon imun yang progresif (Calles, Evans, &

Terlonge, 2010; Djauzi, 1997).

Dalam 24 jam pertama setelah HIV masuk tubuh, maka virus HIV

menyerang sel dendritik pada selaput lendir dan kulit. Dalam 5 hari setelah

pajanan, sel-sel yang terinfeksi ini bergerak ke kelenjar getah bening dan akan

bereplikasi dengan cepat. Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV

disebut sindrom retroviral akut atau acute retroviral virus. Sindrom retroviral

akut diikuti oleh penurunan CD4 dan peningkatan viral load dalam plasma.

Viral load akan meningkat dengan cepat pada awal infeksi dan kemudian

17
turun sampai suatu titik tertentu (set point). Masa gejala ini berlangsung

selama 8-10 tahun. Infeksi berlanjut dan viral load akan secara bertahap

meningkat seiring dengan menurunnya kekebalan tubuh. Pada fase akhir akan

ditemukan sel CD4 kurang dari 200 sel/mm3, diikuti timbulnya infeksi

oportunistik seperti tuberkulosis, herpes, infeksi jamur yang dapat

menyebabkan berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran

kelenjar getah bening, diare, nyeri tenggorokan dan lain-lain (Calles, Evans, &

Terlonge, 2010; Djauzi, 1997).

c. Manifestasi Klinis

Gejala klinis dapat dikategorikan akibat dari penurunan sistem imunselular

tubuh dan manifestasi infeksi oportunistik. Gejala-gejala sebagai akibat dari

penurunan sistem imunselular tubuh misalnya demam, kelelahan ekstrim,

kelemahan, anoreksia, penurunan berat badan lebih dari 10% dalam satu

bulan, dehidrasi, berkeringat malam, dan rentan terhadap infeksi, sarkoma

kaposi dan keganasan sistem limfoid. Sedangkan gejala-gejala akibat dari

manifestasi infeksi oportunistik misalnya infeksi saluran pernafasan;

Pneumonia pneumocystis carinii (PCP), Koch pulmonum, infeksi

Mycobacterium avium dan M. Intercellulare, infeksi jamur dll. Infeksi saluran

pencernaan, dapat berupa diare kronis, Hepatomegaly, Splenomegaly,

Odynophagia, ulserasi esofagus. Gejala-gejala neurologis (CNS syndrome)

yang dapat disebabkan karena progresive dementia, meningitis, space

occupying lesions, maupun chorio retinitis, yang antara lain dikarenakan

18
infeksi bakteri Mycobacteria, Toxoplasma, injfeksi virus Cytomegalovirus dan

lymphoma (Michelle Giles, Cassy Workman, 2016; Wibisono, 1989).

d. Cara Penularan

Virus HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang

berpotensial mengandung HIV dari seseorang yang memiliki HIV adalah

darah, cairan pra-seminal, cairan sperma, cairan vagina, cairan dubur, dan air

susu ibu. Cairan ini dapat tertularkan jika bersentuhan dengan selaput lendir

atau jaringan yang rusak serta disuntikkan ke dalam aliran darah. Selaput

lendir dapat ditemukan di dalam penis, vagina, rektum, dan mulut. Seseorang

tidak dapat tertular melalui kontak sehari-hari seperti berciuman, berpelukan,

berjabat tangan, atau berbagi benda pribadi, air, dan makanan (WHO, 2018;

CDC, 2018).

Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu kontak seksual,

kontak dengan darah, berbagi peralatan injeksi, ibu ke anak selama masa

kehamilan, persalinan dan pemberian ASI. Penularan melalui kontak seksual

beresiko, anal (anus), vaginal, oral (mulut) dengan seseorang yang memiliki

HIV tanpa menggunakan kondom adalah yang paling dominan dari semua

cara penularan. Meskipun resiko tertinggi ialah kontak seksual per vaginal dan

anal. Kontak dengan darah bisa melalui transfusi darah, melalui jarum suntik,

jarum tato atau pada pengguna narkotik suntik secara bergantian dan alat

kesehatan lain maupun produk yang sudah tercemar dengan virus HIV.

Penularan dari tindakan medik dapat terjadi sebagai kecelakaan atau

ketidaksengajaan tenaga kesehatan. Penularan HIV juga dapat terjadi dari ibu

19
ke anak selama masa kehamilan, pada proses persalinan, dan saat menyusui.

Terdapat 15-30% risiko penularan dari ibu ke anak sebelum dan sesudah

kelahiran (CDC, 2018; Myron S Cohen, 2018).

e. Cara Pencegahan

Langkah dini yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penularan

HIV adalah mencegah perempuan usia produktif. Komponen ini dapat juga

dinamakan pencegahan primer. Untuk menghindari penularan HIV dapat

dikenal dengan konsep “ABCDE” sebagai berikut.

1) A (Abstinence): yaitu absen seks atau tidak melakukan hubungan seks

bagi yang belum menikah.

2) B (Be faithful): yaitu bersikap saling setia terhadap pasangan seks atau

tidak berganti-ganti pasangan.

3) C (Condom): yaitu cegah penularan HIV melalui kontak seksual

dengan menggunakan pelindung (kondom).

4) D (Drug No): yaitu dilarang menggunakan narkotika.

5) E (Education): yaitu pemberian edukasi dan informasi yang benar

mengenai HIV, cara penularan, pencegahan maupun pengobatannya.

Kegiatan yang dapat dilaksanakan untuk pencegahan primer tersebut bisa

berupa edukasi terkait HIV/AIDS dan kesehatan reproduksi, baik secara

individu atau kelompok dengan sasaran khususnya adalah perempuan usia

produktif dan pasangannya. Dukungan psikologis kepada perempuan usia

produktif yang memiliko perilaku atau pekerjaan berisiko dan rentan tertular

HIV (pasangan dengan perilaku atau pekerjaan berisiko, penerima donor

20
darah, dll) agar dapat melakukan tes HIV. Serta dapat juga berupa dukungan

sosial dan perawatan bila hasil tes positif (KEMENKES, 2015).

Selain pencegahan penularan HIV/AIDS dengan konsep ABCDE, Pre-

Exposure Profilaksis (PrEP) juga menjadi salah satu cara untuk mecegah diri

dari HIV, dengan mengonsumsi tablet satu kali perhari setiap harinya dibawah

pengawasan dokter. PrEP dianjurkan untuk mereka yang belum mengidap

HIV, tetapi menghadapi risiko tertular HIV yang tinggi. Dikatakan berisiko

jika pria yang melakukan anal seks dengan laki-laki dan tidak selalu

menggunakan pelindung (kondom), pasangannya mengidap HIV tetapi tidak

minum obat HIV dan kontak seksualnya tidak menggunakan pelindung

(kondom). Selain itu, juga pasangannya yang heteroseksual memiliki HIV dan

ingin memiliki anak.

Mengonsumsi PrEP setiap hari selama 7 hari akan melindungi diri dari

HIV untuk laki-laki yang melakukan kontak seksusal dengan laki-laki. Untuk

perempuan akan terlindungi setelah mengonsumsi PrEP setiap hari selama 20

hari. Mengonsumsi PrEP dapat dihentikan, dan dapat dimulai lagi jika berada

pada risiko tiggi terkena HIV. Namun, mengonsumsi PrEP dalam waktu

jangka panjang dapat mempengaruhi ginjal, maka dari itu penting untuk

melakukan pemeriksaan (WHO, 2018; Multicultural HIV and Hepatitis

Service, 2018).

Pencegahan juga harus dilakukan oleh tenaga kesehatan termasuk

didalamnya perawat karena sangat berpotensi tertular infeksi ketika

memberikan pengobatan dan perawatan. Cara untuk mengurangi risiko

21
tertularnya infeksi ialah dengan prinsip utama prosedur standar kewaspadaan.

Standar kewaspadaan yang didalamnya juga aturan pokok keperawatan

meliputi.

1) Cuci tangan/kebersihan tangan

Tangan harus selalu dicuci selama dan sesudah melakukan pengobatan

dan perawatan terhadap penderita, meskipun menggunakan sarung

tangan.

2) Pemakaian alat pelindung diri (APD)

Sarung tangan, masker, pelindung mata (google), penutup kepala, gaun

pelindung, serta sepatu pelindung dipakai pada waktu memberikan

pengobatan dan perawatan secara langsung. Selain itu, pada saat

membawa spesimen ke laboratorium, dan pada waktu membersihkan

peralatan tenun. Agar mencegah paparan kulit dan selaput lendir ketika

kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya.

3) Praktik penyuntikan yang aman

Tindakan injeksi hanya dilakukan oleh perawat yang telah dilatih.

Tindakan pencegahan untuk mencegah cedera yang disebabkan oleh

jarum, pisau bedah dan alat-alat tajam lainnya selama prosedur seperti

saat memegang, membersihkan hingga membuang. Setelah dipakai,

jarum dimasukkan ke dalam tempat tahan tusukan untuk dibuang

sehingga tidak boleh ditutup kembali maupun dibengkokkan atau

dipatahkan.

4) Pengelolaan linen

22
Setelah dipakai, bahan tenun dimasukkan sekaligus dibungkuskan dua

pelapis tambahan (plastik). Pertama dimasukkan ke dalam plastik

merah, kemudian ke dalam plastik nylon merah, diikat dengan kuat

lalu dikirim ke tempat pencucian.

5) Pengelolaan limbah/alat bekas pakai

Verband, peralatan infus serta selangnya atau alat-alat bekas penderita

setelah dipakai dimasukkan ke dalam plastik khusus yang tebal dan

berwarna kuning. Dengan catatan bagian yang runcing dipotong

terlebih dahulu, setelah itu ditutup rapat dan dibakar.

6) Kesehatan petugas

Tenaga kesehatan yang memiliki lesi eksudatif atau dermatitis harus

menahan diri untuk memberikan pengobatan maupun perawatan

sampai kondisi membaik. Begitu juga dengan tenaga kesehatan yang

hamil harus secara ketat mematuhi tindakan pencegahan agar

meminimalkan risiko tertular infeksi HIV (James O. Mason, M.D., Dr,

P.H. Frederick A. Murphy, D, V.M., Ph,D. 1998; Wibisono, 1989).

f. Pengobatan

Pengobatan infeksi HIV/AIDS melewati penggunaan obat-obatan salah

satunya yaitu pengobatan antiretroviral (ARV). Pemberian ARV bertujuan

untuk mengurangi angka kematian dan kejadian HIV, memperbaiki mutu

hidup, memulihkan dan memelihara fungsi kekebalan, menekan replikasi virus

semaksimal mungkin dalam waktu lama, dan membantu mencegah resistensi

obat. Pemberian ARV dengan kombinasi bertujuan untuk mengurangi jumlah

23
virus dalam darah (viral load) agar menjadi sangat rendah. Orang dengan HIV

yang mempertahankan viral load dengan sangat rendah hingga tidak

terdeteksi, secara efektif tidak memiliki risiko penularan HIV ke pasangan

HIV-negatifnya melalui seks.

ARV direkomendasikan untuk semua orang yang terinfeksi HIV dini

(sejak terinfeksi dengan periode hingga 6 bulan), terinfeksi HIV dengan

penyakit klinis HIV, dan orang dengan CD4 ≤350 sel/mm3. ARV tidak dapat

menyembuhkan HIV, tetapi penggunaan obat-obatan HIV membantu orang

dengan HIV/AIDS (ODHA) hidup lebih lama dan lebih sehat serta

mengurangi risiko penularan HIV. Sebelum memulai pengobatan ARV,

ODHA harus berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan terkait efek

samping dari obat HIV, antara obat HIV, dan antara obat HIV dengan obat

lain yang ingin dikonsumsi. Manfaat obat-obatan HIV jauh lebih besar

daripada risiko efek samping karena rejimen HIV yang baru menyebabkan

efek samping yang lebih sedikit dibandingkan rejimen yang digunakan di

masa lalu (WHO, 2013; AIDSInfo, 2019; CDC, 2018).

Rejimen HIV seseorang biasanya terdiri dari tiga obat HIV dan berasal

setidaknya dari dua kelas obat HIV yang berbeda. Pemilihan rejimen HIV

bergantung pada beberapa faktor dikarenakan kebutuhan orang dengan HIV

berbeda-beda. Diantaranya ialah dari kemungkinan efek samping obat dan

interaksi antara obat-obatan HIV. Obat-obatan HIV dikelompokkan menjadi

tujuh kelas obat sesuai dengan caranya melawan HIV, yaitu sebagai berikut.

1) Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTIs)

24
Mekanisme aksi dari Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors

(NRTIs) ialah menghambat proses perubahan RNA menjadi DNA agar

bisa menghambat replikasi virus setelah NRTIs dimasukkan dengan

bentuk trifosfat aktif. Golongan obatnya ialah Tenofovir Disoproxil

Fumarate, Tenofovir Alafenamide, Emtricitabine, Lamivudine,

Abacavir Sulfate, dan Zidovudine. Sedangkan golongan lain seperti

Stavudine jarang digunakan karena reaksi yang merugikan. NRTIs

biasanya diberikan berpasangan atau kombinasi misalnya, Tenofovir

Disoproxil Fumarate-Emtricitabine (Truvada), Abacavir Sulfate-

Lamivudine (Epzicom), dan Tenofovir Alafenamide-Emtricitabine

(Descovy).

2) Non-Nucleoside Reserved Transcriptase Inhibitors (NNRTI)

Mekanisme aksi dari Non-Nucleoside Reverse Transcriptase

Inhibitors (NNRTIs) ialah menghambat perpanjangan cDNA virus

ditempat yang berbeda dari tempat yang ditargetkan oleh kelas NRTIs

yang pada akhirnya mengarah pada penurunan replikasi virus.

Golongan obat generasi pertama; Efavirenz, Nevirapine, generasi

kedua; Rilpivirine, Etravirine, dan Doravirine. Efavirenz dan

Rilpivirine adalah golongan obat yang paling sering digunakan.

Etravirine digunakan untuk seseorang yang mengalami keresistenan

terhadap obat.

3) Protease Inhibitor (PI)

25
PI merupakan obat yang bekerja dengan menghambat pembelahan

enzim protease dengan memotong rantai panjang asam amino menjadi

protein yang kecil. Hal tersebut merupakan langkah penting dalam

proses pematangan virus, sehingga dapat menghasilkan virion yang

belum matang. Golongan obat ini adalah Ritonavir, Darunavir,

Atazanavir dan Lopinavir. Golongan obat PI yang jarang digunakan

ialah Indinavir, Nelfinavir, Saquinavir, dan Fosamprenavir,

dikarenakan toksisitas yang buruk.

4) Fusion Inhibitors

Fusion Inhibitors adalah kelas obat yang menghalangi amplop

glikoprotein 41 (gp41) dari penggabungan (fusi) dengan membran sel

CD4 sehingga virus tidak dapat masuk ke sel CD4. Golongan obatnya

ialah Enfuvirtide atau biasa disebut dengan T20. Tetapi, Enfuvirtide

sangat sulit diberikan pada jangka waktu yang lama dikarenakan

kebutuhan untuk injeksi dua kali sehari dapat menyebabkan reaksi

kulit lokal.

5) Chemokine Coreceptor 5 (CCR5) Antagonists

Chemokine Coreceptor 5 (CCR5) Antagonists memblokir

koreseptor kemokin 5 pada permukaan sel CD4 dikarenakan HIV

memasuki sel CD4 dengan salah satu koreseptor tersebut. Sehingga

mencegah virus HIV memasuki sel CD4. Golongan obatnya ialah

Maraviroc, tetapi tidak umum digunakan untuk pengobatan awal HIV

kecuali dengan seseorang yang resisten terhadap obat.

26
6) Post-Attachment Inhibitor

Post-Attachment Inhibitor atau Inhibitor Paska-Perlekatan adalah

kelas obat yang mengikat reseptor CD4 pada sel CD4 agar tidak

menempel pada koreseptor kemokin 5 (CCR5) dan koreseptor kemokin

4 (CXCR4) sehingga tidak meghalangi perlekatan virus tetapi

menghambat masuknya virus kedalam sel CD4.

7) Inhibitor Strand Transfer Integrase (INSTI)

Mekanisme aksi dari Inhibitor Strand Transfer Integrase (INSTI)

ialah menghambat salah satu enzim HIV (integrase) yang sangat

penting dalam proses replikasi HIV. Virus HIV menggunakan

integrase tersebut untuk memasukkan DNA virusnya ke dalam DNA

sel CD4 sehingga dapat mencegah HIV untuk replikasi. Golongan

obatnya ialah Raltegravir, Elvitegravir, Dolutegravir, dan Bictegravir

yang dapat diberikan melalui oral (mulut). Sedangkan, golongan obat

Cabotegravir diberikan secara injeksi (AIDSInfo, 2019; Courtney V

Fletcher, 2018).

2. Sikap

a. Pengertian

Sikap menunjukkan adanya kesesuaian dari kesan kita terhadap apa yang

sedang kita hadapi, apa yang kita ketahui dan ingatan terhadap masa lalu yang

memengaruhi pandangan dan perasaan kita. Sikap berkaitan dengan

membentuk pandangan, mewarnai perasaan, dan mekanisme mental yang

mengevaluasi dimana hal tersebut akan menentukan kecenderungan untuk

27
bersikap. Sikap memiliki lebih dari satu makna, berasal dari Bahasa Latin

yaitu Aptus yang artinya “kebugaran” atau “kemampuan beradaptasi”, dan

seperti menunjukkan kondisi mental persiapan untuk bertindak. Seorang

psikolog Herbert Spencer pada tahun 1862 dalam prinsip pertamanya ia

menggunakan istilah sikap sebagai “sikap mental” atau status mental

seseorang (Allport, 1935; Dr. Saifuddin Azwar, 2011).

Dikutip dari Dr. Saifuddin Azwar, (2011) definisi sikap ditemukan oleh

Barkowitz lebih dari tigapuluh dan dimasukkan ke dalam tiga kerangka

pemikiran. Kerangka pemikiran yang pertama dari para ahli psikologi seperti

Louis Thurstone tahun 1928, Rensis Likert 1932 dan Charles Osgood yang

menyatakan sikap adalah suatu reaksi perasaan atau bentuk evaluasi. Sikap

seseorang terhadap sesuatu objek berasal dari perasaan mendukung

(favorable) maupun perasaan tidak mendukung (unfavorable). Kerangka

pemikiran yang kedua dari para ahli psikologi sosial dan kepribadian seperti

Chave tahun 1928, Borgadus tahun 1931, LaPierre tahun 1934, Mead tahun

1934, dan Gordon Allport tahun 1935. Menurut mereka sikap adalah kesiapan

untuk bereaksi dengan cara tertentu atau bisa dikatakan kecenderungan untuk

berperilaku jika dihadapkan dengan suatu stimulus yang membuat adanya

sebuah respons. Kerangka pemikiran ketiga dari Secord & Backman tahun

1964 yang mendefinisikan sikap sebagai ‘keteraturan tertentu dalam hal

perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi)

seseorang tergadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya’.

28
Dapat disimpulkan bahwa sikap selalu menjadi perantara antara respons

dengan objeknya, dengan klasifikasi respons diantaranya kognitif (perseptual

dan pernyataan hal yang diyakini), afektif (perasaan dan pernyataan afeksi),

dan konatif (tindakan dan pernyataan berperilaku. Dalam pengklasifikasian

respons tersebut kaitannya sangat erat dengan ketiga komponen sikapnya.

Walaupun dengan melihat salah satu diantara ketiga responsnya sudah dapat

mengetahui sikap seseorang, tetapi deskripsi lengkap mengenai sikap harus

melihat dari ketiga macam respons (Dr. Saifuddin Azwar, 2011).

g. Pembentukan Sikap

Pembentukan sikap terbentuk dari sikap sosial yang menandai adanya

interaksi sosial. Interaksi sosial artinya bukan hanya adanya kontak sosial dan

hubungan antar seseorang, tetapi lebih dari itu terjadi hubungan yang saling

mempengaruhi, terjadi hubungan timbal balik yang akan mempengaruhi pola

perilaku. Interaksi sosial meliputi didalamnya hubungan lingkungan fisik dan

psikologis dengan hubungan antara seseorang, sehingga dapat bereaksi

membentuk pola sikap terhadap objek psikologis yang dihadapi. Banyak

faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap diantaranya ialah orang yang

dianggap penting, kebudayaan, pengalaman pribadi, media massa, sebuah

institusi dari lembaga pendidikan atau agama serta faktor emosi dari dalam

diri seseorang (Dr. Saifuddin Azwar, 2011).

h. Komponen Sikap

Komponen sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang satu

sama lain yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective),

29
dan komponen konatif (conative). Interaksi antara ketiga komponen selaras

dan konsisten. Apabila seseorang dihadapkan pada suatu objek sikap yang

sama maka ketiga komponen juga harus mempolakan arah yang sama. Maka,

ketika ketiga komponen tidak selaras dan konsisten antar satu sama lain akan

menyebabkan timbulnya mekanisme perubahan sikap.

Komponen kognitif (cognitive) adalah sebuah persepsi kepercayaan yang

dipercayai oleh seseorang yang memiliki sikap. Kepercayaan datang dari apa

yang dilihat dan diketahui sehingga membuat suatu ide atau gagasan mengenai

sifat atau karakteristik umum suatu objek. Sesuatu hal yang dipercayai

merupakan stereotipe yang telah terpolakan dalam pikiran. Apabila telah

terpola dalam pikiran yang negatif (tidak setuju) maupun positif (sangat

setuju) akan membawa makna dan arti yang berbeda.

Komponen afektif adalah perasaan yang menyangkut masalah emosional

seseorang terhadap suatu objek sikap. Reaksi emosional yang menyangkut

pada perasaan seseorang banyak dipengaruhi oleh kepercayaan yang

dipercayai. Jika mempercayai suatu perasaan yang tidak suka maka akan

membentuk afeksi yang unfavorable. Begitu juga sebaliknya, jika

mempercayai suatu perasaan yang disukai maka akan membentuk afeksi yang

favorable.

Sedangkan komponen konatif adalah kecenderungan untuk berperilaku

pada suatu objek sesuai sikap yang dimiliki dengan cara-cara tertentu.

Komponen ini sangat dipengaruhi oleh bagaimana kepercayaan dan perasaan

untuk menghadapi sebuah stimulus. Kecenderungan untuk berperilaku yang

30
selaras dengan kepercayaan dan persaan ini akan membentuk sebuah sikap

pada seseorang. Maka dari itu, sangat masuk akal jika sikap seseorang

ditunjukkan dengan bentuk kecenderungan untuk berperilaku terhadap suatu

objek. Namun, keliru jika adanya hubungan sistematis antara sikap dan

perilaku nyata karena perilaku bukanlah satu-satunya komponen yang

membentuk sikap (Dr. Saifuddin Azwar, 2011).

i. Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap seseorang ialah

1) Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah istilah yang mengacu pada karakteristik pria

dan wanita yang berkaitan dengan norma-norma sosial dan peran

masing-masing. Norma dan perilaku yang diajarkan sejak kecil sangat

mempengaruhi kesetaran peran dan interaksi antara pria dan wanita.

Tanpa disadari hal yang telah diajarkan dan tertanam memberikan

pengaruh pada sikap kita dalam berbagai masalah (WHO, 2019; A.

Wawan, 2011).

2) Umur

Umur seseorang akan mempengaruhi dan menentukan dalam

bersikap. Perubahan sikap pada perbedaan umur dipengaruhi oleh

sumber pengetahuan (kognitif). Rata-rata kelompok dewasa muda,

sangat mudah mengubah sikap terlepas dari sumber kognitif,

sedangkan perubahan sikap pada kelompok dewasa yang lebih tua

31
mengubah sikap mereka sesuai dengan sumber kognitif yang diketahui

dan dimiliki (Wang & Chen, 2006).

3) Pendidikan

Inti dari pendidikan adalah proses belajar mengajar. Satu hal yang

dapat diingat dari proses belajar dalam menempuh pendidikan adalah

selain mendapatkan ilmu, otak secara tidak langsung juga akan

terstimulasi dari proses belajar tersebut. Melalui proses belajar dalam

pendidikan inilah kemampuan kognitif menjadi meningkat serta

memiliki sebuah ilmu yang bisa dijadikan sebagai konsep untuk

mempengaruhi cara bersikap (A. Wawan, 2011; Blakemore, Sarah-

Jayne, Frith, 2005)

4) Sumber Informasi

Sumber informasi berupa media massa seperti surat kabar, radio

atau alat komunikasi lainnya adalah media yang hadir ditengah-tengah

kehidupan masyarakat. Seringkali, sumber informasi tersebut

dibawakan secara objektif dipengaruhi oleh sikap penulisnya. Hal

tersebut akan mempengauhi pada sikap pembaca maupun pendengar

(A. Wawan, 2011; Dr. Saifuddin Azwar, 2011).

5) Pengalaman

Pengalaman personal yang dialami seseorang akan menentukan

penghayatan terhadap sikap tertentu. Pengalaman personal yang

langsung dapat memberikan pengaruh yang kuat dibandingkan

pengalaman personal yang tidak langsung. Maka, sikap akan lebih

32
mudah terbentuk ketika pengalaman personal terjadi dalam situasi

yang melibatkan emosional. Sehingga, penghayatan tersebut akan

membentuk sikap yang negatif atau positif terhadap suatu objek (A.

Wawan, 2011; Dr. Saifuddin Azwar, 2011).

6) Agama

Agama adalah kepercayaan pada makhluk spiritual sebagai sistem

kepercayaan dengan masalah-masalah utama kehidupan manusia.

Agama memiliki potensi yang sangat besar untuk mengatasi masalah

sosial karena membentuk kepercayaan dan kegiatan sehari-hari.

Kepercayaan ini sangat berkontribusi pada persepsi dan sikap

(Hubbard, 2014; James Zou, Yvonne Yamanaka, Muze John, Melissa

Watt, Jan Ostermann, 2009).

j. Sikap, Stigma dan Diskriminasi pada Orang dengan HIV/AIDS

Permasalah sosial yang dialami orang dengan HIV/AIDS (ODHA) banyak

ditunjukkan dengan sikap negatif yang diterima. Termasuk didalamnya sikap

penolakan, tak acuh, curiga, menghindar, mengucilkan hingga stigma atau

prasangka buruk. Stigma adalah sikap atau attitude negatif yang terkait dengan

keyakinan atau pengetahuan seseorang. Stigma pada ODHA diantaranya yaitu

dianggap sebagai sampah masyarakat, pengguna narkotika, dan pelanggan

seks (Aidsmap, 2018b; Diyanayati, 2006; Irfan Ardani, 2017; Yarmaji Adi

Wicaksono, 2018).

Stigma yang dialami ODHA cenderung mengarah pada diskriminasi.

Diskriminasi adalah perilaku atau tindakan yang dilakukan. Bentuk-bentuk

33
diskriminasi lainnya yang terjadi pada ODHA meliputi penghindaran kontak

mata, berdiri jauh ketika sedang diajak berbicara, tidak duduk di tempat yang

sama, tidak mau bersentuhan, penggunaan toilet secara terpisah, tidak berbagi

peralatan makan, serta tidak membeli produk yang dijual oleh ODHA.

Berbagai sikap atau perlakuan diskriminatif yang sering dialami ODHA

mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari-hari terutama dalam upaya

mereka memenuhi kebutuhan hidupnya (Aidsmap, 2018; Diyanayati, 2006;

UNAIDS, 2014).

k. Pengukuran Sikap pada Orang dengan HIV/AIDS

1) AIDS Attitude Scale (AAS)

AIDS Attitude Scale (AAS) dikembangkan oleh Robin D. Froman

dan Steven V. Owen dan telah dikenalkan sejak tahun 1992. AAS

memiliki 21 item penyataan dengan 14 item penghindaran dan 7 item

empati. AAS merupakan instrumen yang valid dan reliabel untuk

mengukur sikap terhadap orang dengan HIV/AIDS. Instrumen ini

terutama diarahkan untuk mengukur sikap perawat (baik mahasiswa

atau mahasiswa profesi) dan sikap petugas kesehatan. Pernyataan pada

instrumen ini menggunakan skala likert 1 hingga 6, yaitu dari sangat

tidak setuju hingga sangat setuju. Pilot study dari instrumen ini

dilakukan pada mahasiswa jurusan keperawatan sarjana maupun

pascasarjana dengan sampel sebanyak 203 responden. Hasil dari pilot

study tersebut didapatkan Cronbach’s alpha pada item penghindaran

0,87 dan pada item empati 0,87 (Froman & Owen, 1997).

34
2) AIDS Attitude Scale Generic (AAS-G)

AIDS Attitude Scale Generic (AAS-G) dikembangkan oleh Robin

D. Froman dan Steven V Owen sebagai alternatif dari AIDS Attitude

Scale (AAS). AAS-G memiliki 21 item penyataan dengan 14 item

penghindaran dan 7 item empati. AAS-G merupakan instrumen yang

valid dan reliabel untuk mengukur sikap terhadap orang dengan

HIV/AIDS yang diarahkan untuk mengukur sikap orang awam seperti

pekerja sosial, guru, pengacara, penjaga penjara, dan berbagai individu

profesional selain perawat (baik mahasiswa atau mahasiswa profesi)

atau petugas kesehatan. Pernyataan pada instrumen ini menggunakan

skala likert 1 hingga 6, yaitu dari sangat tidak setuju hingga sangat

setuju. Pilot study dari instrumen ini dilakukan tiga kali pada

kelompok responden yang berbeda, kelompok pertama dengan sampel

160 responden, kelompok kedua dengan sampel 96 responden,

kelompok terakhir dengan sampel 62 responden. Hasil dari pilot study

tersebut didapatkan Cronbach’s alpha pada item penghindaran 0,87

hingga 0,90 dan pada item empati 0,83 hingga 0,88 (Stewart, 2001).

3. Peran Perawat Merawat Orang dengan HIV/AIDS

Peran perawat dalam perawatan pasien HIV/AIDS sebagai berikut

a. Mencegah Penularan HIV/AIDS

Peran perawat dalam hal ini adalah menerapkan kewaspadaan untuk

mencegah penularan HIV/AIDS pada perawat, tenaga kesehatan lain dan

35
pasien (James O. Mason, M.D., Dr, P.H. Frederick A. Murphy, D, V.M.,

1998).

l. Memberikan Dukungan

Perawat memberikan dukungan secara psikologis, sosial dan perawatan

untuk mengembalikan pikiran positif pada pasien HIV/AIDS agar pasien

dapat menceritakan setiap masalah yang dihadapinya dan mendapatkan solusi

pada setiap masalah yang mereka hadapi maupun mengendalikan kemarahan

yang ada di dalam diri pasien, dengan memberikan informasi terkait dengan

penyakitnya, perawatan dan pengobatannya (Nurjannah, Fitriangga, &

Pramana, 2015).

m. Berperan dalam Pengobatan

Memberikan informasi dan pedoman pemberian antiretoviral (ARV),

meningkatkan kepatuhan terapi HIV, serta mengawasi dan menjamin

keefektifitasan terapi ARV (CDC, 2018).

F. Landasan Teori

Sikap seseorang terhadap sesuatu objek berasal dari perasaan mendukung

(favorable) maupun perasaan tidak mendukung (unfavorable), didefinisikan

sebagai kesiapan untuk bereaksi dengan cara tertentu atau bisa dikatakan

kecenderungan untuk berperilaku jika dihadapkan dengan suatu stimulus. Sikap

juga didefinisikan sebagai ‘keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi),

pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang tergadap suatu

aspek di lingkungan sekitarnya’. Disimpulkan bahwa sikap selalu menjadi

36
perantara antara respons dengan objeknya, dengan klasifikasi respons diantaranya

kognitif, afektif, dan konatif (Dr. Saifuddin Azwar, 2011).

Permasalah sosial yang dialami orang dengan HIV/AIDS (ODHA) banyak

ditunjukkan dengan sikap negatif yang diterima. Stigma adalah sikap atau attitude

negatif yang terkait dengan keyakinan atau pengetahuan seseorang . Stigma yang

dialami ODHA cenderung mengarah pada diskriminasi. Sedangkan, diskriminasi

adalah perilaku atau tindakan yang dilakukan. Berbagai sikap atau perlakuan

diskriminatif yang sering dialami ODHA mengakibatkan terganggunya aktivitas

sehari-hari terutama dalam upaya mereka memenuhi kebutuhan hidupnya

(Aidsmap, 2018b, 2018a; Diyanayati, 2006; Irfan Ardani, 2017; UNAIDS, 2014;

Yarmaji Adi Wicaksono, 2018). Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap terhadap

ODHA diantaranya adalah jenis kelamin, umur, pendidikan, sumber informasi,

pengalaman, dan agama (WHO, 2019; A. Wawan, 2011; Blakemore, Sarah-Jayne,

Frith, 2005; Dr. Saifuddin Azwar, 2011; Hubbard, 2014; James Zou, Yvonne

Yamanaka, Muze John, Melissa Watt, Jan Ostermann, 2009; Wang & Chen,

2006).

37
G. Kerangka Teori

Orang dengan HIV/AIDS

Faktor yang Mempengaruhi Sikap Mahasiswa pada Orang deng


Umur
Stigma dan Diskriminasi Jenis Kelamin
Pengalaman
Sikap
Tingkat Pendidikan
Agama

Gambaran Sikap Mahasiswa Keperawatan pada Orang dengan HIV/AIDS

H. Kerangka Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat

Faktor-Faktor yang Skor Sikap Mahasiswa

Mempengaruhi Sikap pada Keperawatan Fakultas

Orang dengan HIV/AIDS: Jenis Kedokteran, Kesehatan

Kelamin, Umur, Tingkat Masyarakat, dan Keperawatan

Pendidikan, Agama, Pengalaman UGM pada Orang dengan

bertemu ODHA HIV/AIDS

38
I. Hipotesis

“Tidak ada hubungan antara faktor-faktor terhadap skor sikap mahasiswa

keperawatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan

Universitas Gadjah Mada pada orang dengan HIV/AIDS”.

“Ada hubungan antara faktor-faktor terhadap skor sikap mahasiswa keperawatan

Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas

Gadjah Mada pada orang dengan HIV/AIDS”.

J. Pertanyaan penelitian

“Seberapa skor sikap mahasiswa keperawatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan

Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada pada orang dengan

HIV/AIDS?”.

“Adakah hubungan faktor-faktor; jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, agama,

pengalaman bertemu ODHA yang mempengaruhi pada sikap mahasiswa

keperawatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan

Universitas Gadjah Mada?”.

39
BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah kuantitatif dengan rancangan

penelitian cross sectional. Menurut Notoatmodjo (2012), cross sectional

merupakan jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran data variabel

bebas dan tergantung hanya satu kali pada satu waktu.

Rancangan penelitian berupa cross sectional cocok untuk dilakukaan karena

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran skor sikap mahasiswa

keperawatan pada orang dengan HIV/AIDS secara objektif sekaligus mengetahui

hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap. Pemilihan rancangan ini

dibandingkan rancangan lain karena rancangan penelitian cross sectional bersifat

sekali waktu, ditambah waktu penelitian yang disediakan terbatas.

K. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas

Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas

Gadjah Mada. Waktu untuk penelitian akan dilakukan pada rentang bulan Maret

hingga Agustus 2019. Pengumpulan data akan dilakukan setelah mendapatkan

persetujuan etik.

L. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa keperawatan di FK-

KMK UGM. Jenis teknik sampling yang digunakan adalah total sampling.

Menurut Sugiyono (2011), total sampling adalah teknik penentuan sampel bila

semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.

40
Total sampling akan digunakan karena menggambarkan skor sikap dari

keseluruhan populasi. Selain itu, sampel dan data dari total sampling dapat

digunakan untuk penelitian lanjutan yang berkaitan dengan sikap. Total sampling

akan dilakukan pada mahasiswa tingkat satu hingga empat. Jumlah responden

yang direncanakan sebanyak 390 mahasiswa.

Sampel penelitian ini diambil dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi

dengan sebagai berikut

1. Mahasiswa aktif Program Studi Ilmu Keperawatan, FK-KMK UGM.

2. Bersedia menjadi responden penelitian dengan sukarela.

3. Mampu membaca dan menulis secara mandiri.

Sedangkan kriteria ekslusi adalah sebagai berikut

1. Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan FK-KMK UGM yang tidak

dapat atau berhalangan hadir selama proses pengumpulan data.

2. Mahasiswa yang mengikuti sistem perkuliahan di periode setelahnya

dikarenakan cuti, atau segala hal yang mendasari untuk mengulang sistem

perkuliahan.

M. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah variabel terikat (dependent) dan variabel

bebas (independent). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah skor sikap

mahasiswa keperawatan FK-KMK UGM. Variabel bebas pada penelitian ini

adalah faktor-faktor yang mempengaruhi sikap terdiri dari jenis kelamin, umur,

agama, tingkat pendidikan, dan pengalaman bertemu ODHA.

41
N. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah

No Variabel Definisi Cara pengukuran


1. Skor sikap Respon mahasiswa pada Cara ukur:
mahasiswa orang dengan HIV/AIDS Survey
keperawatan FK- (ODHA) meliputi Alat Ukur: AIDS
KMK UGM pada komponen penghindaran Attitude Scale
orang dengan dan empati pada rentang
HIV/AIDS. sangat tidak setuju
hingga sangat setuju.
2. Data demografi Data numerik maupun Cara ukur:
kategorik berupa umur, Survey
jenis kelamin, Alat ukur:
pengalaman bertemu Kuesioner data
orang dengan demografi
HIV/AIDS, pendidikan,
dan agama.

O. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur sikap mahasiswa

keperawatan pada orang dengan HIV/AIDS adalah kuesioner

1. Kuesioner Data Demografi

Kuesioner data demografi berisikan mengenai umur, jenis kelamin,

pengalaman bertemu orang dengan HIV/AIDS, tingkat pendidikan, dan

agama. Data umur merupakan data continuous, sedangkan data lainnya adalah

berupa data kategorik.

2. Kuesioner sikap terhadap orang dengan HIV/AIDS

42
AIDS Attitude Scale (AAS) dikembangkan oleh Robin D. Froman dan

Steven V. Owen dan telah dikenalkan sejak tahun 1992. AAS memiliki 21

item penyataan dengan 14 item penghindaran dan 7 item empati. AAS

merupakan instrumen yang valid dan reliabel untuk mengukur sikap terhadap

orang dengan HIV/AIDS. Instrumen ini terutama diarahkan untuk mengukur

sikap perawat (baik mahasiswa atau mahasiswa profesi) dan sikap petugas

kesehatan. Pernyataan pada instrumen ini menggunakan skala likert 1 hingga

6, yaitu dari sangat tidak setuju hingga sangat setuju. Pilot study dari

instrumen ini dilakukan pada mahasiswa jurusan keperawatan sarjana maupun

pascasarjana dengan sampel sebanyak 203 responden. Hasil dari pilot study

tersebut didapatkan Cronbach’s alpha pada item penghindaran 0,87 dan pada

item empati 0,87 (Froman & Owen, 1997).

P. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Uji validitas dan reliabilitas untuk kuesioner AIDS Attitude Scale (AAS) akan

dilakukan Translasi dilakukan dengan cara sebagai berikut

1. Instrumen original dalam bahasa asing ditranslasikan ke minimal 2 orang

translator yang tidak saling mengenal atau tidak saling mengetahui jika

sedang mentranslasikan instrumen yang sama. Translator A dari bidang

kependidikan, sedangkan translator B dari penerjemah tersumpah.

2. Setelah itu, peneliti membuat hasil translasi dari 2 translator di excel,

kemudian peneliti akan meminta review dari expert hanya untuk

pertanyaan yang berbeda. Hasilnya nanti 1 versi Bahasa Indonesia yang

sudah berdasarkan rangkuman dan diskusi dari expert.

43
3. Kemudian peneliti melakukan back translasi. Hasil translasi Bahasa

Indonesia ditranslasikan kembali ke Bahasa Inggris dengan translator yang

berbeda. Syaratnya, translator adalah native, berasal dari negara sesuai

dengan bahasa pada instrumen, bukan orang Indonesia yang bisa Bahasa

Inggris.

4. Didapatkan 2 hasil back translasi, kemudian peneliti menanyakan lagi ke

expert sehingga didapatkan 1 hasil kemudian peneliti membandingkan

dengan instrumen original.

Q. Teknik Pengumpulan Data

Ijin baik dari institusi (Prodi Studi Ilmu Keperawatan FK-KMK UGM)

maupun ijin etik akan diproses. Pengambilan data akan dimulai setelahnya.

Persiapan berupa paket instrumen, dan sosialisasi akan dilakukan sebelum

menyebarkan paket kuesioner. Tim peneliti akan membagi diri untuk

menyebarkan paket kuesioner pada 4 kelompok mahasiswa (tingkat 1, 2, 3, 4).

Tim akan melakukan follow up pada tiap angkatan untuk pengumpulan paket

kuesioner yang disebar. Paket kuesioner yang telah diisi akan dikembalikan ke

person in charge pada angkatan tersebut. Paket kuesioner yang telah di input oleh

tim input data, dan dilakukan perlakukan cleaning data setelahnya. Koding akan

dilakukan untuk menjamin anonymity dari responden. Berikutnya, analisis data

akan dilakukan sebelum dibahas dan disusun dalam laporan.

R. Rencana Jalannya Penelitian

Penelitian dimulai dengan studi literatur, lalu membuat proposal penelitian

atau proposal skripsi dan melakukan studi pendahuluan. Kemudian mengajukan

44
ethical clearance. Setelah proposal disetujui, akan dilakukan pengambilan data

kepada sampel yang sudah bersedia mengikuti penelitian. Kemudian, anaisis data

dan penyusunan laporan penelitian atau skripsi

S. Etika Penelitian

Autonomi calon responden akan dijamin mulai dari keikutsertaan dalam

mengisi kuesioner, informed consent yang memuat hak kewajiban peneliti, dan

jaminan kerahasiaan, hingga anonimitas pada saat pengolahan data. Nilai

mahasiswa tidak akan terpengaruh dengan keikutsertaan menjadi responden

penelitian ini. Pengukuran variabel-variabel penelitian ini memerlukan waktu

sekitar 20 menit sehingga memberikan dampak kesehatan yang sangat minimal

bagi mahasiswa. Hasil analisis akan disampaikan setelah tersusun laporan kepada

responden. Kelayakan etik penelitian ini akan diajukan ke Komisi Etik FK-KMK

UGM.

T. Rencana Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat.

Analisis univariat digunakan untuk mendeskriptifkan variabel numerik skor sikap

mahasiswa keperawatan terhadap orang dengan HIV/AIDS. Analisis bivariat

Analisis bivariat parametrik dan non parametrik digunakan untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat sikap mahasiswa

keperawatan pada orang dengan HIV/AIDS. Jika data numerik dan kategorik lalu

terdistribusi normal maka akan menggunakan Unpaired t-test dan jika data tidak

terdistribusi normal maka akan menggunakan Unpaired Mann Whitney.

45
Jika data numerik dan numerik, lalu terdistribusi normal maka akan

menggunakan correlation pearson dan jika data tidak terdistribusi normal maka

akan menggunakan Spearman rank. Uji normalitas menggunakan Kolmogorov –

Smirnov.

U. Rencana Jadwal Penelitian

Bulan
Kegiatan
Maret April Mei Juni Juli Agustus

Melengkapi proposal dan


paket kuesioner
Pengajuan ijin etik
Pengajuan Ijin ke Prodi
Sosialisasi dan Persiapan
Pengumpulan data
Pengumpulan data
Input dan cleaning data
Melakukan analisis dan
pembahasan
Menyusun Laporan hasil
Menyusun manuskrip dan
submit ke jurnal

DAFTAR PUSTAKA

(EMOD), E. Mod. (2018). HIV disease overview. Retrieved February 1, 2019,

from http://idmod.org/docs/hiv/hiv-disease-overview.html

(WHO), W. H. O. (2013). HIV/AIDS. Retrieved February 20, 2019, from

46
https://www.who.int/hiv/pub/guidelines/arv2013/intro/rag/en/index2.html

(WHO), W. H. O. (2017). HIV/AIDS. Retrieved January 28, 2019, from

https://www.who.int/features/qa/71/en/

(WHO), W. H. O. (2018). HIV/AIDS. Retrieved February 19, 2019, from

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hiv-aids

(WHO), W. H. O. (2019). Gender, equity and human rights. Retrieved March 3,

2019, from https://www.who.int/gender-equity-rights/understanding/gender-

definition/en/

A. Wawan, D. M. (2011). Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku

Manusia (2nd ed.). Yogyakarta: Nuha Medika.

AIDSInfo. (2018). HIV/AIDS: The Basics. Retrieved February 1, 2019, from

https://aidsinfo.nih.gov/understanding-hiv-aids/fact-sheets/19/45/hiv-aids--

the-basics

AIDSInfo. (2019a). HIV Treatment. U.S. Department of Health and Human

Services. Retrieved from https://aidsinfo.nih.gov/understanding-hiv-aids/fact-

sheets/21/51/hiv-treatment--the-basics#

AIDSInfo. (2019b). Retrovirus. Retrieved January 29, 2019, from

https://aidsinfo.nih.gov/understanding-hiv-aids/glossary/634/retrovirus

Aidsmap. (2018a). What is discrimination? Retrieved January 25, 2019, from

http://www.aidsmap.com/stigma/What-is-discrimination/page/2260812/

Aidsmap. (2018b). What is stigma? Retrieved January 25, 2019, from

http://www.aidsmap.com/stigma/What-is-stigma/page/1260706/

Alice Gaudine, Lan Gien, Tran T. Thuan, D. V. D. (2010). Perspectives of HIV-

47
related stigma in a community in Vietnam: A qualitative study. Science

Direct, 47, 38–48. Retrieved from

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0020748909002004?via

%3Dihub

Allport, G. W. (1935). Attitude. C. Murchison (Ed.), Handbook of Social

Psychology, Clark University Press, Worcester, Mass. Retrieved from

web.comhem.se/u52239948/08/allport35.pdf

Baingana, F., Thomas, R., & January, C. C. (2005). HIV / AIDS and Mental

Health, (January).

Befekadu S. Wodajo, Gloria Thupayagale-Tshweneagae, and O. A. A. (2017).

Stigma and discrimination within the Ethiopian health care settings: Views of

inpatients living with human immunodeficiency virus and acquired immune

deficiency syndrome. PMC US National Library of Medicine National

Institutes of Health. Retrieved from

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5566131/

Blakemore, Sarah-Jayne, Frith, U. (2005). The learning brain: Lessons for

education. Retrieved March 4, 2019, from

https://psycnet.apa.org/record/2005-07183-000

Calles, N. R., Evans, D., & Terlonge, D. (2010). Pathophysiology of the Human

Immunodeficiency Virus. HIV Curriculum for the Health. Baylor Pediatrics

International AIDS Iniciative, Texas, USA,Baylor College of Medicine, 7–14.

https://doi.org/10.1111/j.1750-3841.2010.01893.x

Ciesla JA, R. J. (2001). Meta-analysis of the relationship between HIV infection

48
and risk for depressive disorders. PubMed.Gov US National Library of

Medicine National Institutes of Health, 5, 725–730. Retrieved from

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11329393

Courtney V Fletcher, P. (2018). Overview of antiretroviral agents used to treat

HIV. UpToDate. Retrieved from

https://www.uptodate.com/contents/overview-of-antiretroviral-agents-used-

to-treat-hiv#H1322359788

Dal-Bo MJ, Manoel AL, Filho AO, Silva BQ, Cardoso YS, Cortez J, Tramujas L,

S. R. (2015). Depressive Symptoms and Associated Factors among People

Living with HIV/AIDS. PubMed.Gov US National Library of Medicine

National Institutes of Health, 2, 136–140. Retrieved from

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23873218

Division of HIV/AIDS Prevention, National Center for HIV/AIDS, Viral

Hepatitis, STD, and TB Prevention, C. for D. C. and P. (2018a). HIV Among

Pregnant Women, Infants, and Children. Retrieved from

https://www.cdc.gov/hiv/group/gender/pregnantwomen/index.html

Division of HIV/AIDS Prevention, National Center for HIV/AIDS, Viral

Hepatitis, STD, and TB Prevention, C. for D. C. and P. (2018b). HIV

Transmission. Retrieved February 15, 2019, from

https://www.cdc.gov/hiv/basics/transmission.html

Division of HIV/AIDS Prevention, National Center for HIV/AIDS, Viral

Hepatitis, STD, and TB Prevention, C. for D. C. and P. (2018c). HIV

Treatment. Retrieved February 20, 2019, from

49
https://www.cdc.gov/hiv/basics/livingwithhiv/treatment.html

Division of HIV/AIDS Prevention, National Center for HIV/AIDS, Viral

Hepatitis, STD, and TB Prevention, C. for D. C. and P. (2018d). Injection

Drug Use and HIV Risk. Retrieved from

https://www.cdc.gov/hiv/risk/idu.html

Diyanayati, K. (2006). Permasalahan Penyandang HIV AIDS.pdf. Jurnal

Penelitian Dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, 11, 67–73. Retrieved

from https://media.neliti.com/media/publications/52952-ID-permasalahan-

penyandang-hivaids.pdf

Djauzi, dr. S. (1997). Penatalaksanaan Infeksi HIV. ( dr. R. dr. Muchtaruddin

Mansyur MS, Hilma Paramita S.Ked., Ed.). Yayasan Penerbitan Ikatan

Dokter Indonesia.

Dr. Saifuddin Azwar, M. (2011). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya (2nd

ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Dwi, E. H. (2016). Menuju Healthy AIDS Policy : Refleksi atas Isu Stigma dan

Diskriminasi. In Kebijakan AIDS Indonesia. Retrieved from

http://www.kebijakanaidsindonesia.net/id/artikel/artikel-tematik/1429-

menuju-healthy-aids-policy-refleksi-atas-isu-stigma-dan-diskriminasi

Froman, R. D., & Owen, S. V. (1997). Further Validation of the AIDS Attitude

Scale. Research in Nursing and Health, 20(2), 161–167.

https://doi.org/10.1002/(SICI)1098-240X(199704)20:2<161::AID-

NUR8>3.0.CO;2-I

Handayani, F., & Dewi, F. S. T. (2017). Faktor yang mempengaruhi kualitas

50
hidup orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kota Kupang. Berita Kedokteran

Masyarakat, 33(11), 509. https://doi.org/10.22146/bkm.25856

Harapan, H., Feramuhawan, S., Kurniawan, H., Anwar, S., Andalas, M., &

Hossain, M. B. (2013). HIV-related stigma and discrimination: a study of

health care workers in Banda Aceh, Indonesia. Medical Journal of Indonesia,

(February), 22. https://doi.org/10.13181/mji.v22i1.518

Hubbard, L. R. (2014). Religious Influence in Society. Retrieved April 9, 2019,

from https://www.freedommag.org/issue/201412-expansion/l-ron-

hubbard/religious-influence-in-society.html

Indonesia, K. K. R. (2015). Pedoman Manajemen Program Pencegahan Penularan

HIV dan Sifilis dari Ibu ke Anak. Kementerian Kesehatan RI. Retrieved from

http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/Pedoman_Manajemen_PPIApdf.

pdf

Irfan Ardani, S. H. (2017). Stigma terhadap Orang dengan HIV / AIDS ( ODHA )

sebagai Hambatan Pencarian Pengobatan : Studi Kasus pada Pecandu

Narkoba Suntik di Jakarta, 81–88.

James O. Mason, M.D., Dr, P.H. Frederick A. Murphy, D, V.M., P. D. (1998).

Recommendations for Prevention of HIV Transmission in Health-Care

Settings. Centers for Disease Control. Retrieved from

https://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/00023587.htm

James Zou, Yvonne Yamanaka, Muze John, Melissa Watt, Jan Ostermann, N. T.

(2009). Religion and HIV in Tanzania: influence of religious beliefs on HIV

stigma, disclosure, and treatment attitudes. U.S. National Library of

51
MedicineS National Library of Medicine National Institutes of Health.

Retrieved from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2656538/

Kemenkes. (2018). Laporan Perkembangan HIV/AIDS dan IMS Triwulan IV

Tahun 2017. https://doi.org/10.1109/CIE.2002.1185953

Laksana, A. S. D., & Lestari, D. W. D. (2010). Faktor-Faktor Risiko Penularan

HIV/AIDS pada Laki-Laki dengan Orientasi Seks Heteroseksual dan

Homoseksual di Purwokerto. Mandala of Health, 4, 113–123.

Leyva-moral, J. M., Terradas-robledo, R., & Feijoo-cid, M. (2017). Attitudes to

HIV and AIDS among students and faculty in a School of Nursing in

Barcelona ( Spain ): a cross-sectional survey, 24, 593–601.

https://doi.org/10.1016/j.colegn.2016.10.006

Lisnawati Lubis, Sori Muda Sarumpaet, I. (2016). HUBUNGAN STIGMA ,

DEPRESI DAN KELELAHAN DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN

HIV / AIDS DI KLINIK VETERAN MEDAN Correlation of Stigma ,

Depression And Fatigue With Quality Of Life Among HIV / AIDS Patients

in Klinik Veteran Medan Lisnawati Lubis *, Sori Muda Saru, VII(1), 1–12.

Meitasari, Y. (2015). Perempuan, Keluarga dan HIV (Studi Konstruksi Sosial

Hidup Berkeluarga Bagi Perempuan Penderita HIV/AIDS Di Kota

Surabaya). FISIP Universitas Airlangga, 1–20.

Michelle Giles, Cassy Workman, C. R. (2016). Clinical manifestations of HIV

infection. Retrieved February 15, 2019, from

http://hivmanagement.ashm.org.au/index.php/clinical-manifestations-of-

hiv/clinical-manifestations-of-hiv-infection

52
Multicultural HIV and Hepatitis Service. (2018). PrEP (Pre-Exposure

Prophylaxis). Retrieved February 19, 2019, from

http://mhahs.org.au/index.php/en/hiv/prep-pre-exposure-prophylaxis

Myron S Cohen, M. (2018). HIV infection: Risk factors and prevention strategies.

UpToDate. Retrieved from https://www.uptodate.com/contents/hiv-infection-

risk-factors-and-prevention-strategies

Naif, H. M. (2013). Pathogenesis of HIV Infection. PMC US National Library of

Medicine National Institutes of Health, v.5(Suppl, e6. Retrieved from

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3892619/

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurjannah, Fitriangga, A., & Pramana, Y. (2015). Pengaruh Peran Perawat

Sebagai Konselor Terhadap Respon Berduka Pasien Hiv/Aids Di Rsjd

Sungai Bangkong Pontianak. Jurnal Proners, 3(1), 1–9.

Özakgül, A. A., Şendir, M., Atav, A. S., & Kiziltan, B. (2014). Attitudes towards

HIV/AIDS patients and empathic tendencies: A study of Turkish

undergraduate nursing students. Nurse Education Today, 34(6), 929–933.

https://doi.org/10.1016/j.nedt.2013.10.018

Pang w, Shang P, Li Q, Xu J, Bi L, Zhong J, P. X. (2018). Prevalence of

Opportunistic Infections and Causes of Death among Hospitalized HIV-

Infected Patients in Sichuan, China. PubMed.Gov US National Library of

Medicine National Institutes of Health, 3, 231–242. Retrieved from

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29563388

Pickles, D., King, L., & Belan, I. (2012). Undergraduate nursing student’s

53
attitudes towards caring for people with HIV/AIDS. Nurse Education Today,

32(1), 15–20. https://doi.org/10.1016/j.nedt.2011.01.008

RI, K. (2018). Hari Aids Sedunia, Momen STOP Penularan HIV. 2018, 433,

2018–2020. Retrieved from

http://www.depkes.go.id/article/view/18120300001/hari-aids-sedunia-

momen-stop-penularan-hiv-saya-berani-saya-sehat-.html

Sara Rekab Eslami Zadeh, S. B. F. and Z. M. I. (2011). Knowledge and Attitude

Related to Caring for HIV/AIDS Patients among Nurses at Golestan

Hospital, Iran. Medwell Mg Journals Scientific Research Publishing

Company, 6(9), 446–452. Retrieved from

https://www.medwelljournals.com/abstract/?doi=rjbsci.2011.446.452

Seitz, P. D. R. (2016). Human Immunodeficiency Virus (HIV). PMC US National

Library of Medicine National Institutes of Health, 43(3), 203–222. Retrieved

from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4924471/

Slot M, Sodemann, Gabel C, Holmskov J, Laursen T, R. L. (2015). Factors

associated with risk of depression and relevant predictors of screening for

depression in clinical practice: a cross-sectional study among HIV-infected

individuals in Denmark. PubMed.Gov US National Library of Medicine

National Institutes of Health, 7, 393–402. Retrieved from

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25585857

Stewart, B. M. (2001). Response to “Measuring Attitudes Toward Persons With

AIDS: The AAS-G as an Alternate Form of the AAS.” Scholarly Inquiry for

Nursing Practice, 15(2), 175–177.

54
Stiernborg, M. (1992). Knowledge about, and attitudes to, HIV/AIDS among

students in a Sydney nursing college. Nurse Education Today, 12(3), 207–

214. https://doi.org/10.1016/0260-6917(92)90063-T

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:

Afabeta.

UNAIDS. (2014). Reduction of stigma and discrimination. Unaids, 18.

United Nations Joint Programme on HIV/AIDS (UNAIDS). (2018). Unaids Data

2018. https://doi.org/10.15713/ins.mmj.3

Wahyu, S., Taufik, T., & Ilyas, A. (2012). Konsep Diri dan Masalah yang Dialami

Orang Terinfeksi HIV/Aids. Konselor, 1(2), 1–12.

https://doi.org/10.24036/0201212695-0-00

Walusimbi M, O. J. (2004). Knowledge and attitude of nurses caring for patients

with HIV/AIDS in Uganda. PubMed.Gov US National Library of Medicine

National Institutes of Health. Retrieved from

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15154121

Waluyo, A., Nova, P. A., & Edison, C. (2011). Perilaku Perawat Terhadap Orang

Dengan Hiv / Aids. Jurnal Keperawatan Indonesia, 14(2), 127–132.

Wang, M., & Chen, Y. (2006). Age differences in attitude change: Influences of

cognitive resources and motivation on responses to argument quantity.

Psychology and Aging, 21(3), 581–589. https://doi.org/10.1037/0882-

7974.21.3.581

Wibisono, B. (1989). AIDS: Petunjuk untuk Petugas Kesehatan (1st ed.). Jakarta:

Departemen Kesehatan Ditjen PPM dan PLP.

55
Xiaomei Dong, Jianwei Yang, Lin Peng, Minhui Pang, Jiayi Zhang, Zhan Zhang,

Jiaming Rao, Haiqing Wang, and X. C. (2018). HIV-related stigma and

discrimination amongst healthcare providers in Guangzhou, China. PMC US

National Library of Medicine National Institutes of Health, 18, 783.

Retrieved from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6003171/

Yarmaji Adi Wicaksono. (2018). Hubungan Stigma dan Terapi ARV dengan

Komplikasi Gangguan Psikiatri pada Pasien HIV / AIDS, 5(1), 24–28.

56

Anda mungkin juga menyukai