Anda di halaman 1dari 10

USULAN KARYA ILMIAH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEJADIAN STUNTING


PADA BALITA USIA 0-59 BULAN DI ENREKANG

TIM PENGUSUL:

Amalia/201601066 (Ketua TIM)


(Anggota 1)
(Anggota 2)

STIKES MUHAMMADIYAH SIDRAP


OKTOBER 2019
RINGKASAN

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linear yang disebabkan karena


adanya malnutrisi asupan zat gizi kronis dan atau penyakit infeksi kronis maupun
berulang yang ditunjukkan dengan nilai panjang atau tinggi badan menurut usia kurang
dari minus 2 standar deviasi median standar pertumbuhan anak WHO (Kementerian
kesehatan RI, 2018). Gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada balita merupakan
hal yang perlu ditangani dengan serius karena akan memberikan dampak terhadap anak
ketika dewasa.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian


korelasional yaitu untuk menganalisis hubungan variabel bebas dangan variabel terikat.
Adapun uji yang akan di gunakan dalam penelitian ini adalah uji Multiple Logistic
Regression. Hasil penelitian ini akan memberi manfaat pada orang tua dalam hal
pengetahuan tentang stunting dan dampak-dampak yang di timbulkan dari stunting.
A. Latar Belakang

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linear yang disebabkan


karena adanya malnutrisi asupan zat gizi kronis dan atau penyakit infeksi kronis
maupun berulang yang ditunjukkan dengan nilai panjang atau tinggi badan menurut
usia kurang dari minus 2 standar deviasi median standar pertumbuhan anak WHO
(Kementerian kesehatan RI, 2018). Gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada
balita merupakan hal yang perlu ditangani dengan serius karena akan memberikan dampak
terhadap anak ketika dewasa. (Sulistyawati, 2019)

Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017 menunjukkan prevalensi


balita stunting di Indonesia meningkat, yakni 29,6% di atas batasan yang ditetapkan
WHO, yaitu 20% (Kementerian kesehatan RI, 2017). Sebelumnya pada tahun 2016
prevalensi balita stunting di indonseia hanya 27,5%. Prevalensi balita sangat pendek
dan pendek usia 0 - 59 bulan di Indonesia tahun 2017 adalah 9,8% dan 19,8% dan pada
tahun 2016 adalah 8,5% dan 19 %. Provinsi dengan Prevalensi tertinggi adalah Nusa
Tenggara Timur dan terendah adalah Bali. (Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas) dan Nations Children's Fund, 2017)

Sementara berdasarkan data Dinas Kesehatan di Provinsi Sulawesi Selatan


daerah dengan prevalensi tertinggi adalah daerah Enrekang. Data balita dengan status
gizi stunting di Kabupaten Enrekang mencapai 24,5 % atau 3.771 jiwa dari total
15.405 balita yang ada di Kabupaten Enrekang. Dengan 4 kecamatan terbanyak
stunting di Kabupaten Enrekang adalah Buntu Batu 44,3%, Baraka 42,9 %, Malua 35,5
% dan Maiwa 30,6%. Sementara Desa Bone-Bone yang terletak di Kecamatan Baraka
merupakan daerah paling banyak balita penderita stunting yang mencapai 61,29 %.
Data tersebut berdasarkan hasil pemantauan status gizi (PSG) tahun 2018 yang
dilakukan seluruh Puskesmas di Kabupaten Enrekang. (Albar, 2019)

Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor
seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi dan kurangnya
asupan gizi pada bayi. Hal tersebut mempengaruhi perkembangan fisik dan kognitif balita
menjadi kurang optimal (Badan Pusat Statistik, 2017).

Menurut Kabid Kesmas Dinkes Enrekang, Hadariah, penyebab utama besarnya


balita penderita stunting lantaran kekurangan gizi kronik mulai dari hamil sampai dua
tahun terakhir atau 1000 hari pertama kehidupan. Selain itu, masih kurangnya
pemahaman orang tua terhadap pola asuh anak khususnya dalam hal pemberian
asupan gizi. (Albar, 2019)

Pola asuh memiliki peranan yang penting agar terwujudnya pertumbuhan anak
yang optimal. Pola asuh adalah penyebab tidak langsung dari kejadian stunting dan
apabila tidak dilaksanakan dengan baik dapat menjadi penyebab langsung dari
kejadian stunting, artinya pola asuh adalah faktor dominan sebagai penyebab stunting
(UNICEF, 2017).

Dari penjelasan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai Faktor-faktor


yang mempengaruhi angka kejadian stunting di kabupaten Enrekang.
B. Tinjauan Pustaka
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linear yang disebabkan karena
adanya malnutrisi asupan zat gizi kronis dan atau penyakit infeksi kronis maupun
berulang yang ditunjukkan dengan nilai panjang atau tinggi badan menurut usia
kurang dari minus 2 standar deviasi median standar pertumbuhan anak WHO
(Kementerian kesehatan RI, 2018).
Stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia, juga
ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa. Hal ini dikarenakan anak stunted,
bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya (bertubuh pendek/kerdil) saja,
melainkan juga terganggu perkembangan otaknya, yang mana tentu akan sangat
mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas di
usia-usia produktif. (Sulistyawati, 2019)
Tumbuh kembang terdiri atas dua peristiwa yang sifatnya berbeda tetapi saling
berkaitan dan sulit untuk dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan ukuran, besar, jumlah
atau dimensi pada tingkat sel, organ maupun individu. Pertumbuhan bersifat
kuantitatif sehingga dapat diukur dengan satuan berat (gram, kilogram), satuan
panjang (cm, m), umur tulang, dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan
nitrogen dalam tubuh).
Perkembangan(development) adalah pertambahan kemampuan struktur dan
fungsi tubuh yang lebih kompleks. Perkembangan menyangkut adanya proses
diferensiasi sel-sel, jaringan, organ, dan sistem organ yang berkembang sedemikian
rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Pertumbuhan mempunyai
ciri- ciri khusus, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri
lama, serta munculnya ciri-ciri baru. Keunikan pertumbuhan adalah mempunyai
kecepatan yang berbeda-beda di setiap kelompok umur dan masing-masing organ juga
mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda. Terdapat 3 periode pertumbuhan cepat,
yaitu masa janin, masa bayi 0 – 1 tahun, dan masa pubertas. Proses perkembangan
terjadi secara simultan dengan pertumbuhan, sehingga setiap pertumbuhan disertai
dengan perubahan fungsi. (Sulistyawati, 2019)

Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan


organ yang dipengaruhinya. Perkembangan fase awal meliputi beberapa aspek
kemampuan fungsional, yaitu kognitif, motorik, emosi, sosial, dan bahasa.
Perkembangan pada fase awal ini akan menentukan perkembangan fase selanjutnya.
Kekurangan pada salah satu aspek perkembangan dapat mempengaruhi aspek lainnya.
(Soetjiningsih, 1998; Tanuwijaya, 2003).

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari
kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi
terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi,
kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun Balita pendek (stunted) dan
sangat pendek (severely stunted) adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau
tinggi badan (TB/U) menurut umurnya dibandingkan dengan standar baku WHO-
MGRS (Multicentre Growth Reference Study) 2006. Sedangkan defnisi stunting
menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-scorenya
kurang dari -2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari 3SD (severely stunted).
(TNP2K, 2017)

C. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan
penelitian korelasional yaitu untuk menganalisis hubungan variabel bebas dangan
variabel terikat.
2. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Rendahnya Berat Badan Baby Ketika
Lahir

Kurangnya Kebersihan Lingkungan

Kejadian Stunting pada


Jenis Kekurangan Asupan Nutrisi Bayi usia 0-59 bulan

Melewatkan Imunisasi

Tidak mendapatkan ASI Eksklusif

3. Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah semua semua balita pada usia 0-59 Bulan
yang mengalami Stunting di Kabupaten Enrekang. Sampel dalam penelitian ini
adalah ibu yang memiliki balita usia 0-59 Bulan yang mengalami Stunting di
Kabupaten Enrekang. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah
consecutive sampling.
4. Instrument Penelitian
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan lembar
kuesioner.

5. Analisis Data
Adapun analisis data pada penelitian ini sebagai berikut:
a. Analisis univariat dilakukan terhadap karakteristik responden, variabel bebas
dan variabel terikat. Pada penelitian ini, yang dilakukan uji univariat berupa
distribusi frekuensi untuk masing-masing variabel.
b. Analisis bivariat dilakukan untuk membuktikan hipotesis penelitian. Uji
statistik untuk seluruh analisis tersebut diatas dianalisis dengan tingkat
kemaknaan 95% (alpha 0,05%) dengan uji chi square.
c. Analisis multivariat digunakan melihat variabel independen yang paling
dominan berhubungan dengan kejadian Stunting pada Usia 24-59 bulan.
Variabel independen yang mempunyai nilai p < 0,25 yang diperoleh pada hasil
bivariat akan menjadi kandidat untuk analis multivariat. Uji statistik yang
digunakan adalah Multiple Logistic Regression.
DAFTAR PUSTAKA

Albar, M. A. (2019). 3.771 Balita Menderita Stunting di Enrekang, Terbesar di


Sulsel.

diambil dari :

https://makassar.tribunnews.com/2019/01/14/3771-balita-menderita-stunting-di-
enrekang-terbesar-di-sulsel.

Badan Pusat Statistik. (2017). Statistik Kesejahteraan Rayat. Jakarta.

Kementerian kesehatan RI. (2017). Buku saku pemantauan status gizi. Jakarta.

Kementerian kesehatan RI. (2018). Buku saku pemantauan status gizi. Jakarta.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Nations Children's


Fund. (2017). Laporan Baseline SDG tentang Anak-Anak di Indonesia . Jakarta:
BAPPENAS dan UNICEF.

Soetjiningsih. (1998). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

Sulistyawati, A. (2019). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting


pada balita.

Tanuwijaya, S. (2003). Konsep Umum Tumbuh Kembang. Jakarta: EGC.

TNP2K. (2017). Ringkasan Buku 100 Kabupaten/Kota Prioritas untuk Intervensi


Anak Kerdil (Stunting). Jakarta.

UNICEF. (2017). CHILD STUNTING, HIDDEN HUNGER AND HUMAN CAPITAL


IN SOUTH ASIA Implications for sustainable development post 2015 , 1.

WHO. (2017). Stunted Growth and Development. Geneva.

Anda mungkin juga menyukai