Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas nikmat dan
dengan judul “Pencegahan Dan Deteksi Dini Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas
Puskesmas Pasirlayung. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan kita,
Nabi besar Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabatnya, serta umatnya
mendapatkan bimbingan, saran, dan doa dari berbagai pihak. Atas doa dan seluruh
bantuan yang telah diberikan, semoga Allah SWT akan membalas semua amal baik
bimbingan, pengarahan, serta ilmunya yang sangat berharga dan berperan besar pada
penulisan proposal ini. Kepada Cinta Rulita, dr., sebagai dokter yang membimbing
dan selaku senior kami di Puskesmas Pasirlayung yang telah banyak memberikan
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada seluruh staff Puskesmas
Pasirlayung yang telah memberikan kami kesempatan untuk mengasah ilmu dan
ii
kemampuan kami selama 4 bulan ini. Semoga kekeluargaan dan silaturahmi yang
Istqomah dr, Rahayu Anesthesia dr, Nita Rachma dr, Anggit Tri Hartati dr, dan Bella
Yuliviasari dr.
Proposal ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu saran dan kritik
membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan kemajuan di masa yang
akan datang. Akhir kata, semoga proposal ini dapat bermanfaat baik bagi penulis
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
.2.3.5 Manifestasi Klinis Stunting ....................................................................... 28
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pemberantasan stunting untuk kegiatan gerakan nasional dilaksanakan melalui: a)
kampanye nasional dan daerah; b) advokasi dan sosialisasi lintas sektor dan lintas
lembaga; c) dialog untuk menggalang kerja sama dan kontribusi; d) pelatihan; e)
diskusi; e) intervensi kegiatan gizi langsung (spesifik); f) intervensi gizi tidak
langsung (sensitif); dan g) kegiatan lain (KEMENKES, 2018).
Menurut Allender dan Spradley (2010), penyebaran informasi melalui media
massa lebih efektif digunakan dalam penyuluhan kesehatan karena dapat menjangkau
kelompok sasaran yang luas yang sulit untuk ditemui satu persatu. Penggunaan media
poster sebagai media dalam promosi kesehatan dituntut pembuatnya memiliki ide
yang komplek dan kreatif dalam menampilkan gambar sehingga lebih menarik untuk
dibaca oleh audien, sedangkan media selebaran dapat menjangkau sasaran yang luas
dalam kegiatan promosi kesehatan. Menurut Susanti (2011) ada pengaruh signifikan
(p=0,000) setelah dilakukan intervensi pendidikan kesehatan dengan menggunakan
media leaflet dalam meningkatkan pengetahuan 81,46%.
Program pencegahan stunting dapat dilakukan dengan gerakan nasional
percepatan perbaikan gizi yang didasari oleh komitmen negara untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia agar sehat, cerdas dan produktif. Adapun sasaran
gerakan nasional ini meliputi : a) masyarakat khususnya remaja, ibu hamil, ibu
menyusui, anak di bawah usia dua tahun; b) kader-kader di masyarakat; c) perguruan
tinggi; d) pemerintah dan pemerintah daerah; e) media massa; f) dunia usaha; dan f)
lembaga swadaya masyarakat dan mitra pembangunan internasional. (KEMENKES,
2018)
2
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Geografis
Puskesmas Pasirlayung terletak di Kelurahan Pasirlayung yang sangat
strategis dimana letak puskesmas dilalui oleh 2 jalur jalan raya antar kota dengan luas
wilayah kerja 225 Ha dengan suhu udara 22oC - 32oC, kelembapan udara 76,5 – 61%.
Curah hujan 2400 mm/tahun.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 Pasirlayung 125 88 13 1 √ √ √ 10 15
Km
2 Sukapada 100.50 98 16 3 √ √ √ 20 30
Km
JUMLAH 225 186 29 - √ √ √ - -
(Sumber Data: Kecamatan Cibeunying Kidul, 2018)
4
roda 4. Lokasi rawan bencana khususnya bencana banjir di wilayah kerja adalah RW
4, RW 6, RW 7 Kelurahan Pasirlayung dan RW 6, RW 14 Kelurahan Sukapada,
dimana kelurahan ini dilalui aliran sungai yang apabila terjadi hujan lebat, terjadi
luapan air yang dapat mengakibatkan banjir.Puskesmas Pasirlayung, merupakan
puskesmas jejaring UPT Puskesmas Padasuka dan berada di dalam lingkungan
perkantoran Kelurahan Pasirlayung, terletak di Jalan Padasuka No. 146 Kelurahan
Pasirlayung Kecamatan Cibeunying Kidul. Puskesmas Pasirlayung mempunyai
wilayah kerja 2 kelurahan yaitu Kelurahan Sukapada, dan Kelurahan Pasirlayung.
Peta wilayah kerja Puskesmas Pasirlayung dapat dilihat dibawah ini
5
- Sebelah Timur : Kelurahan Jati Handap Kecamatan Mandala Jati Kota Bandung
- Sebelah Barat : Kelurahan Neglasari Kecamatan Cibeunying Kidul Kota
Bandung
2.1.2 Demografis
A. Jumlah dan komposisi penduduk berdasarkan golongan umur
6
puskesmas yaitu 30.000 jiwa. Jumlah usia produktif (15 – 49 tahun ) pria adalah
12.391 jiwa, sedangkan jumlah usia produktif wanita adalah 10.875 jiwa.
B. Tingkat Pendidikan
7
menuju hidup bersih dan sehat. Disamping itu juga akan berpengaruh terhadap
tingkat sosial ekonomi masyarakat yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pasirlayung.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini mungkin perlu adanya
peningkatan kerjasama yang lebih serius antara sektor-sektor yang terkait untuk
menangani masalah pendidikan yang ada di Indonesia sekarang ini.
Dari tabel di atas didapatkan hasil kepadatan penduduk melalui rumus jumlah
penduduk / luas wilayah (km2),dan didapatkan hasilnya 88 jiwa/km2 sedangkan nilai
pertumbuhan penduduk melalui rumus
L = Jumlah Kelahiran
M = Jumlah kematian
Po = Jumlah penduduk awal tahun
8
D. Mata Pencaharian Penduduk
9
2.1.4 Upaya Gizi Mayarakat dan Balita
A. Status Gizi
Jumlah berat bayi lahir rendah di wilayah kerja Puskesmas Pasirlayung Tahun
2018 sebanyak 2 orang, balita gizi kurang sebanyak 96 orang, dan jumlah balita gizi
buruk sebanyak 3 orang.
Tabel 2.2.7 Kondisi Status Gizi Di Wilayah Puskesmas Pasirlayung Tahun 2018
JUMLAH
NO
STATUS GIZI Pasirlayung Sukapada TOTAL
1 BBLR 2 1 2
2 Balita gizi kurang 96 72 53
3 Balita gizi buruk 3 1 5
(Sumber data :Data Primer Puskesmas Pasirlayung, 2018)
puskesmas pasirlayung.
% Cakupan balita gizi
buruk yang mendapat 100% 100% 100%
3
perawatan puskesmas
pasirlayung
(Sumber data :Data Primer Puskesmas Pasirlayung, 2018)
10
C. Cakupan MP-ASI bagi Baduta Miskin
Tabel 2.2.9 Cakupan Distribusi MP-ASI Baduta Gakin Puskesmas Pasirlayung 2018
Kelurahan
No Uraian Total Ket
Pasirlayung Sukapada
Jumlah seluruh anak usia 6 - 23 31 54
1
24 bulan keluarga miskin
Jumlah anak usia 6 - 24 bulan
2 keluarga miskin yang 3 2 5
mendapat MP-ASI
% Cakupan Distribusi MP- 13,04 % 6,45 % 9,26 %
3
ASI Baduta Gakin
(Sumber data :Data Primer Puskesmas Pasirlayung, 2018)
11
Dari tabel diatas dianalisis bahwa cakupan ASI Ekslusif Puskesmas Pasirlayung
80.39 % adanya faktor penghambat yaitu kurangnya pengetahuan ibu mengenai ASI
eksklusif, serta banyaknya ibu yang bekerja sehingga tidak lagi diberikan ASI.
12
G. Cakupan Balita Ditimbang (D/S)
Tabel 2.2.13 Cakupan Balita Ditimbang (D/S) Puskesmas Pasirlayung Tahun 2018
Kelurahan
No Uraian Total Ket
Pasirlayung Sukapada
Jumlah sasaran 1362 1326 2688
1
Balita yang ada
Jumlah Balita yang 1089 1001 2090
2
datang ditimbang
% Cakupan Balita 79,95 % 75,49 % 77,75 %
3
Ditimbang (D/S)
(Sumber data :Data Primer Puskesmas Pasirlayung, 2018)
Tabel 2.2.14 Cakupan Distribusi Kapsul Vitamin A Bagi Bayi (6 – 11 Bln) Puskesmas
Pasirlayung 2018
Kelurahan
No Uraian Total Ket
Pasirlayung Sukapada
Jumlah sasaran Bayi (6-11 142 134 276
1
bulan)
Jumlah bayi 6-11 bln yang
2 dapat kapsul 1x dengan dosis 140 130 270
13
Cakupan vitamin A Puskesmas Pasirlayung 97.83 % dikarenakan masih
banyaknya masyarakat yang enggan datang ke Posyandu sehingga anaknya tidak
mendapatkan vitamin A.
Tabel 2.2.15 Cakupan Distribusi Kapsul Vitamin A Bagi Anak Balita (12 - 59 Bulan)
Puskesmas Pasirlayung Tahun 2018
Kelurahan
No Uraian Total Ket
Pasirlayung Sukapada
Jumlah sasaran anak 1138 1044 2182
1
Balita (12-59 bulan)
Jumlah anak Balita (umur
12 - 59 bulan) yang
mendapat kapsul Vit. A 1089 977 2066
2
200.000 SI (kapsul warna
merah) pada Bulan
Februari dan Agustus
% Cakupan Distribusi 95,69 % 93,58 % 94,68 %
3
Kapsul Vit. A b
(Sumber data : Data Primer Puskesmas Pasirlayung Tahun 2018 )
Dari jumlah sasaran seluruh balita Puskesmas Pasirlayung 2182 balita yang
mendapatkan vitamin A sebanyak 2066 sekitar 94.68 % dikarenakan masih
banyaknya masyarakat yang enggan datang ke Posyandu sehingga anaknya tidak
mendapatkan vitamin A.
Dari 761 ibu hamil didapatkan 755 ibu hamil yang mendapatkan Fe sebanyak
90 tablet yaitu 99.21 %, banyaknya ibu hamil yang mendapatkan Fe disaat
14
kehamilannya dikarenakan tingginya tingkat kesadaran dan pengetahuan ibu hamil
mengenai manfaat tablet tambah darah.
Kelurahan
No Uraian Total Ket
Pasirlayung Sukapada
15
Dari tabel diatas dapat dianalisis jumlah sarana air bersih yang diperiksa
sebanyak 4784 dan jumlah sarana air yang sehat sebanyak 3447 dengan total
presentasi SAB yang memenuhi syarat sebesar 72.05 %.
16
D. Cakupan Pengawasan SPAL (Sarana Pembuangan Air Limbah)
Dari tabel diatas dapat dianalisis jumlah sarana pembuangan air limbah yang di
periksa di wilayah kerja puskesmas pasirlayung sebanyak 4784 dengan jumlah sarana
pembuangan ảir limbah yang sehat sebanyak 3577 dengan presentase SPAL yang
memenuhi syarat sebesar 74.77 %.
17
Media pendidikan kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk
menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik
itu melalui media cetak, elektronik dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat
meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya
kearah positif terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Media pendidikan kesehatan
pada hakikatnya adalah alat bantu pendidikan (AVA), alat-alat tersebut merupakan
alat untuk memudahkan penyampaian dan penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi
masyarakat.
1) Media cetak seperti booklet, leaflet, flyer (selebaran), flipchart ( lembar balik, rubrik,
poster, foto).
18
deskripsi pengolahan air di tingkat rumah tangga, deskripsi tentang diare dan
penecegahannya, dan lain- lain. Leaflet dapat diberikan atau disebarkan pada
saat pertemuan-pertemuan dilakukan seperti pertemuan FGD, pertemuan
Posyandu, kunjungan rumah, dan lain-lain. Leaflet dapat dibuat sendiri
dengan perbanyakan sederhana seperti di photo copy (Notoatmodjo, 2010).
19
Kelebihan lembar balik adalah gambar yang jelas dan dapat dilihat secara
bersama-sama, menarik dan mudah dimengerti,
e) Rubrik adalah tulisan dalam surat kabat atau majalah mengenai bahasan
suatu masalah kesehatan atau hal yang berkaitan dengan kesehatan
f) Brosur adalah suatu alat publikasi resmi dari perusahaan yang berbentuk
cetakan, yang berisi berbagai informasi mengenai suatu produk, layanan,
program dan sebagainya. Brosur berisi pesan yang selalu tunggal, dibuat
untuk menginformasikan, mengedukasi, dan membujuk atau mempengaruhi
orang.
c. Film atau video yaitu merupakan media yang dapat menyajikan pesan
bersifat fakta maupun fiktif yang dapat bersifat informatif, edukatif maupun
instruksional. Film atau video menjadi alat bantu belajar yang sangat baik,
video dan film dapat mengatasi kekurangan keterampilan dalam membaca dan
penguasaan bahasa, mengatasi keterbatasanpengelihatan, video dan film
sangat baik untuk menerangkan suatu proses dengan menggunakan
pengulangan gerakan secara lambat demi memperjelas uraian dan ilustrasi,
memikat perhatian, merangsang dan memotivasi kelompok sasaran, video dan
film sangat baik untuk menyajikan teori dan praktik, menghemat waktu untuk
melakukan penjelasan
20
3) Media papan seperti billboard.
a. Media papan disini mencakup berbagai pesan yang ditulis pada kain, papan
yang ditempel pada kendaraan umum ( mobil dan bus).
2.3 Stunting
2.3.1 Definisi
Pola pertumbuhan pasca natal anak yang normal terbagi atas fase bayi, fase
anak, dan fase pubertas.Ciri-ciri fase pertumbuhan akan jelas terlihat pada seorang
anak apabila dilakukan monitoring pertumbuhan secara teratur. Akibat adanya pola
pertumbuhan tersebut maka pada usia 2 tahun, tinggi badan rata-rata telah mencapai ±
45-50% tinggi dewasa, sedangkan pada akhir fase anak atau pada awal pubertas rata-
rata telah mencapai 80-85% tinggi dewasa (Bambang Tridjaja, 2013).
21
Tabel 2.3.1. Ciri-Ciri Fase Pertumbuhan Pasca Natal
Pada fase bayi, motor penggerak utama pertumbuhan seperti pada fase
intra uterin adalah nutrisi, well being dan IGF. Pada fase bayi, fenomena
catch-up dan catch down/lag down yang dapat terjadi pada 40%-60% bayi perlu
menjadi perhatian. Fenomena tersebut terjadi karena pada fase ini seorang
anak memprogramkan diri untuk tumbuh pada potensi genetiknya. Seorang
22
anak yang lahir dibawah potensi genetiknya akan cepat bertumbuh (catch up)
untuk memasuki lajur pertumbuhan genetiknya atau dikenal sebagai kanalisasi
(channeling), demikian sebaliknya. Fenomena catch down terjadi sejak usia 3-6
bulan dan sebagian besar sudah mencapainya pada usia 13 bulan. Sebagian besar
proses kanalisasi sudah tercapai pada usia 24 bulan. Fenomena ini tampak dari
pola pertumbuhan panjang badan, berat badan dan lingkar kepala yang seiring
menuju lajur pertumbuhan yang ideal sesuai dengan potensi genetiknya (Bambang
Tridjaja, 2013).
Pada fase anak pengaruh hormon pertumbuhan (growth hormone) sebagai
motor penggerak pertumbuhan sudah mendominasi selain hormon tiroksin.
Seorang anak yang tumbuh secara konstan pada jalur pertumbuhannya,
sangat besar kemungkinannya tidak mempunyai masalah hormonal pada
pertumbuhannya walaupun termasuk SS. Indikasi adanya masalah pertumbuhan
pada fase ini terlihat dengan adanya pergeseran persentil sehingga semakin
menjauh dari lajur genetiknya karena melambatnya kecepatan pertumbuhan.
Kecepatan pertumbuhan < 4 cm/tahun pada fase anak merupakan cut off point
(Bambang Tridjaja, 2013).
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh
faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang
paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh karenanya perlu
dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Secara lebih
detil, beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting dapat digambarkan sebagai
berikut2:
1. Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu
mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu
melahirkan. Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari
anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari
3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-
23
ASI). MP-ASI diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan.
Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MPASI juga
dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh
ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak
terhadap makanan maupun minuman (TNP2K, 2017).
4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di lapangan
menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air besar
(BAB) diruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air
minum bersih (TNP2K, 2017).
24
Gambar 2.3.1 Konsep Frame Kerja Stunting menurut WHO (Biel et al, 2018)
25
Besarnya kerugian yang ditanggung akibat stunting lantaran naiknya
pengeluaran pemerintah terutama jaminan kesehatan nasional, hal ini dikarenakan
ketika dewasa, anak yang menderita stunting mudah mengalami kegemukan sehingga
rentan terhadap serangan penyakit tidak menular seperti jantung, stroke ataupun
diabetes. Stunting juga menghambat potensi transisi demografis Indonesia dimana
rasio penduduk usia tidak bekerja terhadap penduduk usia kerja menurun
(Kemendesa PDTT), 2017).
Sebuah analisis yang dilakukan di 5 negara di Arab mendapatkan bahwa anak-
anak yang pendek memiliki resiko lebih besar dari pada anak-anak yang tidak pendek
untuk menjadi gemuk (El Taguri, 2009). Begitu pula dengan analisis terhadap data
survei nasional yang dilakukan di Rusia, Brazil, Afrika Selatan dan Cina yang
mendapatkan bahwa terdapat hubungan antara kejadian kependekan dengan
terjadinya kegemukan pada anak (Popkin, Richards & Montiero, 2011). Mekanisme
adanya hubungan ini masih belum bisa dijelaskan sepenuhnya. Salah satu teori dan
hasil studi menyebutkan bahwa pada anak yang pendek terjadi gangguan oksidasi
lemak yang menyebabkan terjadinya kegemukan pada masa yang akan datang (Utami
dan Siska, 2015). Seorang batita berusia 1 tahun yang obes jika mengalami
early adiposity rebound (sebelum usia 5,5 tahun) akan tetap obes, sedangkan batita
non-obes dengan early adiposity rebound akan mengalami overweight beberapa tahun
setelah rebound. Adipositas dini akan mempengaruhi program metabolisme lemak,
karbohidrat serta protein yang berdampak pada munculnya penyakit degeneratif di
usia dewasa (IDAI, 2015).
Stunting dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang anak terutama pada
anak berusia di bawah dua tahun. Anak-anak yang mengalami stunting pada
umumnya akan mengalami hambatan dalam perkembangan kognitif dan motoriknya
yang akan mempengaruhi produktivitasnya saat dewasa (Kemenkes, 2018) Kaitan
status motorik dengan status gizi lampau juga dijelaskan oleh Georgieff (2001)
dimana ketidakmampuan untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan optimal
merupakan keadaan malnutrisi kronik juga berkaitan dengan perkembangan otak
anak. Hal ini disebabkan oleh adanya keterlambatan kematangan sel-sel saraf
26
terutama di bagian cerebellum yang merupakan pusat koordinasi gerak motorik
sehingga koordinasi sel saraf dengan otot menjadi kurang baik. Menurut Herawati
(2009) tahapan perkembangan sel dan jaringan saraf dalam otak dibagi menjadi
beberapa tahap, diantaranya adalah: 1. Periode pertama sekitar masa kehamilan 32
minggu dan periode kedua sekitar anak berumur 15 bulan. Gizi yang cukup selama
kehamilan akan menghasilkan bayi dengan berat otak dan jumlah sel otak yang
optimal. Pada saat lahir 2/3 jumlah sel otak telah terbentuk tapi berat otak baru
mencapai sepertiganya. Hal ini memberikan indikasi bahwa sebagian besar
pembelahan sel otak terjadi pada saat janin dalam kandungan. Dalam kandungan, sel-
sel otak janin bertambah banyak dengan kecepatan sekita 250 ribu sel setiap menit. 2.
Periode kedua yang paling krusial paska kelahiran terjadi pada usia dini khususnya
pada usia 0-2 tahun. Pada masa ini selain terjadi 27 pembesaran sel otak yang amat
pesat, juga masih terjadi pembelahan sel otak untuk melanjutkan 2/3 jumlah sel otak
yang telah ternbentuk pada saat anak lahir. 3. Periode ketiga, Usia 3-6 tahun adalah
masa kritis ketiga. Pada usia ini pertumbuhan dan perkembangan juga berlangsung
pesat untuk melanjutkan dan memantapkan potensi yang sudah dibangun pada usia
sebelumnya.
Gambar 2.3.2 Skor DQ atau IQ anak-anak Jamaica berusia 9-24 bulan yang stunted dan non-
stunted dipantau sampai usia 17-18 tahun menggunakan WISC-R (Wechsler Intelligence
Scale for Children-revised) dan WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale)
27
akibat stunting pada usia 9-24 bulan, serta manfaat stimulasi program
kunjungan terhadap perbaikan DQ atau IQ, namun pada usia 17-18 tahun IQ-nya
masih tetap di bawah anak-anak yang berperawakan normal (IDAI,2015).
Pilar 1: Komitmen dan Visi Pimpinan Tertinggi Negara. Pada pilar ini,
dibutuhkan Komitmen dari Presiden/Wakil Presiden untuk mengarahkan K/L terkait
Intervensi Stunting baik di pusat maupun daerah. Selain itu, diperlukan juga adanya
penetapan strategi dan kebijakan, serta target nasional maupun daerah (baik provinsi
maupun kab/kota) dan memanfaatkan Sekretariat Sustainable Development
Goals/SDGs dan Sekretariat TNP2K sebagai lembaga koordinasi dan pengendalian
program program terkait Intervensi Stunting.
28
dan Masyarakat. Pilar ini bertujuan untuk memperkuat konvergensi, koordinasi, dan
konsolidasi, serta memperluas cakupan program yang dilakukan oleh
Kementerian/Lembaga (K/L) terkait. Di samping itu, dibutuhkan perbaikan kualitas
dari layanan program yang ada (Puskesmas, Posyandu, PAUD, BPSPAM, PKH dll)
terutama dalam memberikan dukungan kepada ibu hamil, ibu menyusui dan
balita pada 1.000 HPK serta pemberian insentif dari kinerja program Intervensi
Stunting di wilayah sasaran yang berhasil menurunkan angka stunting di wilayahnya.
Terakhir, pilar ini juga dapat dilakukan dengan memaksimalkan pemanfaatan Dana
Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Desa untuk mengarahkan pengeluaran tingkat
daerah ke intervensi prioritas Intervensi Stunting.
Pilar 5: Pemantauan dan Evaluasi. Pilar yang terakhir ini mencakup pemantauan
exposureterhadap kampanye nasional, pemahaman serta perubahan perilaku sebagai
hasil kampanye nasional stunting, pemantauan dan evaluasi secara berkala untuk
memastikan pemberian dan kualitas dari layanan program Intervensi Stunting,
pengukuran dan publikasi secara berkala hasil Intervensi Stunting dan perkembangan
anak setiap tahun untuk akuntabilitas, Result-based planning and budgeting
(penganggaran dan perencanaan berbasis hasil) program pusat dan daerah, dan
pengendalian program-program Intervensi Stunting.
29
Gambar 2.3.2 Pilar Penanganan Sunting
II. Intervensi Gizi Spesifk dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6
Bulan. Intervensi ini dilakukan melalui beberapa kegiatan yang mendorong inisiasi
menyusui dini/IMD terutama melalui pemberian ASI jolong/colostrum serta
mendorong pemberian ASI Eksklusif.
30
III. Intervensi Gizi Spesifk dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23
bulan. Intervensi ini meliputi kegiatan untuk mendorong penerusan pemberian ASI
hingga anak/bayi berusia 23 bulan. Kemudian, setelah bayi berusia diatas 6 bulan
didampingi oleh pemberian MP-ASI, menyediakan obat cacing, menyediakan
suplementasi zink, melakukan fortifkasi zat besi ke dalam makanan, memberikan
perlindungan terhadap malaria, memberikan imunisasi lengkap, serta melakukan
pencegahan dan pengobatan diare.
Intervensi Gizi Sensitif. Kerangka ini idealnya dilakukan melalui berbagai kegiatan
pembangunan diluar sektor kesehatan dan berkontribusi pada 70% Intervensi
Stunting. Sasaran dari intervensi gizi spesifk adalah masyarakat secara umum dan
tidak khusus ibu hamil dan balita pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan/HPK.
Kegiatan terkait Intervensi Gizi Sensitif dapat dilaksanakan melalui beberapa
kegiatan yang umumnya makro dan dilakukan secara lintas Kementerian dan
Lembaga. Ada 12 kegiatan yang dapat berkontribusi pada penurunan stunting melalui
Intervensi Gizi Spesifk sebagai berikut:
10. Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta gizi pada remaja.
31
11. Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin.
32
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pembahasan
Target global WHO untuk mengurangi stunting pada tahun 2025 Pada 2012,
WHO mengadopsi resolusi nutrisi ibu, bayi dan anak kecil dan menyepakati enam
target global untuk mengurangi malnutrisi (WHO 2012). Yang paling utama adalah
target untuk mengurangi 40% jumlah anak stunting di bawah usia 5 tahun pada tahun
2025. Target stunting didasarkan pada analisis data deret waktu dari 148 negara (de
Onis et al. 2013). Target global diterjemahkan menjadi pengurangan tahunan 3,9%
dan menyiratkan penurunan jumlah anak stunting dari 171 juta pada 2010 menjadi
sekitar 100 juta pada tahun 2025. Dengan laju kemajuan saat ini, akan ada 127 juta
anak yang stunting pada tahun 2025, yaitu 27 juta lebih dari target atau pengurangan
hanya 26% (de Onis et al. 2013). Agar target pengerdilan global dapat dicapai,
negara-negara diharapkan untuk menentukan bagaimana mereka akan berkontribusi
dan menetapkan target mereka sendiri.
Meskipun demikian masalah stunting di Indonesia tidak banyak mengalami
perubahan hampir selama satu dekade, dari data yang dikumpulkan berdasarkan hasil
susenas tahun 2005 angka stunting pada balita sebesar 40,34% (Depkes RI, 2008).
Riskesdas tahun 2007 mendapatkan sebanyak 36.8 % balita menderita stunting dan
pada tahunn 2010 Riskesdas tidak menunjukan perubahan yang bermakna diamana
angka jumlah stunting pada balita sebanyak 35,5% (Kemkes RI,2010) dan hasil riset
dari Riskedas 2013 stunting mencapai prevalensi 37,2% di Indonesia (Kemendesa
PDTT), 2017).
Menurut profil kesehatan jawa barat tahun 2016 yang didasarkan pada riskesdas
2013 masalah stunting/pendek pada balita menunjukkan angka rerata Jawa Barat
35,3% yang juga lebih baik dari angka nasional (37,2%). Prevalensi yang tertinggi di
Kabupaten Bandung Barat (52,5%) dan terendah di Kota Depok (25,7%). Status Gizi
Anak umur 5 – 12 tahun di Jawa Barat Prevalensi pendek pada anak umur 5-12 tahun
33
adalah 11,4% sangat pendek dan 18,2% pendek. Apabila dibandingkan antar
Kabupaten/Kota prevalensi sangat pendek terendah di Kota Depok (1,8%) dan
tertinggi di Kabupaten Garut (22,9%). Untuk prevalensi balita sangat pendek pada
usia 5-12 tahun di kota Bandung sebesar 13,4 % (Dinkes Prov. Jabar, 2016).
Sedangkan untuk wilayah kerja puskesmas pasirlayung sendiri jumlah stunting yang
terdata pada bulan januari dan februari tahun 2019 ini terdata sebanyak 21 anak.
34
Karena dalam penanganan stunting Pemerintah Indonesia merumuskan 5 pilar
penanganan stunting. Dari lima pilar tersebut kemudian dapat diaplikasikan menkjadi
intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. Intervensi gizi spesifik, antara lain;
1. Pemberian Tablet Tambah Darah untuk remaja putri, calon pengantin, ibu hamil
(suplementasi besi folat), 2. Promosi dan kampanye Tablet Tambah Darah, 3. Kelas
Ibu Hamil, 4. Pemberian kelambu berinsektisida dan pengobatan bagi ibu hamil yang
positif malaria, 5. Suplementasi vitamin A, 6. Promosi ASI Eksklusif, 7. Promosi
Makanan Pendamping-ASI, 8. Suplemen gizi mikro (Taburia), 9. Suplemen gizi
makro (PMT), 10. Promosi makanan berfortifikasi termasuk garam beryodium dan
besi, 11. Promosi dan kampanye gizi seimbang dan perubahan perilaku, 12. Tata
Laksana Gizi Kurang/Buruk, 13. Pemberian obat cacing, 14. Zinc untuk manajemen
diare (Kemkes RI, 2018)
Sedangkan intervensi gizi sensitif berupa; 1. Pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan, 2. Penyediaan air bersih dan sanitasi, 3. Pendidikan gizi masyarakat,
4. Imunisasi, 5. Pengendalian penyakit Malaria, 6. Pengendalian penyakit TB, 7.
Pengendalian penyakit HIV/AIDS, 8. Edukasi kesehatan seksual dan reproduksi pada
remaja, 9. Jaminan Kesehatan Nasional, 10. Jaminan Persalinan (Jampersal), 11.
Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga (PIS PK), 12. Nusantara
Sehat, 13. Akreditasi Puskesmas dan RS (Kemkes RI, 2018)
35
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Saran dari adanya mini project ini yaitu upaya preventif melalui promosi
kesehatan dengan media leaflet yang bertemakan deteksi dini dan pencegahan
stunting. Media leaflet diharapkan dapat disebarluaskan di wilayah kerja Puskesmas
Pasirlayung. Penyebarluasan leaflet ini seyogyanya disertai dengan penyuluhan agar
informasi tentang stunting cara deteksi dini dan pencegahannya dapat dijelaskan
secara menyeluruh, sehingga dapat merubah gaya hidup masyarakat terutama sektor-
sektor dan individu terkait.
36
DAFTAR PUSTAKA
Allender, J.A., & Spradley, B.W. (2010). Community health nursing: Promoting and
protecting the public’s health (6th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
de Onis M., Dewey K.G., Borghi E., Onyango A.W., Blössner M., Daelmans B. et al.
(2013) The World Health Organization’s global target for reducing
childhood stunting by 2025: rationale and proposed actions. Maternal &
Child Nutrition 9 (Suppl.2), 6–26
Dinkes Prov. Jabar, 2016. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2016,
Bandung
El Taguri a., Besmar F, Abdel Monem A, Betilmal I, Ricour C & Rolland Cachera
MF (2009). Stunting is a major risk factor for overweight: results from
national surveys in 5 Arab countries. East Mediterr Health J. 2009
MayJun;15(3) : 549-62
Georgieff, MK. 2001. Nutrition and Developing Brain: Nutrient Priorities and
Measurement. American Journal of Clinical Nutrition.
IDAI. 2015. Rekomendasi Praktik Pemberian Makan Berbasis Bukti pada Bayi dan
Batita di Indonesia untuk Mencegah Malnutrisi, Jakarta
kementrian desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi, 2017, buku saku
desa dalam penanganan stunting, Jakarta
Kemenkes RI, 2018. Situasi Balita Pendek (Stunting) Di Indonesia ; Buletin Jendela
Data Dan Informasi ISSN 2088-270X
Mansyur, Herawati. 2009. Psikologi Ibu dan Anak untuk Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika
Narsikhah, R (2012). Faktor resiko kejadian stunting pada balita usia 24-36 bulan di
kecamatan semarang timur. Journal UNDIP.
37
http://eprints.undip.ac.id/38427/1/464_ROUDHOTUN_NASIKHAH_
G2C008064.
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta
Popkin, B.M., Richards, M.K. & Montiero, C.A (2011). Stunting is Associated with
Overweight in Children of Four Nations That Are undergoing the Nutrition
Transition. J Nutr 1996. Downloaded from jn.nutrition.org by guest on
October 5, 2011
Utami dan Dwi. 2015. Resiko Terjadinya Kegemukan Pada Anak Usia 3-5 Tahun
Dengan Status Gizi Pendek Di Indonesia. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 14
No 3, September 2015 : 273-283
WHO (2012) Resolution WHA65.6. Maternal, infant and young child nutrition. In:
Sixty-fifth World Health Assembly, Geneva, 21–26 May. Resolutions and
decisions, annexes. World Health Organization: Geneva.
(WHA65/2012/REC/1).
38