Anda di halaman 1dari 42

KATA PENGANTAR

AssalamualaIkum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas nikmat dan

karunia serta ridhoNya-lah penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini

dengan judul “Pencegahan Dan Deteksi Dini Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas

Pasirlayung” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Intersip di

Puskesmas Pasirlayung. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan kita,

Nabi besar Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabatnya, serta umatnya

hingga akhir zaman.

Dalam proses penyusunan dan penulisan proposal ini penulis banyak

mendapatkan bimbingan, saran, dan doa dari berbagai pihak. Atas doa dan seluruh

bantuan yang telah diberikan, semoga Allah SWT akan membalas semua amal baik

yang telah dilakukan.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih dan

penghargaan kepada yang terhormat Rachmi Chasnah dr., sebagai pembimbing

internsip dan kepala Puskesmas Pasirlayung, yang telah banyak memberikan

bimbingan, pengarahan, serta ilmunya yang sangat berharga dan berperan besar pada

penulisan proposal ini. Kepada Cinta Rulita, dr., sebagai dokter yang membimbing

dan selaku senior kami di Puskesmas Pasirlayung yang telah banyak memberikan

pengarahan selama kami bertugas di Puskesmas Pasirlayung. Penulis juga ingin

mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada seluruh staff Puskesmas

Pasirlayung yang telah memberikan kami kesempatan untuk mengasah ilmu dan

ii
kemampuan kami selama 4 bulan ini. Semoga kekeluargaan dan silaturahmi yang

telah ada akan terus terjalin.

Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada teman sejawat dan

seperjuangan di Puskesmas Pasirlayung, kepada Annisa Humaira dr, Robbani

Istqomah dr, Rahayu Anesthesia dr, Nita Rachma dr, Anggit Tri Hartati dr, dan Bella

Yuliviasari dr.

Proposal ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu saran dan kritik

membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan kemajuan di masa yang

akan datang. Akhir kata, semoga proposal ini dapat bermanfaat baik bagi penulis

maupun bagi pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh.

Bandung, 20 Maret 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2 Identifikasi Masalah ....................................................................................... 2

1.3 Tujuan ............................................................................................................. 3

1.3.1 Tujuan umum ............................................................................................... 3

1.3.2 Tujuan khusus .............................................................................................. 3

1.4 Manfaat .......................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 4

2.1 Profil Puskesmas ............................................................................................ 4

2.1.1 Geografis ...................................................................................................... 4

2.1.2 Demografis ................................................................................................... 6

2.1.3 Morbiditas (Angka Kesakitan) ..................................................................... 9

2.1.4 Upaya Gizi Mayarakat dan Balita .............................................................. 10

2.1.5 Ibu Hamil ................................................................................................... 14

2.1.6 Kesehatan Lingkungan ............................................................................... 15

2.2 Promosi Kesehatan (PROMKES) ..................................................................... 17

2.3 Stunting ............................................................................................................. 21

2.3.1 Definisi ....................................................................................................... 21

2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Stunting.......................... 23

2.3.4 Dampak Stunting........................................................................................ 25

iv
.2.3.5 Manifestasi Klinis Stunting ....................................................................... 28

2.3.6 Penanganan Stunting .................................................................................. 28

BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................... 33

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 36

4.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 36

4.2 Saran .................................................................................................................. 36

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 37

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan linear adalah indikator terbaik dari kesejahteraan anak-anak dan


memberikan penanda akurat dalam ketidaksetaraan perkembangan manusia. Hal ini
menjadikan stunting diidentifikasi sebagai prioritas utama pada kesehatan global dan
fokus dari beberapa inisiatif seperti Scaling Up Nutrition , Zero Hunger Challenge
dan Nutrition for Growth Summit. WHO sendiri sebagai lembaga kesehatan dunia
menargetkan penurunan 40 % angka anak penderita stunting, dimana stunting
merupakan hal utama dari enam target nutrisi global untuk 2025 (WHO, 2016).
Masalah stunting di Indonesia tidak banyak mengalami perubahan hampir selama
satu dekade, dari data yang dikumpulkan berdasarkan hasil susenas tahun 2005 angka
stunting pada balita sebesar 40,34% (Depkes RI, 2008). Riskesdas tahun 2007
mendapatkan sebanyak 36.8 % balita menderita stunting dan pada tahunn 2010
Riskesdas tidak menunjukan perubahan yang bermakna diamana angka jumlah
stunting pada balita sebanyak 35,5% (Kemkes RI,2010) dan hasil riset dari Riskedas
2013 stunting mencapai prevalensi 37,2% di Indonesia (Kemendesa PDTT), 2017).
Stunting pada anak mencerminkan kondisi gagal tumbuh pada anak Balita
(Bawah 5 Tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis, sehingga anak menjadi terlalu
pendek untuk usianya. Kekurangan gizi kronis terjadi sejak bayi dalam kandungan
hingga usia dua tahun. Dengan demikian periode 1000 hari pertama kehidupan
seyogyanya mendapat perhatian khusus karena menjadi penentu tingkat pertumbuhan
fisik, kecerdasan, dan produktivitas seseorang di masa depan (TNP2K, 2017). Hasil
riset Bank Dunia menggambarkan kerugian akibat stunting mencapai 3—11% dari
Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Dengan nilai PDB 2015 sebesar Rp11.000
Triliun, kerugian ekonomi akibat stunting di Indonesia diperkirakan mencapai
Rp300-triliun—Rp1.210 triliun per tahun (Kemendesa PDTT), 2017).

1
Pemberantasan stunting untuk kegiatan gerakan nasional dilaksanakan melalui: a)
kampanye nasional dan daerah; b) advokasi dan sosialisasi lintas sektor dan lintas
lembaga; c) dialog untuk menggalang kerja sama dan kontribusi; d) pelatihan; e)
diskusi; e) intervensi kegiatan gizi langsung (spesifik); f) intervensi gizi tidak
langsung (sensitif); dan g) kegiatan lain (KEMENKES, 2018).
Menurut Allender dan Spradley (2010), penyebaran informasi melalui media
massa lebih efektif digunakan dalam penyuluhan kesehatan karena dapat menjangkau
kelompok sasaran yang luas yang sulit untuk ditemui satu persatu. Penggunaan media
poster sebagai media dalam promosi kesehatan dituntut pembuatnya memiliki ide
yang komplek dan kreatif dalam menampilkan gambar sehingga lebih menarik untuk
dibaca oleh audien, sedangkan media selebaran dapat menjangkau sasaran yang luas
dalam kegiatan promosi kesehatan. Menurut Susanti (2011) ada pengaruh signifikan
(p=0,000) setelah dilakukan intervensi pendidikan kesehatan dengan menggunakan
media leaflet dalam meningkatkan pengetahuan 81,46%.
Program pencegahan stunting dapat dilakukan dengan gerakan nasional
percepatan perbaikan gizi yang didasari oleh komitmen negara untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia agar sehat, cerdas dan produktif. Adapun sasaran
gerakan nasional ini meliputi : a) masyarakat khususnya remaja, ibu hamil, ibu
menyusui, anak di bawah usia dua tahun; b) kader-kader di masyarakat; c) perguruan
tinggi; d) pemerintah dan pemerintah daerah; e) media massa; f) dunia usaha; dan f)
lembaga swadaya masyarakat dan mitra pembangunan internasional. (KEMENKES,
2018)

1.2 Identifikasi Masalah

Kurangnya pengetahuan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Pasirlayung


mengenai cara deteksi dini serta pencegahan stunting

2
1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum


Meningkatkan pengetahuan masyarakat cara deteksi dini stunting serta
pencegahannya melalui media penyuluhan di wilayah kerja Puskesmas Pasirlayung.

1.3.2 Tujuan khusus


Mengurangi angka stunting di wilayah kerja Puskesmas Pasirlayung melalui
perubahan prilaku dikarenakan peningkatan pengetahuan masyarakat dalam hal cara
pendeteksian dini dan pencegahannya.

1.4 Manfaat

1. Makalah ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan merubah prilaku


masyarakat mengenai cara deteksi dini dan pencegahan awal stunting di wilayah kerja
Puskesmas Pasirlayung.

2. Makalah ini diharapkan dapat membatu menurunkan angka stunting terutama di


wilayah kerja Puskesmas Pasirlayung.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil Puskesmas

2.1.1 Geografis
Puskesmas Pasirlayung terletak di Kelurahan Pasirlayung yang sangat
strategis dimana letak puskesmas dilalui oleh 2 jalur jalan raya antar kota dengan luas
wilayah kerja 225 Ha dengan suhu udara 22oC - 32oC, kelembapan udara 76,5 – 61%.
Curah hujan 2400 mm/tahun.

Tabel 2.2.1 Situasi Geografis di Wilayah Puskesmas Pasirlayung Tahun 2018


NO KELURAHAN LUAS JML JML Jarak Kondisi Rata-rata Ket
WIL RT RW Keterjangkauan tempuh
(Ha) Terja Roda Roda Jalan Roda Roda
uh 2 4 Kaki 2 4
(Km)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 Pasirlayung 125 88 13 1 √ √ √ 10 15
Km
2 Sukapada 100.50 98 16 3 √ √ √ 20 30
Km
JUMLAH 225 186 29 - √ √ √ - -
(Sumber Data: Kecamatan Cibeunying Kidul, 2018)

Kondisi geografis di wilayah kerja Puskesmas Pasirlayung sebagian besar


berupa daerah perbukitan dan sebagian kecil berupa daerah yakni di RW 1, RW 2,
RW 3, RW 4, RW 5 Kelurahan Sukapada dan RW 9, RW 10, RW 11 Kelurahan
Pasirlayung. Jarak tempuh terjauh dari dari Puskesmas Pasirlayung ke wilayah kerja
yaitu + 3 Km (Sukapada), namun semua masyarakat dapat menjangkau puskesmas
dengan relatif mudah, baik dengan jalan kaki, kendaraan roda dua maupun kendaran

4
roda 4. Lokasi rawan bencana khususnya bencana banjir di wilayah kerja adalah RW
4, RW 6, RW 7 Kelurahan Pasirlayung dan RW 6, RW 14 Kelurahan Sukapada,
dimana kelurahan ini dilalui aliran sungai yang apabila terjadi hujan lebat, terjadi
luapan air yang dapat mengakibatkan banjir.Puskesmas Pasirlayung, merupakan
puskesmas jejaring UPT Puskesmas Padasuka dan berada di dalam lingkungan
perkantoran Kelurahan Pasirlayung, terletak di Jalan Padasuka No. 146 Kelurahan
Pasirlayung Kecamatan Cibeunying Kidul. Puskesmas Pasirlayung mempunyai
wilayah kerja 2 kelurahan yaitu Kelurahan Sukapada, dan Kelurahan Pasirlayung.
Peta wilayah kerja Puskesmas Pasirlayung dapat dilihat dibawah ini

Gambar 2.1Peta Wilayah Kerja Puskesmas Pasirlayung

Batas wilayah kerja Puskesmas Pasirlayung sesuai dengan wilayah Kecamatan


Cibeunying Kidul yaitu:
- Sebelah Utara : Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung
- Sebelah Selatan : Kelurahan Padasuka Kecamatan Cibeunying Kidul Kota
Bandung

5
- Sebelah Timur : Kelurahan Jati Handap Kecamatan Mandala Jati Kota Bandung
- Sebelah Barat : Kelurahan Neglasari Kecamatan Cibeunying Kidul Kota
Bandung

2.1.2 Demografis
A. Jumlah dan komposisi penduduk berdasarkan golongan umur

Tabel 2.2.2 Jumlah Penduduk dan Komposisi Penduduk di Wilayah Puskesmas


Pasirlayung Tahun 2018
JUMLAH PENDUDUK
Laki-laki Perempuan
Ju Ju
Kel Ju
ml ml
ura 1 mla
ah 10 15 35 ah
ha 5- > 0- 5- 0- 15- 35- >5 h
Pd 0-4 - - - La
n 9 50 4 9 1 34 49 0 Per
dk 14 34 49 ki-
4 em
la
uan
ki
Pas 842 78 78 39 23 15 10 83 80 8 368 218 135 967
irla 5 7 42 53 80 28 5 5 0 9 4 7 1
yu 199 9 1
ng 60
Su 862 59 67 34 26 22 10 79 56 6 276 224 231 934
ka 5 1 81 15 21 44 0 0 4 0 2 5 5
pa 197 5 3
da 90
JU 397 1704 13 14 74 49 38 20 16 13 2 644 442 367 190
M 50 80 58 23 68 01 73 25 65 2 9 6 2 16
LA 4 4
H 5
(Sumber data : Data Primer Puskesmas pasirlayung , 2018)

Jumlah penduduk yang berada di wilayah kerja Puskesmas Pasirlayung adalah


39.750 jiwa, jumlah ini melampaui batas jumlah penduduk yang dilayani oleh satu

6
puskesmas yaitu 30.000 jiwa. Jumlah usia produktif (15 – 49 tahun ) pria adalah
12.391 jiwa, sedangkan jumlah usia produktif wanita adalah 10.875 jiwa.

B. Tingkat Pendidikan

Tabel 2.2.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan yang ditamatkan Di


Wilayah Puskesmas Pasirlayung Tahun 2018

Pendidikan Jumlah Penduduk


No
Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Tidak / Belum Sekolah 1911 1759 3670


2 Tidak Tamat SD 889 812 1701
3 Belum Tamat SD 2476 1758 4234
4 Tamat SD 2988 2564 5552
5 SLTP 3443 3041 6484
6 SLTA 4875 4620 9495
7 Akademi/ Sederajat 2190 2419 4609
8 Sarjana/Pascasarjana 2101 2042 4143
JUMLAH 20.873 19.015 39.888
(Sumber data : Data Primer Puskesmas pasirlayung, 2018)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat proporsi pendidikan penduduk yang


terbesar adalah SLTA yaitu sebanyak 3932 orang. sedangkan yang paling sedikit
adalah proporsi pendidikan belum tamat Sekolah Dasar yaitu sebanyak 1588 orang
dan masih banyaknya angka pendidikan tidak tamat SD yaitu sebesar 1662 orang. Hal
ini mungkin disebabkan antara lain karena masih ada sebagian besar penduduk di
wilayah kerja Puskesmas Pasirlayung berada dibawah garis kemiskinan, sedangkan
dari tahun ke-tahun biaya pendidikan semakin mahal sehingga mereka tidak mampu
untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka ke jenjang yang lebih tinggi. Ini juga
tentunya akan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan dan penyerapan informasi
terutama informasi kesehatan yang berdampak kepada perubahan perilaku untuk

7
menuju hidup bersih dan sehat. Disamping itu juga akan berpengaruh terhadap
tingkat sosial ekonomi masyarakat yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pasirlayung.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini mungkin perlu adanya
peningkatan kerjasama yang lebih serius antara sektor-sektor yang terkait untuk
menangani masalah pendidikan yang ada di Indonesia sekarang ini.

C. Pertumbuhan Penduduk dan Persebarannya

Tabel 2.2.4 Pertumbuhan dan Persebaran Penduduk di Wilayah kerja Puskesmas


Pasirlayung tahun 2018
No Kelurahan Jumlah Rata-rata Kepadatan Pertumbuhan
Rumah Jiwa/KK Penduduk Penduduk
Tangga (KK) (KM2)

1 Pasirlayung 5861 3 159 96%


jiwa/km2

2 Sukapada 8380 2 196 88%


jiwa/km2

JUMLAH 14241 92%

(Sumber data : Data Primer Puskesmas Pasirlayung, 2018)

Dari tabel di atas didapatkan hasil kepadatan penduduk melalui rumus jumlah
penduduk / luas wilayah (km2),dan didapatkan hasilnya 88 jiwa/km2 sedangkan nilai
pertumbuhan penduduk melalui rumus

L = Jumlah Kelahiran
M = Jumlah kematian
Po = Jumlah penduduk awal tahun

8
D. Mata Pencaharian Penduduk

Tabel 2.2.5 Distribusi Produktivitas Penduduk Menurut Mata Pencaharian


Di Wilayah Puskesmas Pasirlayung Tahun 2018
Jumlah
Jenis Mata
No Kelurahan Kelurahan
Pencaharian Jumlah
Pasirlayung Sukapada
1 Pegawai Negeri 910
2 TNI/POLRI 134
3 Pegawai Swasta 1967
4 Dagang 1854
5 Tani 34
6 Pensiunan 946
7 Lain-lain 14.111
Jumlah 19956
(Sumber data : Data Primer Puskesmas Pasirlaung, 2018)

Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian yang terbanyak adalah yang


bermata pencaharian sebagai Pegawai Swasta yaitu sebanyak 6.647 orang atau
32.74% dari jumlah penduduk yang bekerja, Sedangkan yang termasuk bermata
pencaharian lain-lain terdiri dari penduduk yang belum mempunyai pekerjaan,
pekerjaan tidak tetap atau sebagai buruh harian sebanyak 4.267 orang.

2.1.3 Morbiditas (Angka Kesakitan)


A. Jumlah Balita Stunting

Tabel 2.2.6 Jumlah Balita Stunting Bulan Januari-Februari 2019 Di Wilayah


Puskesmas Pasirlayung
No Balita Stunting (Januari) Balita stunting (Februari) Jumlah
1 13 8 21
(Sumber data :Data Primer Puskesmas Pasirlayung, 2019)

9
2.1.4 Upaya Gizi Mayarakat dan Balita
A. Status Gizi

Jumlah berat bayi lahir rendah di wilayah kerja Puskesmas Pasirlayung Tahun
2018 sebanyak 2 orang, balita gizi kurang sebanyak 96 orang, dan jumlah balita gizi
buruk sebanyak 3 orang.
Tabel 2.2.7 Kondisi Status Gizi Di Wilayah Puskesmas Pasirlayung Tahun 2018
JUMLAH
NO
STATUS GIZI Pasirlayung Sukapada TOTAL
1 BBLR 2 1 2
2 Balita gizi kurang 96 72 53
3 Balita gizi buruk 3 1 5
(Sumber data :Data Primer Puskesmas Pasirlayung, 2018)

B. Cakupan Balita Gizi Buruk yang Mendapat Perawatan

Tabel 2.2.8 Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan Puskesmas


Pasirlayung Tahun 2018
Kelurahan
No Uraian Total Ket
Pasirlayung Sukapada
Jumlah seluruh balita gizi 3 1 4
1
buruk
Jumlah balita gizi buruk
2 yg mendapat perawatan 3 1 4

puskesmas pasirlayung.
% Cakupan balita gizi
buruk yang mendapat 100% 100% 100%
3
perawatan puskesmas
pasirlayung
(Sumber data :Data Primer Puskesmas Pasirlayung, 2018)

10
C. Cakupan MP-ASI bagi Baduta Miskin

Di wilayah kerja Puskesmas Pasirlayung terdapat 54 anak yang berasal dari


keluarga miskin namun yang mendapatkan MP-ASI bagi Baduta miskin baru sekitar
2, 3 %. dari 54 baduta keluarga miskin yang terdapat di wilayah Puskesmas
Pasirlayung di tahun 2018 sebanyak 9.26 % mendapat MP-ASI.

Tabel 2.2.9 Cakupan Distribusi MP-ASI Baduta Gakin Puskesmas Pasirlayung 2018
Kelurahan
No Uraian Total Ket
Pasirlayung Sukapada
Jumlah seluruh anak usia 6 - 23 31 54
1
24 bulan keluarga miskin
Jumlah anak usia 6 - 24 bulan
2 keluarga miskin yang 3 2 5

mendapat MP-ASI
% Cakupan Distribusi MP- 13,04 % 6,45 % 9,26 %
3
ASI Baduta Gakin
(Sumber data :Data Primer Puskesmas Pasirlayung, 2018)

D.Cakupan ASI Ekslusif

Tabel 2.2.10 Cakupan Asi Eksklusif Puskesmas Pasirlayung Tahun 2018


Kelurahan
No Uraian Total Ket
Pasirlayung Sukapada

1 Jumlah bayi umur 6 bulan 26 25 51

Jumlah bayi umur 0- 6 22 19 41


2
bulan dengan ASI Esklusif

3 % Cakupan ASI Eksklusif 84,6 % 76 % 80,39 %

(Sumber data :Data Primer Puskesmas Pasirlayung, 2018)

11
Dari tabel diatas dianalisis bahwa cakupan ASI Ekslusif Puskesmas Pasirlayung
80.39 % adanya faktor penghambat yaitu kurangnya pengetahuan ibu mengenai ASI
eksklusif, serta banyaknya ibu yang bekerja sehingga tidak lagi diberikan ASI.

E. Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI)

Tabel 2.2.11 Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) Puskesmas


Pasirlayung Tahun 2018
Kelurahan
Total Ket
No Uraian Pasirlayung Sukapada
1 Jumlah seluruh Desa/Kelu-
1 1 2
rahan
2 Jumlah Desa/Kelurahan UCI 1 1 2
3 % Cakupan Desa/Kelurahan
Universal Child Immuni-
100 % 100% 100%
zation (UCI)

(Sumber data :Data Primer Puskesmas Pasirlayung, 2018)

F. Cakupan Keluarga Sadar Gizi

Tabel 2.2.12 Keluarga Sadar Gizi Puskesmas Pasirlayung Tahun 2018


Kelurahan
No Uraian Total Ket
Pasirlayung Sukapada
Jumlah sasaran Keluarga 5018 5362 10.380
1
yang ada
Jumlah Keluarga yang sadar 2917 4456 7.373
2
Gizi di wilayaha kerja
% Cakupan Keluarga Sadar 58,1 % 83,1 % 71,03 %
3
Gizi
(Sumber data :Data Primer Puskesmas Pasirlayung, 2018)

12
G. Cakupan Balita Ditimbang (D/S)

Tabel 2.2.13 Cakupan Balita Ditimbang (D/S) Puskesmas Pasirlayung Tahun 2018

Kelurahan
No Uraian Total Ket
Pasirlayung Sukapada
Jumlah sasaran 1362 1326 2688
1
Balita yang ada
Jumlah Balita yang 1089 1001 2090
2
datang ditimbang
% Cakupan Balita 79,95 % 75,49 % 77,75 %
3
Ditimbang (D/S)
(Sumber data :Data Primer Puskesmas Pasirlayung, 2018)

Cakupan D/S Puskesmas Pasirlayung sekitar 77.75 % dikarenakan masih


banyaknya orang tua yang tidak paham mengenai pentingnya pemantauan
pertumbuhan anak di Posyandu, serta kesibukan kedua orangtua akibat bekerja,
sehingga anak tersebut tidak ada yang menemani ke posyandu.

H. Cakupan Distribusi Kapsul Vitamin A Bagi Bayi (6 - 11 bulan)

Tabel 2.2.14 Cakupan Distribusi Kapsul Vitamin A Bagi Bayi (6 – 11 Bln) Puskesmas
Pasirlayung 2018
Kelurahan
No Uraian Total Ket
Pasirlayung Sukapada
Jumlah sasaran Bayi (6-11 142 134 276
1
bulan)
Jumlah bayi 6-11 bln yang
2 dapat kapsul 1x dengan dosis 140 130 270

100.000 SI (kapsul biru)


Vitamin A bagi bayi (6-11 98,59 % 97,01 % 97,83 %
3
bulan)
(Sumber data :Data Primer Puskesmas Pasirlayung, 2018)

13
Cakupan vitamin A Puskesmas Pasirlayung 97.83 % dikarenakan masih
banyaknya masyarakat yang enggan datang ke Posyandu sehingga anaknya tidak
mendapatkan vitamin A.

I. Cakupan Distribusi Kapsul Vitamin A Bagi Anak Balita (12 - 59 bulan)

Tabel 2.2.15 Cakupan Distribusi Kapsul Vitamin A Bagi Anak Balita (12 - 59 Bulan)
Puskesmas Pasirlayung Tahun 2018
Kelurahan
No Uraian Total Ket
Pasirlayung Sukapada
Jumlah sasaran anak 1138 1044 2182
1
Balita (12-59 bulan)
Jumlah anak Balita (umur
12 - 59 bulan) yang
mendapat kapsul Vit. A 1089 977 2066
2
200.000 SI (kapsul warna
merah) pada Bulan
Februari dan Agustus
% Cakupan Distribusi 95,69 % 93,58 % 94,68 %
3
Kapsul Vit. A b
(Sumber data : Data Primer Puskesmas Pasirlayung Tahun 2018 )

Dari jumlah sasaran seluruh balita Puskesmas Pasirlayung 2182 balita yang
mendapatkan vitamin A sebanyak 2066 sekitar 94.68 % dikarenakan masih
banyaknya masyarakat yang enggan datang ke Posyandu sehingga anaknya tidak
mendapatkan vitamin A.

2.1.5 Ibu Hamil

A. Cakupan Distribusi Tablet Fe 90 Tablet Pada Ibu Hamil

Dari 761 ibu hamil didapatkan 755 ibu hamil yang mendapatkan Fe sebanyak
90 tablet yaitu 99.21 %, banyaknya ibu hamil yang mendapatkan Fe disaat

14
kehamilannya dikarenakan tingginya tingkat kesadaran dan pengetahuan ibu hamil
mengenai manfaat tablet tambah darah.

Tabel 2.2.16 Cakupan Distribusi Tablet Fe 90 Tablet Pada Ibu Hamil

Kelurahan
No Uraian Total Ket
Pasirlayung Sukapada

1 Jumlah sasaran ibu hamil 375 386 761

Jumlah ibu hamil yang


mendapat 90 TTD (Fe3) 370 385 755
2
sampai dengan bulan berjalan
(kumulatif)
% Cakupan Distribusi Tablet 98,67 % 99,74 % 99,21 %
3
Fe 90 tablet pada ibu hamil
(Sumber data : Puskesmas Pasirlayung Tahun 2018 )

2.1.6 Kesehatan Lingkungan

A. Cakupan Pengawasan Sarana Air Bersih (SAB)

Tabel 2.2.17 Cakupan Pengawasan Sarana Air Bersih Puskesmas Pasirlayung


Kelurahan
No Uraian Pasirlayung Sukapada Total
1 Jumlah Sarana Air Bersih Yang 3023 2758 5781
Ada
2 Jumlah Sarana air Bersih Yang 2280 2504 4784
Diperiksa
3 Jumlah Sarana Air Yang Sehat 1637 1810 3447

% Jumlah SAB memenuhisyarat 71,7 % 72,3 % 72,05 %

(Sumber data :Data Primer Puskesmas Pasirlayung, 2018)

15
Dari tabel diatas dapat dianalisis jumlah sarana air bersih yang diperiksa
sebanyak 4784 dan jumlah sarana air yang sehat sebanyak 3447 dengan total
presentasi SAB yang memenuhi syarat sebesar 72.05 %.

B. Cakupan Pengawasan Jamban

Tabel 2.2.18 Cakupan Pengawasan Jamban Puskesmas Pasirlayung Tahun 2018


Kelurahan
No Uraian Total Ket
Pasirlayung Sukapada

1 Jumlah JAGA Yang Ada 4063 4419 8482

2 Jumlah JAGA Yang Diperiksa 2280 2504 4784

3 Jumlah JAGA Yang Sehat 1618 1793 3411

% JAGA Memenuhi Syarat 70,9 % 71,6 % 71,3 %

(Sumber data :Data Primer Puskesmas Pasirlayung, 2018)

C. Cakupan Sarana Pembuangan Sampah

Tabel 2.2.19 Jumlah Inspeksi Sanitasi Sarana Pembuangan Sampah Puskesmas


Pasirlayung
Kelurahan Total Ket
No Uraian Pasirlayung Sukapada dst
1 Jumlah RW yang ada 13 16 29
2 Jumlah Kelurahan yang
2 2 4
melaksanakan STBM
3 % kelurahan yang yang
melaksanakan sanitasi total 15.38% 12.5% 13.94%
berbasis masyarakat
(Sumber data: Puskesmas Pasirlayung Tahun 2018 )

16
D. Cakupan Pengawasan SPAL (Sarana Pembuangan Air Limbah)

Dari tabel diatas dapat dianalisis jumlah sarana pembuangan air limbah yang di
periksa di wilayah kerja puskesmas pasirlayung sebanyak 4784 dengan jumlah sarana
pembuangan ảir limbah yang sehat sebanyak 3577 dengan presentase SPAL yang
memenuhi syarat sebesar 74.77 %.

Tabel 2.2.20 Cakupan Pengawasan SPAL (Sarana Pembuangan Air Limbah)


Puskesmas Pasirlayung Tahun 2018
Kelurahan
No Uraian Total Ket
Pasirlayung Sukapada
Jumlah Sarana Pembuangan 3729 4301 8030
1
Air Limbah Yang Ada
Jumlah Sarana Pembuangan 2280 2504 4784
2
Air Limbah Yang Diperiksa
Jumlah Sarana Pembuangan 1659 1918 3577
3
Air Limbah Yang Sehat

% SPAL Memenuhi Syarat 72,8 % 76,6 % 74,77 %

(Sumber data : Puskesmas Pasirlayung Tahun 2018 )

2.2 Promosi Kesehatan (PROMKES)

2.2.1 Promosi Kesehatan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114 /MENKES/SK/VII/2005


tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, promosi kesehatan
adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran
dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri,
serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial
budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.

2.2.2 Media Promosi Kesehatan

17
Media pendidikan kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk
menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik
itu melalui media cetak, elektronik dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat
meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya
kearah positif terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Media pendidikan kesehatan
pada hakikatnya adalah alat bantu pendidikan (AVA), alat-alat tersebut merupakan
alat untuk memudahkan penyampaian dan penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi
masyarakat.

Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan (media) maka


dapat dibagi menjadi 3 yakni:

1) Media cetak seperti booklet, leaflet, flyer (selebaran), flipchart ( lembar balik, rubrik,
poster, foto).

a) Poster adalah sehelai kertas atau papan yang berisikan gambargambar


dengan sedikit kata-kata. Kata- kata dalam poster harus jelas artinya, tepat
pesannya dan dapat dengan mudah dibaca pada jarak kurang lebih 6 meter.
Poster biasanya ditempelkan pada suatu tempat yang mudah dilihat dan
banyak dilalui orang misalnya di dinding balai desa, pinggir jalan, papan
pengumuman, dan lain- lain. Gambar dalam poster dapat berupa lukisan,
ilustrasi, kartun, gambar atau photo. Poster terutama dibuat untuk
mempengaruhi orang banyak, memberikan pesan singkat. Karena itu cara
pembuatannya harus menarik, sederhana dan hanya berisikan satu ide atau
satu kenyataan saja. Poster yang baik adalah poster yang mempunyai daya
tinggal lama dalam ingatan orang yang melihatnya serta dapat mendorong
untuk bertindak

b) Leaflet adalah selembaran kertas yang berisi tulisan dengan kalimat-


kalimat yang singkat, padat, mudah dimengerti dan gambar-gambar yang
sederhana. Ada beberapa yang disajikan secara berlipat. Leaflet digunakan
untuk memberikan keterangan singkat tentang suatu masalah, misalnya

18
deskripsi pengolahan air di tingkat rumah tangga, deskripsi tentang diare dan
penecegahannya, dan lain- lain. Leaflet dapat diberikan atau disebarkan pada
saat pertemuan-pertemuan dilakukan seperti pertemuan FGD, pertemuan
Posyandu, kunjungan rumah, dan lain-lain. Leaflet dapat dibuat sendiri
dengan perbanyakan sederhana seperti di photo copy (Notoatmodjo, 2010).

c) Booklet, media cetak yang berbentuk buku kecil. Terutama digunakan


untuk topik dimana terdapat minat yang cukup tinggi terhadap suatu
kelompok sasaran. Ciri lain dari booklet adalah : Berisi informasi pokok
tentang hal yang dipelajari, Ekonomis dalam arti waktu dalam memperoleh
informasi, Memungkinkan seseorang mendapat informasi dengan caranya
sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dengan booklet ada
beberapa hal antara lain booklet itu sendiri, faktor-faktor atau kondisi
lingkungan juga kondisi individual penderita. Oleh karena itu dalam
pemakaiannya perlu mempertimbangkan kemampuan baca seseorang, kondisi
fisik maupun psikologis penderita dan juga faktor lingkungan dimana
penderita itu berada. Di samping itu perlu pula diketahui kelemahan yang ada,
oleh karena kadang informasi dalam booklet tersebut telah kadaluwarsa. Dan
pada suatu tujuan instruksional tertentu booklet tidak tepat dipergunakan.

d) Flipchart ( lembar balik) adalah media penyampaian pesan atau informasi


kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya didalam setiap lembaran buku
berisi gambar peragaan dan dibaliknya terdapat kalimat yang berisi pesan-
pesan dan informasi yang berkaitan dengan gambar tersebut. Lembaran balik
akan memudahkan pekerjaan untuk menerangkan dan memberikan informasi
dengan gambar tahap demi tahap. Setiap tahapan memiliki satu gambar yang
bernomor setelah selesai menyelesaikan isi satu nomor maka lembaran
bergambar tersebut dibalikkan begitu sampai seterusnya hingga akhir
Sekumpulan lembaran balik merupakan suatu pelajaran atau informasi yang
lengkap sehingga akan dapat dipilih untuk segera digunakan seperlunya.

19
Kelebihan lembar balik adalah gambar yang jelas dan dapat dilihat secara
bersama-sama, menarik dan mudah dimengerti,

e) Rubrik adalah tulisan dalam surat kabat atau majalah mengenai bahasan
suatu masalah kesehatan atau hal yang berkaitan dengan kesehatan

f) Brosur adalah suatu alat publikasi resmi dari perusahaan yang berbentuk
cetakan, yang berisi berbagai informasi mengenai suatu produk, layanan,
program dan sebagainya. Brosur berisi pesan yang selalu tunggal, dibuat
untuk menginformasikan, mengedukasi, dan membujuk atau mempengaruhi
orang.

2) Media elektronik yaitu televisi, film atau video dan radio.

a. Televisi yaitu media penyampaian pesan atau informasi melalui media


televisi dapat bentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi atau tanya jawab yang
berkaitan dengan masalah kesehatan, pidato, TV spot, qiuz atau cerdas cermat
dan sebagainya.

b. Radio yaitu penyampaian pesan atau informasi melalui berbagai obrolan


seperti tanya jawab, sandiwara, ceramah, radio spot dan sebagainya

c. Film atau video yaitu merupakan media yang dapat menyajikan pesan
bersifat fakta maupun fiktif yang dapat bersifat informatif, edukatif maupun
instruksional. Film atau video menjadi alat bantu belajar yang sangat baik,
video dan film dapat mengatasi kekurangan keterampilan dalam membaca dan
penguasaan bahasa, mengatasi keterbatasanpengelihatan, video dan film
sangat baik untuk menerangkan suatu proses dengan menggunakan
pengulangan gerakan secara lambat demi memperjelas uraian dan ilustrasi,
memikat perhatian, merangsang dan memotivasi kelompok sasaran, video dan
film sangat baik untuk menyajikan teori dan praktik, menghemat waktu untuk
melakukan penjelasan

20
3) Media papan seperti billboard.

a. Media papan disini mencakup berbagai pesan yang ditulis pada kain, papan
yang ditempel pada kendaraan umum ( mobil dan bus).

2.3 Stunting

2.3.1 Definisi

Stunting/pendek merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya


pertumbuhan karena malnutrisi dalam jangka waktu yang lama. Menurut Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropo-
metri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah status
gizi yang didasarkan pada Indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi
Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan istilah stunted (pendek) dan severely
stunted (sangat pendek). Balita pendek adalah balita dengan status gizi berdasarkan
panjang atau tinggi badan menurut umur bila dibandingkan dengan standar baku
WHO, nilai Zscorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat pendek jika nilai
Zscorenya kurang dari -3SD (Kemenkes,RI 2016). Pada perawakan pendek, dengan
tinggi badan antara -2SD dan -3SD kira-kira 80% adalah varian normal. Sedangkan
bila tinggi badan >-3SD maka kemungkinan patologis adalah 80%. Menentukan
etiologi short stature (SS) yang tepat akan menentukan apakah pasien tersebut perlu
dirujuk (patologis) ke ahli endokrin anak atau tidak (SS varian normal/fisiologis)
(Bambang Tridjaja, 2013).

2.3.2 Pola Pertumbuhan

Pola pertumbuhan pasca natal anak yang normal terbagi atas fase bayi, fase
anak, dan fase pubertas.Ciri-ciri fase pertumbuhan akan jelas terlihat pada seorang
anak apabila dilakukan monitoring pertumbuhan secara teratur. Akibat adanya pola
pertumbuhan tersebut maka pada usia 2 tahun, tinggi badan rata-rata telah mencapai ±
45-50% tinggi dewasa, sedangkan pada akhir fase anak atau pada awal pubertas rata-
rata telah mencapai 80-85% tinggi dewasa (Bambang Tridjaja, 2013).

21
Tabel 2.3.1. Ciri-Ciri Fase Pertumbuhan Pasca Natal

Bayi  Fase deselerasi TB usia 1 tahun= 1½


 Kecepatan pertumbuhan tahun panjang lahir.
pertama 20-25 cm/tahun
 Kecepatan pertumbuhan tahun
kedua 10-13 cm/tahun
 Adanya fenomena catch up atau
catch down menuju potensi
genetk tnggi badan
 terjadi crossing percentles
Anak  Lanjutan fase deselerasi (hingga usia TB usia 4 tahun: 2x
3 tahun) panjang lahir
 Selanjutnya kecepatan pertumbuhan TB menjelang pubertas
stabil selama usia prepubertas (80-85% TB dewasa)
 Tidak ada crossing percentles, kecuali
pada prepubertal dip
Pubertal  Akselerasi pertumbuhan (growth Akselerasi Partumbu-
spurt) han maksimal :
 Deselerasi pertumbuhan setelah Lelaki 11-12 cm/th
terjadi akselerasi pertumbuhan Perempuan 8-9 cm/th
maksimal
 Akhir pertumbuhan linear
 Bisa terjadi crossing percentles
(Bambang Tridjaja, 2013)

Pada fase bayi, motor penggerak utama pertumbuhan seperti pada fase
intra uterin adalah nutrisi, well being dan IGF. Pada fase bayi, fenomena
catch-up dan catch down/lag down yang dapat terjadi pada 40%-60% bayi perlu
menjadi perhatian. Fenomena tersebut terjadi karena pada fase ini seorang
anak memprogramkan diri untuk tumbuh pada potensi genetiknya. Seorang

22
anak yang lahir dibawah potensi genetiknya akan cepat bertumbuh (catch up)
untuk memasuki lajur pertumbuhan genetiknya atau dikenal sebagai kanalisasi
(channeling), demikian sebaliknya. Fenomena catch down terjadi sejak usia 3-6
bulan dan sebagian besar sudah mencapainya pada usia 13 bulan. Sebagian besar
proses kanalisasi sudah tercapai pada usia 24 bulan. Fenomena ini tampak dari
pola pertumbuhan panjang badan, berat badan dan lingkar kepala yang seiring
menuju lajur pertumbuhan yang ideal sesuai dengan potensi genetiknya (Bambang
Tridjaja, 2013).
Pada fase anak pengaruh hormon pertumbuhan (growth hormone) sebagai
motor penggerak pertumbuhan sudah mendominasi selain hormon tiroksin.
Seorang anak yang tumbuh secara konstan pada jalur pertumbuhannya,
sangat besar kemungkinannya tidak mempunyai masalah hormonal pada
pertumbuhannya walaupun termasuk SS. Indikasi adanya masalah pertumbuhan
pada fase ini terlihat dengan adanya pergeseran persentil sehingga semakin
menjauh dari lajur genetiknya karena melambatnya kecepatan pertumbuhan.
Kecepatan pertumbuhan < 4 cm/tahun pada fase anak merupakan cut off point
(Bambang Tridjaja, 2013).

2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Stunting

Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh
faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang
paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh karenanya perlu
dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Secara lebih
detil, beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting dapat digambarkan sebagai
berikut2:
1. Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu
mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu
melahirkan. Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari
anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari
3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-

23
ASI). MP-ASI diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan.
Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MPASI juga
dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh
ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak
terhadap makanan maupun minuman (TNP2K, 2017).

2. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal


Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal Care
dan pembelajaran dini yang berkualitas. Informasi yang dikumpulkan dari
publikasi Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di
Posyandu semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013 dan anak belum
mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain adalah 2 dari 3 ibu
hamil belum mengkonsumsi sumplemen zat besi yang memadai serta masih
terbatasnya akses ke layanan pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak
usia 3-6 tahun belum terdaftar di layanan PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini)
(TNP2K, 2017).

3. Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi. Hal ini


dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal.Menurut
beberapa sumber (RISKESDAS 2013, SDKI 2012, SUSENAS), komoditas makanan
di Jakarta 94% lebih mahal dibanding dengan di New Delhi, India. Harga buah dan
sayuran di Indonesia lebih mahal daripada di Singapura. Terbatasnya akses ke
makanan bergizi di Indonesia juga dicatat telah berkontribusi pada 1 dari 3 ibu hamil
yang mengalami anemia (TNP2K, 2017).

4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di lapangan
menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air besar
(BAB) diruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air
minum bersih (TNP2K, 2017).

24
Gambar 2.3.1 Konsep Frame Kerja Stunting menurut WHO (Biel et al, 2018)

2.3.4 Dampak Stunting

Stunting bukan perkara sepele. Hasil riset Bank Dunia menggambarkan


kerugian akibat stunting mencapai 3—11% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).
Dengan nilai PDB 2015 sebesar Rp11.000 Triliun, kerugian ekonomi akibat stunting
di Indonesia diperkirakan mencapai Rp300-triliun—Rp1.210 triliun per tahun.
(Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa
PDTT), 2017)

25
Besarnya kerugian yang ditanggung akibat stunting lantaran naiknya
pengeluaran pemerintah terutama jaminan kesehatan nasional, hal ini dikarenakan
ketika dewasa, anak yang menderita stunting mudah mengalami kegemukan sehingga
rentan terhadap serangan penyakit tidak menular seperti jantung, stroke ataupun
diabetes. Stunting juga menghambat potensi transisi demografis Indonesia dimana
rasio penduduk usia tidak bekerja terhadap penduduk usia kerja menurun
(Kemendesa PDTT), 2017).
Sebuah analisis yang dilakukan di 5 negara di Arab mendapatkan bahwa anak-
anak yang pendek memiliki resiko lebih besar dari pada anak-anak yang tidak pendek
untuk menjadi gemuk (El Taguri, 2009). Begitu pula dengan analisis terhadap data
survei nasional yang dilakukan di Rusia, Brazil, Afrika Selatan dan Cina yang
mendapatkan bahwa terdapat hubungan antara kejadian kependekan dengan
terjadinya kegemukan pada anak (Popkin, Richards & Montiero, 2011). Mekanisme
adanya hubungan ini masih belum bisa dijelaskan sepenuhnya. Salah satu teori dan
hasil studi menyebutkan bahwa pada anak yang pendek terjadi gangguan oksidasi
lemak yang menyebabkan terjadinya kegemukan pada masa yang akan datang (Utami
dan Siska, 2015). Seorang batita berusia 1 tahun yang obes jika mengalami
early adiposity rebound (sebelum usia 5,5 tahun) akan tetap obes, sedangkan batita
non-obes dengan early adiposity rebound akan mengalami overweight beberapa tahun
setelah rebound. Adipositas dini akan mempengaruhi program metabolisme lemak,
karbohidrat serta protein yang berdampak pada munculnya penyakit degeneratif di
usia dewasa (IDAI, 2015).
Stunting dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang anak terutama pada
anak berusia di bawah dua tahun. Anak-anak yang mengalami stunting pada
umumnya akan mengalami hambatan dalam perkembangan kognitif dan motoriknya
yang akan mempengaruhi produktivitasnya saat dewasa (Kemenkes, 2018) Kaitan
status motorik dengan status gizi lampau juga dijelaskan oleh Georgieff (2001)
dimana ketidakmampuan untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan optimal
merupakan keadaan malnutrisi kronik juga berkaitan dengan perkembangan otak
anak. Hal ini disebabkan oleh adanya keterlambatan kematangan sel-sel saraf

26
terutama di bagian cerebellum yang merupakan pusat koordinasi gerak motorik
sehingga koordinasi sel saraf dengan otot menjadi kurang baik. Menurut Herawati
(2009) tahapan perkembangan sel dan jaringan saraf dalam otak dibagi menjadi
beberapa tahap, diantaranya adalah: 1. Periode pertama sekitar masa kehamilan 32
minggu dan periode kedua sekitar anak berumur 15 bulan. Gizi yang cukup selama
kehamilan akan menghasilkan bayi dengan berat otak dan jumlah sel otak yang
optimal. Pada saat lahir 2/3 jumlah sel otak telah terbentuk tapi berat otak baru
mencapai sepertiganya. Hal ini memberikan indikasi bahwa sebagian besar
pembelahan sel otak terjadi pada saat janin dalam kandungan. Dalam kandungan, sel-
sel otak janin bertambah banyak dengan kecepatan sekita 250 ribu sel setiap menit. 2.
Periode kedua yang paling krusial paska kelahiran terjadi pada usia dini khususnya
pada usia 0-2 tahun. Pada masa ini selain terjadi 27 pembesaran sel otak yang amat
pesat, juga masih terjadi pembelahan sel otak untuk melanjutkan 2/3 jumlah sel otak
yang telah ternbentuk pada saat anak lahir. 3. Periode ketiga, Usia 3-6 tahun adalah
masa kritis ketiga. Pada usia ini pertumbuhan dan perkembangan juga berlangsung
pesat untuk melanjutkan dan memantapkan potensi yang sudah dibangun pada usia
sebelumnya.

Gambar 2.3.2 Skor DQ atau IQ anak-anak Jamaica berusia 9-24 bulan yang stunted dan non-
stunted dipantau sampai usia 17-18 tahun menggunakan WISC-R (Wechsler Intelligence
Scale for Children-revised) dan WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale)

27
akibat stunting pada usia 9-24 bulan, serta manfaat stimulasi program
kunjungan terhadap perbaikan DQ atau IQ, namun pada usia 17-18 tahun IQ-nya
masih tetap di bawah anak-anak yang berperawakan normal (IDAI,2015).

.2.3.5 Manifestasi Klinis Stunting


 Performa Buruk Pada Tes Perhatian Dan Memori Belajar
 Usia 8-10 Tahun Anak Menjadi Lebih Pendiam, Tidak Banyak Melakukan
Eye Contact
 Terlambat Tumbuh Gigi
 Tanda Pubertas Terhambat
 Pertumbuhan Melambat
 Wajah Tampak Lebih Muda Dari Usianya (Kemenkes,2018)

2.3.6 Penanganan Stunting

Pilar 1: Komitmen dan Visi Pimpinan Tertinggi Negara. Pada pilar ini,
dibutuhkan Komitmen dari Presiden/Wakil Presiden untuk mengarahkan K/L terkait
Intervensi Stunting baik di pusat maupun daerah. Selain itu, diperlukan juga adanya
penetapan strategi dan kebijakan, serta target nasional maupun daerah (baik provinsi
maupun kab/kota) dan memanfaatkan Sekretariat Sustainable Development
Goals/SDGs dan Sekretariat TNP2K sebagai lembaga koordinasi dan pengendalian
program program terkait Intervensi Stunting.

Pilar 2: Kampanye Nasional berfokus pada Peningkatan Pemahaman,


Perubahan Perilaku Komitmen Politik dan Akuntabilitas. Berdasarkan
pengalaman dan bukti internasional terkait program program yang dapat secara
efektif mengurangi pervalensi stunting, salah satu strategi utama yang perlu segera
dilaksanakan adalah melalui kampanye secara nasional baik melalui media masa,
maupun melalui komunikasi kepada keluarga serta advokasi secara berkelanjutan.
18 2019 2
Pilar 3: Konvergensi, Koordinasi, dan Konsolidasi Program Nasional, Daerah,

28
dan Masyarakat. Pilar ini bertujuan untuk memperkuat konvergensi, koordinasi, dan
konsolidasi, serta memperluas cakupan program yang dilakukan oleh
Kementerian/Lembaga (K/L) terkait. Di samping itu, dibutuhkan perbaikan kualitas
dari layanan program yang ada (Puskesmas, Posyandu, PAUD, BPSPAM, PKH dll)
terutama dalam memberikan dukungan kepada ibu hamil, ibu menyusui dan
balita pada 1.000 HPK serta pemberian insentif dari kinerja program Intervensi
Stunting di wilayah sasaran yang berhasil menurunkan angka stunting di wilayahnya.
Terakhir, pilar ini juga dapat dilakukan dengan memaksimalkan pemanfaatan Dana
Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Desa untuk mengarahkan pengeluaran tingkat
daerah ke intervensi prioritas Intervensi Stunting.

Pilar 4: Mendorong Kebijakan “Food Nutritional Security”. Pilar ini berfokus


untuk :(1)mendorongkebijakan yang memastikan akses pangan bergizi, khususnya di
daerah dengan kasus stunting tinggi, (2) melaksanakan rencana fortifkasi bio-energi,
makanan dan pupuk yang komprehensif, (3) pengurangan kontaminasi pangan, (4)
melaksanakan program pemberian makanan tambahan, (5) mengupayakan investasi
melalui Kemitraan dengan dunia usaha, Dana Desa, dan lain-lain dalam infrastruktur
pasar pangan baik ditingkat urban maupun rural.

Pilar 5: Pemantauan dan Evaluasi. Pilar yang terakhir ini mencakup pemantauan
exposureterhadap kampanye nasional, pemahaman serta perubahan perilaku sebagai
hasil kampanye nasional stunting, pemantauan dan evaluasi secara berkala untuk
memastikan pemberian dan kualitas dari layanan program Intervensi Stunting,
pengukuran dan publikasi secara berkala hasil Intervensi Stunting dan perkembangan
anak setiap tahun untuk akuntabilitas, Result-based planning and budgeting
(penganggaran dan perencanaan berbasis hasil) program pusat dan daerah, dan
pengendalian program-program Intervensi Stunting.

29
Gambar 2.3.2 Pilar Penanganan Sunting

Intervensi Gizi Spesifk, merupakan intervensi yang ditujukan kepada


anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan berkontribusi pada 30%
penurunan stunting. Kerangka kegiatan intervensi gizi spesifk umumnya dilakukan
pada sektor kesehatan. Intervensi Gizi Spesifk dapat dibagi menjadi
beberapa intervensi utama yang dimulai dari masa kehamilan ibu hingga melahirkan
balita:
I. Intervensi Gizi Spesifk dengan sasaran Ibu Hamil. Intervensi ini meliputi
kegiatan memberikan makanan tambahan (PMT) pada ibu hamil untuk mengatasi
kekurangan energi dan protein kronis, mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat,
mengatasi kekurangan iodium, menanggulangi kecacingan pada ibu hamil serta
melindungi ibu hamil dari Malaria.

II. Intervensi Gizi Spesifk dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6
Bulan. Intervensi ini dilakukan melalui beberapa kegiatan yang mendorong inisiasi
menyusui dini/IMD terutama melalui pemberian ASI jolong/colostrum serta
mendorong pemberian ASI Eksklusif.

30
III. Intervensi Gizi Spesifk dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23
bulan. Intervensi ini meliputi kegiatan untuk mendorong penerusan pemberian ASI
hingga anak/bayi berusia 23 bulan. Kemudian, setelah bayi berusia diatas 6 bulan
didampingi oleh pemberian MP-ASI, menyediakan obat cacing, menyediakan
suplementasi zink, melakukan fortifkasi zat besi ke dalam makanan, memberikan
perlindungan terhadap malaria, memberikan imunisasi lengkap, serta melakukan
pencegahan dan pengobatan diare.

Intervensi Gizi Sensitif. Kerangka ini idealnya dilakukan melalui berbagai kegiatan
pembangunan diluar sektor kesehatan dan berkontribusi pada 70% Intervensi
Stunting. Sasaran dari intervensi gizi spesifk adalah masyarakat secara umum dan
tidak khusus ibu hamil dan balita pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan/HPK.
Kegiatan terkait Intervensi Gizi Sensitif dapat dilaksanakan melalui beberapa
kegiatan yang umumnya makro dan dilakukan secara lintas Kementerian dan
Lembaga. Ada 12 kegiatan yang dapat berkontribusi pada penurunan stunting melalui
Intervensi Gizi Spesifk sebagai berikut:

1. Menyediakan dan memastikan akses terhadap air bersih.

2. Menyediakan dan memastikan akses terhadap sanitasi.

3. Melakukan fortifkasi bahan pangan.

4. Menyediakan akses kepada layanan kesehatan dan Keluarga Berencana (KB).

5. Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

6. Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal).

7. Memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua.

8. Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Universal.

9. Memberikan pendidikan gizi masyarakat.

10. Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta gizi pada remaja.

31
11. Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin.

12. Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi.

32
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pembahasan

Target global WHO untuk mengurangi stunting pada tahun 2025 Pada 2012,
WHO mengadopsi resolusi nutrisi ibu, bayi dan anak kecil dan menyepakati enam
target global untuk mengurangi malnutrisi (WHO 2012). Yang paling utama adalah
target untuk mengurangi 40% jumlah anak stunting di bawah usia 5 tahun pada tahun
2025. Target stunting didasarkan pada analisis data deret waktu dari 148 negara (de
Onis et al. 2013). Target global diterjemahkan menjadi pengurangan tahunan 3,9%
dan menyiratkan penurunan jumlah anak stunting dari 171 juta pada 2010 menjadi
sekitar 100 juta pada tahun 2025. Dengan laju kemajuan saat ini, akan ada 127 juta
anak yang stunting pada tahun 2025, yaitu 27 juta lebih dari target atau pengurangan
hanya 26% (de Onis et al. 2013). Agar target pengerdilan global dapat dicapai,
negara-negara diharapkan untuk menentukan bagaimana mereka akan berkontribusi
dan menetapkan target mereka sendiri.
Meskipun demikian masalah stunting di Indonesia tidak banyak mengalami
perubahan hampir selama satu dekade, dari data yang dikumpulkan berdasarkan hasil
susenas tahun 2005 angka stunting pada balita sebesar 40,34% (Depkes RI, 2008).
Riskesdas tahun 2007 mendapatkan sebanyak 36.8 % balita menderita stunting dan
pada tahunn 2010 Riskesdas tidak menunjukan perubahan yang bermakna diamana
angka jumlah stunting pada balita sebanyak 35,5% (Kemkes RI,2010) dan hasil riset
dari Riskedas 2013 stunting mencapai prevalensi 37,2% di Indonesia (Kemendesa
PDTT), 2017).
Menurut profil kesehatan jawa barat tahun 2016 yang didasarkan pada riskesdas
2013 masalah stunting/pendek pada balita menunjukkan angka rerata Jawa Barat
35,3% yang juga lebih baik dari angka nasional (37,2%). Prevalensi yang tertinggi di
Kabupaten Bandung Barat (52,5%) dan terendah di Kota Depok (25,7%). Status Gizi
Anak umur 5 – 12 tahun di Jawa Barat Prevalensi pendek pada anak umur 5-12 tahun

33
adalah 11,4% sangat pendek dan 18,2% pendek. Apabila dibandingkan antar
Kabupaten/Kota prevalensi sangat pendek terendah di Kota Depok (1,8%) dan
tertinggi di Kabupaten Garut (22,9%). Untuk prevalensi balita sangat pendek pada
usia 5-12 tahun di kota Bandung sebesar 13,4 % (Dinkes Prov. Jabar, 2016).
Sedangkan untuk wilayah kerja puskesmas pasirlayung sendiri jumlah stunting yang
terdata pada bulan januari dan februari tahun 2019 ini terdata sebanyak 21 anak.

Gambar 3.1 Prevalensi Anak Sangat Pendek Umur 5 – 12 Tahun Menurut


Kabupaten/Kota, di Provinsi Jawa Barat Tahun 2013

Untuk cakupan beberapa faktor penyebab stunting di wilayah kerja puskesmas


pasirlayung sendiri, antara lain : cakupan air bersih sebesar 72,05%, jamban keluarga
71,3%, sarana pembuangan air limbah 74,77%, cakupan keluarga sadar gizi 71,03%,
cakupan balita ditimbang D/S sebesar 77,75%, cakupan distribusi vitamin A bagi
bayi 97,83%, cakupan distribusi vitamin A bagi balita 94,68%, cakupan tablet FE 90
tablet pada ibu hamil sebesar 99,21%, cakupan MP-ASI Baduta 9,26%, cakupan
balita gizi buruk yang mendapatkan perawatan sebesar 100%, cakupan UCI sebesar
100%, cakupan ASI eksklusif 80,39%.
Cakupan beberapa faktor penyebab stunting di wilayah kerja puskesmas
pasirlayung di atas bila yang sudah sesuai target seyogyanya tetap dipertahankan dan
bagi yang belum sesuai, untuk kedepannya harus dipantau secara serius. Hal ini
sesuai dengan keterkaitannya dalam penanganan stunting,

34
Karena dalam penanganan stunting Pemerintah Indonesia merumuskan 5 pilar
penanganan stunting. Dari lima pilar tersebut kemudian dapat diaplikasikan menkjadi
intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. Intervensi gizi spesifik, antara lain;
1. Pemberian Tablet Tambah Darah untuk remaja putri, calon pengantin, ibu hamil
(suplementasi besi folat), 2. Promosi dan kampanye Tablet Tambah Darah, 3. Kelas
Ibu Hamil, 4. Pemberian kelambu berinsektisida dan pengobatan bagi ibu hamil yang
positif malaria, 5. Suplementasi vitamin A, 6. Promosi ASI Eksklusif, 7. Promosi
Makanan Pendamping-ASI, 8. Suplemen gizi mikro (Taburia), 9. Suplemen gizi
makro (PMT), 10. Promosi makanan berfortifikasi termasuk garam beryodium dan
besi, 11. Promosi dan kampanye gizi seimbang dan perubahan perilaku, 12. Tata
Laksana Gizi Kurang/Buruk, 13. Pemberian obat cacing, 14. Zinc untuk manajemen
diare (Kemkes RI, 2018)
Sedangkan intervensi gizi sensitif berupa; 1. Pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan, 2. Penyediaan air bersih dan sanitasi, 3. Pendidikan gizi masyarakat,
4. Imunisasi, 5. Pengendalian penyakit Malaria, 6. Pengendalian penyakit TB, 7.
Pengendalian penyakit HIV/AIDS, 8. Edukasi kesehatan seksual dan reproduksi pada
remaja, 9. Jaminan Kesehatan Nasional, 10. Jaminan Persalinan (Jampersal), 11.
Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga (PIS PK), 12. Nusantara
Sehat, 13. Akreditasi Puskesmas dan RS (Kemkes RI, 2018)

35
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Stunting merupakan masalah yang sangat serius bila ditinjau berdasarkan


dampak jangka panjangnya. Stunting sendiri bukanlah suatu keadaan yang mustahil
untuk dikurangi atau bahkan dihilangkan, namun memang prosesnya memerlukan
keterkaitan dalam berbagai sektor sehingga membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Komitmen yang serius,koordinasi yang baik, serta konsolidasi antara program
nasional, daerah dan masyarakat sangat dibutuhkan disini.
Peningkatan wawasan pada masyarakat mengenai stunting melalui
penyuluhan melalui media leaflet setidaknya akan membuka jendela khasanah
pengetahuan masyarakat akan bahaya stunting dan bagaimana pendeteksian awal agar
hal tersebut tidak terjadi pada diri mereka. Perubahan prilaku dan kebiasaan yang
selama ini salah mengenai gizi ibu baik hamil atau tidak, bayi maupun balita
diharapkan pula dapat berubah, namun hal ini akan berjalan dengan baik apabila
disertakan dengan penanganan stunting oleh sektor lainnya sesui intervensi sensitif
dan spesifiknya.

4.2 Saran

Saran dari adanya mini project ini yaitu upaya preventif melalui promosi
kesehatan dengan media leaflet yang bertemakan deteksi dini dan pencegahan
stunting. Media leaflet diharapkan dapat disebarluaskan di wilayah kerja Puskesmas
Pasirlayung. Penyebarluasan leaflet ini seyogyanya disertai dengan penyuluhan agar
informasi tentang stunting cara deteksi dini dan pencegahannya dapat dijelaskan
secara menyeluruh, sehingga dapat merubah gaya hidup masyarakat terutama sektor-
sektor dan individu terkait.

36
DAFTAR PUSTAKA

Allender, J.A., & Spradley, B.W. (2010). Community health nursing: Promoting and
protecting the public’s health (6th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

Biel Ty et al, 2018, A review of child stunting determinants in Indonesia. Matern


Child Nutr. 2018; DOI: 10.1111/mcn.12617.

de Onis M., Dewey K.G., Borghi E., Onyango A.W., Blössner M., Daelmans B. et al.
(2013) The World Health Organization’s global target for reducing
childhood stunting by 2025: rationale and proposed actions. Maternal &
Child Nutrition 9 (Suppl.2), 6–26

Dinkes Prov. Jabar, 2016. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2016,
Bandung

El Taguri a., Besmar F, Abdel Monem A, Betilmal I, Ricour C & Rolland Cachera
MF (2009). Stunting is a major risk factor for overweight: results from
national surveys in 5 Arab countries. East Mediterr Health J. 2009
MayJun;15(3) : 549-62

Georgieff, MK. 2001. Nutrition and Developing Brain: Nutrient Priorities and
Measurement. American Journal of Clinical Nutrition.

Hestunigtyas, R.T. (2013). Pengaruh konseling gizi terhadap pengetahuan, sikap,


praktik ibu dalam pemberian makanan, dan asupan zat gizi anak stunting
usia 1-2 tahun di kecamatan semarang timur. Journal UNDIP

IDAI. 2015. Rekomendasi Praktik Pemberian Makan Berbasis Bukti pada Bayi dan
Batita di Indonesia untuk Mencegah Malnutrisi, Jakarta

kementrian desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi, 2017, buku saku
desa dalam penanganan stunting, Jakarta

Kemenkes RI, 2018. Situasi Balita Pendek (Stunting) Di Indonesia ; Buletin Jendela
Data Dan Informasi ISSN 2088-270X

Mansyur, Herawati. 2009. Psikologi Ibu dan Anak untuk Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika

Narsikhah, R (2012). Faktor resiko kejadian stunting pada balita usia 24-36 bulan di
kecamatan semarang timur. Journal UNDIP.

37
http://eprints.undip.ac.id/38427/1/464_ROUDHOTUN_NASIKHAH_
G2C008064.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta

Popkin, B.M., Richards, M.K. & Montiero, C.A (2011). Stunting is Associated with
Overweight in Children of Four Nations That Are undergoing the Nutrition
Transition. J Nutr 1996. Downloaded from jn.nutrition.org by guest on
October 5, 2011

Prendergast Andrew J dan Humphrey Jean, 2014 The stunting syndrome in


developing countries : Paediatrics and International Child Health VOL. 34
NO.4

Susanti, F. (2011). Efektifitas multimedia interaktif sebagai media pendidikan


kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan lanjut usia tentang pencegahan
penyakit asam urat di Kelurahan Tugu Depok (Tesis, magister tidak
dipublikasikan). Program Magister Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia, Depok – Jawa Barat, Indonesia

Tim nasional percepatan penanggulangan kemiskinan, 2017, 100 Kabupaten/Kota


Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting), Jakarta

Utami dan Dwi. 2015. Resiko Terjadinya Kegemukan Pada Anak Usia 3-5 Tahun
Dengan Status Gizi Pendek Di Indonesia. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 14
No 3, September 2015 : 273-283

WHO (2012) Resolution WHA65.6. Maternal, infant and young child nutrition. In:
Sixty-fifth World Health Assembly, Geneva, 21–26 May. Resolutions and
decisions, annexes. World Health Organization: Geneva.
(WHA65/2012/REC/1).

Y. Jiang, X. Su, C. Wang, L. Zhang, X. Zhang, L. Wang and Y. Cui. ((2014).


Prevalence and risk factors for stunting and severe stunting among children
under three years old in mid-western rural areas of China.

38

Anda mungkin juga menyukai