Dosen Pengajar:
dr. Chreisye K. F. Mandagi, MPH
dr. Angelheart J.M. Rattu, MS, PhD
dr. Ricky C. Sondakh, M.Kes
dr. Woodford B.S. Joseph, MSc
Maureen I. Punuh, SKM, MSi
dr. Angel A. F. C. Kalesaran, MSc, MHS
“PENGELOLAAN EKSKRETA, AIR LIMBAH DAN SAMPAH PADAT
KETIKA BENCANA”
SEMESTER 04-A
Disusun Oleh:
Kelompok 9
Masyita Liana Daud 17111101004
Intan Wahyuni Mahmud 17111101010
Putri Priza Modeong 17111101046
Nurhaliza Kadi 17111101062
Andy Nilan A. Hiola 17111101074
Kelompok 9
i
DAFTAR ISI
Daftar Isi....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN:
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Jika diketahui peran penyebaran penyakit berasal dari air limbah dan
ekskreta, upaya pengendalian awal penyakit bisa segera dimulai. Dengan rapid
assessment dan kerja sama antara para ahli sanitasi dan wakil-wakil korban
bencana secara cepat dapat diidentifikasi faktor risiko utama yang memerlukan
tindakan segera.
Akibat bencana, sampah padat akan menumpuk. Setelah bencana primer
selesai, sampah padat akan terbentuk dalam dua tahap. Pada tahap awal, sampah
padat berasal dari kerusakan-kerusakan fisik setempat akibat bencana. Bergantung
pada jenis dan tempat bencana yang terjadi, sampah padat yang terbentuk
bervariasi baik menurut banyaknya maupun jenisnya. sampah padat pada tahap ini
sering bercampur dengan cadaver (bangkai hewan dan jenazah manusia).
Pengelolaan cadaver harus dilakukan terpisah dari pengelolaan sampah padat.
Pada tahap berikutnya, sampah padat terbentuk karena adanya kegiatan
pengungsian yaitu yang berasal dari kegiatan bantuan dan yang dihasilkan para
pengungsi korban bencana. jenis sampah pada tahap ini akan didominasikan oleh
sampah hasil kegiatan domestik, sedangkan banyaknya sampah padat yang
dihasilkan bergantung pada lamanya kegiatan pengungsian itu.
Sampah padat merupakan benda padat buangan tidak termasuk benda cair,
gas, kotoran (dari hewan dan manusia), atau cadaver. Karena kuantitas dan
kualitasnya, sebagai benda padat buangan, seringkali sampah merupakan benda
yang masih dapat dimanfaatkan baik secara langsung maupun tidak langsung.
1
Sebaiknya, jika dibuang secara tidak benar sampah akan menimbulkan
masalah kesehatan, merusak lingkungan, dan membuat lingkungan tidak nyaman
serta menjadi tempat perindukan vektor insekta, tikus dan ular sehingga
meningkatkan potensi transmisi penyakit. Baik banyaknya maupun jenisnya,
sampah akan menimbulkan masalah kesehatan masyarakat.
Pada saat bencana baik di pemukiman ataupun pada tempat pengungsian
akan banyak menimbulkan sampah baik berupa daun-daunan, kertas dan plastik
karena umumnya makanan adalah siap saji. Begitu juga masalah dalam buang
kotoran dan limbah, pada umumnya kita sering teriambat dalam pengelolaannya,
sehingga lingkungan pemukiman ataupun tempat pengungsian mudah tercemar,
sehingga mengundang berbagai vektor penyakit.
Dasar pelaksanaan Sanitasi Darurat pada daerah bencana mengacu pada
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
12/MENKES/SK/I/2002 Tentang Pedoman Koordinasi Penanggulangan Bencana
Di Lapangan.
1. Untuk menjelaskan apa peran ekskreta dan air limbah dalam kesehatan
masyarakat.
2. Untuk menjelaskan bagaimana konsep dasar pembuangan ekskreta dan air
limbah.
3. Untuk menjelaskan apa saja jenis sarana pembuangan ekskreta di tempat
pengungsian.
2
4. Untuk menjelaskan bagaimana masalah dari banyaknya dan jenis sampah
padat ketika terjadi bencana.
5. Untuk menjelaskan bagaimana cara penyimpanan, pengumpulan,
transportasi, pengolahan dan pembuangan sampah ketika bencana.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
laporan air limbah dengan suhu 20˚C didapatkan hitung bakteri total pada dini
hari sebanyak 500.000/ml air limbah dan pada siang hari naik menjadi 5juta/ml.
Jika sampai tergenang dan tidak mengalir, terbentuklah genangan air yang
tercemar oleh zat organik yang menjadi tempat perindukan nyamuk Culex. Genus
Culex berpotensi mentransmisikan antara lain bebrapa jenis virus dan parasit
Filaria yang akan bersarang dalam sistem saluran limfe.
5
diukur dengan menimbang hasil saringan itu. Bagian lain daripada Suspended
Solids adalah Colloids yaitu Suspended Solids amat halus yang sama sekali tidak
mengendap. Colloids adalah penyebab air limbah tampak tidak jernih dan selalu
tampak seperti berkabut.
Banyaknya Dissolved Solids dapat diukur dengan menguapkan air sisa
saringan air limbah (tanpa Suspended Solids). Setelah semua air menguap akan
tersisa zat organik dan garam mineral yang biasa terdapat di dalam air. Jika Solids
hasil evaporasi/filtrasi ini dikeringkan, ditimbang, lalu dibakar, maka berat yang
hilang merupakan berat daripada Volatile solids yaitu zat organik yang dapat
menguap. Sisa berat hasil pembakaran Solids sesudah dievaporasi/filtrasikan tadi
dinamakan Fixed solids yaitu zat anorganik.
Air limbah juga mengandung bakteri Caliform. Jika terkontaminasi tinja
air limbah akan mengandung Escherichia coli (E. coli). Jumlah E. coli dalam air
limbah sehari akan berubah-ubah, siang hari akan bertambah banyak
dibandingkan dengan pagi hari sedangkan pada malam hari menjadi lebih sedikit
dibanding pagi hari. Menurut suatu laporan, jumlah E.coli pada jam 8 pagi
didapatkan 30.000/ml air limbah, pada siang hari jumlahnya naik menjadi
200.000/ml, sedangkan pada malam hari menjadi lebih sedikit dari pagi.
Perubahan jumlah ini dapat disebabkan oleh beberapa hal:
a. E. coli bertambah banyak sejak pagi sampai siang hari karena asupan baru
bakteri itu melalui air limbah hasil aktivitas domestik pagi sampai siang
hari makin bertambha;
b. Pada waktu yang sama tinja sebagai asupan makanan bagi E. coli masih
cukup untuk perkembang-biakan.;
c. Pada malam hari, asupan E. coli sudah menurun serta banyak yang mati.
6
Semua air bekas yang dipakai masyarakat termasuk dari kamar mandi,
dapur tempat mencuci menjadi air limbah yang harus dibuang secara saniter.
Pembuangan air limbah secara saniter sangat penting untuk mencegah timbulnya
risiko kesehatan baru. Mengingat banyknya keanekaragaman pencemar yang
berpotensi masuk kedalam air limbah, mengaitkan air limbah dengan penyakit
tertentu tidak dapat langsung ditentukan.
Air limbah yang mengandung buangan dari jamban atau tempat sampah
dapat juga memfasilitasi kontak langsung masyarakat dengan kuman patogen
penyebab penyakit. Ini khususnya dapat terjadi ketika manusia memanfaatkan
sungai atau badan air lain menjadi tempat penyaluran air limbah rumah tangga
dan lain-lain untuk keperluan segari-hari.
7
d. Saluran pembuangan air pada tempat pegambilan air bersih, mencuci, dan
mandi harus dibuat dan dipelihara dengan baik menurut perencanaan yang
tepat;
e. Air limbah tidak mengerosi atau mencemari sumber-sumber air
permukaaan dan air tanah;
f. Jika diperlukan, tersedia alat dan perlengkapan yang tepat untuk pekerjaan
dan perawatan ringan saluran air limbah.
8
lahan tidk berarti. Kekurangannya adalah tidak selalu ada di lokasi dan
berpotensi mencemari badan air.
d. Metode drainase buatan (Man-made drainage), saluran-saluran drainase
dibuat menembus hambatan-hambatan alami dilapangan sampai mencapai
badan air. Kelebihannya adalah mungkin merupakan satu-satunya pilihan
untuk lokasi lahan yang tidak menyerap air dan kurang kemiringannya.
Kekurangannya adalah mahal dan berdampak besar pada kontur lahan.
e. Metode kolam evaporasi (evaporation pans), kolam dangkal tempat
penampungan dan penundaan air limbah agar sempat menguap (tergantung
suhu, kelembaban dan kecepatan angin); efektif jika rata-rata laju
penguapan minimum 4mm/hari, curah hujan sedikit dan tidak ada pilihan
lain. Kelebihannya adalah sangat cocok dipakai di lokasi daerah tandus
dan kering dimana infiltrasi tidak dimungkinkan. Kekurangannya adalah
berpotensi menjadi perindukan lalat, nyamuk dan lain-lain dan
memerlukan tempat yang luas.
f. Metode alas evaporasi dan evapotranspirasi (Evaporation and
evapotranspiration bed), pipa-pipa berpori dikuburkan dalam alas pasir
yang dangkal. Daya kapiler pasir akan menarik air dari dalam pipa ke
permukaan pasir sehingga air menguap (tergantung suhu, kelembaban dan
kecepatan angin). Jika pada tempat ini ditanami pohon, terjadi juga proses
evapotranspirasi oleh pohon. Kelebihannya adalah sangat cocok dipakai di
lokasi daerah tandus dan kering dimana infiltrasi tidak dimungkinkan.
Kekurangannya adalah kapasitas penampungan air limbah terbatas dan
memerlukan perawatan seksama.
g. Metode irigasi (irrigation), cocok untuk limbah yang berlimpah pada
saluran-saluran drainase dapat ditanami pohon yang cepat tumbuh (pisang
dan papaya) dapat dialirkan ketempat pertanian atau perkebunan. Harus
dijaga agar air bersih tidak turut menjadi air irigasi. Kelebihannya adalah
dapat menangani jumlah air yang banyak dan berguna untuk pertanian.
Kekurangannya adalah, secara umum hanya cocok untuk pembuangan air
limbah berskala kecil dan berpotensi menyelewengkan air bersih.
9
a. Ekskreta dan Kesehatan Korban Bencana
Ekskreta manusia terdiri dari tinja dan urin. Banyaknya tinja yang
dikeluarkan oleh orang dewasa di Asia lebih kurang ½ kg (500g/hari). Dalam
tinja penderita atau karier penyakit diare kemungkinan terdapat kuman
Salmonella sebanyak 106/g tinja, virus poliomyelitis sebanyak 106/g tinja, dan
Amoeba sebanyak 104/g tinja.
10
berenang di air sehingga dapat menembus kulit orang yang kontak dengan
badan air itu (berenang, berendam).
Semua jalur transmisi itu dapat terjadi pada para korban bencana terutama
pada anak-anak karena mereka berada dalam kesemrawutan, stress, kepadatan
manusia, dan penurunan daya tahan tubuh. Infeksi melalui tinja memang dapat
dihindarkan dengan desinfeksi media, misalnya denga khlorinasi air bersih
dan air minum, dan mencuci tangan, namun yang menjadi pilihan utama
adalah mengisolasi tinja dari lingkungan hidup.
Setelah tinja, urin sebagai ekskreta juga harus diperhatikan. Walaupun
biasanya kurang berbahaya dibandingkan dengan tinja, di tempat-temapat
berkembangnya Schistosoma haematobium (juga penyebab penyakit
schistosomiasis) urin pemderita dapat mengandung telur parasit ini yang
dikeluarkan oleh parasit dewasa. Parasite dewasa berada di dalam vena sekitar
Vesica Urinaria. Bila urin penderita yang mengandung parasite masuk ke
dalam badan air muncul risiko penyebaran penyakit itu melalui air (water-
based disease transmission).
b. Pengelolaan Ekskreta
Pembuangan ekskreta merupakan salah satu program penting bagi sanotasi
dalam keadaan darurat dan bencana. Mencegah keberadaan ekskreta di dalam
lingkungan tempat manusia beraktivitas serta praktik pembuangan ekskreta
(terutama tunja) dengan cara transmisi penyakit yang ditularkan oleh ekskreta.
Paling sedikit, pembuangan ekskreta dengan cara yang aman dapat
mengurangin insidens penyakit-penyakit infeksi saluran pencernaan seperti
cholera, tifoid, disentri (termasuk shigellosis), diare, cacing tambang (
Ancylostoma duodenale), atau schitosomiasis. Dalam keadaan bencana dan
darurat, kemungkinan untuk semua penyakit-penyakit ini muncul arau sampai
menimbulkan epidemic, menjadi tinggi. Pada keadaan itu, banyak manusia
serentak berkumpul disuatu tempat dan untuk memenuhi salah satu kebutuhan
biologis, jamban merupakan masalah yang harus diatasi dengan cermat dan
baik jumlah, kualitas, maupun pemakainnya. Jamban merupakan sarana
penting untuk pembuangan ekskreta cara yang aman.
11
2.2 Konsep Dasar Pembuangan Ekskreta
Penelitian-penelitian epidemiologi diberbagai negara berkembang
menunjukan bahwa pemakaian jamban dan cara-cara lain untuk mencegah
ekskreta berada diruang terbuka sekitar kegiatan manusia memberikan proteksi
terhadap penyakit diare lebih baik daripada cara-cara lain dalam kesehatan
lingkungan. Penelitian Curtis dkk. (2000) mengisyaratkan bahwa pembuangan
ekskreta dengan cara aman lebih efektif dalam menurunkan angka kesakitan diare
daripada anjuran mencuci tangan sebelum makan. Hal ini terutama disebabkan
oleh anjuran mencuci tangan merupakan upaya yang kompleks dalam mengubah
perilaku.
Walaupun jenis jamban berbeda sesuai dengan budaya dan keadaan
setempat, beberapa konsep dasar perlu diikuti. Maksud daripada sistem sanitasi
adalah menjaga agar ketika defekasi jangan sampai tinja tercecer ditempat-tempat
kegiatan sehari-hari manusia apalagi sampai tinja tercecer dimana mana. Sasaran
program sanitasi adalah membuat sebanyak mungkin anggota masyarakat
memanfaatkan sarana berkomunikasi secara jelas dengan saniter. Petugas-petugas
sanitasi harus berkomunikasi secara jelas dengan masyarakat mengenai betapa
pentingnya membuang ekskreta di tempat pembuangan ekskreta yang saniter
dalam upaya mencegah tersebarnya penyakit yang ditularkan melalui ekskreta.
Baik dalam keadaan aman maupun dalam keadaan darurat dan bencana
perlu dikembangkan program sanitasi dengan mempertimbangkan beberapa
kenyataan berikut :
a. Penerimaan masyarakat: rancangan tempat pembuangan ekskreta tidak
ditolak oleh budaya setempat;
b. Kemudahan akses: masyarakat dapat mengakses tempat pembyangan
ekskreta secara mudah;
c. Pemakaian: masyarakat tahu cara memakai sarana pembuangan ekskreta
secara saniter;
d. Perawatan: masyarakat bersedia merawat sarana pembuangan ekskreta
secara saniter;
e. Drainase: sarana pembuangan ekskreta secara saniter;
12
f. Budaya: sesuai dengan masing-masing budata yang berkembang di dalam
masyarakat, secara pembuangan ekskreta dibuat terpisah antara pemakai
laki-laki dan perempuan, serta sarana khusus bagi anak-anak;
g. Tempat umum: pada beberapa tempat umum (tempat kerja, layanan
kesehatan, dan sebagainya) disediakan sarana pembuangan ekskreta;
h. Bertanggung jawab: sedapat mungkin jamban tidak dipakai bersama antar-
keluarga karena akan membawa masalah dalam hal tanggung jawab
perawatan jamban;
i. Dana: keuntungan kesehatan yang diperoleh dengan tersedianya jamban
bagi setiap rumah hendaknya diimbangi dengan biaya, upaya, dan waktu
untuk membuatnya.
Angka kematian dan kesakitan korban bencana yang mengungsi pada hari-
hari pertama biasanya tinggi dibandingkam dengan ketika sudah menetap. Mereka
berada dalam fase beradaptasi kepada lingkungan yang baru. Pada waktu ini
fasilitas sanitasi menjadi amat penting untuk mencegah letupan penyakit-penyakit
diare di antara para korban bencana. Setidaknya area defekasi harus sudah dibuat
dan siap pakai. Wilayah ini harus terletak ditempat yang tepat, jauh dari sumber
air tetapi tidak terlalu jauh dari tempat permukiman agar masyarakat tidak enggan
memanfaatkannya.
Terkait dengan keengganan, anak-anak harus memperoleh perhatian
khusus mengenai pembuangan ekskreta. Kebiasaan defekasi pada anak-anak sukar
diawasi. Menghadapi masalah defekasi pada anak-anak kepada pengasuh anak
(ibu, kakak, atau pengasuh anak yang lain) harus diberikan pendidikan mengenai
cara menangani kotoran anak-anak dan pentingnya mencuci tangan mereka
sehabis membersihkan anak dan menangani kotoran anak-anak. Bila perlu
dibuatkan jambah khusus anak-anak yang dapat diterima doleh anak-anak
misalnya tidak gelap dan lubang jamban lebih kecil sedikit dibanding jamban
orang dewasa.
Mengingat keanekaragaman budaya setempat di Indonesia, ada baiknya
jika struktur dan bahan bangunan dibicarakan dengan penduduk setempat dan
para korban bencana yang akan memakai jamban. Ini dilakukan agar sepenuhnya
masyarakat dapat menerima sepenuhnya sarana sanitasi itu.
13
Bagi para korban bencana yang diperkirakan bermukim lama di tempat
pengungsian akan lebih baik lagi jika setiap rumah tangga bersedia membuat
sendiri jambannya masing-masing. Ini merupakan jaminan tersendiri bahwa
fasilitas santirasi itu akan dipakai dan diurus sebagaimana mestinya. Sebaliknya,
otoritas setempat misalnya negara tuan-rumah (jika pengungsi dari negara lain)
atau penguasa daerah setempat sering berkeberatan mengizinkan pembuatan
fasilitas unit keluarga atau fasilitas untuk jangka panjang bagi para pengungsi
korban bencana karena tidak ingin memberi kesan mengizinkan mereka untuk
menetap selamanya diwilayah mereka. Jika masalahnya demikian, dapat dicarikan
alternatif lain misalnya jamban umum bagi beberapa keluarga (walaupun berisiko
mengundang masalah perawatan dan kebersihan) atau jamban sementara.
14
c. Instalasi jamban terpisah menurut jenis kelamin tersedia di tempat-tempat
umum (pelayanan kesehatan, kantor, dan lain-lain).
d. Kebersihan instalasi jamban umum dirawat dan dijaga demi kepentingan
umum.
e. Instalasi jamban terletak maksimum 50m dari tempat permukiman di
pengungsian.
f. Instalasi jamban dipakai dengan cara yang paling higienis.
g. Kotoran anak-anak dibuang segera dan secara higienis.
15
Pada hari-hari pertama setelah bencana, tempat pembuangan ekskreta
mungkin tidak tersedia, karena rusak atau korban bencana pindah ke tempat yang
aman namun tanpa tersedia sarana sanitasi lingkungan. Dalam kondisi ini perlu
dilaksanakan pemecahan masalah jangka-pendek untuk pembuangan ekskreta para
korban bencana. Salah satunya adalah menyediakan area terbuka tempat defekasi
atau jamban saluran (trench latrine).
Secara teknis, jamban saluran relatif mudah dibuat. Saluran digali di tanah
sedalam kira-kira 70-75 cm agar ekskreta dapat diuraikan oleh mikroba tanah.
Saluran tidak dibuat terlalu lebar supaya mudah dipakai. Setelah setiap defekasi,
kotoran ditutupi kembali dengan tanah bekas galian agar tidak menyebarkan bau
dan terjangkau oleh lalat, tikus, dan hewan lain. Selanjutnya pada tahap terakhir
saluran itu ditimbun dengan tanah setelah tidak dapat lagi dipakai defekasi.
Pada setiap saluran jangan dibuat tempat defekasi yang bersisian terlalu
banyak. Panjang saluran yang dianjurkan tidak lebih dari 6 m; dan bagian atas
saluran pada kedalaman 0,5 m diberikan dinding penguat agar tidak runtuh. Untuk
tempat meletakkan kaki ketika defekasi, tepi saluran dilengkapi dengan papan
yang dilapisi papan plastik (bila ada) atau papan lain supaya tanah tidak runtuh
dan berguguran ke dalam lubang. Saluran baru yang sejajar dengan saluran
semula sudah dibuat setelah saluran pertama terisi penuh. Sepanjang saluran itu
dipasang sekat (terbuat dari bahan lokal yang mudah didapat) untuk memisahkan
ruang jamban tempat defekasi yang satu dari yang lain. Kekurangan jamban
saluran adalah seperti jamban umum lainnya yaitu tidak ada yang mau
mengerjakan pembersihan dan perawatan secara sukarela. Tetapi jamban saluran
dapat menutupi kebutuhan akan tempat defekasi yang saniter pada tahap
kedaruratan awal yang amat mendesak.
16
2.3.2 Jamban Gali (Pit Latrine)
Dalam keadaan mendesak, jamban gali juga merupakan salah satu pilihan
untuk tempat pembuangan ekskreta. Jamban gali mudah dibuat dan merupakan
lubang yang digali di tanah. Akan tetapi masalah utama yang mungkin dihadapi
adalah potensi tersebarnya tinja dari lubang jamban searah dengan aliran air tanah.
Oleh karena itu, perlu diperhatikan kedalaman permukaan air tanah (water table)
terutama pada musim penghujan, karena pada musim tersebut kedalaman
permukaan air akan berkurang (permukaan air tanah naik).
2. Jika kedalaman permukaan air tanah kurang dari 3 meter, ekskreta akan
tersebar berbentuk kerucut mengikuti aliran air tanah. Bakteri dari tinja
akan tersebar melebar ke samping dan ke arah bawah sambil terserap oleh
tanah sampai jarak lebih dari 10 meter (tergantung struktur dan tekstur
tanah) sehingga kadarnya semakin menurun.
3. Zat kimia juga mengalir berbentuk kerucut sampai lebih dari 25 meter
tetapi pada jarak 100 meter biasanya sudah tidak terdeteksi
17
menyeluruh Terdapat sisi lain dalam mencapai keberhasilan pencegahan penyakit
terkait dengan pengelolaan air limbah dan ekskreta yaitu perilaku manusia.
Bahkan, dalam beberapa keadaan perilaku manusia mendominasi jalan menuju
keberhasilan pengelolaan air limbah dan ekskreta
Dari aspek higiene dan sanitasi, ada tiga tingkat karakteristik ke dudukan
manusia yang perlu dipertimbangkan dalam kaitan dengan perilaku manusia yaitu:
tingkat perseorangan, keluarga, dan komunitas. Higiene jelas merupakan hal yang
bersifat perseorangan. Walaupun secara langsung atau tak langsung akan terkait
dengan interaksi dengan orang lain, higiene antara lain kebiasaan defekasi-tetap
sangat bersifat perseorangan. Pada tingkat selanjutnya kebiasaan-kebiasaan
higiene dan sanitasi juga tergantung pada kebiasaan keluarga sebagai institusi
terdekat dengan individu-individu anggota keluarga.
18
untuk mengingatkan bahwa teknologi semata, tidak akan mampu menjawab
seluruh permasalahan.
19
berubah dan menimbulkan masalah turutan. Badan air yang semula mengalir
dalam keseimbangan ekosistemnya akan berubah menjadi badan air yang
menggenang beserta beserta ekosistem yang lain dari semula. Di tanah, pada
daerah beriklim panas, tumpukan sampah kering menimbulkan risiko
kebakaran permukiman di sekitarnya.
Dari estetika dan lagi moral masyarakat, hidup di tempat tidak hygiene dan
porak- poranda di tengah-tengah sampai padat akan menurunkan semangat
hidup dan motivasi memperbaiki dan merawat lingkungan di sekitarnya.
Secara umum, sampah padat akan mengundang sampah padat lain dan
menggiring kea rah perilaku yang semakin tidak higienis. Untuk
menghindarkan semua potensi masalah-masalah seperti yang diuraikan,
sampah padat harus dikelola dengan benar.
Transmisi Penyakit
20
menyebarkan malaria dan nyamuk Culex juga berpotensi mentransmisikan
membawa zat-zat organik ke badan air yang tergenang. mikrofilaria terutama
jika air sampah (leachate) mengalir masuk sambil membawa zat-zat organik
ke badan air yang tergenang.
21
Mengingat masalah kesehatan dan estetik yang ditimbulkan oleh sampah
padat, pengelolaannya harus ditujukan agar sampah tidak lagi menjadi faktor
risiko Kesehatan. Pengelolaan sampah padat juga merupakan bagian dan
penurunan emisi gas rumah kaca yaitu dengan memanfaatkan sampah sebagai
sumber daya energi-terbarukan (misalnya dengan menyadap gas metana) dan
konservasi sumber daya alam (misalnya dengan membuat kompos). Tujuan ini
dapat dicapai dengan mengelola sampah padat Ganiter, Keanekaragaman
kandungan sampah padat dan banyaknya sampah padat memberikan peluang
untuk memproduksikan energi dari sampah dan Kesempatan untuk memilih
pengelolaan sampah padat di antara beberapa alternatif teknologi pembuangan
sampah padat.
22
1. Dilakukan terus paling sedikit dalam setahun untuk mendapatkan
variasi menurut
a. Musim (penghujan, kemarau);
b. Kegiatan (misalnya perkembangan kegiatan di tempat
pengungsian, dan sebagainya).
2. Menjadi acuan penentuan sistem:
a. Pengelolaan sampah padat: pengumpulan, pemisahan, peng
angkutan sampah, dan lain-lain;
b. Pengolahan akhir sampah padat: incineration, composting,
sanitary land-fill, dan lain-lain.
3. Dipadukan dengan data:
a. Sumber daya manusia (kemampuan teknologi, daya kerja, dan lain-
lain);
b. Fasilitas dan infrastruktur yang tersedia:
c. Tersedianya lahan/ruang (kualitas dan kuantitas daya dulo ruang
potensi pencemaran media air, tanah, dan udara):
d. Pendanaan;
e. Proyeksi perkembangan di tempat terjadinya bencana.
23
1. Banyaknya dan jenis sampah yang beraneka ragam dari sumber institusi.
Komunitas, atau domestik. Khusus mengenai sampah medik, jenis ini
memerlukan perhatian khusus;
2. Variasi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produksi sampah oleh
masyarakat
3. Kemampuan teknologi yang ada;
4. Ketersediaan tenaga untuk melaksanakan;
5. Ketersediaan dana.
Karakteristik Sampah
Jenis dan banyaknya sampah padat yang dihasilkan merupakan asupan bei
perencanaan manajemen seluruh pembuangan sampah. Misalnya, jika mpah berisi
benda-benda yang mudah membusuk, pengumpulan dari tempat penghasil sampah
harus dilakukan segera dan setiap hari. Upaya ini dilakukan untuk mengurangi
kesempatan vektor penyakit berkembang di tempat terjadinya bencana atau di
tempat pengungsian.
24
sampah yang dihasilkan per kapita per hari. Juga, dengan mengetahui komposisi
sampah, dapat diperkirakan jumlah logam berat atau bahan-bahan aktif biologi
yang mungkin akan menentukan pemanfaatan lahan yang diperoleh dari
Pemendaman yang Saniter di kemudian hari. Hal serupa berlaku untuk cara
pengolahan-pengolahan sampah yang lain.
Umumnya terdiri dari bahan organik hayati dan nabati yang mudah/ dapat
membusuk seperti sisa makanan, kulit buah, bangkai hewan, benda benda
25
terbuat dari kulit hewan, kertas, kayu, daun-daun, dan lain-lain. Jika
keadaannya kering, bermacam-macam kandungan sampah ini mudah dibakar.
Dalam kelompok ini dikenal juga sampah kering atau rubbish (or trash,
sampah kantor). Rubbish terdiri dari sampah yang dapat terbakar dan sampah
yang tidak dapat terbakar (misalnya, kardus, kertas pembungkus, kotak kayu,
beling, dan lain-lain). Jenis sampah ini dapat berasal dari permukiman, tempat-
tempat pelayanan umum, dan tempat lain di permukiman para pengungsi.
26
bahan organik buatan dan olahan (ban mobil, kertas, kardus,
Styrofoam, aneka ragam plastik, oli bekas, dan lain-lain), timah
hitam (Pb, timbel, lead), dan merkuri (Hg, air raksa). Walaupun
merupakan bahan organik, kelompok ini tidak mudah membusuk,
sehingga bisa ditunda dilokasi untuk waktu yang relatif lebih lama
dibandingkan dengan garbage sebelum diangkut ke tempat
pembuangan akhir. Namun, jenis sampah ini berpotensi menjadi
sarang perindukan tikus, kecoa, nyamuk, dan lain-lain.
27
Agar dapat menangani sampah padat ketika terjadi bencana dan
Kedaruratan sehingga tidak menjadi masalah sanitasi lagi perlu dilakukan
perencanaan yang cermat. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan adalah tahap-
tahap berikut yaitu penentuan:
28
Tempat penghasil sampah merupakan tahap pengelolaan pertama di mana
barang dan benda sudah tidak diperlukan lagi oleh pemiliknya sehingga secara
subjektif dianggap tidak mempunyai nilai apa-apa dan boleh dibuang. Pada
kejadian bencana dan kedaruratan sering ditemukan puing puing, cadaver, dan
sampah lain. Karena berdasarkan penilaian subjektif, banyak barang-barang atau
benda yang sudah menjadi sampah masih berharga bagi orang lain yang
mempunyai penilaian subjektif lain. Pada tahap ini sudah dapat dilakukan seleksi
jenis sampah agar memudahkan pengelolaan selanjutnya.
29
Jika tersedia cukup ruang, untuk jangka panjang lubang pembuangan
sampah untuk tiap keluarga paling cocok untuk membuang sampah di tempat
pengungsian. Lubang digali sedalam kira-kira 1 meter dengan diameter 1 meter.
Masing-masing keluarga bertanggung jawab mengurus dan merawat lubang
sampah dan secara teratur menutupi sampah dengan tanah atau abu dapur bekas
memasak. Cara ini paling bagus terutama jika sampahnya hanya berasal dari
dapur. Dengan metode ini tidak diperlukan pekerja dari luar dan kesertaan
keluarga merupakan salah satu bentuk mobilisasi komunitas untuk program
promosi higiene.
Tong sampah untuk komunitas adalah tong sampah biasa yang dipakai
sebagai tempat mengumpulkan sampah agar tidak tersebar oleh ang dan hewan.
Tong sampah dapat dipindah-pindahkan untuk pengangkutan dan pembuangan.
Tong sampah ini terbuat dari bahan yang cukup bera agar tidak mudah tertiup
dan terbawa angin serta tidak mudah digeser ke mana-mana. Biasanya drum
bekas oli yang dipotong dua dapat a sebagai tong sampah untuk komunitas.
Dasar tong dilubangi agar bisa mengalir keluar dan mencegah tong dipakai
untuk maksud lain. Tong dapat dilengkapi dengan penutup dan tempat
pegangan.
30
jawab masing-masing rumah tangga untuk merawat dan mengatur jadwal
pengumpulan serta menyediakan tenaga dan waktu.
a. Penyimpanan Sampah
31
Karena itu, sebelumnya segera sediakan fasilitas pembuangan dan
penyimpanan sampah di tempat-tempat yang mudah dijangkau misalnya:
b. Pengumpulan Sampah
c. Transportasi
32
Ada beberapa pilihan untuk mengangkut sampah tergantung pada
banyaknya sampah, kepadatan (density) sampah, dan tersedianya sarana di
tempat. Ada tiga sarana pengangkutan yang dapat dipakai:
Tenaga manusia
Tenaga manusia cocok dipakai jika jarak tempuh tidak terlalu jauh.
Jika jarang angkut tidak dekat, dapat dipergunakan gerobak dorong yang
agak besar dan ditangani oleh lebih dari satu orang. Sebaiknya, selama
pengangkutan gerobak-gerobak diangkut secara tertutup untuk untuk
mencegah sampah berceceran, dikerumuni lalat, atau menyiarkan bau
busuk.
Tenaga hewan
Tenaga motor
33
yang sudah terkumpul dari tempat-tempat penghasil sampah diangkut
dengan gerobak (tenaga manusia atau tenaga hewan) dan dikumpulkan di
stasiun perantara. Dari stasiun perantara ini, sampah kemudian
dimasukkan ke dalam truk besar lalu diangkut ke tempat pembuangan
akhir yang jauh dari tempat asal.
1. Metode mana yang secara teknis bisa dipakai dari sudut pendanaan dan
sumber daya manusia (ketenagaan) yang ada?
a. Pengumpulan;
b. Pengangkutan;
34
Ada empat metode pengolahan sampah padat dan pembuangannya
yang layak agar tidak mencemari lingkungan yaitu:
35
1. Protein: Leucine bereaksi dengan oksigen dengan bantuan bakteri
aerobik menghasilkan gas CO2, air, amonia, dan panas;
2. Karbohidrat: mulai dari tepung-tepungan mengalami rangkaian reaksi
reduksi sampai glukosa dan akhirnya menghasilkan gas CO, air, dan
panas;
3. Senyawa-senyawa yang mengandung sulfur: mengalami oksidasi
dengan bantuan bakteri aerobik menghasilkan panas.
36
sampah padat. Mikroorganisme yang bekerja dalam proses pengomposan
adalah bakteri, Fungi, kapang (Molds), Actinomycetes, dan Protozoa.
Beberapa jenis invertebrata yaitu insekta, cacing tanah, ulat kaki seribu, kutu
(mites) juga turut serta. Proses akan lebih cepat jika ada bakteri aerobik.
1. Mesophilic.
2. Thermophilic.
3. Pendinginan (cooling).
4. Pematangan (maturing).
Tahap Mesophilic
Tahap Thermophilic
37
Setelah sampah padat mencapai suhu 70°C organisme tahan panas pun
mati sehingga proses terhenti dan suhu turun kembali (cooling). Bersamaan
dengan itu pH menurun. Pada tahap ini, pH turun sampai 7 dan 8.
38
keadaan ini pembakaran harus diusahakan sejauh mungkin dari tempat
pemukiman dan arah angin jangan menjurus ke arah pemukiman.
Perlindungan Kesehatan
Petugas Kebersihan
39
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
40
3.2 Saran
41
DAFTAR PUSTAKA
Kesmas. 2016. Sanitasi Darurat Daerah Bencana. Dikutip 9 April 2019 dari
Public Health: http://www.indonesian-publichealth.com/sanitasi-
bencana/.
42