Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

KONSEP DAN PRINSIP KEPERAWATAN ANAK DAN KONSEP KEPERAWATAN


ANAK SEHAT

DISUSUN OLEH :
MARLIN SIEP (1863030003)
KHANSA MAURA LUTFIAH (1863030012)
MARIA MAGDALENA SAGALA (1863030015)
DEFRI SAPUTRA (1863030025)

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Erita .S.Kep., M.kep

PRODI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS VOKASI


UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
2020
Kata Pengantar
Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima
kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semua makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebuh baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih


banyakkekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 11 Januari 2020

Tim Penulis
DAFTAR ISI

Contents
BAB I ...................................................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 5
1.1 Latar belakang ...................................................................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................ 6
1.3 Tujuan .................................................................................................................................... 6
BAB II .................................................................................................................................................... 7
TINJAUAN TEORI .............................................................................................................................. 7
2.1 Landasan Teori ..................................................................................................................... 7
2.1.1 Filosofi Keperawatan Anak.......................................................................................... 7
2.1.2 Paradigma Keperawatan Anak ................................................................................... 9
2.1.3 Prinsip – Prinsip Keperawatan Anak ....................................................................... 11
2.1.4 Program Kebijakan Pemerintah Terhadap Kesejahteraaan Anak........................ 12
2.1.5 Peran dan Fungsi Perawat Anak ................................................................................ 21
3.1 Konsep Keperawatan Anak Sehat ..................................................................................... 23
3.1.1 Konsep Tumbuh Kembang ............................................................................................ 23
3.1.1.1 Definisi Tumbuh Kembang ........................................................................................ 23
3.1.1.2 Tahapan Pertumbuhan dan Perkembangan ............................................................ 25
3.1.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang ..................................................... 27
3.1.2 Konsep Bermain Pada Anak .......................................................................................... 28
3.1.2.1 Definisi Bermain Pada Anak ...................................................................................... 28
3.1.2.2 Fungsi Bermain Pada Anak ....................................................................................... 28
3.1.2.3 Kecenderungan Umum Selama Anak-anak ............................................................. 30
3.1.2.4 Karakteristik Bermain (Usia Bayi-Prasekolah) ....................................................... 34
3.1.2.5 Terapi Bermain Pada Anak Yang Dihospitalisasi ................................................... 35
3.1.3 Komunikasi Pada Anak .................................................................................................. 36
3.1.3.1 Pengertian Komunikasi .............................................................................................. 36
3.1.3.2 Bentuk-Bentuk Komunikasi pada Anak dan Bayi ................................................... 37
3.1.3.3 Teknik-teknik komunikasi pada anak ...................................................................... 39
3.1.4 Konsep Anticipatory Guidance (Keamanan dan Pencegahan Kecelakaan pada Anak
45
3.1.4.1 Pengertian .................................................................................................................... 45
3.1.4.2 Aktivitas Utama dalam Anticipatory Guidance ....................................................... 45
3.1.4 Konsep Imunisasi ............................................................................................................ 47
3.1.4.1 Pengertian ......................................................................................................................... 47
3.1.4.2 Jenis Penyelenggaraan Imunisasi .............................................................................. 47
BAB III ................................................................................................................................................. 49
PENUTUP ............................................................................................................................................ 49
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 49
B. Saran ........................................................................................................................................ 49
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 50
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Anak dipandang sebagai individu yang unik, yang punya potensi untuk tumbuh dan
berkembang ( Supartini, Yupi ). Anak bukanlah miniature orang dewasa, melainkan
individu yang sedang berada dalam proses tumbuh kembang dan mempunyai
kebutuhan yang spesifik.
Secara fisiologis maupun psikologis asuhan keperawatan pediatric merupakan
fenomena yang spasial. Untuk menghadapi tantangan berespons terhadap kebutuhan
anak, banyak fasilitas asuhan keperawatan dewasa ini diperlengkapi dengan unit
pediatrik terpisah, sehingga perawat dan staf asuhan keperawatan profesional lainnya
dapat memberikan terapi berdasarkan kebutuhan individual pasiennya masing-masing.
Namun, pada kenyataannya banyak fasilitas asuhan kesehatan tidak memiliki
ruangan berstandar tinggi seperti yang dimaksud. Sebagai konsekuensi yang harus
dipikul dalam penataan ruangan tersebut, anak-anak yang menderita penyakit akut
kadang-kadang tidak menerima perhatian khusus serta perawatan yang mereka
inginkan yang sepatutnya harus mereka dapatkan.
Keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan anak, mengigat anak bagian dari
keluarga. Kehidupan anak dapat ditentukan oleh lingkungan keluarga, kehidupan dan
kesehatan anak juga dipengaruhi oleh dukungan keluarga.
Hal ini dapat telihat bila dukungan keluarga sangat baik maka pertumbuhan dan
perkembangan anak relatif stabil, tetapi bila dukungan pada anak kurang baik, maka
anak akan mengalami hambatan pada dirinya yang dapat menggangu psikologis anak
(Hidayat, 2005).
Sepanjang rentang sehat-sakit, anak membutuhkan bantuan perawat baik secara
langsung maupun tidak langsung sehingga tumbuh kembangnya dapat terus berjalan.
Orangtua diyakini sebagai orang yang paling tepat dan paling baik dalam
memberikan perawatan pada anak, baik dalam keadaan sehat maupun sakit.
Keberadaan anak di tengah-tengah keluarga sangat penting, baik dalam perawatan
anak sehat, maupun saat anak sakit. Keluarga dengan anak yang sedang sakit di
rumah menuntut keluarga itu sendiri untuk memberi perawatan yang optimal pada
anak.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis dapat memahami tujuan dari penyusunan
makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui filosofi keperawatan anak
2. Untuk mengetahui paradigma keperawatan anak
3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip keperawatan anak
4. Untuk mengetahui sistem perlindungan anak anak
5. Untuk mengetahui peran perawat anak
6. Untuk mengetahui konsep keperawatan anak
7. Untuk mengetahui konsep tumbuh kembang anak
8. Untuk mengetahui konsep bermain
9. Untuk mengetahui konsep komunikasi pada anak
10. Untuk mengetahui konsep anticipatory guidance
11. Untuk mengetahui konsep imunisasi

1.3 Tujuan
Untuk memahami dan menyamakan konsep mengenai keperawatan anak agar dapat
diketahui dengan baik dan tepat untuk menghindari perburukan keadaan bagi masyarakat
khususnya anak serta bagi tenaga kesehatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Filosofi Keperawatan Anak
Filosofi keperawatan anak merupakan keyakinan atau pandangan yang dimiliki
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan pada anak yang berfokus
pada keluarga (family centered care), dan pencegahan terhadap trauma
(atraumatic care).

Family center care ( perawatan berfokus pada keluarga ) merupakan unsur


penting dalam perawatan anak karena anak merupakan bagian dari anggota
keluarga, sehingga kehidupan anak dapat ditentukan oleh lingkungan keluarga.
Untuk itu keperawatan anak harus mengenal keluarga sebagai tempat tinggal atau
sebagai konstanta tetap dalam kehidupan anak yang dapat mempengaruhi status
kesehatan anak

Atraumatic care adalah semua tindakan keperawatan yang ditujukan kepada anak
tidak menimbulkan trauma pada anak dan keluarga dengan memperhatikan
dampak dari setiap tindakan yg diberikan. Prinsip dari atraumatic care adalah
menurunkan dan mencegah dampak perpisahan dari keluarga, meningkatkan
kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak, mencegah dan
mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis), tidak melakukan
kekerasan pada anak dan modifikasi lingkungan fisik

Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada anak harus memahami


bahwa semua asuhan Keperawatan anak harus berpusat pada keluarga ( family
center care ) dan mencegah terjadinya trauma ( atraumatik care )

a. Perawatan Berfokus Pada Keluarga


Keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan anak mengingat
anak bagian dari keluarga. Dalam Pemberian Askep diperlukan
keterlibatan keluarga karena anak selalu membutuhkan orang tua di
Rumah Sakit seperti aktivitas bermain atau program perawatan lainnya.
Pentingnya keterlibatan keluarga ini dapat mempengaruhi proses
kesembuhan anak. Program terapi yang telah direncanakan untuk anak
bisa saja tidak terlaksana jika perawat selalu membatasi keluarga dalam
memberikan dukungan terhadap anak yang dirawat, hal ini hanya akan
meningkatkan stress dan ketidaknyamanan pada anak. Perawat dengan
menfasilitasi keluarga dapat membantu proses penyembuhan anak yang
sakit selama dirawat. Kebutuhan keamanan dan kenyamanan bagi orang
tua pada anaknya selama perawatan merupakan bagian yang penting
dalam mengurangi dampak psikologis anak sehingga rencana
keperawatan dengan berprinsip pada aspek kesejahteraan anak akan
tercapai.

b. Atrumatic Care
Atrumatic care adalah perawatan yang tidak menimbulkan trauma pada
anak dan keluarga. Atraumatik care sebagai bentuk perawatan
terapeutik dapat diberikan kepada anak dan keluarga dengan
mengurangi dampak psikologis dari tindakan keperawatan yang
diberikan., seperti memperhatikan dampak psikologis dari tindakan
keperawatan yang diberikan dengan melihat prosedur tindakan atau
aspek lain yang kemungkinan berdampak adanya trauma untuk
mencapai perawatan tersebut beberapa prinsip yang dapat dilakukan
oleh perawat antara lain:
 Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari
keluarga.
Dampak perpisahan dari keluarga akan menyebabkan
kecemasan pada anak sehingga menghambat proses
penyembuhan dan dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak.
 Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol
perawatan pada anak.
Kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada
anak dapat meningkatkan kemandirian anak dan anak akan
bersikap waspada dalam segala hal.
 Mencegah atau mengurangi cedera (injuri) dan nyeri
(dampak psikologis).
Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa dihilangkan
secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai
tenik misalnya distraksi, relaksasi dan imaginary. Apabila
tindakan pencegahan tidak dilakukan maka cedera dan
nyeri akan berlangsung lama pada anak sehingga dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
 Tidak melakukan kekerasan pada anak
Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan
psikologis yang sangat berarti dalam kehidupan anak, yang
dapat menghambat proses kematangan dan tumbuh
kembang anak.
 Modifikasi lingkungan
Melalui modifikasi lingkungan yang bernuansa anak dapat
meningkatkan keceriaan dan nyaman bagi lingkungan anak
sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman
dilingkungan.

2.1.2 Paradigma Keperawatan Anak


Paradigma keperawatan anak merupakan landasar berfikir dalam penerapan ilmu
keperawatan anak, dimana landasar berfikir tersebut terdiri atas empat komponen.
Komponen paradigma keperawatan anak :

Manusia (anak )

Sehat –sakit lingkungan

Keperawatan

a. Anak
Dalam keperawatan anak yang menjadi individu (klien) adalah anak,anak
diartikan sebagai seseorang yang berusia kurang dari delapan belas tahun
dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus baik kebutuhan fisik,
psikologis, sosial dan spritual. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan
perkembangan yang dimulasi dari bayi (0-1 tahun), usia bermain/ todler (1-2,5
tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5 – 11 tahun), remaja (11-18
tahun).
b. Sehat dan Sakit
Rentang sehat sakit adalah suatu kondisi anak berada dalam status kesehatan
yang meliputi sejahtera, sehat optimal, sehat, sakit, sakit kronis dan
meninggal. Rentang ini suatu alat ukur dalam menilai status kesehatan yang
bersifat dinamis dalam setiap waktu, selama dalam batas rentang tersebut anak
membutuhkan bantuan perawat baik secara langsung maupun tidak langsung,
seperti apabila anak berada pada rentang sehat maka upaya perawat untuk
meningkatkan derjat kesehatan sampai mencapai taraf sejahtera baik fisik,
sosial maupun spritual.
c. Lingkungan
Lingkungan dalam paradigma keperawatan anak yang dimaksud adalah
lingkungan eksternal maupun internal yang berperan dalam status kesehatan
anak.
1) Lingkungan internal : Genetik, kematangan biologis, jenis kelamin,
intelektual,emosi dan adanya predisposisi atau resistensi terhadap penyakit.
2) Lingkungan eksternal : status nutrisi, orang tua, saudara kandung,
kelompok/geng, disiplin yang ditanamkan orang tua, agama, budaya, status
sosialekonomi, iklim, cuaca sekitar dan lingkungan fisik/biologis baik rumah
maupun sanitasi di sekililingnya.
Perkembangan anak sangat dipengaruhi ransangan terutama dari lingkungan
eksternal, yaitu lingkungan yang aman, peduli, dan penuh kasih sayang.
d. Keperawatan
Komponen ini merupakan bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan
kepada anak dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan secara optimal
dengan melibatkan keluarga seperti adanya dukungan, pendidikan kesehatan
dan upaya dalam rujukan ke tenaga kesehatan dalam program perawatan anak.
Fokus utama dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan adalah peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit, dengan falsafah yang utama, yaitu asuhan
keperawatan yang berpusat pada keluarga dan perawatan yang terapetik.
Bentuk intervensi utama yang diperlukan anak dan keluarga adalah pemberian
dukungan, pemberian pendidika kesehatan dan upaya rujukan kepada tenaga
kesehatan lain yang berkompeten sesuai dengan kebutuhan sesuai dengan
kebutuhan anak.
2.1.3 Prinsip – Prinsip Keperawatan Anak
Terdapat prinsip atau dasar dalam keperawatan anak yang dijadikan sebagai
pedoman dalam memahami filosofi keperawatan anak. Prinsip dalam asuhan
keperawatan anak adalah:
a) Anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik,
dimana tidak boleh memandang anak dari ukuran fisik saja melainkan
anak sebagai individu yang unik yang mempunyai pola pertumbuhan dan
perkembangan menuju proses kematangan.
b) Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan yang
sesuai dengan tahap perkembangan. Kebutuhan tersebut meliputi
kebutuhan fisiologis (seperti nutrisi, dan cairan, aktivitas, eliminasi,
istirahat, tidur dan lain-lain), kebutuhan psikologis, sosial dan spritual.
c) Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan dan
peningkatan derjat kesehatan, bukan hanya mengobati anak yang sakit.
d) Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada
kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung jawab secara
komprehensif dalam memberikan asuhan keperawatan anak. Anak
dikatakan sejahtera jika anak tidak merasakan ganggguan psikologis,
seperti rasa cemas, takut atau lainnya, dimana upaya ini tidak terlepas juga
dari peran keluarga.
e) Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan keluarga
untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi dan meningkatkan
kesejahteraan hidup, dengan menggunakan proses keperawatan yang
sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek hukum (legal). Sebagai bagian
dai keluarga anak harus dilibatkan dalam pelayanan keperawatan, dalam
hal ini harus terjadi kesepakatan antara keluarga, anak dan tim kesehatan.
f) Tujuan keperawatan anak dan remaja adalah untuk meningkatkan maturasi
atau kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sebagai makhluk
biopsikososial dan spritual dalam kontek keluarga dan masyarakat.
g) Pada masa yang akan datang kecendrungan perawatan anak berfokus pada
ilmu tumbuh kembang, sebab ilmu tumbuh kembang ini akan mempelajari
aspek kehidupan anak.
2.1.4 Program Kebijakan Pemerintah Terhadap Kesejahteraaan Anak
Pemerintah menerapkan beberapa progam bagi anak yaitu sebagai berikut :
1. Perlindungan terhadap anak
A. Hak-hak anak
UU no 39/99 pasal 52 ayat 1 dan 2 ” hak anak adalah hak asasi
manusia dan untuk kepentingan anak itu diakui dan dan dilindungi oleh
hukum sejak dalam kandungan”.
Hak anak dalam konveksi hak anak (5 oktober 1990 )
§ Hak anak untuk hidup dan berkembang
§ Hak untuk mendapat identitas
§ Hak untuk mendapat standar hidup yang layak
§ Hak untuk mendapatkan standar kesehatan yang paling tinggi
§ Hak untuk mendapatkan perlindungan khususjika mengalami konflik
hukum
§ Hak untuk hidup dengan orang tua
§ Hak untuk mendapatkan perlindungan pribadi
§ Hak untuk mendapatkan perlindungan dari perlakuan kejam’ hukuman
dan perlakuan tidak manusiawi.
§ Hak untuk mendapatkan pendidikan dasar secara cuma-cuma.
§ Hak untuk bermain, dll.

Tanggung jawab anak


 Menghormati orang tua, wali dan guru
 Mencintai keluarga, masyarakat dan menyayangi teman
 Mencintai tanah air bangsa dan negara
 Menunaikan ubadah sesuai dengan ajaran agamanya
 Melaksanakan etika dan ahlak yang mulia.
B. Perwalian anak
a. perwalian akibat perceraian
Bila ada perceraian menurut hukum perlu ditentukan siapa yang
berhak menjadi wali bagi anak mereka. Karena adanya ketentuan bila
terjadi perceraian maka hilanglah kekeuasaan orang tua terhadap anak
anak dan kekuasaan tersebut diganti dengan perwalian. Menurut UU
no1 tahun 1974 “ apabila putus perkawinan karena perceraian baik
bapak atau ibu mempunyai kewajiban memelihara, mendidik anak
berdasarkan kepentingan anak”.bila terjadi perselisihan mengenai
penguasaan anak maka pengadilan yang akan memberikan putusannya.
Yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan adalah bapak., bila bapak tidak dapat memenuhi
kewajibannya maka pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut
memmikul biaya tersebut.
b. Perwalian pada anak adopsi
Sejak putusan diucapkan pengadilan maka orang tua angkat
menjadi wali anak angkat. Sejak saat itu segala hak dan kewajiban
orang tua kandung beralih pada orang tua angkat. kecuali bagi anak
angkat perermpuan beragama Islam, bila akan menikah maka yang bisa
menjadi wali nikahnya hanyalah orang tua kandung atau saudara
sedarahnya.

c. Advocate anak.
Ide advokasi oleh anak merupakan pengembangan salah satu
hak dasar anak pada Konvensi Hak Anak (KHA) yang diratifikasi
pemerintah tahun 1990, yakni hak untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan yang ditujukan baginya. Tiga hak dasar lainnya
adalah hak untuk kelangsungan hidup, hak untuk tumbuh dan
berkembang, serta hak untuk memperoleh perlindungan dari tindakan
yang merugikan mereka.
Untuk bisa terlibat aktif dalam kegiatan advokasi oleh anak,
tidak semua anak di bawah usia 18 tahun (batasan usia anak menurut
KHA) bisa berperan di situ. Ada persyaratan kematangan dan
kecakapan yang diperlukan yang hanya bisa dipenuhi anak usia
belasan tahun.
Advokasi oleh anak merupakan kegiatan tahap lanjut yang
sebelumnya diawali pemberdayaan yang bersifat menggugah
kesadaran kritis anak terhadap persoalan di lingkungan sekitar dan
menggali potensi kepemimpinan dari anak.
Gerakan advokasi oleh anak saat ini bukan lagi merupakan
fenomena di tingkat nasional, tetapi sudah menjadi fenomena
internasional. Mengingat cukup kuatnya landasan hukum untuk anak
melakukan advokasi serta kuatnya desakan dari LSM anak di tingkat
internasional, pada Mei 2002-dalam Sidang Umum PBB-untuk
pertama kali dalam sejarah PBB digelar sesi khusus untuk anak, yang
diikuti lebih dari 400 anak yang merupakan delegasi dan peserta aktif
di setiap pertemuan formal dan sesi pendukung lain. Pada sidang PBB
itu akhirnya berhasil dirumuskan berbagai komitmen yang tersusun
dalam millenium development goals, serta pernyataan anak-anak yang
dikenal dengan dokumen Dunia yang Layak bagi Anak (World Fit for
Children), dengan tujuan dan targetnya yang harus dipenuhi.
Makin banyaknya kasus kenakalan yang menjurus pada prilaku
kriminal di kalangan anak, menjadi alasan mendesak perlunya di
bentuk UU dan lembaga yang bisa menyelesaikan permasalahan anak
dengan hukum.
Rencana UU perlindungan Anak (RUUPA), akan di tetapkan
sebagai UU, akan menjadi landasan hukum guna melindungi
kepentingan dan hak anak. Materi RUUPA menyangkut pemenuhan
hak dan kewajiban anak tanggung jawab negara, perwalian anak ,
kuasa asuh, dan pengangkatan anak, ketentuan pidana, dan
perlindungan anak, yang meliputi bidang kesehatan, agama,
pendidikan dan sosial. RUUPA juga memberikan perlindungan khusus,
yaitu anak yang berhadapan denagan hukum, kelompok minoritas,
anak korban eksploitasi ekonomi dan sexual, anak yang
diperdagangkan, anak korban kerusushan, anak yang menjadi
pengungsi, serta anak dalam situasi konflik bersenjata.
Perlindungan pada anak berdasarkan prinsip :
§ Non dikriminasi
§ Kepentingan bagi anak.
§ Penghargaan terhadap pendapat anak.
§ Hak untuk hidup.
§ Kelangsungan hidup.
§ Perkembangan.
Kementrian Pemberdayaan Perempuan menetapkan UU No 23 tahun
2002 :
 Perlindungan anak
 Harmonisasi hukum dan perundangan.
 Mengembangkan data dan profil anak.
 Mengembangkan model intervensi.
 Mengembangkan pusat kajian bagi kesejahteraan dan
perlindungan anak di perguruan tinggi.
 Meningkatkan kemitraan dengan seluruh pemangku
kepentingan anak menjadi upaya yang dapat mempercepat
peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak.

i. Organisasi perlindungan anak.


Perlindungan anak di indonesia di lakukan melalui :
 UU No 23 tahun 2002
 Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
 Penyusunan peraturan pemerintah tentang tata cara perwalian anak.
 Bimbingan dan pengawasan terhadap pengangkatan anak dan
sosialisasi terhadap penegak hukum.
 Upaya penyelenggara perlindungan anak di bidang agama, kesehatan
dan pendidikan.
Lembaga Advokasi Anak Indonesia
Terdiri dari komisi :
§ Tenaga kerja.
§ Guidance dan konseling
§ Hak asazi manusia
§ Pendidikan dan latihan
§ Penelitian dan pengembangan.
§ Hukum wanita.
§ Lingkungan hidup.

Program kerja :
 Investigasi
 NGO, Locxal, nasional dan Internasional.
 Instansi pemerintah
 Praktisi hukum
 Jurnalis
 Peneliti
 Pemerhati masaalah anak
 Badan-badan PBB.

ii. Program KIA


BKIA pertama didirikan di Paris oleh Budin (1892), di negara
Belanda pada tahun 1901, sedangkan di Indonesia pada tahun 1931.
budin sering melihat bayi yang dilahirkan dirumah sakit dalam
keadaan baik tetapi setelah beberapa bulan kemudian berada dalam
keadaan yang tidak memuaskan. Akhirnya timbul gagasannya agar
bayi tersebut dijaga agar tidak jatuh sakit. Kemudian mulailah
pemeriksaan pada bayi, ataupun dalam keadaan sehat, agar kelainan
yang tiumbul dapat segera di ketahui.
Didalam UU pokok kesehatan tanggal 15-10-1960 Bab I
Pasal 1 telah dinyatakan “ tiap-tiap warga negara berhak memperoleh
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dan perlu diikutsertakan
dalam usaha-usaha kesehatan pemerintah”. Dalam pasal 9 ayat 20.2,
juga telah dinyatakan bahwa tujuan pokok undang-undang yang
dimaksud adalah sebagai berikut : “ meningkatkan derajat kesehatan
ibu, bayi, dan anak sampai usia 6 tahun menjaga dan mencegah jangan
sampai ketiga subyek ini tergolong dalam “vulnerable group”(
golongan terancam bahaya,). Sehubungan hal terebut diatas,
pemerintah melakukan usaha-usaha khusus untuk kesehatan keturunan
dan pertumbuhan anak yang sempurna, serta lingkungan masyarakat
dan keolahragaan.

BKIA sendiri adalah balai kesehatan ibu dan anak, merupakan


wadah untuk usaha-usaha KIA. BKIA berada dibawah kordinasi dinas
KIA departemen kesehatan. KIA adalah Kesejahteraan ibu dan
anak yang didirikan pada tahun 1952 di Yogyakarta sebagai ibukota
RI pada saat itu, dan merupakan salah satu bagian dari Departemen
Kesehatan.

Pelayanan kesehatan yang diberikan terdiri dari:


i. Pelayanan kesehatan ibu
Agar ibu hamil, bersalin, menyusui, berada dalam keadaan sebaik-
baiknya agar dapat menjaga keselamatan dirinya dan bayinya dan
selamat dalam proses persalinan. Selain itu diharapkan dapat
memahami dan mengerti mengenai cara memelihara/mengasuh bayi
dan anak-anak, tentang cara hidup sehat serta cara menyiapkan
makanan sehat dan bergizi dalam hal ini fokusnya adalah :
 Pelayanan kesehatan ibu hamil
 Pertolongan persalinan
 Perawatan nifas
 Pelayanan dini resiko dan faktor resiko ibu hamil
 Pelayanan keluarga berencana
ii. Pelayanan kesehatan anak.
Usia anak adalah periode yang sangat menentukan kualitas seorang
manusia dewasa nantinya. Saat ini masih terdapat perbedaan dalam
penentuan usia anak. Menurut UU no 20 tahun 2002 tentang
Perlindungan anak dan WHO yang dikatakan masuk usia anak adalah
sebelum usia 18 tahun dan yang belum menikah. American Academic
of Pediatric tahun 1998 memberikan rekomendasi yang lain tentang
batasan usia anak yaitu mulai dari fetus (janin) hingga usia 21
tahun. Batas usia anak tersebut ditentukan berdasarkan pertumbuhan
fisik dan psikososial, perkembangan anak, dan karakteristik
kesehatannya. Usia anak sekolah dibagi dalam usia prasekolah, usia
sekolah, remaja, awal usia dewasa hingga mencapai tahap proses
perkembangan sudah lengkap.
Didalam pasal 3 telah didinyatakan bahwa, ”pertumbuhan anak yang
sempurna dalam lingkungan yang sehat adalah penting untuk mencapai
generasi yang sehat dan bangsa yang kuat”. Untuk itu salah satu
program KIA adalah agar setiap anak dimana saja dapat dibesarkan
dalam lingkungan keluarga yang penuh kasih sayang, lepas dari rasa
ketakutan.

Pelayanan kesehatan anak meliputi:


1. Pelayanan kesehatan anak dan tata laksana neonatal sakit.
Masa neonatus ( umur 0 - 28 hari) yang merupakan masa terjadinya
kehidupan yang baru eksta uteri. Pada masa ini terjadi proses adaptasi
semua sistem tubuh seperti pernafasan, jantung, pencernaan, sistem
defekasi, urinaria dan sebagainya. Untuk itu perlu perhatian untuk
mencegah kematian dan kesakitan pada usia ini.
2. Pola asuh anak.
Pentingnya kedua orang tua memahami tujuan utama pengasuhan
adalah mempertahankan kehidupan fisik anak dan meningkatkan
kesehatannya, memfasilitasi anak untuk menyeimbangkan kemampuan
sejalan dengan tingkat perkembangannya dan mendorong peningkatan
kemampuan berprilaku sesuai dengan nilai agama dan budaya yang
diyakininya. Kemampuan orang tua untuk mngasuh tidak hanya
didapatkan dari pendidikan tetapi juga berdasarkan pengalaman sendiri
dan orang lain.
3. Pelayanan kesehatan balita melalui manajemen terpadu balita sakit
(MTBS) dan imunisasi.
MTBS merupakan suatu bentuk pengelolaan balita yang mengalami
sakit yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan anak serta
kualitas pelayanan kesehatan anak. Cara ini angat efektif untuk
menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi dan anak. Karena
bentuk pelayanan ini dapat dilakukan pada pelayanan tingkat pertama
seperti unit rawat jalan, puskesmas, polindes dan lain-lain
iii. pelayanan kesehatan anak usia prasekolah.
Pada masa pertumbuhan masa prasekolah pada anak perlu
mendapat perhatian, khususnya pertumbuhan fisik, Berat badan
mengalami kenaikan rata-rata 2 kg, kelihatan kurus akan tetapi
aktifitas motorik tinggi, dimana sistem tubuh sudah mencapai
kematangan seperti berjalan melompat, dll.
iv. Pelayanan kesehatan anak usia sekolah melalui program UKS.
Peningkatan kesehatan anak sekolah dengan titik berat pada
upaya promotif dan preventif didukung oleh upaya kuratif dan
rehabilitatif yang berkualitas, Usaha keasehatan Sekolah (UKS)
menjadi sangat penting dan strategis untuk mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. UKS bukan hanya
dilaksanakan di Indonesia, tetapi dilaksanakan di seluruh dunia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mencanangkan
konsep sekolah sehat atau Health Promoting School ( Sekolah
yang mempromosikan kesehatan). Health Promoting School
adalah sekolah yang telah melaksanakan UKS dengan ciri-ciri
melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan masalah
kesehatan sekolah, menciptakan lingkungan sekolah yang sehat
dan aman, memberikan pendidikan kesehatan di sekolah,
memberikan akses terhadap pelayanan kesehatan, ada kebijakan
dan upaya sekolah untuk mempromosikan kesehatan dan
berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.
Upaya Health Promoting School tersebut idengan titik berat
pada upaya promotif dan preventif didukung oleh upaya kuratif
dan rehabilitatif yang berkualitas adalah :
1. Promotif dan Pencegahan
o Pemberian nutrisi yang baik dan benar
o Perilaku hidup sehat jasmani dan rohani
o Deteksi dini dan pencegahan penyakit menular
o Deteksi dini gangguan penyakit kronis pada
anak sekolah
o Deteksi dini gangguan pertumbuhan anak usia
sekolah Deteksi dini gangguan perilaku dan
gangguan belajar
o Imunisasi anak sekolah
2. Kuratif dan rehabilitasi
o Penganan pertama kegawat daruratan di sekolah
o Pengananan pertama kecelakaan di sekolah
o Keterlibatan guru dalam penanganan anak
dengan gangguan perilaku dan gangguan belajar
UKS dilakukan mulai dari tingkat sekolah dasar (SD) sampai
pada tingkat sekolah lanjutan atas, tetapi untuk saat ini di
prioritaskan di SD yang merupakan dasar dari semua sekolah
lanjutan, untuk terlaksananya perlu kerjasama dengan DINKES,
dinas pendidikan, pemerintah daerah setempat, orang tua murid
dan lembaga sosial lainnya.
Deteksi dini gangguan kesehatan anak usia sekolah dapat
mencegah atau mengurangi komplikasi dan permasalahan yang
diakibatkan menjadi lebih berat lagi. Peningkatan perhatian
terhadap kesehatan anak usia sekolah tersebut, diharapkan dapat
tercipta anak usia sekolah Indonesia yang cerdas, sehat dan
berprestasi.
v. Pelayanan kesehatan remaja melalui pelayanan kesehatan peduli
remaja.
Pelayanan kesehatan lebih banyak dititik beratkan pada
pembinaan prilaku sehat.Pada anak usia SLTP dan SMU
(remaja), masalah kesehatan yang dihadapi biasanya berkaitan
dengan perilaku berisiko seperti merokok, perkelahian antar
pelajar, penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan
Zat Adiktif lainnya), kehamilan yang tak diingini, abortus yang
tidak aman, infeksi menular seksual termasukHIV/AIDS.
Dalam pelaksanaan berbagai program KIA ini pemerintah
banyak mendapat bantuan dari badan sosial luar negeri,
misalnya:
1. UNICEF memberikan bantuan pelayanan kesehatan
berupa bantuan pengadaan peralatan medis bagi
poliklinik desa dan Puskesmas, juga membiayai
kegiatan penyuluhan, lokakarya dan pelatihan
kesehatan.

2. US Agency for International Develovment (USAID),


memberikan bantuan hibah 27 juta dolar
AS(Rp.226.600 milyar), bagi perlindungan kesehatan
ibu dan anak di Indonesia, disalurkan melalui Strategi
Objective Grant Agreement (SOGA).

2.1.5 Peran dan Fungsi Perawat Anak


Peran adalah tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang
sesuai kedudukannya dalam suatu sistem peran. Secara ringkas Peran dapat diartikan
sebagai tingkah laku yang diharapkan. Sedangkan fungsi mempunyai arti dan
pengertian tugas yang dilaksanakan sesuai dengan peran perawat.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan anak, perawat mempunyai peran dan
fungsi sebagai perawat anak diantaranya:

a. Pemberi perawatan
Merupakan peran utama perawat yaitu memberikan pelayanan keperawatan
kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat sesuai dengan masalah
yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai yang kompleks.
Contoh peran perawat sebagai pemberi perawatan adalah peran ketika perawat
memenuhi kebutuhan dasar seperti memberi makan, membantu pasien melakukan
ambulasi dini.

b. Sebagai Advocat keluarga


Sebagai client advocate, perawat bertanggung jawab untuk memebantu klien dan
keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan
dan informasi yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform concent)
atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya. Peran perawat sebagai
advocate keluarga dapt ditunjukkan dengan memberikan penjelasan tentang
prosedur operasi yang akan di lakukan sebelum pasien melakukan operasi.

c. Pendidik
Perawat bertanggung jawab dalam hal pendidikan dan pengajaran ilmu
keperawatan kepada klien, tenaga keperawatan maupun tenaga kesehatan lainya.
Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam keperawatan adalah aspek
pendidikan, karena perubahan tingkah laku merupakan salah satu sasaran dari
pelayanan keperawatan. Perawat harus bisa berperan sebagai pendidik bagi
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Memberi penyuluhan kesehatan
tentang penanganan diare merupakan salah satu contoh peran perawat sebagai
pendidik ( health educator ).

d. Konseling
Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien
terhadap keadaan sehat sakitnya. Adanya perubahan pola interaksi ini merupakan
dasar dalam perencanaan tindakan keperawatan. Konseling diberikan kepada
individu, keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan
pengalaman masa lalu. Pemecahan masalah difokuskan pada; masalah
keperawatan, mengubah perilaku hidup sehat (perubahan pola interaksi).

e. Kolaborasi
Dalam hal ini perawat bersama klien, keluarga, team kesehatan lain berupaya
mengidentifikasi pelayanan kesehatan yang diperlukan termasuk tukar pendapat
terhadap pelayanan yang diperlukan klien, pemberian dukungan, paduan keahlian
dan ketrampilan dari berbagai professional pemberi palayanan kesehatan. Sebagai
contoh, perawat berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang tepat
pada anak dengan nefrotik syndrome. Perawat berkolaborasi dengan dokter untuk
menentukan dosis yang tepat untuk memberikan Antibiotik pada anak yang
menderita infeksi

f. Peneliti
Seorang perawat diharapkan dapat menjadi pembaharu (innovator) dalam ilmu
keperawatan karena ia memiliki kreativitas, inisiatif, cepat tanggap terhadap
rangsangan dari lingkunganya. Kegiatan ini dapat diperoleh diperoleh melalui
penelitian. Penelitian, pada hakekatnya adalah melakukan evalusai, mengukur
kemampuan, menilai, dan mempertimbangkan sejauh mana efektifitas tindakan
yang telah diberikan. Dengan hasil penelitian, perawat dapat mengerakan orang
lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan kebutuhan, perkembangan dan
aspirasi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Oleh karena itu perawat
dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan memanfaatkan media massa atau
media informasi lain dari berbagai sumber. Selain itu perawat perlu melakukan
penelitian dalam rangka mengembagkan ilmu keperawatan dan meningkatkan
praktek profesi keperawatan.
Perawat mempunyai peran dan fungsi yang komplek dan komprehensif
dalam dunia kesehatan. Terkait dengan kesehatan anak, maka peran dan tingkah
laku yang diharapkan dari seorang perawat antara lain sebagai berikut:
1. Peran dan Fungsi Perawat di Rumah Sakit:
a. Peran sebagai pelaksana pelayanan kesehatan, Perawat mempunyai fungsi:
Menyiapkan fasilitas dan lingkungan poliklinik untuk memudahkan
pelayanan, Pengkajian, Pelaksana, yaitu melakukan tindakan darurat ketika
diperlukan, Melaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai sistem yang
berlaku
b. Peran sebagai perawat pengelola, perawat berfungsi: Pembibimbing pekerja
kesehatan atau peserta didik yang sedang melakukan praktek, Mengawasi
pemeliharaan buku register dan kartu pasien, Menyusun permintaan kebutuhan
alat, obat dan bahan yang diperlukan.
2. Peran dan Fungsi Perawat di Puskesmas:
a. Peran sebagai pelaksana pelayanan kesehatan, perawat mempunyai fungsi:
Mengkaji kebutuhan dan status kesehatan pasien yang datang ke puskesmas,
Melakukan tindakan darurat, Melaksanakan sistem pencatatan dan pelaporan
mengenai pelaksanaan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
b. Peran sebagai pengelola, perawat mempunyai fungsi: Membimbing prakarya
RT, pelaksanaan program KIA, Membantu dalam administrasi pasien
3. Peran dan fungsi perawat di Posyandu :
a. Peran sebagai pelaksana pelayanan perawatan, perawat mempunyai fungsi:
Memberi imunisasi kepada ibu, bayi dan balita, Melaksanakan penyuluhan
kepada pasien, Melaksanakan rujukan, Melaksanakan pencatatan dan pelaporan
mengenai pelayanan posyandu
b. Peran sebagai pengelola, perawat mempunyai fungsi: Melatih dan membina
kader kesehatan dalam pelaksanaan tugas di posyandu

3.1 Konsep Keperawatan Anak Sehat


3.1.1 Konsep Tumbuh Kembang
3.1.1.1 Definisi Tumbuh Kembang
Pertumbuhan (Growth) dan perkembangan (Development) memiliki definisi
yang sama yaitu sama-sama mengalami perubahan, namun secara khusus
keduanya berbeda. Pertumbuhan menunjukan perubahan yang bersifat
kuantitas sebagai akibat pematangan fisik yang di tandai dengan makin
kompleksnya sistem jaringan otot, sistem syaraf serta fungsi sistem organ
tubuh lainnya dan dapat di ukur (Yuniarti, 2015). Depkes (2006, dalam
Yuniarti, 2015) pertumbuhan ialah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta
jaringan intraseluler, bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti
sebagian atau keseluruhan. Pertumbuhan dapat di ukur secara kuantitatif, yaitu
dengan mengukur berat badan, tinggi badan, lingkar kepala dan lingkar lengan
atas terhadap umur, untuk mengetahui pertumbuhan fisik. Perkembangan
berarti perubahan secara kualitatif. Perkembangan adalah bertambahnya
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar,
gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian (Depkes,
2006).

Prinsip Tumbuh Kembang

Tumbuh kembang merupakan proses yang dinamis dan terus menerus. Prinsip
tumbuh kembang : Perkembangan merupakan hal yang teratur dan mengikuti
rangkaian tertentu, perkembangan merupakan hal yang kompleks, dapat
diprediksi, dengan pola konsisten dan kronologis dan perkembangan adalah
sesuatu yang terarah dan berlangsung terus menerus, dalam pola sebagai
berikut (Dwienda, dkk 2014) :
a. Cephalocaudal : merupakan rangkaian pertumbuhan berlangsung terus
dari kepala ke arah bawah bagian tubuh. Contohnya bayi biasanya
menggunakan tubuh bagian atas sebelum mereka menggunakan tubuh
bagian bawahnya (Santrock, 2011).
b. Proximodistal : perkembangan berlangsung terus dari daerah pusat
(proximal) tubuh ke arah luar tubuh (distal). Contohnya, anak-anak
belajar mengembangkan kemampuan tangan dan kaki bagian atas baru
kemudian bagian yang lebih jauh, dilanjutkan dengan kemampuan
menggunakan telak tangan dan kaki dan akhirnya jari-jari tangan dan
kaki (Papilia, dkk, 2010).
c. Differentiation yaitu ketika perkembangan berlangsung terus dari yang
mudah ke arah yang lebih kompleks. Sedangkan sequential yaitu
perkembang yang kompleks, dapat diprediksi, terjadi dengan pola yang
konsisten dan kronologis seperti tengkurap-merangkak-berdiri-
berjalan. Setiap individu cenderung mencapai potensi maksimum
perkembangannya (Yuniarti, 2015).

Ciri-ciri Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan akan terjadi perubahan ukuran dalam hal bertambahnya ukuran


fisik, seperti berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar
dada, dan lain-lain. Pada pertumbuhan dan perkembangan terjadi hilangnya
ciri-ciri lama yang ada selama masa pertumbuhan, seperti hilangnya kelenjer
timur, lepasnya gigi susu, atau hilangnya refleks-refleks tertentu. Dalam
pertumbuhan juga terdapat ciri baru seperti adanya rambut pada daerah aksila,
pubis atau dada sedangkan perkembangan selalu melibatkkan proses
pertumbuhan yang diikuti dengan perubahan fungsi, seperti perkembangan
sistem reproduksi akan diikuti perubahan fungsi kelamin. Perkembangan dapat
terjadi dari daerah kepala menuju ke arah kaudal atau bagian proksimal ke
bagian distal. Perkembangan memiliki tahapan yang berurutan dari
kemampuan melakukan hal yang sederhana menuju hal kemampuan hal yang
sempurna. Setiap individu memiliki kecepatan perkembangan yang berbeda
(Hidayat, 2008).

3.1.1.2 Tahapan Pertumbuhan dan Perkembangan


Tahapan perkembangan memiliki beberapa masa pertumbuhan, sebagai
berikut (Yuniarti, 2015) :
1) Masa pranatal, sejak konsepsi sampai kelahiran. Proses pertumbuhan
berlangsung cepat 9 bulan 10 hari.
2) Masa bayi dan anak 3 tahun pertama. Pada anak usia tersebut anak
batita memiliki kelekatan emosi dengan orang tua, suka berkhayal,
egosentris.
3) Masa anak- anak awal (early childhood), dimulai usia 4-5 tahun 11
bulan. Anak masih terikat kepada orang tua, namun sudah mulai
belajar mandiri, keinginanan besosialisasi dengan temans sebaya, dan
masa ini masih meliputi kegiatan 13 bermain sendiri.
4) Masa anak tengah (Middle childhood), dimulai usia 6-9 tahun. Pada
usia ini anak berada pada taraf operasional konkrit, anak mampu
melakukan tugas-tugas seperti berhitung sederhana tetapi belum
bersifat kompleks. Dimana anak mulai mengembangkan kepribadiaan,
konsep diri, sosial, dan akademis.
5) Masa anak akhir (Late childhood), dimulai usia 10-12 tahun. Pada
masa ini anak melakukan aktifitas menyita energi, karena
pertumbuhannya masuk ke awal remaja dimana fungsi-fungsi hormon
mulai aktif dan anak pada usia tersebut lebih banyak terlibat dalam
kegiatan games with rules dimana kegiatan anak lebih banyak
dikendalikan oleh peraturan permainan.
6) Masa remaja (adolecence), dimulai usia 13-21 tahun. Pada masa ini
merupakan masa transisi, yaitu dari masa anak-anak ke masa dewasa,
biasanya pada usia tersebut cendrung egosentris, tidak mau dikekang,
revolusioner guna mencari jati diri.
7) Masa dewasa muda (young adulthood), dimulai usia 22-40 tahun.
Secara kognitif pada usia tersebut mereka sudah menyelesaikan
pendidikan dan mulai mengembangkan karir.
8) Masa dewasa tengah (Middle adulthood), dimulai usia 41-60 tahun.
Masa ini dimana kondisi fisik menurun, masa penuh tantangan, tetapi
mereka berhasil membentuk kepribadian terintegritas justru akan
bersikap bijaksana dan mampu membimbing anak-anaknya.
9) Masa dewasa akhir (Late adulthood), usia 60 tahun keatas. Pada usia
tersebut, kondisi fisik sudah menurun, cepat lelah dan stimulus lambat
sehingga sering terjadi stress. Menurut Piaget dalam Syamsussabri
(2013), perkembangan kognitif anak dari usianya sangat berbeda.
Perkembangan kognitif ini meliputi kemampuan intelegensi,
kemampuan berpersepsi dan kemampuan mengakses 14 informasi,
berfikir logis, memecahkan masalah kompleks menjadi simpel dan
memahami ide yang abstrak menjadi konkrit. 1. Pada tahap sensori-
motor (0-2 tahun) perilaku anak banyak melibatkan motorik, belum
terjadi kegiatan mental yang bersifat berpikir. 2. Pada tahap pra
operasional (2-7 tahun) pada tahap ini operasi mental yang jarang dan
secara logika tidak memadai. Anak belajar menggunakan dan
merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Mereka
hanya menggunakan penalaran intuitif bukan logis dan mereka
cenderung egosentris. 3. Pada tahap operasional konkrit (7-12) anak
sudah mampu menggunakan logika serta mampu mengklasifikasikan
objek menurut berbagai macam cirinya seperti, tinggi, besar, kecil,
warna, bentuk, dan seterusnya. 4. Pada tahap operasional-formal
(mulai 12 tahun) anak dapat melakukan representasi simbolis tanpa
menghadapi objek-objek yang ia pikirkan. Pola pikir menjadi lebih
fleksibel melihat persoalan dari berbagai sudut yang berbeda.

3.1.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang


Setiap individu akan mengalami siklus yang berbeda pada kehidupan manusia
dapat secara cepat maupun lambat tergantung individu dan lingkungannya.
Proses cepat dan lambat tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor herediter,
faktor lingkungan dan faktor hormonal.
1. Faktor Herediter
Faktor herediter meliputi bawaan, jenis kelamin, ras dan suku bangsa.
Faktor ini ditentukan dengan intensitas, kecepatan dalam pembuahan
sel telur, tingkat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, usia
pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang. Pertumbuhan dan
perkembangan anak dengan jenis kelamin laki-laki setelah lahir akan
cenderung lebih cepat dibandingkan dengan anak perempuan serta
akan bertahan sampai usia tertentu. Baik anak laki-laki maupun
perempuan akan mengalamai pertumbuhan yang lebih cepat ketika
mereka mencapai masa pubertas (Hidayat, 2008).
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan memiliki faktor yang memegang peran penting
dalam menentukan tercapai dan tidaknya potensi yang sudah di miliki.
Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan prenatal dan lingkungan
postnatal. Lingkungan prenatal atau lingkungan dalam kandungan juga
meliputi gizi pada saat ibu hamil, lingkungan mekanis, zat kimia atau
toksin dan hormonal. Sedangkan lingkungan postnatal atau lingkungan
setelah lahir dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak seperti
budaya lingkungan, sosia; ekonomi keluarga, nutrisi, iklim atau cuaca,
olahraga, posisi anak dalam keluarga dan status kesehatan (Hidayat,
2008).
3. Faktor Hormonal Hormon somatotropin (growth hormone) berperan
dalam mempengaruhi pertumbuhan tinggi badan dengan menstimulasi
terjadinya proliferasi sel kartilago dan sistem skeletal. Hormon tiroid
berperan menstimulasi metabolisme tubuh. Hormon glukokortikoid
mempunyai fungsi 16 menstimulasi pertumbuhan sel interstisial dari
testis (untuk memproduksi testoteron) dan ovarium (untuk
memproduksi estrogen), selanjutnya hormon tersebut akan
menstimulasi perkembangan seks, baik pada laki-laki maupun
perempuan yang sesuai dengan peran hormonnya (Kompasiana, 2012).

3.1.2 Konsep Bermain Pada Anak


3.1.2.1 Definisi Bermain Pada Anak
Bermain adalah cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial dan
bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak
akan berkata-kata, belajar memnyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan
apa yang dapat dilakukan, dan mengenal waktu, jarak, serta suara, (Wong, 2000).
Bermain adalah cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik dalam
dirinya yang tidak disadarinya, (Miller dan Keong,1983).

Bermain adalah kegiatan yang dilakukan sesaui dengan keinginanya sendiri dan
memperoleh kesenangan. (Foster, 1989). Dari definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa bermain adalah: “Kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
anak sehari-hari karena bermain sama dengan kerja pada orang dewasa, yang
dapat menurunkan stres anak, belajar berkomunikasi dengan lingkungan,
menyesuaikan diri dengan lingkungan, belajar mengenal dunia dan meningkatkan
kesejahteraan mental serta sosial anak.”

3.1.2.2 Fungsi Bermain Pada Anak

Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan, sehingga tidak


akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan
kebutuhan anak seperti halnya makan, perawatan dan cinta kasih. Fungsi utama
bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik, perkembangan
sosial, perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan
moral dan bermain sebagai terapi (Soetjiningsih, 1995).
Sebelum memberikan berbagai jenis permainan pada anak, maka orang tua
seharusnya mengetahui maksud dan tujuan permainan pada anak yang akan
diberikan, agar diketahui perkembangan anak lebih lanjut, mengingat anak
memiliki berbagai masa dalam tumbuh kembang yang membutuhkan stimulasi
dalam mencapai puncaknya seperti masa kritis, optimal dan sensitif.
Untuk lebih jelasnya dibawah ini terdapat beberapa fungsi bermain pada anak
diantaranya:
1. Membantu Perkembangan Sensorik dan Motorik
Fungsi bermain pada anak ini adalah dapat dilakukan dengan
melakukan rangsangan pada sensorik dan motorik melalui rangsangan
ini aktifitas anak dapat mengeksplorasikan alam sekitarnya sebagai
contoh bayi dapat dilakukan rangsangan taktil,audio dan visual melalui
rangsangan ini perkembangan sensorik dan motorik akan meningkat.
Hal tersebut dapat dicontohkan sejak lahir anak yang telah dikenalkan
atau dirangsang visualnya maka anak di kemudian hari kemampuan
visualnya akan lebih menonjol seperti lebih cepat mengenal sesuatu
yang baru dilihatnya.
2. Membantu Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif dapat dirangsang melalui permainan. Hal ini
dapat terlihat pada saat anak bermain, maka anak akan mencoba
melakukan komunikasi dengan bahasa anak, mampu memahami obyek
permainan seperti dunia tempat tinggal, mampu membedakan khayalan
dan kenyataan, mampu belajar warna, memahami bentuk ukuran dan
berbagai manfaat benda yang digunakan dalam permainan, sehingga
fungsi bermain pada model demikian akan meningkatkan
perkembangan kognitif selanjutnya.
3. Meningkatkan Sosialisasi Anak
Proses sosialisasi dapat terjadi melalui permainan, sebagai contoh
dimana pada usia bayi anak akan merasakan kesenangan terhadap
kehadiran orang lain dan merasakan ada teman yang dunianya sama,
pada usia toddler anak sudah mencoba bermain dengan sesamanya dan
ini sudah mulai proses sosialisasi satu dengan yang lain, kemudian
bermain peran seperti bermain-main berpura-pura menjadi seorang
guru, jadi seorang anak, menjadi seorang bapak, menjadi seorang ibu
dan lain-lain, kemudian pada usia prasekolah sudah mulai menyadari
akan keberadaan teman sebaya sehingga harapan anak mampu
melakukan sosialisasi dengan teman dan orang lain.
4. Meningkatkan Kreatifitas
Bermain juga dapat berfungsi dalam peningkatan kreatifitas, dimana
anak mulai belajar menciptakan sesuatu dari permainan yang ada dan
mampu memodifikasi objek yang akan digunakan dalam permainan
sehingga anak akan lebih kreatif melalui model permainan ini, seperti
bermain bongkar pasang mobil-mobilan.
5. Meningkatkan Kesadaran Diri
Bermain pada anak akan memberikan kemampuan pada anak untuk
ekplorasi tubuh dan merasakan dirinya sadar dengan orang lain yang
merupakan bagian dari individu yang saling berhubungan, anak mau
belajar mengatur perilaku, membandingkan dengan perilaku orang
lain.
6. Mempunyai Nilai Terapeutik
Bermain dapat menjadikan diri anak lebih senang dan nyaman
sehingga adanya stres dan ketegangan dapat dihindarkan, mengingat
bermain dapat menghibur diri anak terhadap dunianya.
7. Mempunyai Nilai Moral Pada Anak
Bermain juga dapat memberikan nilai moral tersendiri kepada anak,
hal ini dapat dijumpai anak sudah mampu belajar benar atau salah dari
budaya di rumah, di sekolah dan ketika berinteraksi dengan temannya,
dan juga ada beberapa permainan yang memiliki aturan-aturan yang
harus dilakukan tidak boleh dilanggar.

3.1.2.3 Kecenderungan Umum Selama Anak-anak

Dalam bermain kita mengenal beberapa sifat bermain pada anak,


diantaranya bersifat aktif dan bersifat pasif, sifat demikian akan
memberikan jenis permainan yang berbeda, dikatakan bermain aktif jika
anak berperan secara aktif dalam permainan, selalu memberikan rangsangan
dan melaksanakannya akan tetapi jika sifat bermain tersebut adalah pasif,
maka anak akan memberikan respons secara pasif terhadap permainan dan
orang lingkungan yang memberikan respons secara aktif. Melihat hal
tersebut kita dapat mengenal macam-macam dari permainan diantaranya:

a. Bermain Afektif Sosial


Bermain ini menunjukkan adanya perasaan senang dalam
berhungan dengan orang lain hal ini dapat dilakukan seperti
orang tua memeluk adanya sambil berbicara, bersandung
kemudian anak memberikan respons seperti tersenyum tertawa,
bergembira, dan lain-lain. Sifat dari bermain ini adalah orang
lain yang berperan aktif dan anak hanya berespons terhadap
simulasi sehingga akan memberikan kesenangan dan kepuasan
bagi anak.
b. Bermain Bersenang-senang
Bermain ini hanya memberikan kesenangan pada anak melalui
objek yang ada sehingga anak merasa senang dan bergembira
tanpa adanya kehadiran orang lain. Sifat bermain ini adalah
tergantung dari stimulasi yang diberikan pada anak, mengingat
sifat dari bermain ini hanya memberikan kesenangan pada anak
tapa memperdulikan kehadiran orang lain, seperti bermain
boneka-bonekaan, binatang-binatangan, dan lain-lain.
c. Bermain Keterampilan
Bermain ini menggunakan objek yang dapat melatih
kemampuan keterampilan anak yang diharapkan mampu untuk
berkreatif dan terampil dalam sebagai hal. Sifat permainan ini
adalah sifat aktif dimana anak selalu ingin mencoba
kemampuan dalam keterampilan tertentu seperti bermain
dalam bongkar pasang gambar, disni anak selalu dipacu untuk
selalu terampil dalam meletakkan gambar yang telahdi
bongkar, kemudian bermain latihan memakai baju dan lain-
lain.
d. Bermain Dramtik
Macam bermain ini dapat dilakukan anak dengan mencoba
melakukan berpura-pura dalam berpeilaku seperti anak
memperankan sebagai orang dewasa, seorang ibu dan guru
dalam kehidupan sehari-hari. Sifat dari permainan ini adalah
anak dituntut aktif dalam memerankan sesuatu. Permainan
dramatic ini dapat dilakukan apabila anak sudah mampu
berkomunikasi dan mengenal kehidupan social.
e. Bermain Menyelidiki
Macam bermain ini dengan memberikan sentuhan pada anak
untuk berperan dalam menyelidiki sesuatu atau memeriksa
dari alat permainan seperti mengocok untuk mengetahui isinya
dan permainan ini bersifat aktif pada anak dan dapat
digunakan untuk mengembangkan kemampuan kecerdasan
pada anak. Sifat permainan tersebut harus selalu diberikan
stimulasi dari orang lain agar selalu bertambah dalam
kemampuan kecerdasan anak.
f. Bermain Konstruksi
Bermain ini bertujuan untuk menyusun sesuatu pbjek
permainan agar menjadi sebuah konstruksi yang benar seperti
permainan menyusun balok. Sifat dari permainan ini adalah
aktif di mana anak selalu ingin menyelesaikan tugas-tugas
yang ada dalam permaianan dan akan dapat membangun
kecerdasan pada anak.
Berdasarkan jenis permainan :
a. Permainan
Permainan ini dapat dilakukan secara sendiri atau
bersama temannya dengan menggunakan beberapa
peraturan permainan seperti permainan ular tangga.
Sifatnya adalah aktif, anak akan memberikan respons
kepada temannya sesuai dengan jenis permaianan dan
akan berfungsi memberikan kesenangan yang dapat
mengembangkan perkembangan emosi pada anak.
b. Permainan yang hanya memperhatikan saja
(unoccupied behaviour)
Pada saat tertentu, anak sering terlibat mondar-mandir,
tersenyum, tertawa, jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk,
memainkan kursi, meja atau apa saja yang ada di
sekelilingnya. Anak melamun, sibuk dengan bajunya
atau benda lain. Jadi sebenarnya anak tidak memainkan
alat permainan tertentu dan situasi atau objek yang ada
di sekelilingnya yang digunakan sebagai alat
permainan. Anak memusatkan perhatian pada segala
sesuatu yang menarik perhatiannya. Peran ini berbeda
dibandingkan dengan onlooker, dimana anak aktif
mengamati aktivitas anak lain.

Berdasarkan karakteristik sosial :

a. Solitary Play
Di mulai dari bayi bayi (toddler) dan merupakan jenis
permainan sendiri atau independent walaupun ada
orang lain di sekitarnya. Hal ini karena keterbatasan
sosial, ketrampilan fisik dan kognitif. Sifatnya adalah
aktif akan tetapi bentuk stimulasi tambahan kurang,
karena dilakukan sendiri dalam perkembangan mental
pada anak, kemudian dapat membantu untuk
menciptakan kemandirian pada anak.
b. Pararel Play
Bermain secara sendiri tetapi di tengah-tengah anak
lain yang sedang bermain akan tetapi tidak ikut dalam
kegiatan orang lain. Sifat dari bermain ini adalah anak
aktif secara sendiri tetapi masih masih dalam satu
kelompok, dengan harapan kemampuan anak dalam
menyelesaikan tugas mandiri dalam kelompok tersebut
terlatih dengan baik.
c. Associative Play
Permainan kelompok dengan tanpa tujuan kelompok.
Yang mulai dari usia toddler dan dilanjutkan sampai
usia prasekolah dan merupakan permainan dimana
anak dalam kelompok dengan aktivitas yang sama
tetapi belum terorganisir secara formal.
d. Therapeutic Play
Merupakan pedoman bagi tenaga tim kesehatan,
khususnya untuk memenuhi kebutuhan fisik dan
psikososial anak selama hospitalisasi. Dapat membantu
mengurangi stres, memberikan instruksi dan perbaikan
kemampuan fisiologis (Vessey & Mohan, 1990 dikutip
oleh Supartini, 2004). Permainan dengan menggunakan
alat-alat medik dapat menurunkan kecemasan dan
untuk pengajaran perawatan diri pada anak-anak.
Pengajaran dengan melalui permainan dan harus
diawasi seperti: menggunakan boneka sebagai alat
peraga untuk melakukan kegiatan bermain seperti
memperagakan dan melakukan gambar-gambar seperti
pasang gips, injeksi, memasang infus dan sebagainya.

3.1.2.4 Karakteristik Bermain (Usia Bayi-Prasekolah)


Dalam bermain pada anak tidaklah sama dalam setiap usia tumbuh
kembang melainkan berbeda, hal ini dikarenakan setiap tahap usia tumbuh
kembang anak selalu mempunyai tugas-tugas perkembangan yang berbeda
sehingga dalam penggunaan alat selalu memperhatikan tugas masing-
masing umur tumbuh kembang. Adapun karakteristik dalam setiap tahap
usia tumbuh kembang anak:

a. Usia 0-1 tahun


Pada usia ini perkembangan anak mulai dapat dilatih dengan
adanya reflex, melatih kerja sama antara mata dan tangan, mata
dan telinga dalam berkoordinasi, melatih mencari objek yang ada
tetapi tidak kelihatan, melatih mengenal asal suara, kepekaan
perabaan, keterampilan dengan gerakan yang berulang, sehingga
fungsi bermain pada usia ini sudah dapat memperbaiki
pertumbuhan dan perkembangan. Jenis permainan ini permainan
yang dianjurkan pada usia ini antara lain: benda (permainan) aman
yang dapat dimasukkan kedalam mulut, gambar bentuk muka,
boneka orang dan binatang, alat permaianan yang dapat digoyang
dan menimbulkan suara, alat permaian berupa selimut, boneka, dan
lai-lain.

b. Usia 1-2 tahun


Jenis permainan yang dapat digunakan pada usia ini pada dasarya
bertujuan untuk melatih anak melakukan gerakan mendorong atau
menarik, melatih melakukan imajinasi, melatih anak melakukan
kegiatan sehari-hari dan memperkenalkan beberapa bunyi dan
mampu membedakannya. Jenis permainan ini seperti semua alat
permainan yang dapat didorong dan di tarik, berupa alat rumah
tangga, balok-balok, buku bergambar, kertas, pensil berwarna, dan
lain-lain.

c. Usia 3-6 tahun


Pada usia 3-6 tahun anak sudah mulai mampu mengembangkan
kreativitasnya dan sosialisasi sehingga sangat diperlukan
permainan yang dapat mengembangkan kemampuan menyamakan
dan membedakan, kemampuan berbahasa, mengembangkan
kecerdasan, menumbuhkan sportifitas, mengembangkan koordinasi
motorik, menegembangkan dan mengontrol emosi, motorik kasar
dan halus, memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu
pengetahuan dan memperkenalkan suasana kompetensi serta
gotong royong. Sehingga jenis permainan yang dapat
dighunakamn pada anak usia ini seperti benda-benda sekitar
rumah, buku gambar, majalah anak-anak, alat gambar, kertas untuk
belajar melipat, gunting, dan air.

3.1.2.5 Terapi Bermain Pada Anak Yang Dihospitalisasi


Setiap anak meskipun sedang dalam perawatan tetap membutuhkan aktivitas
bermain. Bermain dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk
menyelesaikan tugas perkembangan secara normal dan membangun koping
terhadap stres, ketakutan, kecemasan, frustasi dan marah terhadap penyakit
dari hospitalisasi (Mott, 1999).
Bermain juga menyediakan kebebasan untuk mengekspresikan emosi dan
memberikan perlindungan anak terhadap stres, sebab bermain membantu
anak menanggulangi pengalaman yang tidak menyenangkan, pengobatan dan
prosedur invasif. Dengan demikian diharapkan respon anak terhadap
hospitalisasi berupa perilaku agresif, regresi dapat berkurang sehingga anak
lebih kooperatif dalam menjalani perawatan di rumah sakit.

Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh seorang anak bila bermain
dilaksanakan di suatu rumah sakit, antara lain:

a. Memfasilitasi situasi yang tidak familiar


b. Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan kontrol
c. Membantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan
d. Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang fungsi dan bagian tubuh
e. Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan
peralatan dan prosedur medis
f. Memberi peralihan dan relaksasi
g. Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat
h. Memberi cara mencapai tujuan-tujuan terapeutik (Wong ,1996).

Prinsip Bermain di RS :

1. Tidak banyak mengeluarkan energi, singkat dan sederhana


2. Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang.
3. Kelompok umur yg sama.
4. Permainan tidak bertentangan dgn pengobatan
5. Semua alat permaianan dpt dicuci
6. Melibatkan orang tua

3.1.3 Komunikasi Pada Anak


3.1.3.1 Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah hubungan timbal balik antara komunikator dan
komunikan. Orang dewasa berusaha melakukan komunikasi yang bisa
dipahami anak. Sebaliknya, anak juga menggunakan bahasa atau isyarat-
isyarat yang bisa dipahami orang dewasa. Dalam berkomunikasi dengan
anak, orang dewasa harus memahami apa yang dipikirkan dan perasaan apa
yang akan disampaikan anak dan berusaha memahami anak dengan bahasa
yang tepat.
Aspek penting dalam komunikasi supaya anak bisa paham komunikasi
sebagai berikut:
a. Orang dewasa harus menggunakan bentuk bahasa yang bermakna bagi
anak yang diajak berbicara. Maksudnya sebagai berikut.
1. Menggunakan isyarat seperti menunjuk objek secara jelas jika objek
tersebut ingin dilihat anak.
2. Memilih kata-kata secara tepat dan struktur bahasa yang mudah
dipahami anak.
b. Anak berusaha agar komunikasinya juga dipahami orang lain.
Maksudnya sebagai berikut.
1. Anak menggunakan isyarat-isyarat tertentu untuk menyampaikan
keinginan atau mengungkapkan perasaannya agar orang dewasa
paham dengan apa yang dia inginkan.
2. Semakin bertambah besar anak, komunikasi dengan isyarat semakin
kurang diperlukan karena pemahaman komunikasi anak sudah lebih
baik.

3.1.3.2 Bentuk-Bentuk Komunikasi pada Anak dan Bayi


Sebelum bayi mampu menyampaikan keinginan dengan kata-kata, bayi
melakukan komunikasi melalui kode-kode khusus untuk menyampaikan
keinginannya sebagai bentuk komunikasinya. Komunikasi yang demikian
disebut sebagai bentuk komunikasi prabicara (prespeech). Komunikasi ini
bersifat sementara, berlangsung selama tahun pertama kelahiran bayi, dan
akan berakhir seiring dengan perkembangan bayi atau anak telah
menunjukkan kematangan fungsi mental dan emosionalnya. Bentuk
komunikasi prabicara ada empat, yaitu tangisan, celoteh, isyarat, dan
ekspresi emosional.
Berikut ini akan diuraikan tentang empat bentuk komunikasi prabicara.
a. Tangisan
Tangisan kelahiran bayi yang memecahkan kesunyian membuat segaris
senyum syukur terpancar pada wajah seorang ibu. Tangisan seorang
bayi merupakan bentuk komunikasi dari seorang bayi kepada orang
dewasa. Dengan tangisan itu, bayi dapat memberikan pesan dan orang
dewasa menangkap pesan yang diberikan sang bayi. Pada awal
kehidupan pascalahir, menangis merupakan salah satu cara pertama
yang dapat dilakukan bayi untuk berkomunikasi dengan dunia luar.
Bayi yang sehat dan normal frekuensi tangisan menurun pada usia
enam bulan karena keinginan dan kebutuhan mereka cukup terpenuhi.
Frekuensi tangis seharusnya menurun sejalan dengan meningkatnya
kemampuan bicara.
b. Ocehan dan celoteh
Bentuk komunikasi prabicara disebut ocehan (cooing) atau celoteh
(babbling). Ocehan timbul karena bunyi eksplosif awal yang
disebabkan oleh perubahan gerakan mekanisme ‘suara’. Ocehan ini
terjadi pada bulan awal kehidupan bayi, seperti merengek, menjerit,
menguap, bersin, menangis, dan mengeluh. Sebagian bayi mulai
berceloteh pada awal bulan kedua, kemudian meningkat cepat antara
bulan keenam dan kedelapan. Celoteh merupakan indikator mekanisme
perkembangan otot saraf bayi.
1. Nilai celoteh Berceloteh adalah praktik verbal sebagai dasar
perkembangan gerakan terlatih yang dikehendaki dalam bicara.
Celoteh mempercepat keterampilan berbicara. Celoteh mendorong
keinginan berkomunikasi dengan orang lain. Berceloteh membantu
bayi merasakan bahwa dia bagian dari kelompok sosial.
2. Isyarat Isyarat adalah gerakan anggota badan tertentu yang berfungsi
sebagai pengganti atau pelengkap bicara. Bahasa isyarat bayi dapat
mempercepat komunikasi dini pada anak. Contoh isyarat umum
pada masa bayi sebagai berikut.
a) Mendorong puting susu dari mulut artinya kenyang/tidak lapar.
b) Tersenyum dan mengacungkan tangan yang berarti ingin
digendong.
c) Menggeliat, meronta, dan menangis pada saat ibu mengenakan
pakaiannya atau memandikannya. Hal ini berarti bayi tidak suka
akan pembatasan gerak.
3. Ungkapan emosional Ungkapan emosional bayi dilakukan melalui
perubahan tubuh dan roman muka. Contohnya sebagai berikut.
a. Tubuh yang mengejang atau gerakan-gerakan tangan/kaki disertai
jeritan dan wajah tertawa adalah bentuk ekspresi kegembiraan
pada bayi.
b. Menegangkan badan, gerakan membanting tangan/kaki, roman
muka tegang, dan menangis adalah bentuk ungkapan marah atau
tidak suka.

3.1.3.3 Teknik-teknik komunikasi pada anak


Anak adalah individu yang unik dan berespons secara berbeda-beda untuk
kebutuhan mereka. Anak dengan keunikannya mempunyai cara yang
berbeda pula dalam menyatakan keinginannya. Untuk berkomunikasi
dengan anak, diperlukan pendekatan atau teknik khusus agar hubungan
yang dijalankan dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan tumbuh
kembang anak.
Secara umum ada dua teknik berkomunikasi yang digunakan pada anak,
yaitu teknik komunikasi verbal dan nonverbal. Teknik komunikasi
nonverbal yang sering digunakan antara lain adalah bercerita,
bibliotheraphy, mimpi, menyebutkan permintaan, bemain dan permainan,
melengkapi kalimat, serta teknik pro dan kontra.
Teknik komunikasi verbal dapat berupa menulis, menggambar, gerakan
gambar keluarga, sociogram, menggambar bersama dalam keluarga, dan
teknik bermain. Komunikasi verbal bagi kebanyakan anak dan orang tua
sering mendapat kesulitan karena harus membicarakan perasaan-
perasaannya (Mundakir, 2006).
a. Teknik Verbal
1) Bercerita (story telling) Bercerita menggunakan bahasa anak dapat
menghindari ketakutan-ketakutan yang yang terjadi selama anak
dirawat. Teknik strory telling dapat dilakukan dengan cara meminta
anak menceritakan pengalamannya ketika sedang diperiksa dokter.
Teknik ini juga dapat menggunakan gambar dari suatu peristiwa
(misalnya gambar perawat waktu membantu makan) dan meminta
anak untuk menceritakannya dan selanjutnya perawat masuk dalam
masalah yang dihadapi anak.
Tujuan dari teknik ini adalah membantu anak masuk dalam
masalahnya. Contohnya, anak bercerita tentang ketakutannya saat
diperiksa oleh perawat. Kemudian, perawat cerita bahwa pasien anak
di sebelah juga diperiksa, tetapi tidak merasa takut karena perawatnya
baik dan ramah-ramah. Dengan demikian, diharapkan perasaan takut
anak akan berkurang karena semua anak juga diperiksa seperti dirinya.

2) Bibliotheraphy
Bibliotheraphy (biblioterapi) adalah teknik komunikasi terapeutik pada
anak yang dilakukan dengan menggunakan buku-buku dalam rangka
proses therapeutic dan supportive. Sasarannya adalah membantu anak
mengungkapkan perasaan-perasaan dan perhatiannya melalui aktivitas
membaca. Cara ini dapat memberi kesempatan pada anak untuk
menjelajahi suatu kejadian yang sama dengan keadaannya, tetapi
sedikit berbeda.
 Mimpi
Mimpi adalah aktivitas tidak sadar sebagai bentuk perasaan dan
pikiran yang ditekan ke alam tidak sadar. Mimpi ini dapat
digunakan oleh perawat untuk mengidentifikasi adanya
perasaan bersalah, perasaan tertekan, perasaan jengkel, atau
perasaan marah yang mengganggu anak sehingga terjadi
ketidaknyamanan.
 Meminta untuk menyebutkan keinginan
Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak.
Dengan meminta anak untuk menyebutkan keinginan, dapat
diketahui berbagai keluhan yang dirasakan anak dan keinginan
tersebut dapat menunjukkan perasaan dan pikiran anak pada
saat itu.
 Bermain dan permainan
Bermain adalah salah satu bentuk komunikasi yang paling
penting dan dapat menjadi tehnik yang paling efektif untuk
berhubungan dengan anak. Dengan bermain dapat memberikan
petunjuk mengenai tumbuh kembang fisik, intelektual dan
sosial. Perawat dapat melakukan permainan bersama anak
sehingga perawat dapat bertanya dan mengeksplorasi perasaan
anak selama di rumah sakit.
 Melengkapi kalimat (sentences completion)
Teknik komunikasi ini dilakukan dengan cara meminta anak
menyempurnakan atau melengkapi kalimat yang dibuat
perawat. Dengan teknik ini, perawat dapat mengetahui perasaan
anak tanpa bertanya secara langsung kepadanya, misalnya
terkait dengan kesehatannya atau perasaannya. Contohnya
sebagai berikut. “Apa yang menyenangkan waktu di rumah?”
“Kalau di rumah sakit ini, apa yang menyenangkan?”.
 Pro dan kontra
Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam
menentukan atau mengetahui perasaan dan pikiran anak. Anak
diminta mengajukan pilihan positif atau negatif sesuai dengan
pendapat anak. Teknik ini dimulai dari hal-hal yang bersifat
netral, selanjutnya hal yang serius. Perhatikan contoh berikut.
Topik netral: anak diminta menceritakan hobinya, selanjutnya
anak diminta menyebutkan kebaikan-kebaikan dari hobinya dan
keburukan-keburukan dari hobinya. Teknik Nonverbal Teknik
komunikasi nonverbal dapat digunakan pada anak-anak seperti
uraian berikut.
 Menulis
Menulis adalah pendekatan komunikasi yang secara efektif tidak saja
dilakukan pada anak tetapi juga pada remaja. Ungkapan rasa yang sulit
dikomunikasikan secara verbal bisa ampuh dengan komunikasi lewat
tulisan. Cara ini dapat dilakukan apabila anak sudah memiliki
kemampuan untuk menulis.
Melalui cara ini, anak akan dapat mengekspresikan dirinya baik pada
keadaan sedih, marah, atau lainnya dan biasanya banyak dilakukan
pada anak yang jengkel, marah, dan diam.
 Menggambar
Teknik ini dilakukan dengan cara meminta anak untuk
menggambarkan sesuatu terkait dengan dirinya, misalnya perasaan, apa
yang dipikirkan, keinginan, dan lain-lain. Dasar asumsi dalam
menginterpretasi gambar adalah anak-anak mengungkapkan dirinya
melalui coretan atau gambar yang dibuat.
Dengan gambar, akan dapat diketahui perasaan anak, hubungan anak
dalam keluarga, adakah sifat ambivalen atau pertentangan, serta
keprihatinan atau kecemasan pada hal-hal tertentu. Struat dan Sundeen
(1998) menguraikan bahwa dalam berkomunikasi dengan anak dapat
digunakan beberapa teknik, yaitu penggunaan nada suara, mengalihkan
aktivitas, penggunaan jarak fisik, ungkapan marah, dan sentuhan.
 Nada suara
Gunakan nada suara lembut, terutama jika emosi anak dalam keadaan
tidak stabil. Hindari berteriak karena berteriak hanya akan mendorong
pergerakan fisik dan merangsang kemarahan anak semakin meningkat.
 Aktivitas
pengalihan Untuk mengurangi kecemasan anak saat berkomunikasi,
gunakan aktivitas pengalihan, misalnya membiarkan anak bermain
dengan barang-barang kesukaannya, seperti boneka, handphone,
mobil-mobilan, kacamata, dan lain-lain. Komunikasi dilakukan sambil
menggambar bersama anak. Bermacam-macam aktivitas ini akan
berdampak fokus anak teralihkan sehingga dia merasa lebih
rileks/santai saat berkomunikasi.
Pembicaraan atau komunikasi akan terasa lancar dan efektif jika kita
sejajar. Saat berkomunikasi dengan anak, sikap ini dapat dilakukan
dengan cara membungkuk atau merendahkan posisi kita sejajar dengan
anak. Dengan posisi sejajar, kita dapat mempertahankan kontak mata
dengan anak dan mendengarkan secara jelas apa yang
dikomunikasikan anak.
 Ungkapan marah
Kadang-kadang anak merasa jengkel, tidak senang, dan marah. Pada
situasi ini, izinkanlah anak untuk mengungkapkan perasaan marahnya
serta dengarkanlah dengan baik dan penuh perhatian apa yang
menyebabkan dia merasa jengkel dan marah.
Untuk memberikan ketenangan pada anak saat marah, duduklah dekat
dia, pegang tangan/pundaknya, atau peluklah dia. Dengan cara-cara
seperti tersebut, anak akan merasa aman dan tenang bersama Anda.
 Sentuhan
Sentuhan adalah kontak fisik yang dilakukan dengan cara memagang
sebagian tangan atau bagian tubuh anak, misalnya pundak, usapan di
kepala, berjabat tangan, atau pelukan, bertujuan untuk memberikan
perhatian dan penguatan terhadap komunikasi yang dilakukan antara
anak dan orang tua
1) Penerapan komunikasi sesuai tingkat perkembangan anak
Perkembangan komunikasi pada bayi dan anak tergantung dari
perkembangan otak dan fungsi kognitifnya. Perkembangan ini juga
berhubungan dengan kematangan atau kemampuan organ sensorik
dalam menerima rangsangan atau stimulus internal maupun eksternal.
Penerapan komunikasi pada bayi (0 – 1 tahun)
Tangisan bayi itu adalah cara bayi memberitahukan bahwa ada sesuatu
yang tidak enak ia rasakan, misalnya lapar, popok basah, kedinginan,
lelah, dan lain-lain.
Bayi yang agak besar akan merasa tidak nyaman jika dia melakukan
kontak fisik dengan orang yang tidak dikenalnya. Bayi akan
tersenyum, menggerak-gerakkan kaki dan tangannya berulang-ulang
jika dia ingin menyatakan kegembiraannya, serta menjerit, menangis,
atau merengek jika dia merasa tidak nyaman.
2) Penerapan komunikasi
pada kelompok toddler (1—3 tahun) dan prasekolah (3— 6 tahun)
Pada kelompok usia ini, anak sudah mampu berkomunikasi secara
verbal ataupun nonverbal. Anak sudah mampu menyatakan keinginan
dengan menggunakan kata-kata yang sudah dikuasainya. Ciri khas
anak kelompok ini adalah egosentris, yaitu mereka melihat segala
sesuatu hanya berhubungan dengan dirinya sendiri dan melihat sesuatu
hanya berdasarkan sudut pandangnya sendiri.
Contoh implementasi komunikasi dalam keperawatan sebagai berikut.
a) Memberi tahu apa yang terjadi pada diri anak.
b) Memberi kesempatan pada anak untuk menyentuh alat
pemeriksaan yang akan digunakan.
c) Nada suara rendah dan bicara lambat. Jika anak tidak
menjawab, harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang
sederhana.
d) Hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti kata-kata,
“jawab dong”.
e) Mengalihkan aktivitas saat komunikasi, misalnya dengan
memberikan mainan saat komunikasi.
f) Menghindari konfrontasi langsung.
g) Jangan sentuh anak tanpa disetujui dari anak.
h) Bersalaman dengan anak saat memulai interaksi karena
bersalaman dengan anak merupakan cara untuk
menghilangkan perasaan cemas.
i) Mengajak anak menggambar, menulis, atau bercerita untuk
menggali perasaan dan fikiran anak.
3) Komunikasi pada usia sekolah (7—11 tahun)
Pada masa ini, anak sudah mampu untuk memahami komunikasi
penjelasan sederhana yang diberikan. Pada masa ini, anak akan banyak
mencari tahu terhadap hal-hal baru dan akan belajar menyelesaikan
masalah yang dihadapinya berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.
Pada masa ini, anak harus difasilitasi untuk mengekspresikan rasa
takut, rasa heran, penasaran, berani mengajukan pendapat, dan
melakukan klarifikasi terhadap hal-hal yang tidak jelas baginya.
Contoh implementasi komunikasi dalam keperawatan sebagai berikut.
d. Memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak dengan
menggunakan katakata sederhana yang spesifik.
e. Menjelaskan sesuatu yang ingin diketahui anak.
f. Pada usia ini, keingintahuan pada aspek fungsional dan
prosedural dari objek tertentu sangat tinggi.
g. Jangan menyakiti atau mengancam sebab ini akan membuat
anak tidak mampu berkomunikasi secara efektif.
3.1.4 Konsep Anticipatory Guidance (Keamanan dan Pencegahan Kecelakaan
pada Anak
3.1.4.1 Pengertian
Anticipatory bersifat lebih dulu, antisipasi. Sedangkan guidance adalah
bimbingan, pedoman, petunjuk. Jadi Anticipatory Guidance adalah
pedoman/ petunjuk untuk mengantisipasi sebelum masalah kesehatan /
tumbuh kembang terjadi. Anticipatory Guidance merupakan tantangan
karena rentang dan kompleksitas dari masalah, perbedaan individual di
antara anak normal dan keluarganya. Waktu yang terbatas pada saat
supervisi kesehatan.

Anticipatory guidance adalah petunjuk yang perlu diketahui terlebih


dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anaknya
secara bijaksana sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara
normal. Upaya bimbingan ini diberikan kepada orang tua tentang
tahapan perkembangan sehingga orang tua sadar akan apa yang terjadi
dan dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan usia anak Anticipatory
Guidance merupakan kunci penting untuk mencapai tujuan perawatan
pediatrik primer yang menyangkut promosi kesehatan dan pencegahan
penyakit.

3.1.4.2 Aktivitas Utama dalam Anticipatory Guidance


1. Mengumpulkan informasi
Mengumpulkan informasi dengan mengumpulkan riwayat dan
observasi secara hati-hati adalah satu syarat yaitu memahami anak
dan keluarga. kategori utama mengenai informasi yangg harus
dikumpulkan, yaitu :
a. informasi tentang anak
b. informasi informasi tentang lingkungan anak

Asuhan kesehatan anak tradisional fokus pada anak khususnya


masalah promosi kesehatan fisik, pencegahan penyakit, deteksi dan
treatment dan perkembangan milestones. Sedangkan asuhan
kesehatan anak terkini memperluas fokusnya pada masalah perilaku dan
lingkungan di mana anak berkembang. Informasi yang berkaitan
dengan Anticipatory Guidance :

Informasi tentang anak:


a. Concerns/masalah: diekspresikan oleh orangtua atau anak
b. Kesehatan: status sekarang dan follow up dari masalah waktu yang
lalu
c. Perawatan routine: makan, tidur dan eliminasi
d. Perkembangan: evaluasi dengan performance di sekola atau dengan
testtstandar (Denver II; tes IQ)
e. Tingkah laku: temperamen dan interaksi dengan keluarga, teman
sebaya dan yang lainnya.
Informasi tentang lingkungan anak
a. Komposisi keluarga (di rumah)
b. Jadual pengasuhan anak: siapa dan kapan
c. tress keluarga: pekerjaan, finansial, penyakit, kematian, pindah
rumah, perkawinan dan hubungan lainnya
d. Family supports: kerabat, teman, organisasi, sumber-sumber
material
e. Stimulasi di rumah pre school/sekolah, peers, organisasi
f. Stimulasi/aktivitas di luar rumah
g. Keamanan

prinsip – prinsip dasar tentang persyaratan Anticipatory Guidance.


a. Berikan kesempata pada orang tua dan ana untuk mengungkapkan
permasalahan mereka pada awal setiap kunjungan.
b. Bangun interaksi yang hangat dengan sianak pada tiap
kunjungan dengan memberi sapa, berbicara dan bermain dengan anak
sebelum melakukan interaksi yang lebih menakutkan anak seperti
PE dan imunisasi.
c. Selalu cari tahu tentang bagaimana sesuatu berlangsung pada
orangtua dengan puji orangtua, dorong orangtua untuk punya waktu
bagi diri mereka sendiri dan keduanya.

4. Membangun hubungan terapeutik


Membangun hubungan terapeutik berdasar pada mutual trust dan respect
adalah Anticipatory Guidance efektif. Hubungan Terapeutik merupakan
sumber yang sangat penting bagi dukungan emosional dengan
mendengar dengan respek berempati pada frustrasi orangtua,
mendorong parenting yang efektif akan membantu ortu mendapat rasa
kompetensi dan percaya diri dalam pola mengasuh anak mereka.
Penting juga membangun hubungan terapuetik dengan si anak jika
anak menjadi lebih independent.

5. Menyediakan edukasi dan bimbingan


Memberi edukasi Berdasar data yang diperoleh dari pengkajian
(diberikan secara individual). Topik - topik yang penting pada semua
umur dan layak dipertimbangkan, yaitu :
a. Stress keluarga, misal : orangtua single, perceraian, perpisahan, pindah,
pengangguran, sakit, mati.
b. Temperamen
c. Anak yang terburu-buru, seperti jadwal padat dan pressure untuk
berprestasi dan tumbuh dengan cepat.
d. Self - esteem, yaitu perkembangan sense of competence.

3.1.4 Konsep Imunisasi

3.1.4.1 Pengertian
Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit menular seperti
campak, difteri, dll. Beberapa vaksin imunisasi dapat diberikan tidak hanya
untuk anak sejak bayi hingga remaja, imunisasi ini bisa juga diberikan
untuk orang dewasa. Imunisasi merupakan pembentukan antibodi yang
berguna untuk meningkatkan kekebalan tubuh pada seseorang sehingga
dapat mencegah atau mengurangi akibat penularan Penyakit yang Dapat
Dicegah Dengan imunisasi (PD3I).
Menurut Hidayat (2008) Imunisasi merupakan salah satu cara untuk
memberikan kekebalan kepada bayi dari berbagai macam penyakit,
sehingga diharapkan anak tetap dalam keadaan sehat. Imunisasi bertujuan
untuk mencegah bagi diri sendiri dan dapat melindungi orang sekitarnya.
Imunisasi sendiri memberikan kekebalan individu dan kelompok atau
komunitas. Semakin banyak yang tidak diimunisasi dalam suatu komunitas
risiko penularan semakin tinggi, bahkan yang sudah di imunisasi dapat
tertular.
Pada penelitian Albertina, Febriana, Firmanda, Permata dan Gunardi (2008)
menyebutkan imunisasi merupakan upaya pencegahan primer yang
digunakan untuk mencegah terjangkitnya infeksi yang dapat dicegah
dengan imunisasi. Program Pengembangan Imunisasi (PPI) telah
dicanangkan oleh WHO sejak tahun 1974 dengan tujuh penyakit target
yaitu difteri, tetanus, pertussis, polio, campak, TBC, dan hepatitis B. Di
Indonesia sendiri sudah melaksankan PPI sejak tahun 1977.

3.1.4.2 Jenis Penyelenggaraan Imunisasi


Imunisasi Program
a. Imunisasi rutin
1. Imunisasi dasar pada bayi
2. Imunisasi lanjutan pada bayi di bawa tiga tahun
3. Imunisasi lanjutan pada anak sekolah
4. Imunisasi lanjutan pada wanita usia subur
b. Imunisasi tambahan
1. backlog fighting (upaya aktif melengkapi imunisasi dasar pada anak yang
berumur 1-3 tahun)
2. Pekan Imunisasi Nasional (PIN)
3. Catch up campaign campak
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Filosofi keperawatan anak merupakan keyakinan atau pandangan yang
dimiliki perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan pada anak yang
berfokus pada keluarga (family centered care), dan pencegahan terhadap trauma
(atraumatic care). Atraumatic care adalah perawatan yang tidak menimbulkan
trauma pada anak dan keluarga. Atraumatic care sebagai bentuk perawatan
teraupetik dapat diberikan kepada anak dan keluarga dengan mengurangi dampak
psikologis dari tindakan keperawatan yang diberikan.
Paradigma keperawatan anak merupakan landasan berpikir dalam penerapan
ilmu keperawatan anak dimana landasan berpikir tersebut terdiri dari : anak,
sehat-sakit, lingkungan, dan keperawatan.
Secara fisiologis maupun psikologis asuhan keperawatan pediatric merupakan
fenomena yang spesial. Untuk menghadapi tantangan berespons terhadap
kebutuhan anak, banyak fasilitas asuhan keperawatan dewasa ini diperlengkapi
dengan unit pediatrik terpisah, sehingga perawat dan staf asuhan keperawatan
profesional lainnya dapat memberikan terapi berdasarkan kebutuhan individual
pasiennya masing-masing.

B. Saran
Calon perawat harus mengetahui konsep dasar keperawatan anak dan
memperhatikan pasien, anak atau keluarga klien untuk melakukan asuhan
keperawatan di dunia kerja maupun di dunia praktek klinik klinik keperawatan
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
https://aanfien.wordpress.com/2012/11/10/konsep-bermain-pada-anak/
http://eprints.umm.ac.id/41863/3/jiptummpp-gdl-islamiyahn-47573-3-babii.pdf
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Komunikasi-dalam-Keperawatan-Kom
http://eprints.umpo.ac.id/1096/4/BAB%201.pdf
https://studylibid.com/doc/136157/bab-i-pendahuluan-latar-belakang-memiliki-
anak-dengan
http://eprints.umm.ac.id/41481/3/BAB%20II.pdf
Hidayat, Aziz alimul (2005).Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Ed I: Jakarta,
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai