Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN HAID

Disusun sebagai salah satu Mata Kuliah


Keperawatan Maternitas

KELAS 2 A
Disusun Oleh :
Tingkat II Semester III Kelompok I

1. ClarisaAzzahra Maharani (P17250191001)


2. JihanRosikha Nur Wahidah (P17250191002)
3. Angelyca Vicky Damayanti (P17250191003)
4. KharismaAuliaFitri (P17250191004)
5. JihanSusanti (P17250191005)
6. Indah Novitasari (P17250191007)
7. Intan Dwi Handayani (P17250191008)
8. Herlyn Setyawati (P17250191009)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN PONOROGO


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
Jl. Dr. Ciptomangunkusumo No.82 A Ponorogo
2020
KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Segala puji
syukur bagi Allah swt yang dengan ridho-Nya saya dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik dan lancar. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhhamad SAW yang kita tunggu syafa’atnya di akhirat
kelak.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah. Dalam makalah
Kewirausahaan yang membahas tentang “ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN HAID” yang saya buat menurut referensi yang telah saya cari dan
kumpulkan. Makalah ini diharapkan dapat membantu menambah wawasan
tentang bagaimana penanganan pada pasien stres dengan cara pemberian terapi
relaksasi ini.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari
sempurna baik dari segi teknik maupun isi. Atas segala kekurangan dalam
penulisan maklah ini, mohon untuk dimaklumi. Saya mengharap kritik dan saran
dari pembaca agar dapat memperbaiki kesalahan yang ada di lain kesempatan.

Ponorogo, September 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................2
C. TUJUAN.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. DEFINISI......................................................................................................3
B. ETIOLOGI....................................................................................................4
C. MANIFESTASI............................................................................................8
D. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY..........................................................9
E. PENATALAKSAAN..................................................................................15
F. ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................18
BAB III PENUTUP..............................................................................................21
A. KESIMPULAN...........................................................................................21
B. SARAN.......................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menstruasi adalah tanda pubertas yang terjadi pada wanita. Proses
menstruasi merupakan proses peluruhan lapisan bagian dalam pada dinding
rahim wanita (endometrium) yang mengandung banyak pembuluh darah dan
umumnya berlangsung selama 5-7 hari setiap bulannya. Biasanya siklus
menstruasi berlangsung hingga usia 50 tahun. Adapun masa pasca berhenti
menstruasi dinamakan sebagai menopause. (Kemenkes RI, 2018)
Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak ke masa dewasa
dimana remaja sedang mengalami perubahan baik fisik maupun psikologis.
(Eswi & dkk, 2012) Mengalami masa pubertas dan pematangan seksual
dengan cepat karena perubahan hormonal yang mempercepat pertumbuhan
dan perkembangan baik fisik maupun sekunder (Sharma, 2013). Masa remaja
merupakan tahap kehidupan dimana orang mencapai proses kematangan
emosional, psikososial, dan seksual, yang ditandai dengan mulai berfungsinya
organ reproduksi dan segala konsekuensinya. Perkembangan seksual masa
remaja ditandai dengan menstruasi pada wanita dan mimpi basah pada pria
(Yusuf, 2012).
Siklus menstruasi adalah waktu sejak hari pertama menstruasi sampai
datangnya menstruasi periode berikutnya, sedangkan panjang siklus
menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan
mulainya menstruasi berikutnya. Siklus menstruasi pada wanita normalnya
berkisar 21-35 hari dan hanya 10-15% yang memiliki siklus menstruasi 28
hari dengan lama menstruasi 3-5 hari, ada yang mencapai 7-8 hari. (Evin &
dkk, 2018)
Gangguan menstruasi kebanyakan dialami oleh wanita pada masa remaja
akhir. Lima puluh persen wanita mengalami gangguan menstruasi pada dua
tahun pertama setelah menarche. Pada empat sampai lima tahun setelah
menarche, kejadian gangguan menstruasi menurun namun menetap pada 20%
wanita.3,4 Penelitian Sianipar et al diketahui bahwa 63,2% dari siswa SMU

1
di Jakarta Timur yang berumur 15-19 tahun mengalami gangguan menstruasi.
Pada sebuah universitas di Jakarta, 83,5% mahasiswa mengalami
dismenorrhea. Tujuh puluh enam persen dokter yang menerima kasus
gangguan menstruasi beranggapan bahwa kasus tersebut perlu dirujuk, namun
hanya 37% wanita yang merasa bahwa gangguan menstruasi adalah masalah.
Gangguan menstruasi dapat menurunkan kualitas hidup wanita. Didapatkan
bahwa siklus menstruasi normal sejumlah 58,90%, siklus menstruasi normal
dengan dismenorea sejumlah 28,77%, siklus menstruasi polimenorea
sejumlah 2,74%, siklus menstruasi oligomenorea sejumlah 4,11%, siklus
oligomenorea dengan dismenorea sejumlah 5,48% serta tidak ditemukan yang
mengalami siklus menstruasi polimenorea dengan dismenorea. Pada pekerja
di Amerika, angka kehadiran dan jumlah pendapatan pertahun wanita lebih
rendah dibandingkan dengan pria, karena wanita mengalami gangguan
menstruasi. Siklus menstruasi dapat digunakan sebagai indikator untuk
mengetahui fungsi reproduksi (fertilitas), prediksi kanker payudara, risiko
penyakit kardiovaskuler dan osteoporosis. (Anindita & dkk, 2016)

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi gangguan haid?
2. Apa etiologi adanya gangguan haid?
3. Apa saja manifestasi gangguan haid?
4. Bagaimana patofisiologi dan pathway pada gangguan haid?
5. Bagaimana penatalaksanaan pada gangguan haid?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada gangguan haid?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi gangguan haid
2. Untuk mengetahui etiologi adanya gangguan haid
3. Untuk mengetahui manifestasi gangguan haid
4. Untuk mengetahui patofisiologi dan pathway pada gangguan haid
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada gangguan haid
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada gangguan haid

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Gangguan menstruasi adalah kelainan yang terjadi pada siklus
menstruasi. Ada beragam gangguan menstruasi yang bisa dialami wanita,
mulai dari darah haid yang terlalu sedikit atau banyak, nyeri haid, hingga
depresi menjelang menstruasi atau premenstrual dysphoric disorder. (Adrian,
2019)
Menorrhagia adalah istilah medis untuk menggambarkan jumlah darah yang
keluar saat haid berlebihan atau haid berlangsung dalam waktu lebih dari 7 hari.
Kondisi ini dapat mengganggu aktivitas sehari-hari hingga memengaruhi kualitas
hidup penderitanya. Menoragia adalah kondisi ketika terjadi perdarahan haid
dalam jumlah yang banyak (>80ml darah) dan/atau durasi yang bertambah
lama (>7hari) pada interval haid yang normal. Menoragia merupakan kondisi
yang umumnya terjadi pada perempuan yang baru mengalami pubertas, atau
mereka di atas 40-50 tahun. (Pane, 2020)
Amenorrhea adalah kondisi saat seorang wanita tidak mengalami haid atau
menstruasi selama 3 siklus berturut-turut atau lebih. Istilah amenorrhea juga
digunakan untuk kondisi ketika seorang perempuan yang sudah berusia 15
tahun belum pernah mengalami menstruasi. Amenorrhea dapat disebabkan
oleh hal alami seperti kehamilan atau dapat juga menjadi tanda masalah
kesehatan. Selain tidak menstruasi, ada beberapa tanda dan gejala yang
mungkin timbul menyertai kondisi amenorrhea, seperti kerontokan rambut,
sakit kepala, nyeri panggul, munculnya jerawat, dan tumbuhnya bulu-bulu
halus pada wajah. (Nareza, 2020)
Nyeri haid atau dismenore adalah nyeri atau kram di perut bagian bawah, yang
muncul sebelum atau sewaktu menstruasi. Pada sebagian wanita, dismenore dapat
bersifat ringan, namun pada sebagian lain, dismenore bisa berlebihan hingga
mengganggu aktivitas sehari-hari. Dismenore ditandai oleh kram di bagian
bawah perut. Kondisi tersebut normal terjadi setiap bulan dan tidak perlu

3
dikhawatirkan, karena merupakan proses yang terjadi secara alami di rahim
wanita. (Willy, 2019)
Premenstrual Syndrome (PMS) adalah istilah dari berbagai gejala
yang dirasakan wanita sebelum menstruasi. PMS merupaka sekelompok
gejala yang terjadi pada wanita, biasanya antara ovulasi dan menstruasi.
Penyebabnya tidak sepenuhnya dipahami, tetapi mungkin melibatkan
perubahan hormon selama siklus menstruasi. Gejala berupa perubahan
suasana hati, nyeri payudara, mengidam makanan, kelelahan, lekas marah,
depresi dan emosional .Perubahan gaya hidup dan obat-obatan dapat
mengurangi gejala. Pada wanita yang mengalami gejala PMS yang
dialami bersifat ringan atau bahkan sama sekali tidak terasa. Namun
bagi sebagian wanita yang lain, gejala PMS yang muncul bisa jadi
sangat parah hingga dapat mengganggu kegiatan sehari-hari. (Rafiqua,
2019)
Oligomenorea adalah kondisi ketika periode menstruasi seorang wanita
pada usia subur tidak teratur atau susah diprediksi. Normalnya,
periode menstruasi terjadi setiap 21-35 hari. Jika seorang wanita tidak
mengalami menstruasi selama lebih dari 35-90 hari, maka wanita tersebut
dapat dikatakan menderita oligomenorea. Oligomenorea adalah
panjang siklus haid yang memanjang dari panjang siklus haid klasik, yaitu
lebih dari 35 hari per siklusnya. Volume perdarahannya umumnya lebih
sedikit dari volume perdarahan haid biasanya. (Adrian, 2019)

B. ETIOLOGI
1. MENORRHAGIA
Penyebab paling umum terjadinya perdarahan menstruasi yang
berlebihan diantaranya adalah ketidakseimbangan hormonal yang
menyebabkan siklus menstruasi tanpa adanya ovulasi atau pelepasan sel
telur yang pada saat bersamaan akan menstimulasi tubuh untuk
mensekresikan hormone progesteron, apabila hormon ini jumlahnya
sedikit akin menyebabkan perdarahan berat saat menstruasi. Hormon
estrogen dan progesterone yang berfungsi mengatur pembentukan selaput

4
lendir rahim akan rontok setiap kali menstruasi, apabila ada
ketidakseimbangan hormonal akan mengakibatkan selaput lendir yang
rontok menjadi berlebihan. Kondisi ini disebabkan adanya penebalan
dinding rahim, makin lama dinding dalam Rahim semakin tebal, sehingga
ketika pertama kali menstruasi, darah keluar dalam jumlah yang
berlebihan. Biasanya gejala ketidakseimbangan hormon seringdialami oleh
remaja yang baru mengalami menstruasi pertama dan wanita yang
mendekati menopause. Menorrhagia juga dapat terjadi karena adanya
tumor jinak di rahim, polip (tumor bertangkai yang melekar pada selapur
lendir), kanker atau kista ovarium, kehamilan di luar kandungan, gangguan
perdarahan bawaan, penyakit peradangan panggul, penyakit hati dan
ginjal. Selain itu menorrhagia juga dapat disebabkan kondisi yang dapat
meningkatkan risiko perdarahan seperti kadar trombosit yang rendah,
penggunaan obat-obatan tertentu seperti obat anti pembengkakan dan
pencegah gumpalan darah serta penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim (AKDR). (Mianoki, et al., 2013)
2. AMENOREA
Beberapa penyebab terjadinya amenorea primer dan sekunder dan
penanganannya secara keseluruhan dapat dikelompokkan dalam beberapa
kelompok gangguan berikut.
a. Gangguan organik (terutama infeksi, tumor, dan penghan curan sel-sel)
pada sistem saraf pusat, seperti ensefalitis (peradangan pada ensefalon).
Penanganannya adalah penentuan penyebab terjadinya kelainan organik
dan peng obatannya.
b. Gangguan psikis (kejiwaan), seperti ketidakstabilan emosional, psikosis
(penyakit psikiatrik yang berat), anoreksia dan pseudosiesis”.
Penanganannya melalui pemberian konsultasi psikoterapi dan ahli
kejiwaan serta ahii kebidanan dan kandungannya.
c. Gangguan pada poros hipotalamus-hipofisis-ovarium, seperti terjadinya
sindrom -sindrom amenorea-galaktore, Stein-Leventhal, dan amenorea
hipotalamik. Penanganannya untuk sindrom amenorea-galaktore
diberikan pengobatan dengan klomfen, maleas ergonovin, metil dopa,

5
dan 2-a-bro-rnokriptine. Sedangkan, penanganan amenorea hipotalamik
adalah dilakukan pengobatan sifatnya sama dengan pengobatan pada
kasus-kasus infertilitas (ketidaksuburan pada tubuh seorang wanita).
d. Gangguan pada hipofisis, seperti terjadinya sindrom Sheehan dan
penyakit Simmonds serta adanya tumor-tumor hipofisis Penanganannya
pads sindrom Sheehan dan penyakit Simmonds dilakukan. Pemberian
pengobatan hormonal sebagai pengantara lain hormon kortison. dan
bubuk hormon tiroid Sedangkan. sindrom Forbes.Albright harus
diobati sebagai pengobatan tumor hipofisis.
e. Gangguan (kelenjar) gonad, seperti kelainan kongenital, yaitu
disgenesis ovarii dan sindrom testicular feminization terjadinya
menopause prematur, adanya the insensitive ovary, terjadinya
penghentian fungsi ovarium, dan adanya tumor-tumor pada ovarium.
Penanganannya untuk sindrom Turner dilakukan pengobatan substitusi
melalui pemberian hormon estrogen dalam bentuk kombinasi dengan
hormon progesteron secara berulang
f. Sampai masa menopause atau pascamenopause, dengan syarat
pemberian hormon estrogen tersebut dapat dilakukan saat telah terjadi
penutupan garis epifisis pada daerah ujung tulang tulang panjang tubuh.
Sedangkan, untuk sindrom testicular feminization dilakukan
pembedahan dan pemberian peng obatan hormonal secara berulang.
g. Gangguan glandula (kelenjar) suprarenalis, seperti terjadinya sindrom-
sindrom adrogenital, terutama di zona retikularis, daerah korteks ginjal
yang bertanggung jawab dalam menghasilkan hormon seks steroid,
sindrom Cushing, dan penyakit Addison. Penanganannya untuk
sindrom adrogenital diberikan pengobatan kortikosteroid secara terus-
menerus jika perlu dapat diberikan obat desoksikortikosteroid, atau
dilakukan pembedahan plastik pada al at genitalia eksternanya.
Sedangkan, pada sindrom Cushing dilakukan pembedahan (berupa
reseksi atau pengangkatan) jika disebabkan tumor ginjal atau
adrenalektomi (pengangkatan Jaringan ginjal) secara bilateral. jika

6
disebabkan hiperplasia jaringan ginjal dan diberikan terapi substitusi
setelah dilakukan pembedahan.
h. Gangguan glandula timid, seperti terjadinya hipotiroid (penurunan
kadar hormon tiroid), hipertiroid (peningkatan kadar hormon tiroid),
dan kreatinisme (kelainan tubuh yang disebabkan defisiensi berat dan
hormon tiroid).Penanganannya adalah pemberian terapi yang ditujukan
pada penyebab timbulnya gangguan glandula tiroid tersebut.
i. Gangguan pankreas, seperti diabetes mellitus (kencing manis).
Penanganannya adalah pemberian terapi seperti lazimnya pada para
penderita diabetes mellitus secara umum. Gangguan uterus atau vagina,
seperti aplasia uteri (tidak ter bentuknya jaringan uterus) atau hipoplasia
uteri, sindrom Asherman (terjadinya pelekatan antar lapisan
endometrium yang luas, endometritis tuberkulosa, histerektomi, dan
aplasia vagina. Penanganannya untuk sindrom A.cher,nan dilakukan
pelepasan pelekatan endometrium uteri yang terjadi melalul proses
dilatasi dan kuretase serta pemasukan tampon ke rongga uterus sampai
luka-lukanya sembuh. Kemudian dapat diberikan juga obat-obatan
antibiotik dan hormon estrogen selama beberapa bulan. Sedangkan,
pada endometritis, diberikan pengobatan terhadap penyebab utamanya
(yaitu TBC).
j. Penyakit.-penyakit umum tubuh seperti gangguan gizi tubuh,
kegemukan (obesitas), amenorea latrogenik,dan penyakit penyakit
umum tubuh Iainnya. (Hendrik, 2006)
3. DISMENOREA
Penyebab dari dismenorea primer diduga berasal dan kontraksi rahim
yang dirangsang oleh prostaglandin. Nyeri dirasakan semakin hebat ketika
bekuan atau potongan jaringan dan lapisan rahim melewati serviks (leher
rahim). terutama jika saluran serviks-nya sempit. Pada dismenorea
sekunder. gangguan haid disebabkan adanya gejala penyakit yang
berhubungan dengan kandungan. Misalnya. Endometriosis. infeksi rahim,
kista/polip, Tumor sekitar kandungan, kelainan kedudukan rahim yang
dapat mengganggu organ, dan jaringan di sekitarnya. Penyebab

7
dismenorea sekunder lainnya adalah kondisi panggul. Endometriosis
fibroid, adenomiosis. peradangan tuba falopi, pelengketan abnormal antar
organ dalam perut. pemakaían kontrasepsi IUD atau tampon. Dismenorea
sekunder lebih Jarang ditemukan. Hanya sekitar 25% wanita yang
mengalaminya dan banyak ditemukan pada wanita usia 20 tahunan. Faktor
lainnya yang bisa memperburuk dimenorea adalah rahim yang menghadap
ke belakang (retroversi), kurang berolahraga, dan sters psikis atau stres
sosial. Kekurangan zat besi sangat berpengaruh pada kesehatan
reproduksinya. (Kasdu, 2008)

C. MANIFESTASI
1. Menorrhagia
Tanda dan gejala yang biasanya muncul pada wanita dengan menorrhagia
diantaranya adalah : (Adika & dkk, 2013)
a. Darah keluar sangat deras di malam hari
b. Mengalami anemia karena kekurangan zat besi (Fe)
c. Mengeluarkan darah haid lebih dari 8 hari
d. Harus mengganti pambalut secara sering dalam satu malam
e. Aktivitas rutin sehari-hari terganggu, merasa lelah, lemah atau nafas
pendek
f. Harus menggunakan pembalut yang berlapis untuk mengontrol aliran
darah yang keluar
g. Mengeluarkan cukup banyak gumpalan darah haid, yang berukuran
lebih dari 1 Inch (2,5 cm)
2. Amenorrhea
Amenorrhea ada dua jenis yaitu amenorrhea primer dan sekunder.
Amenorrhea sekunder paling sering ditemukan. Tanda dan gejala
amenorrhea primer yaitu belum haidnya seorang perempuan pada usia 16
tahun atau belum adanya tanda-tanda pubertas sampai usia 14 tahun.
Padahal seharusnya, pada usia 12-13 tahun perempuan sudah haid. Untuk
tanda dan gejala amenorrhea sekunder yaitu bila perempuan tindak
mendapatkan haid selama 3-4 kali semenjak haid terakhir. (Sinsin, 2008)

8
3. Dismenorea
Tanda dan gejala dari dismenorea yaitu : (Shaleh, 2017)
a. Nyeri pada perut bagian bawah yang bisa menjalar ke punggung bagian
bawah dan tungkai. Nyeri dirasakan sebagai kram yang hilang-timbul
sebagai nyeri tumpul yang terus-menerus ada. Biasanya nyeri mulai
timbul sesaat sebelum dan selama menstruasi, serta mencapai
puncaknya dalam waktu 24 jam, namun setelah 2 hari akan menghilang.
b. Dismenorea juga sering disertai sakit kepala
c. Mual
d. Sembelit
e. Diare
f. Sering berkemih
g. Pada sebagian wanita bahkan bisa sampai terjadi muntah

D. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY


1. MENORRHAGIA
Patofisiologi menorrhagia secara pasti masih belum diketahui.
Beberapa teori menduga adanya hubungan esensial antara haemostatic
plug dengan peningkatan jumlah darah dan lama menstruasi. Selain dari
pada itu, segala keadaan yang dapat menyebabkan gangguan perdarahan
dan pembekuan juga dapat menyebabkan terjadinya menorrhagia,
misalnya pada penggunaan obat antikoagulan atau penyakit seperti Von
Willebrand disease. (Khairani, 2018)
Pengetahuan tentang fisiologi menstruasi normal sangatlah penting
guna memahami patofisiologi dari menorrhagia. Empat fase dalam siklus
menstruasi normal yakni fase folikuler, luteal, implantasi, dan menstruasi.
Sebagai respon GnRH (gonadotropin-releasing hormone) dari
hipotalamus, kelenjar hipofisis mensintesis FSH (follicle-stimulating
hormone) dan LH (luteinizing hormone) yang menginduksi produksi
estrogen dan progesteron. Selama fase folikuler, stimulasi estrogen
menyebabkan peningkatan ketebalan dinding endometrium. Hal ini juga
dikenal dengan fase proliferatif. Fase luteal terlibat dalam proses ovulasi.

9
Selama fase ini, yang juga dikenal dengan fase sekretorik, progesteron
menyebabkan maturasi endometrium. Jika fertilisasi terjadi, fase
implantasi dipertahankan. Namun, tanpa fertilisasi, estrogen dan
progesteron withdrawal menyebabkan menstruasi. (Khairani, 2018)
Menorrhagia terjadi jika terdapat gangguan dalam mekanisme siklus
menstruasi normal tersebut. Faktor-faktor yang turut berkontribusi dalam
mekanisme terjadinya menorrhagia termasuk faktor organik, endokrin,
anatomik, dan iatrogenik. Jika perdarahan yang terjadi tidak disebabkan
satu pun etiologi tersebut, diagnosis yang sering diberikan adalah
perdarahan uterus disfungsional (PUD) / dysfunctional uterine
bleeding (DUB). Kebanyakan kasus PUD ini disebabkan oleh siklus
anovulasi dan umum terjadi pada usia remaja (pubertas) dan
perimenopause. Tanpa ada ovulasi, korpus luteum gagal terbentuk yang
menyebabkan tidak adanya sekresi progesteron. Estrogen yang berlebihan
menyebabkan endometrium terus berproliferasi dan menebal sampai
akhirnya berdegenerasi. Hal ini jugalah yang menyebabkan perdarahan
anovulasi lebih berat dari perdarahan menstruasi normal. (Khairani, 2018)
Penyebab menorrhagia faktor organik adalah segala keadaan yang
menyebabkan gangguan perdarahan dan pembekuan, seperti pada kasus
penyakit Von Willebrand dan trombositopenia purpura (ITP). Hemostasis
endometrium tidak telepas dari fungsi trombosit dan fibrin. Defisiensi
komponen-komponen ini seperti pada pasien dengan penyakit Von
Willebrand atau trombositopenia akan menyebabkan menorrhagia.
(Khairani, 2018)
Penggunaan copper-containing intrauterine device (IUD) juga dapat
menyebabkan menorrhagia dengan cara memperpanjang peluruhan
endometrium dan menghambat terbentuknya haemostatic plug. (Khairani,
2018)
Kelainan pada uterus seperti pada leimyomata uteri dan adenomyosis
menyebabkan menorrhagia karena menyebabkan pembentukan plug yang
insufisien, pemanjangan waktu vasodilatasi arteri basal, dan pemanjangan
waktu luruh pada pembuluh darah mikro. (Khairani, 2018)

10
2. AMENORRHEA
Patogenesis amenore dimulai ketika hipotahimus tidak menghasilkan
denyut hormon pelepas gonadotropin (GnRH), yang biasanya merangsang
hipofisis untuk memproduksi hormon perangsang folikel gonadotropin
(FSH) dan hormon luteinizing (LH). Akhirnya terjadi disfungsi ovulasi.
Siklus gonadotropin dirangsang produksi estrogen dan perubahan
endometrium siklik terganggu. Hal ini menyebabkan amenore anovulasi,
dan aliran menstruasi mungkin tidak terjadi. Mayoritas kasus amenore,
terutama amenore sekunder — bersifat anovulatori. Selain itu, amenore
dapat terjadi jika ovulasi normal, seperti ketika kelainan anatomi genital
menghalangi aliran menstruasi yang normal, meskipun stimulasi hormonal
normal. (Jahangir Moini, dkk, 2020)

11
3. DESMINORE
Mekanisme terjadinya nyeri pada dismenore primer adalah korpus
luteum akan mengalami regresi apabila tidak terjadi kehamilan. Hal ini
akan mengakibatkan penurunan kadar progesteron dan mengakibatkan
labilisasi membran lisosom, sehingga mudah pecah dan melepaskan enzim
fosfolipase A2. Fosfolipase A2 akan menghidrolisis senyawa fosfolipid
yang ada di membran sel endometrium dan menghasilkan asam
arakhidonat. Asam arakhidonat bersama dengan kerusakan endometrium
akan merangsang kaskade asam arakhidonat dan menghasilkan
prostaglandin PGE2 dan PGF2 alfa. Wanita dengan dismenore primer
didapatkan adanya peningkatan kadar PGE dan PGF2 alfa di dalam
darahnya, yang merangsang miometrium. Akibatnya terjadi peningkatan
kontraksi dan disritmi uterus, sehingga terjadi penurunan aliran darah ke
uterus dan mengakibatkan iskemia. Prostaglandin sendiri dan
endoperoksid juga menyebabkan sensitisasi, selanjutnya menurunkan
ambang rasa sakit pada ujung-ujung saraf aferen nervus pelvicus terhadap
rangsang fisik dan kimia (Sunaryo, 1989).
Pada setiap bulannya wanita selalu mengalami menstruasi. Menstruasi
terjadi akibat adanya interaksi hormon di dalam tubuh manusia. Menurut
Anurogo (2011:50) interaksi hormon yang dikeluarkan oleh hipotalamus,
dan indung telur menyebabkan lapisan sel rahim mulai berkembang dan
menebal. Hormon-hormon tersebut kemudian akan mememberikan sinyal
pada telur di dalam indung telur untuk berkembang. Telur akan dilepaskan
dari indung telur menuju tuba falopi dan menuju uterus. Telur yang tidak
dibuahi oleh sperma akan menyebabkan terjadinya peluruhan pada
endometrium, luruhnya endometrium menyebabkan perdarahan pada
vagina yang disebut dengan menstruasi. Pada saat masa subur terjadi
peningkatan dan penurunan hormon. Peningkatan dan penurunan hormon
terjadi pada fase folikuler (pertumbuhan folikel sel telur). Pada masa
pertengahan fase folikuler, kadar FSH (Follicle Stimulating Hormone)
akan meningkat dan merangsang sel telur untuk memproduksi hormon
estrogen. Pada saat estrogen meningkat maka kadar progesteron akan

12
menurun. Penurunan kadar progesteron ini diikuti dengan adanya
peningkatan kadar prostaglandin di endometrium (Anurogo, 2011:50).
Prostaglandin yang telah disintesis akibat adanya peluruhan endometrium
merangsang terjadinya peningkatan kontraksi pembuluh-pembuluh darah
pada miometrium. Kontraksi yang meningkat menyebabkan terjadinya
penurunan aliran darah dan mengakibatkan terjadinya proses iskemia serta
nekrosis pada sel-sel dan jaringan (Andira, 2010:40). Iskemia dan nekrosis
pada sel dan jaringan dapat menyebabkan timbulnya nyeri saat menstruasi.
Penurunan kadar progesteron juga menyebabkan terganggunya stabilitas
membran dan pelepasan enzim. Stabilitas membaran yang terganggu
adalah membran lisosom. Ahrend, et al. (2007:354) menyatakan bahwa
selain terganggunya stabilitas membran lisosom penurunan progesteron
akan menyebabkan terbentuknya prostaglandin dalam jumlah yang
banyak. Kadar progesteron yang rendah akibat regresi korpus luteum
menyebabkan terganggunya stabilitas membran lisosom dan juga
meningkatkan pelepasan enzim fosfolipase-A2 yang berperan sebagai
katalisator dalam sintesis prostaglandin melalui proses aktivasi fosfolipase
yang menyebabkan terjadinya hidrolisis senyawa fospolipid yang
kemudian menghasilkan asam arakidonat. Hasil metabolisme dari asam
arakidonat ikut berperan dalam memicu terjadinya dismenore primer.
Asam arakidonat dapat dimetabolisme melalui dua jalur. Jalur
metabolisme asam arakidonat yaitu melalui jalur siklooksigenase dan jalur
lipoksigenase. Melalui jalur siklooksigenase dan lipoksigenase asam
arakidonat menghasilkan prostaglandin, leukotrien dan tromboksan. Selain
prostaglandin, leukotrien berperan serta dalam timbulnya rasa nyeri saat
menstruasi (Price, 2015:63).
Leukotrien sebagai pemicu terjadinya dismenore primer
mempengaruhi melalui beberapa cara. Leukotriene bereaksi pada serabut
saraf serta otot polos. Menurut Anindita (2010:17) peran leukotrien dalam
terjadinya dismenore primer adalah meningkatkan sensitivitas serabut
saraf nyeri uterus, dan berperan dalam penyusutan atau penciutan otot
polos saat terjadinya peradangan, sehingga terjadilah nyeri pada saat

13
menstruasi. Melalui proses metabolisme asam arakidonat prostaglandin
terbagi menjadi dua jenis. Prostaglandin jenis yang pertama adalah
prostaglandin F2-alfa yang merupakan suatu hasil siklooksigenase yang
dapat mengakibatkan hipertonus dan vasokonstriksi pada miometrium
sehingga terjadi iskemia dan nyeri menstruasi. Kedua adalah prostaglandin
E-2 yang turut serta menyebabkan dismenore primer. Peningkatan level
prostaglandin F2-alfa dan prostaglandin E-2 jelas akan meningkatkan rasa
nyeri pada dismenore primer (Anindita, 2010:17).
Selain peranan hormon hasil dari proses fisiologis, dismenore primer
juga bisa diperparah oleh adanya faktor psikologis. Faktor stres ini dapat
menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Pada saat stres, tubuh akan
memproduksi hormon estrogen dan prostaglandin berlebih. Estrogen dan
prostaglandin ini dapat menyebabkan peningkatan kontraksi miometrium
secara berlebihan sehingga mengakibatkan rasa nyeri saat menstruasi.
Stres juga memicu peningkatan kelenjar adrenalin dalam mensekresi
kortisol sehingga menyebabkan otot-otot tubuh menjadi tegang, dan
menyebabkan otot rahim berkontraksi secara berlebihan. Kontraksi otot
rahim yang berlebihan dapat menimbulkan rasa nyeri yang berlebih pada
saat menstruasi. Meningkatnya stres dapat menyebabkan meningkatnya
aktivitas saraf simpatis yang menyebabkan peningkatan skala nyeri
menstruasi dengan peningkatan kontraksi uterus (Sari, Nurdin, & Defrin,
2015: 567-570). Adanya tekanan maupun faktor stres lainnya akan
mempengaruhi keparahan rasa nyeri penderita dismenore primer. Stres
akan mempengaruhi stimulasi beberapa hormon di dalam tubuh. Ketika
seseorang mengalami stres maka stres tersebut akan menstimulasi respon
neuroendokrin sehingga menyebabkan CRH (Corticotrophin Releasing
Hormone) yang merupakan regulator hipotalamaus utama untuk
menstimulasi sekresi ACTH (Adrenocorticotrophic Hormone) dimana
ACTH ini dapat meningkatkan sekresi kortisol adrenal (Angel, Armini, &
Pradanie, 2015:274-275). Sekresi kortisol adrenal menimbulkan beberapa
kerugian. Hormon-hormon tersebut berperan dalam penghambatan
beberapa hormon yang lain. Hormon tersebut menyebabkan sekresi FSH

14
(Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) terhambat
sehingga perkembangan folikel terganggu. Hal ini menyebabkan sintesis
dan pelepasan progesteron terganggu. Kadar progesteron yang rendah
menyebabkan peningkatan sintesis prostaglandin F2-alfa dan prostaglandin
E-2. Ketidakseimbangan antara prostaglandin F2-alfa dan prostaglandin E-
2 dengan prostasiklin (PGI2) menyebabkan peningkatan aktivasi
prostaglandin F2-alfa. Peningkatan aktivasi menyebabkan iskemia pada
sel-sel miometrium dan peningkatan kontraksi uterus. Peningkatan
kontraksi yang berlebihan menyebabkan terjadinya dismenore (Angel,
Armini, & Pradanie, 2015: 274-275). (Rochmawati, 2010)

E. PENATALAKSAAN
1. MENORRHAGIA
Perawatan dan penatalaksanaan terbaik terkait dengan gejala
menorrhagia tergantung pada penyebab perdarahan, pilihan pasien,

15
keinginan untuk menunda kehamilan, dan keinginan untuk memiliki anak.
Biasanya pemberi pelayanan kesehatan pertama kali akan
merekomendasikan pengobatan dengan satu atau lebih obat. Apabila upaya
tersebut tidak mengurangi terjadinya perdarahan dapat menjadi salah satu
pilihan. Beberapa pengobatan untuk mengatasi menorrhagia diantaranya
adalah :
1. Alat kontrasepsi hormonal meliputi pil, suntik KB, IUD hormonal.
Metode ini untuk mengurangi perdarahan selama periode menstruasi,
kram dan nyeri.
2. Obat antifibrinolitik dapat membantu untuk memperlambat perdarahan
menstruasi secara cepat. Obat-obatan ini bekerja dengan membantu
system pembekuan darah. Contohnya termasuk asam traneksamat dan
asam aminokaproat. Keuntungan memperlambat perdarahan dengan
cepat (dalam waktu 2 sampai 3 jam), efek samping sakit kepala dan
kram otot.
3. Obat Nonsteroid Antiinflamasi (NSAID) seperti ibuprofendan asam
mefenamat, dapat membantu mengurangi perdarahan dan kram
menstruasi.
4. Pembedahan bagi wanita yang memiliki pertumbuhan di dalam rahim,
ditujukan untuk menghilangkan sebagian besar lapisan rahim,
menghilangkan fibroid atau polip di dalam rahim, hal ini dapat
mengurangi perdarahan berat ketika menstruasi.
5. Histerektomi adalah operasi untuk mengangkat rahim, pengobatan
permanen perdarahan menstruasi berat. Namun, operasi dapat memiliki
komplikasi dan membutuhkan waktu hingga 6 minggu untuk pemulihan
dan seorang wanita sudah tidak dapat hamil kembali setelah operasi
histeroktomi. (Adika M. , 2014)
2. AMENOREA
Menurut (Benson, 2009) penatalaksaan pasien aminore tergantung
pada keinginan individu untuk mengalami ovulasi (menstrusasi,kehamilan)
dan penyebab aminore :

16
1. Jika pasien mengalami amenore karena hipotiroid, maka penggantian
hormone tiroid merupakan terapi yang diperlukan.
2. Pasien dengan makroadenoma hipofisis, pengangkatan adenoma dengan
pembedahan hrus dipertimbangkan.
3. Pasien dengan amenore galaktore tanpa atau dengan adenoma, terapi
dengan bromokriptin 2,5 mg PO dua kali sehari sampai prolaktin
menjadi normal.
4. Pasien dengan gagal ovarium primer (POF), kemungkinan ovulasi tidak
ada kecuali jika penyebabnya ooforitis autoimun yang dapat berespon
terhadap kortikosteroid.
5. Pasien dengan tantangan uji progestin atau progesterone tes negative
diobati dengan hMG, seringkali dikombinasi dengan klomifen sitrat
untuk memicu ovulasi.
6. Pasien dengan tantangan uji progestin positif yang mengharapkan untuk
hamil, terapi yang diberikan adalah berupa klomifen sitrat. Dosis awal
adalah 50 mg PO setiap hari selama 5 hari. Ovulasi biasanya terjadi 5-
10 hari setelah dosis kelima. Jika dosis harian tidak mencukupi, dosis
dapat dinaikkan secara bertahap hingga dosis maksimum 250 mg/hari.
Sedangkan untuk pasien yang tidak mengharap hamil dan hanya
menginginkan siklus menstruasi teratur maka dapat diberikan progestin
oral bulanan untuk menginduksi perdarahan berkala dan pengelupasan
endometrium.
7. Pasien dengan sindrom ovarium polikistik, obat pilihan adalah klomifen
sitrat, diikuti oleh hMG jika tidak berhasil.
Sedangkan menurut Wikujosastro (2008), amenore sendiri tidak selalu
memerlukan terapi. Penderita yang memerlukan terapi adalah wanita muda
yang mengeluh tentang infertilitas atau yang sangat terganggu karena tidak
datangnya haid. Dalam terapi umunm dilakukan tindakan memperbaiki
keadaan kesehatan termasuk perbaikan gizi, kehidupan dalam lingkungan
yang sehat, tenang dan sebagainya. Pemerian estrogen bersama dengan
progesterone dapat menimbulkan perdarahan secara siklis. Akan tetapi,

17
perdarahan ini bersifat withdrawal bleeding. Pada kasus yang ringan dapat
menimbulkan mekanisme siklus haid. (Wikujosastro, 2008)
3. DESMINORE
Untuk mengurangi rasa nyeri bisa diberikan obat anti peradangan non
steroid. Obat ini akan sangat efektif jika mulai diminum 2 hari sebelum
menstruasi dan dilanjutkan sampai hari 1-2 mentruasi (Nugroho, 2014).
Menurut Nugroho (2014) selain dengan obat-obatan rasa nyeri juga bisa
dikurangi dengan :
a. Istirahat yang cukup
b. Olahraga yang teratur (terutama berjalan)
c. Pemijatan
d. Yoga atau senam
e. Kompres hangat didaerah perut
Untuk mengatasi mual dan muntah bisa diberikan obat anti mual,
tetapi mual dan muntah biasanya menghilang jika kramnya telah teratasi.
Gejala juga bisa dikurangi dengan istirahat yang cukup serta olah raga
secara teratur.
Apabila nyeri terus dirasakan dan mengganggu kegiatan sehari-
hari, maka diberikan pil KB dosis rendah yang mengandung estrogen dan
progesterone atau diberikan medroxiprogesteron. Pemberian kedua obat
tersebut dimaksudkan untuk mencegah ovulasi dan mengurangi
pembentukan prostaglandin, yang selanjutnya akan mengurangi beratnya
desminore. Jika obat ini juga tidak efektif, maka dilakukan pemeriksaan
tambahan (misal laporoskopi). Jika desminore sangat berat bisa dilakukan
ablasio endometrium, yaitu suatu prosedur dimana lapisan rahim dibakar
atau diuapkan dengan alat pemanas. Pengobatan untuk desminore
sekunder tergantung kepada penyebabnya. (Nugroho, 2014)

F. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Tanyakan riwayat menstruasi, eksplorasi persepsi wanita mengenai
kondisinya, pengaruh budaya atau etnis, gaya hidup dan pola adaptasi.

18
Evaluasi seberapa berat rasa nyeri atau perdarahan yang dialami dan
efeknya pada aktivitas sehari-hari. Tuliskan berbagai pengobatan rumah
dan obat-obatan yang digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan
selama menstruasi. Catatan tentang gejala emosi, perilaku, fisik, pola diet,
pola latihan dan pola istirahat, merupakan alat diagnostik yang bermanfaat.
(Lowdermilk, 2012)
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang muncul pada wanita yang mengalami
gangguan menstruasi, meliputi:
a. Risiko tinggi terhadap koping individu atau keluarga tidak efektif yang
berhubungan dengan
1. Pengetahuan tentang penyebab gangguan yang tidak memadai
2. Efek fisiologis dan emosional gangguan
b. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan diri
c. Risiko tinggi gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan gangguan
menstruasi
d. Risiko tinggi terhadap harga diri rendah yang berhubungan dengan
1. Persepsi lain tentang rasa tidak nyamannya
2. Ketidakmampuan untuk mengandung
e. Nyeri yang berhubungan dengan gangguan menstruasi
3. Perencanaan
Perencanaan pada kasus dismenore yang dapat diberikan, yaitu:
a. Jelaskan pada klien tentang keadaan dan hasil pemeriksaannya
b. Pemberian analgesik dan tokolitik
c. Anjurkan klien untuk berolahraga ringan seperti senam, berjalan kaki,
bersepeda, atau berenang
d. Anjurkan klien untuk cukup istirahat
e. Anjurkan klien untuk memperbanyak komsumsi protein dan sayuran
hijau
f. Anjurkan klien untuk mengompres panas atau dingin pada daerah perut
jika terasa nyeri
4. Pelaksanaan

19
a. Menjelaskan pada klien tentang keadaan dan hasil pemeriksaannya
b. Memberikan terapi analgesik dan tokolitik
c. Menganjurkan klien olahraga ringan seperti senam, berjalan kaki,
bersepeda, atau berenang
d. Menganjurkan klien untuk cukup istitahat
e. Menganjurkan klien untuk memperbanyak konsumsi protein dan
sayuran hijau
f. Menganjurkan klien untuk mengompres panas atau dingin pada daerah
perut jika terasa nyeri
5. Evaluasi
Pelayanan telah efektif ketika wanita melaporkan peningkatan dalam
kualitas hidupnya kemampuan perawatan diri, dan konsep diri serta
gambaran tubuh yang positif (Lowdermilk, 2012)

20
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Gangguan menstruasi adalah kelainan yang terjadi pada siklus menstruasi.
Ada beragam gangguan menstruasi yang bisa dialami wanita seperti
Menorrhagia yang merupakan jumlah darah yang keluar saat haid berlebihan atau
haid berlangsung dalam waktu lebih dari 7 hari. Amenorrhea adalah kondisi
saat seorang wanita tidak mengalami haid atau menstruasi selama 3 siklus
berturut-turut atau lebih. Nyeri haid atau dismenore adalah nyeri atau kram di
perut bagian bawah, yang muncul sebelum atau sewaktu menstruasi.
Premenstrual Syndrome (PMS) adalah istilah dari berbagai gejala yang
dirasakan wanita sebelum menstruasi. Dan Oligomenorea adalah kondisi
ketika periode menstruasi seorang wanita pada usia subur tidak teratur atau
susah diprediksi. Untuk Diagnosa keperawatan yang muncul pada wanita
yang mengalami gangguan menstruasi, meliputi: Risiko tinggi terhadap
koping individu atau keluarga tidak efektif, kurang pengetahuan, Risiko
tinggi gangguan citra tubuh, Risiko tinggi terhadap harga diri rendah, dan
Nyeri.

B. SARAN
Dengan disusunnya makalah ini kami berharap makalah ini dapat
mengedukasi pembaca selain itu mudah untuk dimengerti dan dipahami
sehingga menambah pengetahuan yang telah dimiliki. Selain itu kami juga
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sehingga kami dapat
berorientasi lebih baik untuk makalah kami yang selanjutnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Adika, & dkk. (2013). Tetap Prima saat Haid Tiba. Yogyakarta: Pustaka Muslim.
Adika, M. (2014). Tetap Prima Saat Haid . Yogyakarta: Pustaka Muslim .
Adrian, K. (2019, 26 juli ). 5 Jenis Gangguan Menstruasi yang Perlu Anda
Ketahui.
Adrian, K. (2019, September 27). Seputar Oligomenorea, Salah Satu Gangguan
Haid di Usia Subur.
Anindita, P., & dkk. (2016). Hubungan Aktivitas Fisik Harian dengan Gangguan
Menstruasi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas .
Artikel Penelitian Jurnal Kesehatan Andalas Vol 5 No 3.
Benson, R. C. (2009). Buku Saku Obsetri & Ginekologi Edisi 9. Jakarta: EGC.
Eswi, A., & dkk. (2012). Menstrual Attitude and Knowledge among Egyptian
Female Adolescents. Journal of American Science Vol 8 No 6.
Evin, D. P., & dkk. (2018). TERAPI MENSTRUASI TIDAK TERATUR
DENGAN AKUPUNKTUR DAN HERBAL PEGAGAN (CENTELLA
ASIATICA (L.)). Journal of Vocational Health Studies .
Hendrik. (2006). Problema haid: tinjauan syariat Islam dan medis Tinjauan
syariat islam dan Medis. Solo: Tiga Serangkai.
Jahangir Moini, dkk. (2020). Global Health Complications of Obesity. Chennai:
Stacy Masucci.
Kasdu, D. (2008). Solusi Problem Wanita Dewasa. Jakarta: puspa
swara,ANGGOTA IKAPI.
Kemenkes RI. (2018, Agustus 9). Pentingnya Menjaga Kesehatan Reproduksi
Saat Menstruasi. Retrieved September 9, 2020, from Kemenkes RI:
http://promkes.kemkes.go.id/pentingnya-menjaga-kesehatan-reproduksi-
saat-mentruasi
Khairani, Y. (2018, mei 04). Patofisiologi Menorrhagia.
Lowdermilk. (2012). Buku ajar keperawatan maternitas . Jakarta: EGC.
Mianoki, A., Bahren, R., Hafid, Hakim, M. S., Andriyani, A., Kartika, et al.
(2013). Edisi X, Tahun I - Majalah Kesehatan Muslim: Tetap Prima Saat
Haid Tiba. Yogyakarta: Pustaka muslim.

22
Nareza, M. (2020, Juni 08). Amenorrhea Dapat Mengganggu Kaum Wanita,
Kenali Penyebabnya.
Nugroho, T. d. (2014). Buku Ajar Askeb I Kehamilan . Yogyakarta: Nuha Medika.
Pane, M. D. (2020, Februari 03). Menorrhagia.
Rafiqua, N. (2019, mei 07). Premenstrual Syndrome (PMS).
Rochmawati, L. (2010, Juni 2). Dismenore (Dysmenorrhea). Retrieved September
9, 2020, from LUSA: https://lusa.afkar.id/dismenore-
dysmenorrhea#:~:text=Kejang%20pada%20dismenore%20primer
%20disebabkan,menyebabkan%20kontraksi%20otot%2Dotot%20polos
Shaleh, A. Q. (2017). Buah Hati antara Perhiasan dan Ujian Keimanan.
Yogyakarta: Diandra Kreatif.
Sinsin, I. (2008). Masa Kehamilan dan Persalinan . Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Wikujosastro. (2008). Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT.Bina Pustaka.
Willy, T. (2019, maret 18). Pengertian Dismenore.

23

Anda mungkin juga menyukai