Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DAN POLA ASUH

PEMBERIAN MAKAN TERHADAP KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI


PUSKESMAS ULAK MUID KABUPATEN MELAWI

Wulandari1, Indah Budiastutik2 ,Dedi Alamsyah3

1. Peminatan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Pontianak Tahun 2016. Email:
wulann0887@gmail.com.
2. DosenFakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak. Email: indahbudiastutik@gmail.com.
3. Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak. Email: alamsyahdedi89@yahoo.com.

ABSTRAK

Stunting pada balita merupakan faktor risiko meningkatnya angka kematian,


menurunkan kemampuan kognitif dan perkembangan motorik rendah serta fungsi-fungsi
tubuh yang tidak seimbang. Berdasarkan studi pendahuluan pada laporan Program Gizi Dinas
Kesehatan Kabupaten Melawi, masalah stunting di Puskesmas Ulak Muid Kabupaten Melawi
pada bulan April tahun 2016 diperoleh prevalensi stunting sebesar 44,1%. Hal ini
menunjukkan terjadinya peningkatan kejadian stunting pada balita dari tahun 2015 sebesar
4%.Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan karakteristik sosial ekonomi
dan perilaku Pola Asuh Pemberian Makan terhadap kejadian Stunting pada anak Balita di
Puskesmas Ulak Muid Kabupaten Melawi.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan pendekatan observasi.
Analisa data yang dilakukan menggunakan uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil uji statistik diperoleh ada hubungan antara pengetahuan (p value = 0,012 dan
PR=1,826) dengan kejadian Stunting pada anak Balita, ada hubungan antara pendapatan (p
value = 0,021 dan PR=1,490), frekuensi konsumsi telura yam(pvalue = 0,015
danPR=1,813)dan frekuensi pemberian ASI (p value = 0,022 danPR=1,492) dengan kejadian
Stunting pada anak Balita.
Disarankan kepada ibu yang memiliki balita untuk meningkatkan pengetahuan dengan cara
lebih aktif mengikuti penyuluhan maupun kegiatan kesehatan dalam rangka peningkatan
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) mengenai gizi seimbang, memberikan ASI sesering
mungkin saat masih bayi (0-6 bulan) dan dilanjutkan sampai 2 tahun, menambah frekuensi
pemberian telur sebagai sumber protein hewani.

Kata kunci : Pendapatan, Pengetahuan, Frekuensi, Konsumsi, TelurAyam, ASI,


Stunting, Puskesmas, UlakMuid, Melawi.
Daftar Pustaka : 11 (2002-2015)

1
CORRELATION OF SOCIOECONOMICS CHARACTERISTICS, FEEDING
BEHAVIOR AND STUNTING INCIDENCE IN CHILDREN UNDER FIVE AT
PUSKESMAS ULAK MUID KABUPATEN MELAWI
Wulandari1, Indah Budiastutik2 , Dedi Alamsyah3

1. Specialization Health Promotion and Behavioral Sciences Public Health. Muhammadiyah University Pontianak Tahun 2016.
Email:wulann0887@gmail.com.
2. Lecture of Health Sciences Muhammadiyah University Pontianak. Email:indahbudiastutik@gmail.com.
3. Lecture of Health Sciences Muhammadiyah University Pontianak. Email:alamsyahdedi89@yahoo.com.

ABSTRAK

Stunting in children under teach five is a risk factor for high rates of mortality. It also reduces
the cognitive ability and low motor development, and causes an imbalance body functions. A
preliminary study of Health Program Report, Health Department of Kabupaten Melawi,
indicated that the stunting prevalence at PuskesmasUlakMuid in April 2016 was 44,1%. It
means that there was a significant escalation compared to the stunting cases in 2015 which
was only 4%. This study aimed at analyzing the correlation of socioeconomics
characteristics, feeding behavior and stunting incidence in children under five at
PuskesmasUlakMuid, Kabupaten Melawi. Cross sectional design was used in this study. The
data were statistically analyzed by using chi square test.
The study revealed that there was relationship of knowledge (p value=0,012 PR=1,826),
income (p value=0,021 PR=1,490), egg intake frequency (p value=0,015 PR=1,813),
breastfeeding frequency (p value=0,022 PR=1,492), and stunting in children under five cases.
Mothers with kids under five need to enhance their health knowledge by actively participating
in health socialization, specifically on balanced diet and CIE. Last but not least, they have to
breastfeed the baby exclusively for the first 6 months up to 2 years or beyond, and feed the
baby more eggs as the animal protein source.

Key words : income, knowledge, frequency, consumption, eggs, breastfeeding, Stunting,


Puskesmas, UlakMuid, Melawi .
Reference : 11 (2002-2015)

2
PENDAHULUAN
Stunting merupakan pertumbuhan beberapa faktor yang mempengaruhi
linear yang gagal untuk mencapai potensi terjadinya stunting pada anak yakni faktor
genetik sebagai akibat dari pola makan yang langsung yaitu asupan makanan dan penyakit
buruk dan penyakit (ACC/SCN, infeksi serta faktor tidak langsung seperti
1
2000). World Health Organization (WHO) pengetahuan gizi (pendidikan orang tua,
Child Growth Standart mendiagnosis pengetahuan tentang gizi, pendapatan orang
stunting berdasarkan pada indeks tua, distribusi makanan, besar keluarga).
antropometri panjang badan dibanding umur Masalah anak pendek merupakan cerminan
(PB/U) atau tinggi badan dibanding umur dari keadaan sosial ekonomi masyarakat.
(TB/U) dengan batas (z-score) di bawah Karena masalah gizi pendek diakibatkan oleh
standar deviasi ( <- 2 SD ).2 keadaan yang berlangsung lama, maka ciri
Masalah gizi dapat terjadi pada semua masalah gizi yang ditunjukkan anak pendek
kelompok umur.Anak balita merupakan adalah masalah gizi yang sifatnya kronis.5
kelompok umur yang rawan gizi dan rawan Data survey pendahuluan yang
penyakit, hal ini disebabkan karena anak dilakukan pada tanggal 19 Mei 2016 di Dinas
balita baru berada dalam masa transisi dari Kesehatan Kabupaten Melawi diperoleh data
makanan bayi ke makanan dewasa.3 hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) masalah
Stunting pada balita merupakan faktor gizi balita stunting sebesar 40,7%, hal ini
risiko meningkatnya angka kematian, lebih tinggi dibandingkan masalah gizi buruk
menurunkan kemampuan kognitif dan (5,0%), gizi kurang (17,1%) maupun gizi
perkembangan motorik rendah serta fungsi- lebih (3,8%) yang ada di wilayah Kabupaten
fungsi tubuh yang tidak seimbang.4Ada Melawi.
Kasus stunting terbanyak terjadi di tahun 2014 dengan kategori pendek.
wilayah kerja Puskesmas Ulak Muid Sedangkan pada tahun 2015 diperoleh 40,1%
Kecamatan Tanah Pinoh Barat sebesar 65% balita mengalami stunting kategori pendek
13,7% dan 26,4% dengan kategori Penelitian ini dilaksanakan pada
sangat pendek. Walaupun terjadi penurunan bulan September 2016di Wilayah Kerja
prevalensi stunting dari tahun 2014 ke 2015 PuskesmasUlak Muid, Kecamatan Tanah
tetapi adanya peningkatan status yang lebih Pinoh Barat Kabupaten Melawi. Jenis
besar menjadi kategori sangat pendek. Pada penelitian observasional analitikdengan
laporan PSG bulan April 2016 diperoleh rancangan studi Cross Sectional yaitu suatu
prevalensi stunting sebesar 44,1%. Balita desain penelitian untuk mempelajari
mengalami stunting dengan kategori pendek dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko
25,5% dan kategori sangat pendek 18,6%. dengan efek, dengan cara pendekatan,
Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan observasi atau pengumpulan data sekaligus
kejadian stunting pada balita dari tahun 2015 pada suatu saat (point time approach).
ke tahun 2016. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 79
Berdasarkan kelompok umurnya orang ibu yang mempunyaibalita 12 sampai
kejadian stunting balita di wilayah 36 bulan.
Puskesmas Ulak Muid diketahui pada
kelompok bayi (0-11 bulan) sebesar 31,6% Hasil dan Pembahasan
(60 bayi), kelompok umur batita (12-36 KarakteristikResponden
bulan) sebesar 47,9% (91 batita) dan pada Berdasarkan umur, sebagian besar
kelompok anak balita (37-59 bulan) sebesar responden berada pada kelompok dewasa
20,5% (39 anak balita). Jika dilihat dari awal (20-40 tahun) sebanyak 42 orang
kelompok umur dari tahun 2014 hingga April (53,2%). Tingkat pendidikan diperoleh
2016, kejadian stunting terbanyak terjadi sebagian besar (41,8%) dari responden
pada balita dengan kelompok umur 12-36 berpendidikan SD.Tingkat pekerjaan
bulan. responden diperoleh sebagian besar (82,3%)
dari responden tidak mempunyai pekerjaan.
Metode Penelitian
1
Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan di
Wilayah Kerja Puskesmas Ulak Muid Tahun 2016
Karakteristik N %
Umur
Remaja akhir 5 6,3
Dewasa awal 73 92,4
Dewasa Akhir 1 1,3
Pendidikan
Tidak Sekolah 7 8,9
SD 33 41,8
SMP 18 22,8
SMA 18 22,8
Diploma/PT 3 3,8
Pekerjaan
Tidak bekerja/ IRT 65 82,3
PNS 2 2,5
Petani/pelayan/buruh 12 15,2

Karakteristik Balita

Karakteristik balita berdasarkan jenis garam beryodium selama kehamilan hingga


kelamin balita sebagian besar (62%) dari saat ini, sedangkan sebagian kecil tidak
responden mempunyai anak balita berjenis mengkonsumsi garam yang mengandung
kelamin laki-laki. Berdasarkan umur balita, yodium.
diketahui bahwa umur terendah balita yaitu Sebagian besar responden (75,9%)
12 bulan dan umur yang tertinggi yaitu 36 mengkonsumsi tablet fe selama kehamilan.
bulan dengan rata-rata usia terbanyak yaitu sedangkan sebagian kecil tidak (24,1%).
berada pada rentang usia 12 hingga 24 bulan. Berdasarkan hasil wawancara dapat
Sebagian besar responden memiliki disimpulkan bahwa kebiasaan atau pantangan
balita dengan riwayat Berat Badan Lahir makan selama masa kehamilan di wilayah
yang tidak BBLR sebesar 92,4% dan balita Puskesmas Ulak Muid berupa pantangan
BBLR sebesar 7,6% balita. makan nanas, timun, kura-kura, labi-labi,
Konsumsi garam beryodium sebagian trenggiling, ayam, ikan sungai, ikan lele,
besar responden (79,7%) mengkonsumsi cabe dan es.

Tabel 2. Karakteristik Balita Berdasarkan JenisKelamin, Umur, Riwayat BBLR, Konsumsi Garam
Beryodium, Tablet Fe Selama Kehamilan, Jumlah Anggota Keluarga dan Kejadian Stunting di
Wilayah Kerja Puskesmas Ulak Muid Tahun 2016

Karakteristik N %
Jenis Kelamin
Laki-laki 49 62
Perempuan 30 38
Umur Balita
12-24 bulan 47 59,5
25-36 bulan 32 40,5
Riwayat BBLR
Tidak BBLR 73 92,4
BBLR 6 7,6
Garam Beryodium
Tidak 16 20,3
Ya 63 79,7
Riwayat konsumsi tablet Fe selama hamil
Tidak 19 24,1
Ya 60 75,9
2
Jumlah anggota keluarga
Kecil 59 74,7
Besar 20 25,3
Kejadian stunting pada balita
Stunting 50 63,3
Normal 29 36,7

Analisis univariat
Dari Tabel 3 diketahui sebagian frekuensi makan diketahui dapat diketahui
besar responden memiliki pengetahuan bahwa dari kelompok makanan 4 sehat 5
kurang baik yaitu sebesar 65,8%, sempurna yakni bahan makanan pokok,
sedangkan sebagian kecil responden beras memiliki frekuensi diberikan paling
memiliki pengetahuan yang baik yaitu sering (97,5%). Pada kelompok bahan
sebesar 34,2% .Distribusi Frekuensi makanan pokok beras merupakan bahan
berdasarkan pendapatan keluarga dapat makanan yang paling bayak dikonsumsi
diketahui bahwa sebagian besar responden setiap harinya (88,6%). Pada sayuran, daun
memiliki pendapatan yang tinggi yaitu ubi yang paling sering diberikan (39,2%).
sebesar 51,9%, sedangkan sebagian kecil Telur ayam merupakan bahan makanan
ibu memiliki pendapatan yang rendah yaitu dari kelompok lauk pauk yang paling
sebesar 48,1%. sering diberikan pada balita (30,4%).
Berdasarkan variabel variasi Untuk kelompok buah-buahan, pisang
makanan dapat diketahui bahwa sebagian merupakan yang paling sering (29,1%) dan
besar responden memberikan makanan agar-agar merupakan kelompok makanan
bervariasi pada balita sebesar 53,2%, selingan yang sering diberikan (48,1%).
sedangkan sebagian kecil responden Sedangkan untuk penyempurna ASI masih
memiliki memberikan makanan tidak menjadi pilihan utama dengan frekuensi
bervariasi yaitu sebesar 46,8%. Dari paling sering diberikan (94,9%)
Tabel3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu, Pendapatan Keluarga, Frekuensi Pemberian Makan dan
Variasi Makanandi Wilayah Kerja Puskesmas Ulak Muid Tahun 2016

Variabel N %
Pengetahuan Ibu
Kurang Baik 52 65,8
Baik 27 34,2
Pendapatan Keluarga
Rendah (<Rp.1.803.000) 38 48,1
Tinggi (>Rp.1.803.000) 41 51,9
Variasi Makanan
Tidak bervariasi 37 46,8
Bervariasi 42 53,2

Analisis Bivariat

Pada tabel 4 berdasarkan hasil uji statistik dibandingkan ibu yang memiliki
diperoleh bahwap value sebesar 0,012 berarti pengetahuan yang baik.
ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan Hasil uji statistik pada variabel
kejadian stunting pada balita di Puskesmas pendapatan keluargadiperoleh bahwa p value
Ulak Muid.Hasil analisis diperoleh hasil sebesar 0,021 berarti ada hubungan antara
Prevalence Ratio (PR) yaitu 1,644, dengan pendapatan keluarga dengan kejadian
CI 95% = 1,045-2,588 sehingga mengandung stunting pada balita di Puskesmas Ulak
arti bahwa ibu yang memiliki pengetahuan Muid. Hasil analisis diperoleh hasil
yang kurang baik mempunyai resiko sebesar Prevalence Ratio (PR) yaitu 1,490, dengan
1,644 kali memiliki balita stunting CI 95% = 1,053-2,109 sehingga mengandung
arti bahwa ibu yang memiliki pendapatan
3
yang rendah mempunyai resiko sebesar 1,490 mengandung arti bahwa ibu yang
kali memiliki balita stunting dibandingkan memberikan jenis makanan telur ayam
ibu yang memiliki pendapatan tinggi. dengan frekuensi yang kurang mempunyai
Variabel variasi makan diketahui resikosebesar 1,813 kali memiliki balita
hasil uji statistik menunjukkan bahwa p value stunting dibandingkan ibu yang memberikan
sebesar p value sebesar 0,459 berarti tidak dengan frekuensi sering. Selain telur ayam,
ada hubungan antara variasi makanan dengan frekuensi pemberian Air Susu Ibu (ASI) yang
kejadian stunting pada balita di Puskesmas kurang juga cenderung mempunyai balita
Ulak Muid.Hasil analisis diperoleh hasil stunting memiliki hubungan dengan kejadian
Prevalence Ratio (PR) yaitu 1,644, dengan stunting pada anak balita sebesar 82,6%.
CI 95% = 1,045-2,588 sehingga mengandung Hasil uji statistik menunjukkan bahwa p
arti bahwa variasi makanan tidak value0,022 berarti ada hubungan antara
mempengaruhi terjadinya stunting pada anak frekuensi pemberian ASI dengan kejadian
balita. stunting pada balita di Puskesmas Ulak
Hasil uji statistik dengan Muid. Hasil analisis diperoleh hasil
menggunakan Chi-Square pada varibel Prevalence Ratio (PR) yaitu 1,492,dengan CI
frekuensi makan telur ayam diperoleh nilai p 95% = 1,105-2,016sehingga mengandung arti
value sebesar 0,015 berarti ada hubungan bahwa ibu yang memberikan jenis ASI
antara frekuensi pemberian telur ayam dengan frekuensi yang kurang mempunyai
dengan kejadian stunting pada balita di resikosebesar 1,492 kali memiliki balita
Puskesmas Ulak Muid. Hasil analisis stunting dibandingkan ibu yang memberikan
diperoleh hasil Prevalence Ratio (PR) yaitu dengan frekuensi sering.
1,813,dengan CI 95% = 0,993-3,308sehingga
Tabel 4. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu, Pendapatan Keluarga, Frekuensi Pemberian Makan dan
Variasi Makanandengan kejadian stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Ulak
MuidTahun 2016

Stunting Normal PR
Variabel P Value
n % n % 95%CI
Pengetahuan Ibu
Kurang Baik 38 73,1 14 26,9 1,644
0,024
Baik 18 51,4 17 48,6 (1,045-2,588)
Pendapatan Keluarga
Rendah 29 76,3 9 23,7 1,490
0,038
Tinggi 21 51,2 20 48,8 (1,053-2,109)
Variasi Makan
Tidak Bervariasi 25 67,6 12 32,4 0,613 1,135 (0,812-
Bervariasi 25 59,5 17 40,5 1,586)
Frekuensi Makan
Telur Ayam
Kurang 43 70,5 18 29,5 0,030 1,813 (0,993-
Sering 7 38,9 11 61,1 3,308)
ASI
Kurang 19 82,6 4 17,4 0,043 1,492 (1,105-
Sering 31 55,4 25 44,6 2,016)
Variasi Makan
Tidak Bervariasi 25 67,6 12 32,4 0,613 1,135 (0,812-
Bervariasi 25 59,5 17 40,5 1,586)

4
Hasil dan Pembahasan perilaku seseorang.3 Dimana perilaku
1. HubunganantaraPengetahuan yang disadari oleh pengetahuan akan
Ibu Terhadap Kejadian bersifat lebih langgeng daripada
Stunting Pada Anak Balita perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran.
Pada penelitian ini, Variabel Penelitian ini sejalan dengan
pengetahuan diperoleh hasil pvalue penelitian Pormesyang menyebutkan
sebesar 0,012 yang berarti terdapat bahwa pengetahuan orang tua
hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi berhubungan dengan
dengan kejadian stunting pada anak kejadian stunting pada anak usia 4-5
balita. Kemudian dari hasil analisis tahun dengan p value sebesar 0,000.6
diperoleh hasil Prevalence Ratio Penelitian lain menyebutkan
(PR) yaitu 1,644, yang artinya ibu pengetahuan mempunyai hubungan
yang memiliki pengetahuan yang dengan terjadinya stunting dimana
kurang baik mempunyai resiko tingkat pengetahuan ibu mengenai
sebesar 1,644 kali memiliki balita gizi pada anak balita stunting yang
mengalami stunting dibandingkan berada di desa sebagian besar adalah
ibu yang memiliki pengetahuan yang kurang dengan persentase 64,5%,
baik. sedangkan untuk wilayah kota
Peningkatan pengetahuan sebagian besar yaitu tingkat
memang tidak selalu menyebabkan pengetahuan cukup yaitu sebesar
perubahan perilaku akan tetapi ada 86,7%.7 Begitu juga dengan
hubungan yang positif berkaitan penelitian Kusumawati mengatakan
dengan perubahan perilaku. Perilaku bahwa pengetahuan ibu yang kurang
di tentukan oleh tiga faktor ; faktor berhubungan dengan kejadian
pemungkin (enabling factor), faktor stunting pada balita usia 6-36 bulan
penguat (reinforcing factor) dan dengan p value sebesar 0,008
faktor predisposisi (predisposing memiliki risiko 3,27 kali balita
factor). Pengetahuan adalah salah mengalami stunting dibanding ibu
mungkin tidak dapat berubah secara yang memiliki pengetahuan baik.8
langsung sebagai respon terhadap Tingkat pengetahuan seseorang erat
kesadaran ataupun pengetahuan kaitannya dengan tingkat pendidikan
tetapi efek kumulatif dari formal, semakin tinggi pendidikan
peningkatan kesadaran, dan formal seseorang maka semakin
pengetahuan berkaitan dengan nilai, mudah orang tersebut mengerti
keyakinan, kepercayaan, minat dan tentang hal-hal yang berhubungan
perilaku. Pengetahuan akan dengan gizi balita. Namun dalam
menimbulkan kepercayaan penelitian ini sebagian besar tingkat
bagaimana seseorang akan mengenal pendidikan responden yaitu rendah
apa yang berlaku, apa yang benar sehingga pengetahuan mereka
dan kepercayaan ini akan tentang gizi balita stunting juga
membentuk suatu gagasan terhadap rendah. Untuk itu guna
stimulus. Pengetahuan sangat meningkatkan pengetahuan
diperlukan karena pengetahuan atau responden diharapkan kepada ibu-ibu
kognitif merupakan domain yang tersebut untuk aktif mengikuti
sangat penting untuk terbentuknya penyeluhan maupun kegiatan

5
kesehatan lainnya dalam rangka berbagai masalah gizi lainnya salah
peningkatan komunikasi, informasi satunya disebabkan dan berasal dari
dan edukasi (KIE) mengenai gizi krisis ekonomi. Sebagian besar anak
seimbang. Tanpa adanya balita yang mengalami gangguan
pengetahuan mengenai gizi pertumbuhan memiliki status
5
khususnya anak balita stunting akan ekonomi yang rendah.
lebih sulit mengubah perilaku ibu Berdasarkan penelitian yang
untuk memantau pertumbuhan dan dilakukan oleh peneliti, diketahui
perkembangan balita maupun untuk bahwa variabel pendapatan memiliki
kesehatan ibu itu sendiri hubungan dengan kejadian stunting
2. Hubungan antara Pendapatan pada anak balita.Sebagian besar ibu
Keluarga Terhadap Kejadian memiliki pendapatan keluarga yang
Stunting Pada Anak Balita rendah dengan anak balita
mengalami stunting, sehingga
Variabel pendapatan diperoleh keluarga memiliki keterbatasan daya
hasil pvalue sebesar 0,021 berarti ada beli khususnya pangan untuk
hubungan antara pendapatan pemenuhan gizi keluarga.
keluarga dengan kejadian stunting Oleh sebab itu, Ibu-ibu diharapkan
pada balita. Prevalence Ratio (PR) dapat mengembangkan diri dengan
yaitu 1,490 yang artinya ibu yang memberdayakan hasil alam untuk
memiliki pendapatan keluarga yang menambah pendapatan
rendah mempunyai resiko sebesar keluargasetidaknya melebihi Upah
1,490 kali memiliki balita mengalami Minimum Kabupaten (UMK) dengan
stunting dibandingkan ibu yang bekerja sama dengan organisasi PKK
memiliki pendapatan keluarga yang baik di tingkat Kecamatan maupun
tinggi. Status ekonomi keluarga yang desa dengan meningkatkan nilai jual
rendah memiliki risiko stunting 4,13 hasil bumi yang ada (mengolah ubi
kali lebih besar dibanding anak menjadi aneka jenis makanan yang
dengan status ekonomi keluarga 7 dapat diperjual belikan).
tinggi.2 Dengan karakteristik sosial 3. Hubungan antara Frekuensi
ekonomi yang rendah pada kedua Makanan Terhadap Kejadian
kelompok anak stunting dan normal, Stunting Pada Anak Balita
ternyata kelompok anak normal yang
miskin memiliki pengasuhan yang Pada penelitian ini, Variabel
lebih baik dibandingkan dengan anak frekuensi pemberian makan dari
stunting dari keluarga miskin. berbagai jenis bahan pangan
Begitu juga dengan penelitian diperoleh hasil terdapat hubungan
Aridiyah mengatakan terdapat yang signifikan antara frekuensi
hubungan yang signifikan antara pemberian telur ayam dan ASI
pendapatan keluarga terhadap dengan kejadian stunting pada anak
kejadian stunting pada anak balita balita. Sedangkan untuk jenis bahan
baik yang berada di pedesaan makanan lain seperti beras, kentang,
maupun perkotaan. Apabila ditinjau dan lain-lain tidak memiliki
dari karakteristik pendapatan hubungan dengan nilai pvaluelebih
keluarga bahwa akar masalah dari besar dari 0,05. Selain itu
dampak pertumbuhan bayi dan diperolehnya hasil analisa yang

6
homogen dengan kecenderungan zinc pada anak yakni gangguan
sebagian besar responden yang pertumbuhan ataupun stunting.
memiliki frekuensi pemberian makan Bahan makanan yang mengandung
yang kurang pada beberapa jenis sumber zinc seperti daging sapi,
makanan untuk memiliki anak daging ayam, ikan terutama ikan
dengan status gizi stunting. laut, udang, susu, keju, beras kelapa
Pada frekuensi konsumsi dan kentang.11
telur yang kurang memiliki risiko Oleh sebab itu, pemberian ASI
1,813 kali mengalami stunting pada sesering mungkin saat masih bayi (0-
anak balita dibandingkan dengan 6 bulan) dilanjutkan hingga anak
yang diberikan pada frekuensi sering berumur 2 tahun, serta menambah
dan konsumsi ASI yang kurang frekuensi pemberian protein terutama
berisiko 1,492 kali mengalami telur ayam. Selain itu pemberian
stunting pada anak balita jenis bahan makanan mineral mikro
dibandingkan dengan yang diberikan seperti zinc dan kalsium yang sangat
pada frekuensi sering. dibutuhkan dalam proses
Hasil penelitian oleh Faiza 8 pertumbuhan dan perkembangan
dkk melaporkan bahwa pola asuh anak untuk mencegah kekurangan
makan berpengaruh terhadap status gizi anak dan stunting.
gizi balita. Pemberian pola asuh 4. HubunganantaraVariasi
makan yang memadai berhubungan Makanan Terhadap Kejadian
dengan baiknya kualitas konsumsi Stunting Pada Anak Balita
makanan balita, yang pada akhirnya
mempengaruhi status gizi balita Pada penelitian ini, Variabel
tersebut. Sedangkan pada penelitian pendapatan diperoleh hasil p value
Kainde dkk menyebutkan tidak sebesar 0,459 berarti tidak ada
terdapat hubungan yang bermakna hubungan antara variasi makanan
antara frekuensi makan dengan yang diberikan dengan kejadian
kejadian stunting pada anak usia 13- stunting pada balita. Berdasarkan
36 bulandengan nilai p value 0,464 > analisis bivariat, diketahui bahwa ibu
0,05.10 yang memberikan makanan tidak
Kandungan protein pada telur bervariasi cenderung mempunyai
ayam dan kalsium pada ASI (air susu anak stunting sebesar 67,6% jika
ibu) merupakan zat gizi yang dibandingkan dengan responden
berperan cukup besar mendukung yang memberikan balita makanan
pertumbuhan tulang anak balita agar bervariasi sebesar 44,4%.Kemudian
terhindar dari stunting. dari hasil analisis diperoleh hasil
Zinc merupakan saluh satu zat Prevalence Ratio (PR) yaitu 1,644
gizi yang mempengaruhi sintesis yang artinya tidak ada hubungan
jaringan selama pertumbuhan. Besar antara pemberian makan yang
kecilnya masalah kesehatan bervariasi dengan kejadian stunting
masyarakat didasarkan pada besar pada anak balita.
kecilnya prevalensi defisiensi zinc. Menurut Almatsier, susunan
Keadaan defisiensi zinc paling rentan hidangan adalah bahan makanan
pada anak, ibu hamil dan menyusui, pokok, lauk pauk, sayur, buah, susu
serta orang tua. Tanda kekurangan dan telur serta makanan selingan.

7 9
Sedangkan Departemen Kesehatan 3. Ada hubungan antara frekuensi
(DEPKES) melalui Pedoman Umum pemberian telur ayam dan ASI
Gizi Seimbang (PUGS) menyatakan terhadap kejadian stunting pada
bahwa susunan menu yang seimbang anak balita, denganp value
terdiri dari makanan pokok, lauk sebesar 0,030 dan 0,043. PR
pauk, sayur mayor dan buah, serta 1,813 dan PR 1,492.
lebih sempurna bila ditambahkan 4. Tidak ada hubunganantara
dengan susu.Karena makanan variasi makanan terhadap
sapihan ideal bagi balita harus kejadian stunting pada anak
mengandung makanan pokok, lauk balita, dengan p value sebesar
pauk, sayur mayur, buah-buahan dan 0,613.
yang tidak boleh dilupakan adalah Saran
ASI atau susu, dengan kombinasi 1. Bagi Ibu Balita
variasi paling sederhana dengan Mayarakat khususnya para
mencampur 2 jenis bahan makanan, ibu lebih aktif mengikuti
dan tiga atau empat jenis bahan penyuluhan maupun kegiatan
sebagai campuran majemuk.11 kesehatan lainnya dalam rangka
Meskipun penelitian yang dilakukan peningkatan komunikasi,
peneliti memiliki hasil tidak terdapat informasi dan edukasi (KIE)
hubungan akan tetapi dilihat dari mengenai gizi seimbang. Ibu-ibu
kecendrungan maka setiap jenis diharapkan memberikan ASI
bahan makanan harus diberikan sesering mungkin saat masih bayi
dengan bervariasi yakni lebih dari 2 dan dilanjutkan sampai 2 tahun,
jenis bahan makanan. Maka para ibu menambah frekuensi pemberian
diharapkan mengusahakan protein terutama telur ayam.
pemberian makanan pada anak balita 2. Bagi pihak puskesmas
lebih dari 2 variasi (bahan pokok + Meningkatkan upaya promosi
lauk pauk dan sayuran, bahan pokok kesehatan di wilayah puskesmas
+ sayur + buah, maupun bahan Ulak Muid dengan memberikan
pokok + lauk pauk + buah dan penyuluhan ke masyarakat
dilengkapi dengan susu). tentang cara mencegah stunting
serta memberikan informasi
Simpulan tentang pentingnya membawa
Berdasarkan penelitian dapat balita ke posyandu. Serta
disimpulkan bahwa: melaksanakan kerjasama lintas
1. Ada hubunganantara sektor dalam meningkatkan
pengetahuan ibu terhadap program kesehatan ibu dan anak
kejadian stunting pada anak untuk mencegah bayi/ balita
balita, denganp valuesebesar stunting.
0,024 dan PR 1,644. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya
2. Ada hubungan antara Bagi peneliti lain yang akan
pendapatan keluarga terhadap melakukan penelitian serupa
kejadian stunting pada anak dapat dilakukan secara 10
balita, dengan p value sebesar kualitatifdengan wawancara
0,038 dan PR 1,490. mendalam serta mencari faktor-
faktor lain yang mempengaruhi

8
kejadian stunting pada balita dan Wilayah Pedesaan dan
menambah jumlah variabel Perkotaan.Jurnal Pustaka
penelitiandengan menggali lagi Kesehatan, 3(1) : 163-170.
secara mendalam faktor-faktor
determinan penyebab stunting [6] Pormes, W.E., Sefti R.,
lainnya seperti jumlah asupan zat Amatus Y.I. 2014. Hubungan
gizi, sanitasi lingkungan rumah, Pengetahuan Orang Tua
status imunisasi dan peran tentang Gizi dengan Stunting
pelayanan kesehatan. pada Anak Usia 4-5tahun di
TK Malaekat
DAFTAR PUSTAKA
[1] Fitri. 2012. Berat Lahir [7] Ardiyah, F.O., Ninna R., Mury
Sebagai Faktor Dominan R. 2015. Faktor-Faktor yang
Terjadinya Stunting pada Mempengaruhi Kejadian
Balita (12-59 bulan) di Stunting pada Anak Balita di
Sumatera (Analisis data Wilayah Pedesaan dan
riskesdas 2010). Skripsi. Perkotaan.Jurnal Pustaka
Peminatan Gizi Kesehatan Kesehatan, 3(1) : 163-170.
Masyarakat – Fakultas Ilmu
Kesehatan Masyarakat.
[8] Kusumawati, E., Setiyowati R.,
[2] Kusuma, KE. 2013. Faktor Hesti P.S. 2013. Model
Risiko Kejadian Stunting pada Pengendalian Faktor Risiko
Anak Usia 2-3 Tahun (Studi di Stunting pada Anak Usia di
Kecamatan Semarang Timur). Bawah Tiga Tahun. Jurnal
Skripsi. Prodi Gizi – Fakultas Kesehatan Masyarakat, 9 ( 3) :
Kedokteran Universitas 249-256.
Diponegoro.
[9] Adriani, Merryana dan
[3] Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Bambang Wirjatmadi. 2014.
Perilaku Kesehatan. Jakarta : Gizi dan Kesehatan Balita
Rineka Cipta. Peranan Mikro Zinc pada
Pertumbuhan Balita. Jakarta :
[4] Branca and Ferrari. 2002. Kencana Prenamedia Group.
Impact of Micronutrient
Deficiencies on Growth: The [10]Nugroho BFD., Sumarti E dan
Stunting Syndrome. INRAN Yuli E. 2014. Karakteristik
(National Institute for Food Perilaku Pemberian Makan
Nutrition Research), Ann Nutr Dan Status Gizi Anak Usia 1-3
Metab 2002, 46 (suppl 1): 8– Tahun Di Posyandu Kuncup
17. Melati Puskesmas Depok Iii
Sleman Yogyakarta.
[5] Ardiyah, F.O., Ninna R., Mury
R. 2015. Faktor-Faktor yang [11] Almatsier, S. 2011. Prinsip
Mempengaruhi Kejadian Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT
Stunting pada Anak Balita di Gramedia Pustaka Utama.

9
12

10

Anda mungkin juga menyukai