Anda di halaman 1dari 13

CRITICAL APPRAISAL

PREVALENSI, FAKTOR RISIKO, KEBIJAKAN DAN PENANGGULAN GIZI


STUNTING DI INDONESIA

Disusun oleh :

Raymond Dwi Prasetya


42200429

Dosen Pembimbing Klinik:

Dr. RMS. Haripurnomo Kushadiwijaya, MPH, Dr.PH.

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

PROGRAM PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

YOGYAKARTA

2022
Nama Pelapor : Raymond Dwi Prasetya

NIM : 42200429

Tanggal : 10 Juni 2022

A Judul Artikel Prevalensi Dan Faktor Risiko Stunting Pada Kajian Kebijakan dan Penanggulangan Factors Affecting Stunting in Saguling
Balita 24-59 Bulan di Indonesia: Analisis Masalah Gizi Stunting di Indonesia Community Health Centers, West Bandung
Data Riset Kesehatan Dasar 2018

Penulis Aditianti, Sudikno, Irlina Raswanti, Doddy Ni Ketut Aryastami, dan Ingan Tarigan Rika Nurhasanah, dan Indria Astuti
Izwardy, Sugeng Eko Irianto

Sumber Jurnal Penelitian Gizi dan Makanan, Desember 2020 Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 45, No. 4, KnE Medicine, Volume 2022, pages 117–
Vol. 43 (2): 51-64 Desember 2017: 233 - 240 126.
Tahun 25 Desember 2020 23 Oktober 2017 3 Juni 2022
Penerbitan
B Kompetensi Melalui Critical Appraisal ini pelapor ingin mempelajari cara melakukan telaah kritis dan membangun kompetensi mengenai tahapan telaah
yang ingin kritis artikel ilmiah sehingga pelapor dapat melakukan review terhadap berbagai literatur guna pengembangan ilmu dan mampu
dibangn mengimplementasikan ilmu dalam praktik klinik. Pemilihan topik artikel ilmiah ini, berdasarkan pada masalah sedang terjadi pada anak-
melalui anak saat ini yaitu gizi buruk. Pada tahun 2019, persentasi stunting secara global adalah 21,3 persen atau diperkirakan 144 juta anak usia di
pelaporan bawah 5 tahun mengalami stunting. Prevalensi kejadian gizi kurang pada balita 0-59 bulan di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2016-2018
apraisal adalah 15,9%, 12,6% dan 15,5%. Terjadi penurunan prevalensi gizi kurang balita pada tahun 2018-2020 yaitu 7,94%, 8,35% dan 8,30%.
Prevalensi gizi kurang balita di Bantul 2018-2020 adalah 8,46%, 8,62% dan 7,90%. Prevalensi balita Bawah Garis Merah (BGM) di DIY
tahun 2018-2020 adalah 0,72%, 0,72%. 0,8%. Prevalensi balita Bawah Garis Merah (BGM) di Bantul tahun 2018-2020 adalah 0,69%, 0,56%.
0,6%. Hal ini menggambarkan bahwa ada penurunan kejadian gizi kurang namun terdapat peningkatan kejadian balita dengan BGM di
Bantul.

2
C Latar Belakang Masalah stunting pada anak balita masih Prevalensi stunting di Indonesia memiliki Stunting merupakan salah satu masalah
Riset menjadi masalah kesehatan terutama di angka cukup stagnan dari tahun 2007 gizi yang paling umum dialami oleh balita
negara berkembang. Hasil Riset Kesehatan hingga 2013. WHO menetapkan batasan di seluruh dunia. Bila ASI eksklusif tidak
Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan masalah gizi tidak lebih dari 20%, diberikan selama enam bulan, risiko
penurunan prevalensi stunting di tingkat sehingga dengan demikian Indonesia stunting pada balita bisa lebih tinggi
nasional sebesar 6,4 persen selama periode termasuk dalam negara yang memiliki karena ASI penting dalam masa
lima tahun, yaitu dari 37,2 persen (2013) masalah kesehatan masyarakat. pertumbuhan bayi. Pengetahuan ibu
menjadi 30,8 persen (2018). Sementara Penurunan angka stunting di Indonesia tentang gizi mempengaruhi perilaku ibu
prevalensi stunting pada tahun 2007 adalah hanya mencapai 4% antara tahun 1992 dalam memberikan makanan yang tepat
36,8 persen. Sedangkan untuk balita berstatus hingga 2013. Perpres no. 42/2013 telah untuk menunjang tumbuh kembang anak.
normal terjadi peningkatan dari 48,6 persen menetapkan Gerakan Nasional Seribu Ibu hamil yang menderita kekurangan
(2013) menjadi 57,8 persen (2018). Hari Pertama Kehidupan dalam upaya energi kronis (KEK) lebih cenderung
Kegagalan pertumbuhan linier adalah bentuk meningkatkan status gizi balita yang melahirkan bayi dengan berat badan
paling umum dari kekurangan gizi secara diikuti oleh pengembangan program rendah, sehingga mempengaruhi
global. Anak yang tergolong stunting apabila termasuk anggarannya. Stunting memiliki kesehatannya. Jika tidak dapat tumbuh
panjang atau tinggi badannya berada di risiko panjang yakni PTM pada usia dengan baik, bayi dengan berat badan lahir
bawah minus dua standar deviasi panjang dewasa, walaupun masih dapat dikoreksi rendah (BBLR) kemungkinan besar akan
badan atau tinggi badan anak seumurnya. pada usia dini. Upaya penurunan masalah menderita stunting.
WHO (2017) menjelaskan terjadinya stunting gizi harus ditangani secara lintas sektoral
disebabkan oleh faktor rumah tangga di semua lini. Ibu dan calon pengantin
(keadaan rumah, rendahnya kualitas pangan, harus dibekali dengan pengetahuan cukup
keamanan pangan dan air, kondisi ibu, tentang gizi dan kehamilan, ASI Eksklusif
pengasuhan yang tidak cukup, pada ibu bersalin yang sehat. Selanjutnya
ketidakcukupan ASI, ketidakcukupan MPASI harus dipahami oleh para ibu dan
makanan pendamping) dan keadaan tenaga kesehatan secara optimal
masyarakat atau negara (keadaan politik dan
ekonomi, air, sanitasi dan lingkungan,
pertanian, pendidikan, sosial dan budaya).
Analisis lanjut ini akan difokuskan pada
determinan stunting pada balita 24-59 bulan.

3
Tujuan dan Tujuan penelitian ini adalah untuk Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Tujuan dari penelitian ini adalah Tujuan
Manfaat Riset mengetahui faktor risiko yang memengaruhi mengkaji kebijakan dan kesenjangan yang penelitian untuk mengetahui faktor-faktor
status gizi anak usia 24–59 bulan berdasarkan dapat dipecahkan melalui opsi kebijakan yang mempengaruhi kejadian stunting pada
data Riskesdas 2018. melalui analisis dokumen legal dan literatur balita usia 24-36 bulan di Puskesmas
lainnya serta program yang telah Saguling Bandung Barat.
dikembangkan.
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai Manfaat dari penelitian ini adalah untuk
acuan dalam melaksanakan promosi di Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui dan memahami bagaimana
posyandu dan fasilitas kesehatan atau melalui menawarkan informasi penting bagi pembuat faktor- faktor yang mempengaruhi stunting,
media social lainnya tentang perlunya kebijakan dan pemangku kepentingan yaitu hubungan antara ASI eksklusif, berat
pencegahan stunting. lainnya sebagai upaya penurunan masalah badan lahir rendah, riwayat KEK
gizi yang harus ditangani secara lintas (Kekurangan Energi Kronis), dan
sektoral di semua lini pengetahuan ibu dengan kejadian stunting
pada balita usia 24-36 bulan

Tema Faktor-faktor yang berperan sebagai pemicu Kebijakan – kebijakakan yang dapat Faktor prediktor stunting pada anak dengan
kejadian stunting pada balita 24-59 bulan di mempengaruhi kejadian stunting pada balita ASI eksklusif, berat badan lahir rendah,
Indonesia di Indoneia riwayat KEK (Kekurangan Energi Kronis),
dan pengetahuan ibu
D Pernyataan/ Berapa prevalensi dan apa saja faktor risiko Apa saja Kebijakan dan dampaknya bagi Bagaimana Faktor risiko stunting yaitu ASI
Masalah Riset stunting pada balita 24-59 bulan di Indonesia? penanggulangan Masalah Gizi Stunting di eksklusif, berat badan lahir rendah, riwayat
Indonesia? KEK (Kekurangan Energi Kronis), dan
pengetahuan ibu dapat mempengaruhi
stunting?
E Konsep Kunci Stunting, balita, faktor risiko stunting, policy analysis, Indonesia stunting, ASI eksklusif, BBLR, KEK, Commented [rp1]:
pengetahuan ibu

4
Kerangka Hubungan pendidikan ayah & ibu, tinggi Dampak dari peraturan pemerintah, Hubungan asi eksklusif, BBLR, Riwayat
Konsep badan ibu, IMT ayah, serta tempat persalinan penguatan sistem, dan tingkat pengetahuan KEK, dan pengetahuan ibu sebagai faktor
sebagai faktor risiko stunting pada balita usia orangtua berdampak pada penggulangan risiko stunting pada balita usia 24-36 bulan
24-59 bulan. masalah gizi stunting di Indonesia

Kerangka
Teori Kejadian Social Kejadian&
Prevalensi & Stunting kejadian stunting
stunting balita Determina & Stunting Balita Faktor Risiko pada balita usia
24-59faktor
bulanrisiko Health
Wasting
di Indonesia 24-36 bulan

F Metodologi

o Desain Cross-sectional Literatur review Cross-sectional study


Studi

o Sampling Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Data stunting (pendek) dipelajari dari berbagai Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
anak balita umur 24-59 bulan. Sedangkan literatur dan hasil-hasil studi sebelumnya yang adalah 82 responden yaitu ibu yang
sampel adalah anak balita yang berusia 24-59 terkompilasi dari berbagai survey sejak tahun memiliki balita berusia 24 tahun - 36 bulan
bulan, dan mempunyai kelengkapan data. 1992 hingga 2013. Informasi terkait kebijakan di Puskesmas Saguling pada bulan Maret-
Jumlah sampel balita 24-59 bulan yang dan program diperoleh dari sektor-sektor Agustus 2021. Kriteria inklusi adalah anak
dianalisis sebanyak 10.128. Kriteria inkusi terkait antara lain Bappenas dan Kementerian stunting, usia 24-36 bulan, lahir cukup
dalam penelitian ini adalah usia anak 24-59 Kesehatan. Kebijakan global terkait gizi bulan, ibu bersedia menjadi responden.
bulan dan mempunyai data lengkap. diperoleh dengan cara mengunduh dari situs- Teknik pengambilan sampel yang
Sementara kriteria eksklusi penelitian adalah situs dunia (WHO, Unicef, dll) melalui digunakan adalah purposive sampling.
anak balita 24-59 yang memiliki cacat fisik, teknologi internet.
dan memiliki nilai Z-score < -6 SD dan nilai
Z-score > +6 SD.

5
o Instrumen Pengukuran berat badan anak usia 24-59 Penyusunan draft kajian dilakukan bersama team Balita dengan pemberian ASI eksklusif
bulan dilakukan oleh enumerator dengan peneliti melalui berbagai diskusi, presentasi, dilihat dari pemberian ASI eksklusif selama
pendidikan minimal DIII kesehatan. konsultasi dengan pakar. Hasil kajian 6 bulan. Balita dengan BBLR dilihat dari
Selanjutnya untuk pengukuran tinggi badan selanjutnya dipresentasikan dan didiskusikan berat lahir kurang dari 2500 g. Prosedur
balita 24-59 bulan diukur dengan alat ukur melalui seminar terbuka di Badan Litbangkes pengumpulan data Sampel diperoleh dari
tinggi badan “Multifungsi” dengan kapasitas dengan melibatkan pembahas dari Universitas ibu balita stunting yang datang ke
ukur dua meter dan ketelitian 0,1 cm. Untuk Indonesia, Direktorat Bina Gizi Kementerian puskesmas, bersedia menjadi responden
menilai status gizi TB/U anak usia 24-59 Kesehatan, Bappenas, wartawan. Seminar juga dengan mengisi kuesioner yang diberikan.
bulan, angka tinggi badan setiap anak balita dihadiri oleh mahasiswa, peneliti dan organisasi Responden dijamin kerahasiaan datanya.
dikonversikan dalam nilai terstandar (Z- lainnya yang bergerak dibidang penanggulangan
masalah gizi.
score) berdasarkan indikator tinggi badan
Round Table Discussion (RTD) dilakukan
menurut umur menggunakan baku
untuk memaparkan hasil studi dan
antropometri anak balita WHO 2005. mendapatkan pandangan dari para stake
Pengukuran berat badan orang tua (ayah dan holders dan pakar terkait solusi dan
Ibu) balita 24-59 bulan menggunakan dua rekomendasi yang mungkin dikembangkan
jenis timbangan berat badan digital yaitu
merek AND dan merek FamilyDr.
o Analisis Analisis data dilakukan secara bertahap, yaitu Analisis kajian dilakukan melalui review Analisis data dilakukan dengan analisis
dan Uji analisis univariat, bivariat, dan multivariat. literatur terkait masalah gizi, pertumbuhan univariat untuk melihat gambaran
Statitik Analisis univariat untuk mengetahui sebaran dan outcomenya yakni tumbuh dibawah kurva karakteristik responden dan distribusi
nilai masing-masing variabel. Analisis standar anthropometri WHO (<-2 standar frekuensi, besarnya proporsi masing-masing
bivariat bertujuan untuk mengetahui deviasi). Kecenderungan pertumbuhan variabel. Data terdistribusi secara normal.
hubungan variabel dependen, yaitu variabel stunting (pendek) dipelajari dari berbagai Analisis bivariat menggunakan chi square
status gizi stunting balita 24-59 bulan dengan literatur dan hasil-hasil studi sebelumnya yang untuk melihat hubungan antara pemberian
variabel independent menggunakan uji Chi- terkompilasi dari berbagai survey sejak tahun ASI eksklusif, BBLR, riwayat KEK, dan
square dan regresi logistik. Selanjutnya 1992 (Survey Vitamin A) hingga Riskesdas pengetahuan ibu dengan kejadian stunting.
analisis multivariat dilakukan untuk 2013 Data dianalisis menggunakan SPSS.
mengetahui hubungan variabel independen
secara bersama-sama dengan stunting balita
24-59 bulan menggunakan regresi logistik
model faktor risiko. Variabel dengan nilai
p<0,25 pada analisis bivariat diikutsertakan
dalam analisis multivariat.

6
G Pelaksanaan, Dari analisis yang dilakukan dengan uji Peraturan Presiden nomor 42/2013 tentang Dari analisis hubungan antara pemberian asi
Hasil dan bivariat (p<0,05), diketahui variabel yang Gerakan Nasional Perbaikan Gizi eksklusif dan stunting adalah balita yang
Diskusi berhubungan dengan kejadian stunting pada diterbitkan untuk mendukung upaya mengalami stunting lebih banyak terjadi pada
anak 24–59 bulan adalah wilayah tempat penggalangan partisipasi dan kepedulian balita yang tidak diberikan ASI eksklusif yaitu
tinggal, pendidikan ayah dan ibu, pekerjaan pemangku kepentingan secara terencana 52,4% dibandingkan balita yang diberikan
ayah dan ibu, akses ke tempat sarana dan terkoordinir untuk percepatan ASI eksklusif (12,2%) dengan p-value
pelayanan kesehatan, kepemilikan buku KIA, perbaikan gizi dalam 1000 hari pertama 0,000 dan PR 2,353. Hal ini menunjukkan
kebiasaan merokok ayah, TB ibu, IMT ayah kehidupan (1000 HPK). bahwa pemberian ASI eksklusif berpengaruh
dan ibu, tempat persalinan dan berat lahir terhadap kejadian stunting. Balita yang tidak
bayi. Variabel dengan nilai p<0,25 adalah Hasil analisis mendalam terhadap data diberikan ASI Eksklusif berpeluang 2,353 kali
jenis kelamin, wilayah, pendidikan ayah dan Riskesdas dan hasil studi untuk lebih besar untuk mengalami stunting
ibu, pekerjaan ayah dan ibu, jumlah anggota pertumbuhan anak hingga usia 24 bulan. dibandingkan balita yang diberikan
keluarga, jumlah balita, akses ke puskesmas, Terdapat hubungan pertumbuhan stunting ASI Eksklusif.
akses ke rumah sakit, akses ke praktek tenaga dengan bayi berat lahir rendah (BBLR).
kesehatan, diare, ISPA, kepemilikan buku Stunting berhubungan dengan pengaruh gizi Dari analisis hubugan BBLR dan Stunting
KIA, kebiasaan merokok ayah, tinggi badan dalam siklus kehidupan yang berulang dari didapatkan bahwa bahwa balita yang
ibu, IMT ayah dan ibu, tempat sampah generasi ke generasi. Hasil Riskesdas mengalami stunting lebih banyak terjadi
tertutup, tempat persalinan, CTPS ibu dan menunjukkan, prevalensi BBLR di pada balita yang tidak BBLR yaitu sebesar
berat lahir bayi. Hasil analisis multivariat Indonesia yang cukup tinggi, yaitu 10,2% 32,9% dibandingkan dengan balita yang
menunjukkan balita dari orangtua yang (2010) dan 11,1% (2013). Riskesdas 2013 BBLR (31,7%) dengan p-value 0,001 dan
berpendidikan tidak tamat SD lebih berisiko juga menunjukkan tingginya proporsi dan PR sebesar 1.760. Hasil tersebut
menjadi stunting dimana pendidikan ayah kesenjangan bayi yang lahir pendek (<48 menunjukkan bahwa anak dengan berat
yang tidak tamat SD (AOR 1,56; 95%CI cm), yaitu 28,7% (NTT) dan 9,6% (Bali), badan lahir rendah berpengaruh terhadap
1,22-1,99), pendidikan ibu yang tidak tamat dengan rata-rata nasional sebesar 20,2%. kejadian stunting. Balita dengan BBLR
SD (AOR 1,44; 95%CI 0,89-1,23); balita Selanjutnya proporsi bayi yang lahir BBLR berpeluang 1.760 kali lebih besar untuk
dengan ibu yang memiliki TB <145 cm (<2500 gram) dan pendek (<48 cm) mengalami stunting dibandingkan balita
memiliki risiko 2,32 kali lebih tinggi untuk nasional sebesar 4,3%, dan tertinggi di yang tidak BBLR.
menjadi stunting (AOR 2,32; 95%CI 1,94- Papua (7,6%).
2,77); risiko terjadinya stunting 1,15 kali Dari analisis hubungan KEK dengan
lebih tinggi pada balita yang memiliki ayah Gangguan pertumbuhan dapat berawal dari stunting dapat diketahui bahwa balita yang
dengan IMT termasuk kategori underweight dalam kandungan. Janin yang tumbuh mengalami stunting lebih banyak terjadi
(AOR 1,15; 95%CI 0,98-1,36). Risiko dalam kandungan ibu yang mengalami pada ibu dengan riwayat KEK yaitu 43,9%
stunting sebesar 1,63 kali lebih tinggi terjadi kurang gizi kronis (KEK) akan beradaptasi dibandingkan dengan ibu tanpa riwayat
pada balita yang dilahirkan di rumah (tempat dengan lingkungannya. Penyesuaian KEK (20,7%) dengan p-value 0,007 dan PR
1,657. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
7
persalinan bukan di fasilitas kesehatan) pertumbuhan janin tersebut menyebabkan ibu dengan riwayat KEK berpengaruh
dibandingkan dengan tempat persalinan di pertumbuhan yang tidak optimal atau terhadap kejadian stunting. Ibu dengan KEK
rumah sakit swasta (AOR 1,63; 95%CI 1,35- retardasi yang dikenal dengan istilah intra selama kehamilan 1.657 kali lebih mungkin
1,96). uterine growth retardation (IUGR) memiliki anak dengan stunting
dibandingkan ibu yang tidak.
Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor Anemia ibu hamil juga sering dihubungkan
yang memengaruhi terjadinya stunting. dengan kelahiran prematur dan BBLR. Dari analisis hubungan stunting dengan
Hampir 40% ibu yang tidak tamat SD Selain pengaruh KEK pada kehamilan, hasil pengetahuan ibu didapatkan bahwa balita
memiliki anak stunting. Sementara ibu Riskesdas 2013 menunjukkan proporsi ibu yang mengalami stunting lebih banyak
dengan pendidikan terakhir tamat perguruan hamil dengan anemia di Indonesia terjadi pada ibu dengan pengetahuan rendah
tinggi sekitar 20% yang memiliki anak mencapai 37,1%. Kondisi ini tentunya akan yaitu 42,7% dibandingkan ibu dengan
dengan kondisi stunting. Ibu yang tidak tamat memperparah resiko BBLR dan pengetahuan tinggi (22%) dengan p-value
SD memiliki risiko 1,44 kali lebih besar pertumbuhan stunting pasca lahir. Berbagai 0,005 dan PR 1,679. Hasil tersebut
memiliki anak stunting pada usia 24-59 program telah dikembangkan untuk menunjukkan bahwa ibu yang memiliki
bulan. Ibu yang berpendidikan akan tahu menjaga kesehatan ibu hamil dan janin, pengetahuan rendah berpengaruh terhadap
bagaimana mengolah makanan, mengatur diantaranya adalah pemberian tablet tambah kejadian stunting. Balita dengan ibu yang
menu makanan, serta menjaga mutu dan darah (TTD). Sayangnya, hasil Riskesdas berpengetahuan rendah berpeluang 1.679
kebershihan makanan dengan baik. 2013 kembali menunjukkan bahwa cakupan kali lebih besar untuk mengalami stunting
Hampir 50% ibu dengan tinggi badan <145 konsumsi TTD pada ibu hamil hanya dibandingkan dengan ibu yang
cm memiliki anak stunting. Ibu dengan tinggi mencapai 33,2%, atau dengan kata lain, berpengetahuan tinggi.
badan <145 cm berisiko 2,32 kali lebih besar hanya 1 dari 3 ibu hamil mengkonsumsi
mempunyai anak stunting pada usia 24-59 cukup tablet tambah darah. Hasil-hasil
bulan. Orang tua yang pendek karena Riskesdas menunjukkan, status kesehatan
gendalam kromosom yang membawa sifat reproduksi di Indonesia masih rendah. Bila
pendek kemungkinan besar akan menurunkan hal ini dihubungkan dengan masalah gizi
sifat pendek tersebut kepada anaknya. Ibu dalam lingkaran kehidupan, maka sangat
dengan perawakan pendek mungkin memiliki beralasan bila masalah stunting sulit untuk
sistem anatomi dan metabolisme yang tidak diturunkan selama periode 2007 hingga
memadai yang dapat mempengaruhi 2013.
kesehatan ibu dan janin, seperti kadar glukosa Pendek merupakan kondisi yang tidak dapat
yang lebih rendah, atau penurunan protein diperbaiki lagi ketika usia sudah dewasa.
dan energi. Pertumbuhan mengalami puncak
Ayah yang tidak tamat SD berisiko pertumbuhannya pada usia remaja (pada
mempunyai stunting pada balita usia 24-59 wanita usia 10-12 tahun pada laki-laki usia
bulan sebesar 1,56 kali. Keluarga dengan 12-14 tahun). Pertumbuhan setelah usia
8
ayah berpendidikan rendah dengan tersebut masih terjadi, tetapi melambat dan
pendapatan yang rendah biasanya memiliki hampir terhenti setelah melampaui usia 20
rumah yang tidak layak, kurang dalam tahun. Tinggi badan kurang dari 150 cm
memanfaatkan fasilitas kesehatan dan pada ibu hamil berisiko untuk melahirkan
kebersihan lingkungan kurang terjaga, selain anak BBLR terkait plasenta dan pinggul ibu
itu konsumsi makanan tidak seimbang, yang kecil.
keadaan ini yang dapat menghambat
pertumbuhan anak. Berdasarkan hasil Tingginya masalah stunting di Indonesia
analisis, pendidikan ayah juga mempunyai tidak semata-mata karena faktor BBLR yang
hubungan dengan pendidikan ibu. Ayah memiliki prevalensi sebesar 10,2%, tetapi
dengan pendidikan rendah cenderung panjang badan lahir yang tidak optimal (<48
memiliki istri dengan pendidikan rendah pula cm) yang mencapai 20,2%. Pendek pada usia
(p<0,05). Ketersediaan pangan keluarga yang dini berisiko 4,5 kali stunting pada usia 4-6
rendah mampu meningkatkan risiko 3,64 kali tahun dan 3,8 kali pada usia pra-pubertas.
lebih besar untuk menghasilkan anak yang
stunting. Dibandingkan dengan mereka yang tumbuh
Ibu yang bersalin di rumah 1,63 kali memiliki normal pada usia dini hingga usia pra-
balita yang mengalami stunting dibandingkan pubertas, risiko pertumbuhan pendek pada
ibu yang bersalin di RS swasta. Terdapat usia dini dan tetap pendek pada usia 4-6
hubungan yang bermakna antara kepatuhan tahun berisiko 27 kali untuk tumbuh pendek
antenatal care dengan pemilihan penolong pada usia pra-pubertas dan pertumbuhan
persalinan. Ibu yang tidak patuh melakukan normal pada usia dini dan pendek pada usia
pemeriksaan antenatal care berpeluang 2 kali 4-6 tahun berisio 14 kali pendek pada usia
lebih tinggi memilih dukun (tenaga non pra-pubertas. Bila pencegahan stunting pada
kesehatan) sebagai penolong utama persalinan periode emas tidak terkejar, maka
dari pada ibu yang patuh melaksanakan pencegahan stunting pra-pubertas tetap harus
antenatal care. Kunjungan ANC yang dioptimalkan hingga usia 5 tahun.
dilakukan secara teratur dapat mendeteksi
dini risiko kehamilan yang ada pada seorang
ibu dan janinnya, terutama yang berkaitan
dengan masalah gizi. Wilayah tempat tinggal
merupakan faktor risiko penting untuk
terhambatnya pertumbuhan dengan tingkat
secara konsisten lebih tinggi di perdesaan
daripada di daerah perkotaan
9
H Kesimpulan Analisis data Riskesdas 2018 dengan sampel Untuk mencegah masalah stunting dibutuhkan Faktor-faktor yang mempengaruhi stunting
anak balita usia 24-59 bulan menunjukkan upaya yang bersifat holistik dan saling adalah ASI eksklusif, berat badan lahir
prevalensi stunting pada anak 24-59 bulan terintegrasi. Peraturan Presiden Nomor 42 rendah, riwayat KEK, dan pengetahuan ibu.
adalah 29,1 persen. Jumlah sampel yang Tahun 2013 harus disikapi dengan koordinasi Disarankan kepada petugas kesehatan untuk
dianalisis adalah 10.128 balita. Faktor risiko yang kuat di tingkat pusat dan aturan main dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat
teknis yang jelas di tingkat provinsi, khususnya ibu hamil tentang pengetahuan
yang berhubungan dengan stunting pada
kabupaten/kota, hingga pelaksana ujung terkait stunting, pemberian ASI eksklusif
balita 24-59 bulan adalah pendidikan ayah tombak pada anak, pencegahan KEK yang dapat
(AOR 1,56; 95%CI 1,22-1,99), pendidikan mengakibatkan bayi berat lahir rendah
ibu (AOR 1,44; 95%CI 0,89-1,23) tinggi perlu penguatan sistem agar 1000 HPK dapat melalui peningkatan status gizi dengan
badan ibu (AOR 2,32; 95%CI 1,94-2,77), menjadi bagian dari budaya dan kehidupan mengkonsumsi gizi seimbang. Keluarga
IMT ayah (AOR 1,15; 95%CI 0,98-1,36), dan sosial di masyarakat (misal: ibu merasa malu diharapkan dapat memberikan asupan gizi
tempat persalinan (AOR 1,63; 95%CI 1,35- bila tidak memberikan ASI secara eksklusif yang seimbang bagi anak dan pola asuh yang
1,96). kepada bayinya). diterapkan dengan baik untuk mencegah
terjadinya stunting

10
Keterbatas Keterbatasan penelitian ini adalah tidak keterbatasan penelitian atau analisis Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan
an semua variable terkait dengan anak usia kebijakan yang berpengaruh terhadap yang dapat dijadikan pertimbangan, tidak
Penelitian 24- penanggulangan stunting di Indonesia semua faktor yang mempengaruhi
59 bulan dianalisis seperti kelengkapan dimana Faktor-faktor penyebab stunting stunting dipelajari seperti genetik, pola
imunisasi dasar dan lanjutan, pemantauan dari aspek immediate Causes dan asuh, sanitasi lingkungan, pendapatan
pertumbuhan anak dalam setahun terakhir underlying causes seperti bayi lahir rumah tangga. Data tersebut hanya
dan kapsul vitamin A yang diterima dan premature, berat badan lahir rendah, diperiksa dalam waktu yang terbatas dan
dikonsumsi. Selain itu variable konsumsi penyakit infeksi, durasi ASI, usia ibu, hanya untuk membuktikan kondisi yang
makanan anak (konsumsi makanan manis, interval kehamilan, vaksinisasi bayi dan terjadi pada saat penelitian dan perubahan
asin, berlemak/ berkolestrol/gorengan, aspek layanan kesehatan tidak dikaji yang mungkin telah
makanan dibakar, daging/ayam/ikan sepenuhnya karena keterbatasan data dan terjadi dan tidak akan terjadi tidak dapat
olahan dengan pengawet, bumbu fokus studi utamanya pada hasil dari diamati.
penyedap, soft drink atau minuman kebijakannya
berkarbonasi, konsumsi minuman
berenergi, mi Instan/makanan instan tidak Data-data yang mewakili variabel seperti
dibahas dalam penulisan ini dikarenakan pengetahuan ibu masih sangat makro dan
data yang tersedia diperuntukan untuk kurang dapat mengambarkan keadaaanya
individu mulai usia 3 tahun (36 bulan) secara menyeluruh.
sementara penulisan ini menggunakan
sample usia 24-59 bulan. Keterbatasan
lainnya adalah variabel terkait kesehatan
lingkungan yang dijadikan variable hanya
jenis tempat penampungan sampah
(tertutup atau tidak). Variabel tentang
penanganan
tinja, pemakaian air, pembuangan air
limbah dari kamar mandi/tempat cuci dan
dari dapur, perilaku menguras bak
mandi/ember besar/drum tidak menjadi
variable penelitian

11
Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, masih Penelitian ini mencoba untuk Berdasarkan penelitian ini, mencoba untuk
diperlukan adanya promosi di posyandu mengungkapkan bagaimana kebijakan mengungkapkan bagaiama faktor langsung
dan fasilitas kesehatan atau melalui media yang sudah ada terhadap penanggulangan dan tidak langsung yang dapat
social lainnya tentang perlunya stuntuing di Indonesia. Diseminasi mempengaruhi stunting, dengan penelitian
pencegahan stunting. Upaya penyuluhan informasi dan advocacy perlu dilakukan ini dapat menjadi acuan bagaimana
oleh unit teknis kepada stake holders lintas program – program dari puskesmas
tentang kesehatan dan gizi bagi calon
sektor dan pemangku kepentingan lain pada setempat dapat dibentuk dan dilaksanakan.
pengantin (Catin) perlu digalakkan Sehingga dapat menanggulangi masalah
bersama dengan dinas terkait. Di samping tingkatan yang sama. Untuk jajaran
anak stunting pada balita usia 24-36 bula
itu upaya promosi melalui berbagai media struktural kebawahnya perlu dilakukan
atau tokoh masyarakat, lintas program, dan knowledge transfer dan edukasi agar
lintas sektor agar ibu hamil melakukan mampu menjelaskan dan melakukan
pelayanan persalinan di fasilitas pemberdayaan dalam meningkatkan status
kesehatan. gizi masyarakat.
I Refleksi Melalui penelitian ini, pelapor dapat Melalui penelitian ini, pelapor dapat Melalui penelitian ini, pelapor dapat
menambah wawasan mengenai prevalensi menambah wawasan mengenai kebijakan menambah wawasan mengenai pengaruh
stunting pada bayi 24-59 bulan, serta – kebijakan yang sudah ada di Indonesia asi eksklusif, BBLR, Riwayat KEK, dan
mengetahui faktor risiko kejadian stunting dan bagaimana implementasinya dalam pengetahuan ibu sebagai faktor risiko
pada bayi diantaranya pendidikan ayah & penganggulangan stunting. Perlu adanya stunting pada balita usia 24-36 bulan di
ibu, tinggi badan ibu, IMT ayah, serta kerjalama antar lintas sektor dan arahan Puskesmas Saguling Bandung Barat.
tempat persalinan. Program promosi di yang jelas antara pemerintah pusat hingga
posyandu dan faskes atau media sosial daerah.
memegang peranan penting dalam
pencegahan stunting di Indonesia.

12
CRITICAL APPRAISAL

Appraisal questions Jurnal 1 Jurnal 2 Jurnal 3

1. Did the study address a clearly focused question / issue?


Yes Yes Yes
2. Is the research method (study design) appropriate for answering
the research question? Yes Yes Yes
3. Is the method of selection of the subjects (employees, teams,
divisions, organizations) clearly described? Yes Yes Yes
4. Could the way the sample was obtained introduce
(selection)bias? No NO NO
5. Was the sample of subjects representative with regard to the
population to which the findings will be referred? Yes Yes Yes
6. Was the sample size based on pre-study considerations of
statistical power? Yes Yes Yes
7. Was a satisfactory response rate achieved?
Yes Yes Yes
8. Are the measurements (questionnaires) likely to be valid and
reliable? No NO Yes

9. Was the statistical significance assessed?


Yes Yes Yes
10. Are confidence intervals given for the main results?
Yes Yes Yes

11. Could there be confounding factors that haven’t been accounted


for? Yes Yes Yes

12. Can the results be applied to your organization?


Yes Yes Yes

13

Anda mungkin juga menyukai