MIKROBIOLOGI INDUSTRI
ACARA 5
KERUSAKAN BAHAN AGROINDUSTRI SECARA MIKROBIOLOGIS
Asisten Praktikum :
1. Firda Ainia Adha
2. Iftitah Ariyanti Safitri
3. Lituhayu Sausan Supartiningrum
4. I Gede Surya Dwipangga
Mikroba pH minimum
Bakteri pathogen
Escherichia coli O157:H7 4,5
Salomonella spp 3,8 – 4,05
Campylobacter jejuni 4,9
Vibrio parahaemolyticus 4,8
Clostridium perfringens 4,2
Staphylococcus aureus 4,6 – 5,0
Listeria monocytogenes 4,1 – 4,5
Bacillus cereus 4,9
Bakteri non-patogen
Pseudomonas spp 5,6
Bacillus stearothermophilus 5,2
Clostridium pasteurianum 4,2
Clostridium butyricum 4,2
Khamir
Candida krusei 1,3
Saccharomyces cerevisiae 1,6
Zygosaccaromyces bailii 1,9
Jamur
Aspergillus spp 1,6
Peniciliium spp 1,6 – 1,9
Fusarium spp 1,8
Sumber:Amelia (2020).
Perbedaan kadar pH pada bahan pangan dapat disebabkan oleh bawaan dari
pangan itu sendiri atau adanya aktivitas fermentasi mikroba atau bisa jadi karena
ada penambahan zat asam paa makanan. Berikut disajikan Tabel 2. yaitu tentang
perkiraan kadar pH di berbagai sumber pangan menurut Amelia dkk (2020):
Tabel 2. Perkiraan kadar pH di berbagai sumber makanan
Produk pH
Sayuran
Kacang polong 5,4 – 6,2
Kubis 5,4 – 6,3
Kentang 5,6 – 6,2
Lada 5,0 – 7,0
Selada 6,0
tomat 3,4 – 4,9
Buah
Apel 2,9 – 3,4
Pisang 4,5 – 4,7
Anggur 3,4 – 4,5
Lemon 1,8 – 2,0
Daging
Sapi 5,1 – 6,2
Ayam 6,2 – 6,4
Babi 5,9 – 6,1
Pangan perairan
Ikan 6,6 – 6,8
Kepiting 7,0
Kerrang 6,5
Udang 6,8 – 7,0
Produk susu
Susu 6,3 – 6,5
Krim 6,5
Mentega 6,1 – 6,4
Yoghurt 4,6 – 5,0
Sumber:Amelia dkk (2020).
Ketik bakteri asam laktat berkembang pada produk susu, bakteri tersebut
menggunakan laktosa pada susu dan memproduksi asam laktat sehingga susu akan
menjadi lebih asam. Contoh yang lain Ketika bakteri Pseudomonas tumbuh pada
daging, bakteri tersebut akan mengonsumsi protein daging dan menghasilkan
ammonia sehingga sifat keasaman daging berkurang.
Kadar pH yang tidak sesuai akan menyebbkan mikroba tidak dapat
melakukan proses metabolisme sehingga energi dan zat lainnya yang diperlukan
oleh bakteri tidak dihasilkan. Selain itu ph juga merusak berbagai enzim yang
dihasilkan oleh bakteri. Sehingga, memanipulasi pH lingkungan atau pangan dapat
membantu dalam mengendalikan pertumbuhan mikroba (Amelia, 2020).
2. Kandungan Air
Air merupakan faktor utama dalam mengatur pertubuhan mikroba dan juga
rekasi kimia pada makanan. Makanan yang diambil oleh mikroba harus dilarutkan
dahulu ke dalam air agar dapat menembus membrane mikroba sehingga makanan
tersebut dapat dirubah menjadi energi. Kebutuhan air oleh mikroba pada makanan
dijelaskan melalui aktivitas air (aw) pada makanan tersebut. Rentang nilai aktivitas
air yaitu antara 0-7. Hal ini memiliki makna bahwa suatu makanan yang meiliki
aktivitas air mendekati 1 menandakan bahwa makanan tersebut kaya akan air dan
daya simpannya tidak tahan lama begitu juga sebaliknya. Mikroba memiliki
aktivitas air minimum agar dapat tumbuh dengan baik. Pada bakteri memiliki aw
sekitar 0,9; jamur memiliki aw berkisar 0,6-0,8; dan khamir memiliki aw sekitar 0,85
(Leviana dan Paramitha, 2017)
Dibawah ini adalah Tabel 3. yaitu tabel tentang perkiraan aktivitas air pada
beberapa pangan:
Rentang aw Pangan
> 0,95 Daging, ikan, susu, telur, buah,
sayuran, beberapa jenis keju.
0,90 – 0,95 Mayonais, selai rendah kalori, pasta,
produk dging
0,85 – 0,90 Sirup mapel, jus buah terkonsentrasi
0,80 – 0,85 Beras, kcang polong
0,75 – 0,80 Ikan asin, selai, kacang, keju parmesan
0,65 – 0,75 Permen coklat, ekstrak malt
0,60 – 0,65 Madu, caramel, gula-gula
< 0,60 Biskuit, mie, sayuran kering, gula, kopi
instan, tepung, cabai.
Sumber:Amelia (2020).
Diberikan perlakuan
Selesai
Kenampakan
Produk Kondisi Hari ke-
Bakteri Kapang Khamir
0 - - -
2 - ++ -
Suhu Ruang
4 - +++ -
Singkong 6 - +++++ -
kukus 0 - - -
2 - - -
Suhu Dingin
4 - - -
6 - - -
0 - - -
2 - - -
Suhu Ruang
4 - ++ -
Singkong 6 - ++++ -
kukus+garam 0 - - -
2 - - -
Suhu Dingin
4 - - -
6 - - -
0 - - -
2 ++ - -
Suhu Ruang
4 ++++ - -
Daging ayam 6
mentah 0 - - -
2 - - -
Suhu Dingin
4 - - -
6 - - -
Suhu Ruang 0 - - -
2 + - -
4 +++ - -
6
Daging ayam
0 - - -
kukus
2 - - -
Suhu Dingin
4 - - -
6 - - -
0 - - -
2 + + -
Suhu Ruang
4 ++ + -
Daging ayam 6 +++ ++ -
kukus+bumbu 0 - - -
2 - - -
Suhu Dingin
4 - - -
6 - - -
Keterangan:
+ : Sangat sedikit
++ : Sedikit
+++ : Cukup banyak
++++ : Banyak
+++++ : Sangat Banyak
Perubahan Fisik
Produk Kondisi Hari ke-
Perubahan Warna Perubahan Aroma
Singkong Warna kuning Aroma gurih
Suhu Ruang 0
kukus singkong kukus
Warna kuning Aroma singkong
2 pucat dan kering tetapi sudah tidak
gurih
Singkong mulai Aroma sudah
diselimuti kapang mulai busuk
4 dengan warna
oranye, putih, dan
hijau
Singkong banyak Aroma busuk
diselimuti kapang
6
berwarna oranye,
putih, dan hijau.
0 Warna kuning Aroma gurih
Warna kuning dan Beraroma
2 permukaan keras singkong tetapi
tidak gurih lagi
Warna tetap tetapi Tidak ada aroma
Suhu Dingin 4 sedikit mengalami
susut bentuk
Warna kuning Tidak ada aroma
tidak segar dan
6
mengalami susut
bentuk
0 Warna kuning Aroma gurih
Kuning tidak Aroma singkong
Singkong segar, dan tetapi tidak gurih
Suhu Ruang
kukus+garam 2 permukaan keras,
tetapi ada bagian
yang berair
Warna kuning Aroma sudah
dengan adanya mulai sedikit
4 bintik kapang busuk
yang jumlahnya
tidak banyak
Warna berubah Aroma busuk
diselimuti kapang
6 berwarna putih,
hijau, oranye, dan
hitam.
0 Warna kuning Aroma gurih
Warna kuning Tidak beraroma
yang tidak segar gurih
2
dan permukaan
keras
Suhu Dingin Warna kuning Tidak ada aroma
4
pucat
Warna kuning Tidak ada aroma
tidak segar dan
6
mengalami susut
bentuk
0 Merah muda Amis
2 Merah pucat Busuk
Suhu Ruang
4 Merah pucat Busuk
6
Daging ayam
0 Merah muda Amis
mentah
2 Merah pucat Amis
Suhu Dingin 4 Merah kecoklatan Amis
Kecoklatan Sedikit berbau
6
busuk
Berwarna putih Gurih
0
pucat
Warna putih yang Sedikit busuk
2 semakin pucat dan
Suhu Ruang
berlendir
Warna putih pucat Busuk
Daging ayam 4
dan berlendir
kukus
6
0 Warna putih pucat Gurih
2 Warna putih pucat
Suhu Dingin Warna putih Sedikit amis
4
kecoklatan
6 kecoklatan Sedikit busuk
Daging berwarna Aroma rempah
putih dengan
0
lumuran bumbu
warna merah
Daging masih Aroma sedikit
berwarna putih, busuk
2 bumbu nya sudah
timbul bitnik-
Daging ayam
Suhu Ruang bintik putih
kukus+bumbu
Daging yan Mulai busuk
diseimuti
berwarna
kecoklatan, mulai
4
tumbuh sedikit
kapang
dipermukaan
bumbu
Permukaan mulai Busuk
6 banyak ditumbuhi
kapang
Daging berwarna Aroma rempah
putih dengan
0
lumuran bumbu
warna merah
Daging masih Aroma rempah
berwarna putih mulai hilang.
2 dengan lumuran
bumbu warna
merah
Suhu Dingin Daging masih Aroma rempah
berwarna putih masih ada tetapi
4 dengan lumuran sudah mulai
bumbu warna beraroma yang
merah menyimpang
Daging berwarna Sedikit busuk
kcoklatan dengan
6 bumbu yang
warnanya merah
segar
BAB V. PEMBAHASAN
5.1 Identifikasi Mikroorganisme
Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan bahwa kerusakan pada bahan
bangan disebabkan oleh mikroorganisme baik bakteri, kapang, dan khamir. Pada
sampel singkong rebus yang berada suhu ruang pada hari ke-2 mulai muncul bintik-
bintik kapang yang berwarna hijau, oranye, dan hitam. Sedangkan pada sampel
singkong rebus dengan garam mulai muncul adanya kapang pada hari ke-4 dengan
kapang yang berwarna putih dan hitam. Untuk sampel singkong di suhu dingin
(rebus tanpa garam dan dengan garam) tidak muncul adanya mikroorganisme
secara kasat mata. Perubahan yang terjadi hanyalah bentuk dari singkong yang
sedikit menyusut dan tekstur menjadi keras. Perubahan aroma terjadi pada singkong
suhu ruang tanpa garam ada hari ke-2, sedangkan pada singkong kukus dengan
garam terdeteksi bau menyimpang pada pengamatan hari ke-4. Sedangkan pada
sampel suhu dingin tidak menghasilkan bau kerusakan yang signifikan.
Berdasarkan penelitian oleh Ibrahim dan Shehu (2014) menunjukkan bahwa
dari sembilan jenis jamur pada kerusakan ubi kayu, yang paling sering ditemukan
adalah: Alternaria sp., Aspergillus niger, A. fumigatus, Cylindrocarpon lichenicola,
Fusarium oxysporum, Geotrichum candidum, Mucor biemalis, Rhizopus oryzae
dan Scopulariopsis candida. Penelitian lain dari Okoi et al. (2014), bahwa jamur
yang sering ditemukan pada ubi kayu yang rusak yaitu Rhizopus stolonifer,
Penicillium expansum, Fusarium moniliforme, dan Aspergillus niger.
Sampel ayam mentah pada suhu ruang telah diperoleh data bahwa di hari
ke-2 sampel sudah mengalami perubahan bau yang sangat signifikan yaitu busuk
dengan munculnya bakteri yang dan menghasilkan lendir serta munculnya
belatung. Untuk sampel ayam kukus suhu ruang pada hari ke-2 sudah mengalami
perubahan fisik yaitu bau yang mulai menyimpang tetapi masih belum
terindentifikasi adanya mikroba secara kasat mata, sedangkan di hari ke 4 sampel
ayam kukus juga mulai berlendir, berbau busuk, dan muncul belatung. Sedangkan
ayam kukus dengan bumbu baru terindentifikasi adanya mikroba pada hari ke-4
dengan bau yang sedikit busuk. Untuk sampel ayam pada suhu dingin hanya
mengalami perubahan fisik berupa warna dari daging ayam yang mulai pucat dan
bau yang tidak segar, serta belum terindentifikasi munculnya mikroba secara kasat
mata.
Menurut Puspita (2012), beberapa jenis mikroba yang sering mencemari
daging ayam adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Salmonella sp.
serta mikroba patogen lainnya. Dikutip dari Höll et al., (2016), bahwa kandungan
protein dan air yang tinggi pada daging ayam, menyebabkan daging ini mudah
membusuk karena pertumbuhan mikroorganisme kontaminan yang berasal dari
lingkungan sekitar. Pembusukan daging ayam yang disebabkan mikroba
kontaminan akan semakin cepat pada kondisi lingkungan dan penyimpanan yang
kurang baik, bakteri yang sangat potensial sebagai pembusuk daging ayam antara
lain Brochothrix thermosphacta, bakteri asam laktat (BAL), Enterobacteriaceae
dan Pseudomonas spp. Beberapa bakteri patogen juga ditemukan sebagai
kontaminan pada daging ayam, antara lain Escherichia coli, Staphylococcus
aureus, Salmonella sp., Pseudomonas sp., Clostridium perfringens dan Shigella
flexneri (Ray & Bhunia, 2014).
5.2 Perlakuan Suhu
Pada praktikum kerusakan bahan agroindustri secara mikrobiologis
pengamatan dilakukan berdasarkan dua perlakuan bahan terhadap suhu, yaitu suhu
ruang dan suhu dingin dengan waktu pengamatan selama 6 hari dengan sampel
yaitu singkong kukus, singkong kukus dan garam, ayam mentah, ayam kukus, dan
ayam berbumbu.
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh data bahwa kerusakan pada bahan
pangan disebabkan oleh kondisi suhu tersebut. Saat kondisi suhu ruang, mikroba
akan cepat tumbuh dan mengkontaminasi, serta merusak bahan pangan. Sedangkan
pada suhu dingin, mikroba sangat sukar dan lambat untuk tumbuh. Kondisi sampel
pada suhu ruang sangat terlihat kerusakan nya yang ditandai dengan perubahan
warna, tekstur, dan bau akibat serangan mikroorganisme baik bakteri, kapang,
maupun jamur. Sedangkan di suhu dingin bakteri sangat lambat untuk tumbuh dan
tidak terlihat secara kasat mata.
Pada sampel singkong di suhu ruang telah muncul kapang dengan warna
oranye, hijau, putih, dan hitam. Sedangkan singkong di suhu dingin tidak muncul
adanya mikroorganisme. Sama halnya dengan daging ayam yang ada di suhu ruang,
pada hari tertentu telah muncul bakteri perusak yang di tandai dengan munculnya
lendir dan bau busuk pada permukaan ayam mentah, kukus, dan kukus berbumbu,
sedangkan pada suhu dingin ayam mentah dan ayam kukus tanpa bumbu hanya
mengalami perubahan warna menjadi pucat.
Menurut pernyataan dari Theresia (2012), suhu dan waktu dari
penyimpanan bahan berpengaruh terhadap pertumbuhan dari bakteri dan jamur.
Pada suhu 10°C penyimpanan dapat menghambat pertumbuhan dari
mikroorganisme, suhu optimal dari bakteri dan jamur yaitu berada pada suhu 30°C.
Menurut Amelia (2020) kelompok mikroba yang tumbuh dengan suhu optimal
37°C (suhu maksimal ruangan) kebanyakan mikroba kelompok ini yaitu E.coli,
Salmonella, Aspergillus, Saccaromyces. Kebanyakan kasus foodborne disease
berasal dari kelompok mikroba ini. Dikutip dari Siburian et al., (2018), bahwa
penyimpanan pada suhu dingin dan beku dapat menghancurkan mikroba-mikroba
pembusuk. Pada suhu dingin dan beku terjadi kenaikan konsentrasi padatan
intraseluler sehingga mengakibatkan perubahan fisik dan kimia dari sel-sel bakteri
dan jamur penyebab kebusukan.
5.3 Perlakuan Penambahan Alami
Penambahan bahan alami pada bahan agroindustri diduga dapat
memperlambat proses tumbuhnya mikroba. Pada praktikum ini, penambahan bahan
alami berupa garam, bawang putih, cabai, dan tomat. Garam ditambahkan pada
singkong kukus dan bawang putih, cabai, dan tomat ditambahkan pada ayam kukus
(pepes).
Dari hasil pengamatan, singkong dengan tambahan garam lebih lambat
ditumbuhi oleh jamur dibandingkan dengan singkong tanpa garam. Hal ini karena
garam memiliki sifat antimikroba, dimana terjadi peningkatan tekanan osmotik saat
garam ditambahkan dengan konsentrasi tinggi sehingga konsentrasi garam yang
tinggi tersebut akan menyebabkan air keluar dari sel bakteri akibatnya terjadi
penghambatan dalam pertumbuhan bakteri atau disebut dengan plasmolisis (Radji,
2016). Seperti yang di ungkapkan Nadira (2018), bahwa kadar garam yang tinggi
akan menyebabkan mikroorganisme yang tidak tahan terhadap garam akan mati.
Pada sampel ayam berbumbu (suhu ruang) juga mengalami hal yang sama
yaitu mikroba yang tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan sampel ayam yang
lain (mentah dan kukus). Baru terindikasi adanya bakteri di pengamatan hari ke-4
dan ke-6. Pada sampel ayam kukus bumbu ditambahkan bawang putih, cabai, dan
tomat.
Menurut Destriyana et al., (2013), slah satu cara untuk menjaga kualitas
pangan adalah dengan menambahkan bahan aditif berupa zat antimikroba yang ada
pda rempah-rempah. Menurut Purwatiningsih dkk (2019), bahwa bawang putih
dikenal sebagai zat antibakteri alami karena adanya zat bioaktif berupa allicin yang
bersifat volatile dengan kandungan sulfur. Di beberapa penelitian sebelumnya juga
menyatakan bahwa bawang putih dapat menghambat tumbuhnya bakteri baik
bakteri gram positif maupun negatif. cabai juga dipercaya dapat menghambat
pertumbuhan dari mikroba seperti pernyataan dari Munira dkk (2019), bahwa cabai
dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri karena kandungan capcaisin yang ada pada
cabai. Selain bawang putih dan cabai, tomat dipercaya dapat mematikn mikroba
dalam suatu bahan pangan, seperti pernyataan Iksanudin dan Ningsih (2017) bahwa
ekstrak tomat mempunyai kemampuan sebagai antibakteri dan antifungi.
Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat dibuktikan bahwa penambahan
bawang putih, cabai, dan juga tomat pada ayam kukus dapat menghambat
munculnya mikroorganisme perusak pada bahan pangan.
BAB VI. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Mikroba yang dapat merusak bahan pangan terutama pada singkong
yang sering teridentifikasi yaitu kapang diantaranya Aspergillus niger,
Rhizopus sp, dan Penicillium. Mikroba perusak yang ada pada daging
ayam yaitu bakteri diantaranya Escherichia coli, Staphylococcus
aureus, dan Salmonella sp.
2. Suhu dapat berpengaruh terhadap kerusakan bahan pangan. Suhu
dingin dapat menghambat terjadinya kerusakan bahan pangan
dibandingkan suhu rendah.
3. Bahan alami yang memiliki sifat antimikroba atau antibakteri yaitu
seperti garam, bawang putih, cabai, dan tomat dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan.
6.2 Saran
1. Praktikum lebih efektif dan efisien serta aman jika dilaksanakan di
laboratorium untuk menyimpan sampel suhu ruang agar tidak dirusak
atau dimakan oleh hewan pengerat seperti tikus.
2. Sulit membedakan antara kapang dan khamir sehingga perlu
mengidenifikasi lebih teliti.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, M., B. Dwiloka, B. E. Setiani. 2013. Total bakteri, pH dan kadar air daging
ayam broiler setelah direndam dengan ekstrak daun senduduk (Malestona
malabathricum L.) Selama Masa Simpan. Jurnal Pangan dan Gizi, 04(7): 49-
56.
Ahmad, R. Z. (2017). Cemaran kapang pada pakan dan pengendaliannya. Balai
Besar Penelitian Veteriner. Jurnal Litbang Pertanian, 28(1). Bogor.
Amelia, S., Lubis, N. D. A., & Balatif, R. (2020). MIKROORGANISME DAN
BAHAN PANGAN. Penerbit Qiara Media.
Destriyana, L. M., Swacita, I. B. M., Besung, I. N. K. (2013). Pemberian Perasa
Bahan Antimikroba Alami dan Lama Penyimpanan pada Suhu Kulkas (5°)
Terhadap Jumlah Bakteri Colifrom Pada Daging Babi. FKH UNUD. Bali.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I .1981. Daftar Komposisi Bahan
Makanan. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Diyah, I. (2013). Daun Pembungkus Makanan Paling Aman dan Ramah
Lingkungan.
Fitriati, Y., Wiyono, S., & Sumarauw, I. O. (2013). Khamir antagonis untuk
pengendalian penyakit antraknosa pada buah avokad selama
penyimpanan. Jurnal Fitopatologi Indonesia, 9(5), 153-153.
Hajrawati, H., Fadliah, M., Wahyuni, W., & Arief, I. I. (2016). Kualitas fisik,
mikrobiologis, dan organoleptik daging ayam broiler pada pasar tradisional
di Bogor. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 4(3), 386-
389.
Hapshoh, S., Syukur, M., & Wahyu, Y. (2016). Pewarisan Karakter Kualitatif Cabai
Hias Hasil Persilangan Cabai Besar dan Cabai Rawit. Jurnal Agronomi
Indonesia (Indonesian Journal of Agronomy), 44(3), 286-291.
Hidayat, N. (2018). Mikroorganisme dan Pemanfaatannya. Universitas Brawijaya
Press.
Höll, L., Behr, J, & Vogel, R.F. (2016). Identification and growth dynamics of meat
spoilage microorganisms in modified atmosphere packaged poultry meat by
MALDI-TOFMS. Food Microbiol. 6:84–91.
Ikhsanudin, A., & Ningsih, L. (2017). FORMULASI KRIM EKSTRAK TOMAT
(Solanumlycopersicum) dan UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERINYA
TERHADAP Staphylococcus aureus ATCC 25923 FORMULATION
CREAM OF EXTRACT TOMATO FRUIT (Solanumlycopersicum) And
ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST FOR Staphylococcus aureus ATCC
25923. Borneo Journal of Pharmascientech, 1(2).
Indonesia, S. N. (2009). Mutu karkas dan daging ayam. SNI, 3924, 2009.
Indonesia, S. N. (2010). Garam konsumsi beryodium. SNI, 01-3556, 2010.
Intani, D. W. (2014). Isolasi dan Identifikasi Khamir Berdasarkan Karakteristik
Morfologi dan Fisiologis. Laporan Biologi Khamir, FMIPA ITS.
Leviana, W., & Paramita, V. (2017). Pengaruh suhu terhadap kadar air dan aktivitas
air dalam bahan pada kunyit (Curcuma longa) dengan alat pengering
electrical oven. Metana, 13(2), 37-44.
Maflahah, I. (2012). Desain kemasan makanan tradisional Madura dalam rangka
pengembangan IKM. Agrointek, 6(2), 118-122.
Mastuti, T. S., & Handayani, R. (2014). Senyawa kimia penyusun ekstrak ethyl
asetat dari daun pisang batu dan ambon hasil distilasi air. Prosiding SNST
Fakultas Teknik, 1(1).
Munira, M., Utami, K., & Nasir, M. (2019). Uji aktivitas antibakteri cabai rawit
hijau dan cabai rawit merah (Capsicum frutescens L) serta kombinasinya
terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Jurnal Bioleuser.
Muntoha, M. (2015). PELATIHAN PEMANFAATAN DAN PENGOLAHAN
SINGKONG MENJADI MAKANAN RINGAN TELA RASA. Asian
Journal of Innovation and Entrepreneurship, 4(03), 188-193.
Nadira, G. A. (2019). Uji Daya Hambat Garam Bermerek Yang Mengandung
Yodium Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus. Skripsi.
Poiteknik Kesehatan Kemenkes RI . Medan.
Purwantiningsih, T. I., Rusae, A., & Freitas, Z. (2019). Uji In Vitro Antibakteri
Ekstrak Bawang Putih sebagai Bahan Alami untuk Celup Puting. Sains
Peternakan: Jurnal Penelitian Ilmu Peternakan, 17(1), 1-4.
Puspita, S. 2012. Pengawetan Suhu Rendah pada Daging dan Ikan. Makalah.
Universitas Diponogoro. Semarang.
Radji, Maksum., 2016. Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi &
Kedokteran. Jakarta: EGC.
Rini, R., Fakhrurrozi, Y., & Akbarini, D. (2017). pemanfaatan daun sebagai
pembungkus makanan tradisional oleh masyarakat Bangka (studi kasus di
Kecamatan Merawang). EKOTONIA: Jurnal Penelitian Biologi, Botani,
Zoologi dan Mikrobiologi, 2(1), 20-32.
Robiglio A, Sosa MC, Lutz MC, Lopes CA, Sangorr’n MP. (2011). Yeast
biocontrol of fungal spoilage of pears stored at low temperature. Int J Food
Microbiol. 147(3):211–216. DOI.
Rositawati, A.L, Taslim C. M., Soetrisnanto, D, (2013). Rekristalisasi garam rakyat
dari demak untuk mencapai SNI Garam Industri. Jurnal teknologi kimia dan
industri vol 2 no. 4,2013.
SETIAWAN, A. B. (2015). INDUKSI PARTENOKARPI PADA TUJUH
GENOTIPE TOMAT (Solanum lycopersicum L.) DENGAN
GIBERELIN (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).
Subhan, 2014, Analisis Kandungan Iodium Dalam Garam Butiran Konsumsi Yang
Beredar Di Pasaran Kota Ambon, Jurnal Fikratuna 6 (2) : 290 – 303
Theresia, E. 2012. Pengaruh Suhu dan Waktu Penyimpanan Terhadap
Pertumbuhan Bakteri dan Fungi Ikan Bandeng. Semarang. UNNES
LAMPIRAN GAMBAR
Gambar 1.5 Proses peletakan sampel Gambar 1.6 Proses pemberian garam pada 2
singkong pada 4 piring yang telah diberi label sampel singkong untuk 2 perlakuan suhu
(ruang dan dingin)
Gambar 1.7 Persiapan bumbu yang akan Gambar 1.8 Proses penghalusan bumbu
dihaluskan
Gambar 1.9 Bumbu yang telah dihaluskan Gambar 1.10 Proses pencampuran bumbu
dengan daging ayam
2. Proses penyimpanan
Gambar 2.1 Penyimpanan suhu ruang Gambar 2.2 Penyimpanan suhu dingin
3. Proses Pengamatan hari ke-0
Gambar 3.1 Pengamatan hari ke-0 suhu Gambar 3.1 Pengamatan hari ke-0 suhu
ruang dingin
b. Suhu dingin
b. Suhu Dingin