Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI INDUSTRI

ACARA 5
KERUSAKAN BAHAN AGROINDUSTRI SECARA MIKROBIOLOGIS

Dewi Arum Puspitania


201710301020

Asisten Praktikum :
1. Firda Ainia Adha
2. Iftitah Ariyanti Safitri
3. Lituhayu Sausan Supartiningrum
4. I Gede Surya Dwipangga

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS


TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar dari manusia. Bahan pangan
ada yang diolah dan ada juga yang tidak diolah atau dipasarkan dalam bentuk fresh.
Bahan pangan terutama hasil Agroindustri merupakan bahan pangan yang bersifat
parisable atau mudah rusak. Bahan pangan yang diolah maupun tidak diolah jika
dibiarkan begitu saja tanpa diberi perlakuan akan mengalami kerusakan. Kerusakan
tersebut akan mengurangi mutu dan nutrisi dari bahan pangan itu sendiri dan
menyebabkan timbulnya penyakit bagi yang mengonsumsinya.
Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprtkirakan 600 juta orang
yaitu 1 dari 10 orang akan sakit setelah mengonsumsi makanan yang
terkontaminasi. Sebanyak 420.000 jiwa meninggal setiap tahun akibat
mengonsumsi makanan yang terkontaminasi oleh mikroba. Diare seringkali terjadi
pada seorang yang mengonsumsi makanan terkontaminasi serta mengakibatkan
kematian sebanyak 230.000 jiwa setiap tahun (Amelia dkk, 2020)
Diantara kerusakan bahan pangan tersebut terdapat kerusakan yang
disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme atau yang disebut kerusakan
mikrobiologis. Adanya aktivitas mikroorganisme ini diduga karena faktor suhu, pH,
nutrisi, waktu, tingkat oksigen, dan senyawa dan bahan lain. Mikroba yang ada
bahan makanan tentu akan menimbulkan resiko yang besar pada kesehatan.
Mikroba yang dimaksud dapat berasal dari virus, bakteri, parasit, dan jamur.
Keberadaan mikroba sering menimbulkan masalah kesehatan jika
mengonsumsinya (Amelia dkk, 2020).
Untuk itu, praktikum ini dilakukan untuk mengetahui jenis miroorganisme
apa saja yang dapat merusak bahan agroindustri dengan pengamatan organoleptik
serta perlakuan perbedaan suhu dan penambahan senyawa lain khususnya pada
komoditas singkong dan daging ayam.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Dapat mengidentifikasi jenis mikroba yang dapat menyebabkan kerusakan
secara mikrobiologis melalui pengamatan organoleptik;
2. Untuk mengetahui pengaruh kondisi lingkungan terhadap kerusakan pangan
akibat mikroba;
3. Untuk mengetahui pengaruh bahan alami terhadap kerusakan bahan pangan
akibat mikroba.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jenis Mikroorganisme
Dalam suatu kehidupan baik manusia, hewan, dan tumbuhan terdapat
organisme yang tidak tampak tetapi memiliki peranan yang sangat besar
dikehidupan yaitu mikroorganisme (Hidayat, 2018). Mikroba banyak dimanfaatkan
oleh manusia misalnya dalam pembuata makanan yang diseut dengan fermentasi
(Hidayat, 2018)
Dalam keidupannya mikroorganisme seringkali dianggap sebagai penyebab
dari kerusakan ataupun bahaya. Seperti contoh yaitu munculnya wabah penyakit
dari bakteri maupun virus serta keracunan akibat aktivitas metabolitnya (Hidayat,
2018). Makanan yang kita konsumsi tidak pernah lepas dari aktivitas
mikroorganisme. Mikroorganisme juga makluk hidup yang membutuhkan
makanan. Makanan akan menjadi nutrisi yang baik bagi beberapa mikroorganisme.
Adanya mikroorganisme dapat menyebabkan pembusukan sehingga tak layak
dikonsumsi dan menjadi tempat tumbuhnya penyakit atau penghasil toksik
sehingga menyebabkan gangguan pencernaan (Hidayat, 2018)
Menurut Amelia (2020) mikroorganisme yang sering mengakibatkan
pembusukan atau penurunan mutu pada bahan makanan yaitu dapat berasal dari
virus, bakteri, parasit, dan jamur.
2.1.1 Bakteri
Bakteri merupakan organisme yng sederhana karena hanya memiliki satu
sel (uniselular) dan tidak memiliki membran inti atau prokariotik. Bakteri sering
dikelompokkan berdasarkan bentuk dan sifatnya terhadap pengecatan gram.
Pengecatan gram yaitu upaya untuk melihat respon dari bakteri tersebut untuk
melihat respon dinding sel terhadap cat yang diberikan. Bakteri gram positif adalah
bakteri yang mampu mempertahankan cat utama dan bakteri gram negatif adalah
yang sebaliknya. Berdasarkan dari bentuknya dikelompokkan dalam batang pendek
atau panjang, kokus, dan spriral (Hidayat, 2018)
Bakteri dapat hidup saprofit ada pula yang hidup yang dapat menyebabkan
penyakit. Beberapa bakteri mampu menghasilkan toksik sehingga cukup berbahaya
bagi manusia. Bakteri dapat tersebar mulai dari dalam tanah hingga ke udara
bersama debu. Di dalam makanan bakteri yang tumbuh akan melakukan
metabolisme dan merubah makanan menjadi tidak layak konsumsi atau bahkan
menjadikan makanan yang siap untuk dinikmati. Contohnya yaitu tumbuhnya
Clostridium botulinum pada daging yang akan meghasilkan toksik Botulinin yang
dat mematikan konsumen (Hidayat, 2018)
2.1.2 Kapang
Kapang adalah cendawan renik yang memiliki miselia dan massa spora
yang jelas (Ahmad, 2017). Kapang dapat bermanfaat bagi manusia contohnya
sebagai pengendali hayati, penghasil enzim, rekayasa genetik, antibiotik, dan
industri komersial. Dalam teknologi hasil pertanian, kapang memiliki pernanan
penting karena memiliki banyak jenis serta kemampuannya untuk menyerang dan
merombak bahan-bahan yang tidak dapat dirombak oleh mikroba lain (Ahmad,
2017)
Beberapa kapang dimanfaatkan manusia untuk proses pengolahan makanan
yang dikenal dengan fermentasi misalnya Rhizopus pada fermentas tempe,
Aspergillus pada fermentasi kecap dan asam sitrat, Monascus pada fermentasi
angkak dan lain sebagainya. Kapang mempunyai bentuk serabut seperti kapas,
berwarna hijau, hitam, abu-abu, dan oranye, dan bisa hidup pada produk dengan
kadar air rendah (Ina, 2013). Namun, kapang juga banyak merugikan manusia
karena kapang dapat mencemari makanan dan menghasilkan racun yang dapat
menyebabkan penyakit. Menurut Christensen dan Kaufmann (1974) dalam Ahmad
(2017), kapang yang mencemari bahan pakan dapat dibagi dalam tiga golongan,
yaitu kapang lapangan, kapang gudang, dan kapang busuk-lanjut.
a. Kapang lapangan menyerang biji-bijian termasuk palawija saat tanaman
masih tumbuh di lapangan sampai waktu panen. Contoh kapang yang sering
ditemukan adalah Alternaria sp, Fusarium sp.
b. Kapang gudang tumbuh pada substrat yang mengandung air cukup tinggi
dan pada suhu relatif rendah dan kelembapan tinggi (70−85%). Kapang
gudang tidak menyerang biji-bijian saat masih di lapangan atau pada saat
panen. Kapang menginfeksi biji-bijian terutama pada bagian calon tunas
atau embrio. Contoh kapang yang sering ditemua adalah Aspergillus sp,
Penicillium sp.
c. Kapang busuk lanjut membutuhkan kadar air yang relatif tinggi seperti
kapang lapangan untuk tumbuh dan berkembang. Kapang banyak
ditemukan pada biji-bijian, terutama jagung yang belum dipipil dari
tongkolnya dan disimpan dalam waktu cukup lama contoh kapang yang
sering ditemu yaitu Fusarium sp, Chaetomium sp (Ahmad, 2017).
2.1.3 Khamir
Khamir atau yeast merupakan sekelompok polifiletik jamur basidiomycota
dan ascomycota yang memiliki karakteristik yang unik dan mempunyai sifat
uniseluler (Intani, 2014). Khamir merupakan mikroba potensial yang sering
digunakan sebagai agen hayati karena mudah diperbanyak dan memiliki beberapa
sifat mudah dimanipulasi untuk memaksimalkan efektifitas penggunaannya
(Fitriati, 2013). Khamir dapat dimanfaatkan dalam industri pangan contohnya
dalam pembuatan roti manis, bir, alkohol, dan lain sebagainya yang memerlukan
Saccaromyces cerevisiae sebagai mikrobanya. beberapa tahun terakhir, khamir
digunakan sebagai agen hayati untuk mengendalikan penyakit-penyakit pascapanen
(Fitriati, 2013). Contohnya yaitu khamir Aureobasidium pullulans dan Rhodotorula
mucilaginosa yang diisolasi dari buah pir yang dapat menekan infeksi Penicillium
expansum dan mengurangi insidensi penyakit hingga 33% (Robiglio et al., 2011)
Khamir selain bermanfaat besar dalam industri pangan juga dapat merusak
bahan pangan dan menyebabkan penyakit ika dikonsumsi. Khamir merusak bahan
pangan yang memiliki kadar gula yang tinggi seperti contoh pada buah-buahan.
Khamir yang sering dijumpai merusak makanan yaitu Saccaromyces cerevisiae,
dan Hansenula (Intani, 2014).
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Bahan Pangan
Faktor yang memengaruhi kerusakan bahan pangan menurut Amelia (2020)
yaitu ada factor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi pH,
kandungan air, kadar nutrisi, kandungan antimikrobia. Faktor ekstrinsik meliputi
suhu, gas, dan penanganan pangan.
a. Faktor Intrisik
1. pH
pH yang tepat dapat mendukung tumbuhnya mikroba pencemar. Mikroba
dapat tumbuh di kadar pH yang berbeda-beda tergantung jenis mikrobanya. secara
umum, jamur dapat tumbuh di bahan pangan yang memiliki pH rendah atau yang
bersifat asam daripada bakteri. Berikut adalah pH minimum, optimal, dan maksimal
untuk mendukung pertumbuhan dari mikroba:
- pH 4,5 ; 6,5-7,5 ; dan 9,0 untuk kebanyakan bakteri
- pH 1,5 – 3,5 ; 4,5 – 6,8 ; dan 8,0 – 8,9 untuk khamir
- pH 1,5 – 3,5 ; 4,5 – 6,8 ; dan 8,0 – 11,0 untuk jamur
Bakteri yang bersifat tidak menimbulkan penyakit (non-patogen) tidak terlalu
tahan dengan asam dibandingkan bakteri pathogen. Berdasarkan kadar pH makanan
dibagi menjadi 4 jenis yaitu:
• Kelompok pertama, merupakan kelompok pangan yang memiliki pH diatas
5,3 atau disebut juga makanan rendah asam seperti jagung, ikan, dan susu.
Hamper semua mikroba terutamanya bakteri bisa tumbuh pada kelompok
pngan ini.
• Kelompok kedua, merupakan kelompok pangan dengan kadar pH berkisar
4,5 – 5,3 seperti contoh pisang, labu, dan yoghurt. Semua mikroba dapat
tumbuh di kelompok kedua ini.
• Kelompok ketiga, memiliki kadar pH sekitar 3,7 – 4,5 seperti tomat, anggur,
dan jeruk. Kelompok ini rentan terserang jamur, khamir, dan Sebagian dari
bakteri.
• Kelompok keempat, pangan dengan kadar pH dibawah 3,7 seperti apel,
jeruk nipis, dan lemon. Kelompok ini rentan terhadap jamur dan khamir,
sedangkan bakteri tidak tumbuh pada kelompok ini.
pH minimum dari berbagai mikroba (bakteri pathogen, bakteri non pathogen,
kapang, dan khamir) dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini:
Tabel 1. pH minimum dari berbagai mikroba

Mikroba pH minimum
Bakteri pathogen
Escherichia coli O157:H7 4,5
Salomonella spp 3,8 – 4,05
Campylobacter jejuni 4,9
Vibrio parahaemolyticus 4,8
Clostridium perfringens 4,2
Staphylococcus aureus 4,6 – 5,0
Listeria monocytogenes 4,1 – 4,5
Bacillus cereus 4,9
Bakteri non-patogen
Pseudomonas spp 5,6
Bacillus stearothermophilus 5,2
Clostridium pasteurianum 4,2
Clostridium butyricum 4,2
Khamir
Candida krusei 1,3
Saccharomyces cerevisiae 1,6
Zygosaccaromyces bailii 1,9
Jamur
Aspergillus spp 1,6
Peniciliium spp 1,6 – 1,9
Fusarium spp 1,8
Sumber:Amelia (2020).

Perbedaan kadar pH pada bahan pangan dapat disebabkan oleh bawaan dari
pangan itu sendiri atau adanya aktivitas fermentasi mikroba atau bisa jadi karena
ada penambahan zat asam paa makanan. Berikut disajikan Tabel 2. yaitu tentang
perkiraan kadar pH di berbagai sumber pangan menurut Amelia dkk (2020):
Tabel 2. Perkiraan kadar pH di berbagai sumber makanan

Produk pH
Sayuran
Kacang polong 5,4 – 6,2
Kubis 5,4 – 6,3
Kentang 5,6 – 6,2
Lada 5,0 – 7,0
Selada 6,0
tomat 3,4 – 4,9
Buah
Apel 2,9 – 3,4
Pisang 4,5 – 4,7
Anggur 3,4 – 4,5
Lemon 1,8 – 2,0
Daging
Sapi 5,1 – 6,2
Ayam 6,2 – 6,4
Babi 5,9 – 6,1
Pangan perairan
Ikan 6,6 – 6,8
Kepiting 7,0
Kerrang 6,5
Udang 6,8 – 7,0
Produk susu
Susu 6,3 – 6,5
Krim 6,5
Mentega 6,1 – 6,4
Yoghurt 4,6 – 5,0
Sumber:Amelia dkk (2020).
Ketik bakteri asam laktat berkembang pada produk susu, bakteri tersebut
menggunakan laktosa pada susu dan memproduksi asam laktat sehingga susu akan
menjadi lebih asam. Contoh yang lain Ketika bakteri Pseudomonas tumbuh pada
daging, bakteri tersebut akan mengonsumsi protein daging dan menghasilkan
ammonia sehingga sifat keasaman daging berkurang.
Kadar pH yang tidak sesuai akan menyebbkan mikroba tidak dapat
melakukan proses metabolisme sehingga energi dan zat lainnya yang diperlukan
oleh bakteri tidak dihasilkan. Selain itu ph juga merusak berbagai enzim yang
dihasilkan oleh bakteri. Sehingga, memanipulasi pH lingkungan atau pangan dapat
membantu dalam mengendalikan pertumbuhan mikroba (Amelia, 2020).
2. Kandungan Air
Air merupakan faktor utama dalam mengatur pertubuhan mikroba dan juga
rekasi kimia pada makanan. Makanan yang diambil oleh mikroba harus dilarutkan
dahulu ke dalam air agar dapat menembus membrane mikroba sehingga makanan
tersebut dapat dirubah menjadi energi. Kebutuhan air oleh mikroba pada makanan
dijelaskan melalui aktivitas air (aw) pada makanan tersebut. Rentang nilai aktivitas
air yaitu antara 0-7. Hal ini memiliki makna bahwa suatu makanan yang meiliki
aktivitas air mendekati 1 menandakan bahwa makanan tersebut kaya akan air dan
daya simpannya tidak tahan lama begitu juga sebaliknya. Mikroba memiliki
aktivitas air minimum agar dapat tumbuh dengan baik. Pada bakteri memiliki aw
sekitar 0,9; jamur memiliki aw berkisar 0,6-0,8; dan khamir memiliki aw sekitar 0,85
(Leviana dan Paramitha, 2017)
Dibawah ini adalah Tabel 3. yaitu tabel tentang perkiraan aktivitas air pada
beberapa pangan:
Rentang aw Pangan
> 0,95 Daging, ikan, susu, telur, buah,
sayuran, beberapa jenis keju.
0,90 – 0,95 Mayonais, selai rendah kalori, pasta,
produk dging
0,85 – 0,90 Sirup mapel, jus buah terkonsentrasi
0,80 – 0,85 Beras, kcang polong
0,75 – 0,80 Ikan asin, selai, kacang, keju parmesan
0,65 – 0,75 Permen coklat, ekstrak malt
0,60 – 0,65 Madu, caramel, gula-gula
< 0,60 Biskuit, mie, sayuran kering, gula, kopi
instan, tepung, cabai.
Sumber:Amelia (2020).

Pada penjelasan sebelumnya telah disnggung bahwa semakin tinggi aw


maka daya simpan dari suatu bahan semakin rendah disebabkan oleh aktivitas
mikroba yang mencemari makanan lebih banyak pada makanan tersebut dengan aw
yang tinggi. Cara untuk menurunkan aw yaitu dengan melakukan proses
pengeringan atau penambahan zat yang dapat mengikat air (dengan diasinkan)
(Amelia dkk, 2020)
3. Kadar Nutrisi
Tidak jauh berbeda dengan makhluk hidup yang lain. Mikroba tumbuh
dengan mengonsumsi nutrisi yang cukup. Sumber nutrisi dari mikroba yaitu berupa
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.
4. Kandungan Antimikrobia
Beberapa bahan pangan secara alami mengandung zat antimikrobia. Adanya
antimikroba dapt menghambat pertumbuhan dari mikroba pada pangan. Sebagai
contoh yaitu bawang putih memiliki berbagai zat antimikrobia antara lain allisin
dan ajoene (dyallildisulfida) yang bersifat sebagai antimikrobia sehingga dapat
melindungi dari pencemaran mikroba. Mekanisme antimikroba pada bawang putih
dengan cara menghambat produksi ribonucleic acid (RNA) dan lipid pada bakteri.
Akibat penghambatan ni bakteri tidak terbentuk sempurna sehingga kan mati.
b. Faktor Ekstrinsik
1. Suhu
Reaksi biokimia sangat tergantung pada suhu. Enzim sangat diperlukan untuk
mengatur keceptan reaksi kimia dan enzim sangat snsitif terhadap perubahan suhu.
Setiap suhu naik 10°C oleh enzim akan meningkatkan kecepatan reaksi kimia dua
kali lipat dan begitu sebaliknya.
Setiap mikroba memiliki batasan suhu. Sama halnya dengan pH, suhu juga
memiliki batas minimu, optimum, dan maksimum. Apabila suhu dinaikkan diatas
suhu minimum, reaksi biokimia akan meningkat maka pertumbuhan mikroba akan
bertambah cepat. Saat suhu berada di optimal maka pertumbuhan mikroba sangat
pesat. Namun, jika suhu ditingkatkan menuju suhu maksimal maka kecepatan
reaksi biokimia akan menurun dikarenkan enzim didalam mikroba tersebut akan
mengalami denaturasi yang berakibat kacaunya system metabolism mikroba.
Berdasarkan suhu optimalnya, mikroba terbagi menjadi:
- Termofilik, kelompok mikroba yang tumbuh dengan suhu optimal 45-70°C.
Kelompok bakteri Clostridium dan Bacillus tergolong kelompok termofilik.
- Mesofilik, kelompok mikroba yang tumbuh dengan suhu optimal 37°C.
Kebanyakan mikroba kelompok ini yaitu E.coli, Salmonella, Aspergillus,
Saccaromyces. Kebanyakan kasus foodborne disease berasal dari kelompok
mikroba ini.
- Psikrofilik, kelompok mikroba yang tumbuh pada suhu optimal 15°C.
Kelompok bakteri Vibrio, Aeromonas, Pseudomonas. Dari kelompok jamur
Candida gelida, Cryptococcus vishniacii.
2. Gas
Oksigen dan karbondioksida adalah dua gas utama yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikroba.
3. Penanganan pangan
Beberpa spora mikroba seperti Clostridium dan Bacillus merupakan mikroba
yang sering mengontaminasi produk hasil pasteurisasi. Kontaminasi produk-
produk ini dapat berasal dari proses penananan bahan yang tdak tepatseperti pada
pasteurisasi maupun saat pendistribusian produk.

2.3 Bahan yang Digunakan


2.3.1 Singkong
Ketela pohon atau singkong merupakan salah satu makanan pokok
masyarakat di Indonesia selain padi, sagu, dan jagung. Rasanya yang gurih Ketika
diolah dan sangat mengenyangkan membuat singkong menjadi makanan pokok
yang baik. Pemerintah terus melakukan sosialisasi untuk menekan konsumsi
terhadap padi dan menggantinya dengan pangan local singkong, sagu, jagung, atau
kentang (Muntoha, 2015).
Singkong (Manihot utilissima) adalah perdu tahunan tropika dan subtropika
dari suku Euphorbiaceae. Umbinya dikenal dengan makanan pokok penghasl
karbohidrat yang tinggi dan daun nya sebagai sayuran. Perdu bisa mencapai 7 meter
dengan cabang yang tidak terlalu rapat atau jarang. Akar tunggang dengan sejumlah
akar cabang yang kemudian membesar menjadi umbi akar yang dapat dimakan.
Ukuran umbi rata-rata bergaris tengah 2 hingga 3 cm dan panjang 50 hingga 80 cm,
tergantung dari klon atau kultivar. Daging umbi berwarna putih atau kekuningan
(Muntoha, 2015).
Singkong merupakan sumber energi yang sangat kaya akan karbohidrat
namun sangat sedikit mengandung protein. Sumber protein yang bagus ternyata
terdapat pada daun singkong yang mengandung asam amino yaitu metionina
(Muntoha, 2015).
Umbi singkong merupakan hasil agroindustri yang tidak tahan simpan
meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan
munculnya warna biru gelap pada daging singkong akibat terbentuknya sianida
yang bersifat racun bagi manusia (Muntoha, 2015). Selain itu, singkong juga dapat
mengalami kerusakan pada saat setelah pengolahan. Kerusakan tersebut dapat
berupa kerusakan mikrobiologis yang disebabkan oleh mikroba. Berikut adalah
tabel kandungan gizi singkong per 100 gram:
Tabel 4. Kandungan Gizi Singkong per 100 g
Banyaknya dalam 100 gram
No Unsur Gizi
Singkong putih Singkong kuning
1 Kalori (kal) 146,00 157,00
2 Protein (g) 1,20 0,80
3 Lemak (g) 0,30 0,30
4 Karbohidrat (g) 34,70 37,90
5 Kalsium (mg) 33,00 33,00
6 Fosfor (mg) 40,00 40,00
7 Zat Besi (mg) 0,70 0,70
8 Vitamin A (SI) 0 385,00
9 Vitamin B1 (mg) 0,06 0,06
10 Vitamin C (mg) 30,00 30,00
11 Air (g) 62,50 60,00
12 Bagian dapat dimakan (%) 75,00 75,00
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes R.I., 1981.

2.3.2 Daging Ayam


Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang baik
karena mengandung banyak asam amino esensial yang seimbang. Selain itu daging
ayam banyak dipilih karena mudah dicerna dan dapat dierima oleh mayoritas orang
(Hajrawati dkk, 2016).
Konsumsi masyarakat terhadap daging ayam khususnya ayam broiler terus
meningkat dari waktu ke waktu. Berdasarkan data statistik dari tahun 2012- 2014
rata-rata konsumsi daging ayam broiler di Indonesia perkapita perminggu sebesar
0.078 Kg (BPS,2014). Namun peningkatan permintaan belum seiring dengan
peningkatan kualitas terutama dari segi keamanan pangan dan Kesehatan
(Hajrawati dkk, 2016).
Daging memiliki kandungan gizi yang tinggi, lengkap, dan seimbang.
Namun, kandungan gizi yang tinggi pada daging merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan mikroba, sehingga daging merupakan salah satu bahan pangan yang
mudah rusak atau perishable. Kerusakan pada daging dapat disebabkan karena
adanya benturan fisik, perubahan kimia, dan aktivitas mikroba (Afrianti et al,
2013). Akibat dari kerusakan tersebut seperti pembentukan lendir, perubahan
warna, perubahan bau, perubahan rasa dan terjadi ketengikan yang disebabkan
pemecahan atau oksidasi lemak daging (Afrianti et al, 2013).
Kualitas daging ayam meliputi kualitas fisik, kimia dan biologi serta
diterima atau tidaknya oleh konsumen. Secara mikrobiologi kerusakan daging ayam
lebih banyak diakibatkan oleh adanya pertumbuhan mikroba yang berasal dari
ternak, pencemaran dari lngkungan baik pada saat pemotongan maupun selama
pemasaran. Pertumbuhan dan aktivitas mikroba dipengaruhi oleh faktor suhu
penyimpanan, waktu, tersedianya oksigen dan kadar air daging (Hajrawati dkk,
2016).
Berikut ini adalah tabel persyaratan tingkatan mutu fisik karkas daging dan
syarat mutu biologis daging ayam:
Tabel 5. Persyaratan tingkatan mutu fisik karkas
Tingkatan Mutu
No Faktor Mutu
Mutu I Mutu II Mutu III
1 Konformasi Sempurna Ada sedikit Ada kelainan pada
kelainan pada tulang dada dan paha
tulang dada atu
paha
2 Perdagingan Tebal Sedang Tipis
3 Perlemakan Banyak Banyak Sedikit
4 Keutuhan Utuh Tulang utuh, kulit Tulang ada yang
sobek sedikit, patah, ujung sayap
tetapi tidak pada terlepas ada kulit
bagian dada yang sobek pada
bagian dada
5 Perubahan Bebas dari Ada memar sedikt Ada memar sedikit
warna memar dan tetapi tidak pada tetapi tidak ada
atau bagian dada dan “freeze burn”
“freeze tidak “freeze
burn” burn”
6 Kebersihan Bebas dari Ada bulu tunas Ada bulu tunas
bulu tunas sedikit yang
(pin menyebar, tetapi
feather) tidak pada bagian
dada
Sumber : SNI 3924:2009.
Tabel 6. Syarat mutu mikrobiologis.
No Jenis Satuan Persyaratan
1 Total Plate Count cfu/g maksimum 1 x 106
2 Coliform cfu/g maksimum 1 x 102
3 Staphylococcus aureus cfu/g maksimum 1 x 102
4 Salmonella sp per 25 g negatif
5 Escherichia coli cfu/g maksimum 1 x 101
6 Campylobacter sp per 25 g negatif
Sumber : SNI 3924:2009.
2.3.3 Garam
Garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang
merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Klorida (>80%)
serta senyawa lainnya seperti Magnesium Klorida, Magnesium Sulfat, Kalsium
Klorida dan lain-lain. Garam mempunyai sifat/karakteristik higroskopis yang
berarti mudah menyerap air, bulk density sebesar 0,8-0,9 dan titik lebur pada tingkat
suhu 801ºC (Subhan, 2014).
Garam (NaCl) dapat diklasifikasikan berdasarkan manfaat utamanya, yaitu
garam proanalisis (garam untuk reagent (tester) pengujian dan analisis di
laboratorium, juga untuk keperluan garam farmasetis di industri farmasi), garam
konsumsi, dan garam industri. Garam konsumsi umumnya digunakan untuk
konsumsi rumah tangga (garam dapur) sebagai bahan peningkat rasa makanan.
Untuk konsumsi rumah tangga, garam ditambahkan zat aditif berupa Kalium Iodida
(KI) dan Kalium Iodat (KIO3). Selain digunakan untuk meningkatkan rasa
makanan, garam digunakan pula sebagai pengawet, penguat warna, bahan
pembentuk tekstur, dan sebagai bahan pengontrol fermentasi (Mayasari, dkk,
2011). Perbedaan dari garam industri dan garam dapur terletak pada kadar NaCl
nya dan spesifikasi mutu (Rositawati dkk., 2013). Berikut adalah tabel syarat mutu
dari garam:
Tabel 7. Syarat Mutu Garam Beryodium
No Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu
1 Kadar air (H2O) (b/b) % Maks. 7
2 Kadar NaCl (natrium klorida) dihitung % Maks. 94
dari jumlah klorida (Cl) (b/b) adbk
3 Bagian yang tidak larut dalam air (b/b) % Maks. 0,5
adbk
4 Yodium dihitung sebagai kalium Iodat mg/kg Min. 30
(KIO3)
5 Cemaran logam:
5.1 Cadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,5
5.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 10,0
5.3 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,1
6 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1
Catatan 1 b/b adalah bobot/bobot
Catatan 2 adbk adalah atas dasar bahan kering
Sumber: SNI 01-3556-2010.
Garam diyakini dapat menghambat petumbuhan dari bakteri. Bakteri
memperoleh semua nutrisi dari cairan di sekitarnya. Bakteri membutuhkan air
untuk pertumbuhan. Tekanan osmotik yang tinggi dapat menyebabkan air keluar
dari dalam sel. Penambahan garam dalam larutan yang akan meningkatkan tekanan
osmotik dapat digunakan untuk pengawetan makanan. Konsentrasi garam yang
tinggi menyebabkan air keluar dari sel bakteri sehingga menghambat pertumbuhan
atau menyebabkan plasmolisis (Radji, 2016).
Kadar garam yang tinggi menyebabkan mikroorganisme yang tidak tahan
terhadap garam akan mati. Kondisi selektif ini memungkinkan mikroorganisme
yang tahan garam dapat tumbuh. Pada kondisi tertentu penambahan garam
berfungsi mengawetkan karena kadar garam yang tinggi menghasilkan tekanan
osmotik yang tinggi dan aktivitas air rendah. Kondisi ekstrim ini menyebabkan
kebanyakan mikroorganisme tidak dapat hidup (Nadira, 2018).

2.3.4 Bumbu atau Rempah


Bumbu atau rempah merupakan bahan yang dapat digunakan sebagai
penyedap dari suatu masakan. Bumbu banyak digunakan di Indonesia sebagai
pemberi cita rasa dalam makanan, sedangkan rempah selain digunakan sebagai
pemberi citarasa jga sebagai obat-obatan. Beberapa dari bumbu atau rempah dapat
menghambat pertumbuhan dari mikroba karena kandungan senyawa antimikroba
dan antioksidan didalamnya.
a. Bawang Putih
Bawang putih adalah nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama dari
umbi yang dihasilkan. Umbi dari tanaman bawang putih merupakan bahan
utama bumbu dasar masakan di Indonesia. Bawang mentah penuh dengan
senyawa-senyawa sulfur, termasuk zat kimia yang disebut alliin yang membuat
bawang putih mentah terasa getir atau angur (Purwatiningsih dkk, 2019).
Manfaat utama bawang putih adalah sebagai bumbu penyedap masakan
yang membuat masakan menjadi beraroma dan bercita ras tinggi. Selain
sebagai bumbu masak, bawang putih dipercaya sebagai obat untuk
menyembuhkan berbagai macam penyakit. Secara tradisional, berbagai bangsa
di dunia telah menggunakan bawang putih dalam beragam ramuan obat
(Setyono, 2016)
Komposisi kimia bawang putih per 100 gr: protein 4,5 gram, lemak 0,20
gram, hidrat arang 23,10 gram, vitamin B1 0,22 mg, vitamin C15 mg, kalori
95 kalori, posfor 134 mg, kalsium 49 mg dan besi 1 mg. Dari beberapa
penelitian bawang putih mengandung zat aktif allicin, enzim alinase, dan
germanium (mampu mencegah rusaknya sel darah merah), sativine
(mempercepat pertumbuhan sel dan jaringan serta merangsang susunan sel
saraf), selenium (mikromineral penting yang berfungsi sebagai antioksidan),
skordinin (antioksidan). kandungan bawang putih bermanfaat sebagai
bakterisida, fungisida dan dapat menghambat pertumbuhan jamur maupun
mikroba lainnya. (Setyono, 2016)
b. Cabai
Cabai merupakan tanaman holtikultura yang cukup penting dan banyak
dibudidayakan, terutama di pulau jawa. Cabai termasuk tanaman semusim
(annual) berbentuk perdu, berdiri tegak dengan batang berkayu, dan banyak
memiliki cabang. Tinggi tanaman dewasa antara 65‐120 cm. lebar mahkota
tanaman 50‐90 cm (Hapshoh et al. 2016).
Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) banyak digunakan
masyarakat untuk mengobati penyakit kulit. Menurut Hapshoh et al. (2016),
cabai rawit selain digunakan sebagai tanaman hias di pekarangan juga
mempunyai banyak manfaat terutama sebagai bumbu masakan untuk
memberikan sensasi pedas. Selain itu, buah tanaman ini juga berkhasiat untuk
menambah nafsu makan, menguatkan kembali tangan dan kaki yang lemas,
melegakan hidung tersumbat pada penyakit sinusitis, serta mengobati migrain
(sakit kepala sebelah). Sebagai obat luar, cabai rawit juga dapat digunakan
untuk mengobati penyakit rematik, sakit perut, dan kedinginan.
Buah cabai merupakan sumber vitamin dan nutrisi yang sangat bermanfaat
seperti senyawa capsaicin, pigmen capsantin, carotenoid, protein, selulosa,
pentosan, unsur-unsur mineral, alkoloid, atsiri, dan resin. Senyawa carotenoid
terdiri dari capsantin, capsorubin, betacaroten, zeasantin, criptosantin,
violasantin, neosantin, anterasantin, dan criptocapsin. Biji cabai mengandung
solanin, solamidin, solamargin, solasodin, dan solasomin. Kandungan
capcaisin yang ada pada cabai dipercaya dapat bermanfaat sebagai antibakteri
(Munira dkk, 2019).
c. Tomat
Tanaman tomat tergolong tanaman semusim (annual). Artinya, tanaman
berumur pendek yang hanya satu kali berproduksi dan setelah itu mati.
Tanaman tomat merupakan tanaman herba semusim dari keluarga Solanaceae.
Batang tanaman tomat bervariasi ada yang tegak atau menjalar, padat dan
merambat, berwarna hijau, berbentuk silinder dan ditumbuhi rambut-rambut
halus terutama dibagian yang berwarna hijau. Daunnya berbentuk oval dan
bergerigi dan termasuk daun majemuk. Daun tanaman tomat biasanya
berukuran panjang sekitar 20 – 30 cm serta lebarnya 16 – 20 cm. Daun tanaman
tomat memiliki jarak yang dekat dengan ujung dahan sementara tangkai
daunnya berbentuk bulat berukuran 7 – 10 cm. Bunga tomat berwarna kuning
cerah, termasuk hermaprodit dan dapat menyerbuk sendiri (Setiawan, 2015).
Buah tomat memiliki banyak kandungan vitamin, diantaranya terdapat
vitamin C yang berfungsi untuk memelihara kesehatan gusi dan gigi. Vitamin
A yang berfungsi untuk kesehatan organ penglihatan, sistem kekebalan tubuh,
pertumbuhan dan reproduksi. Sari buah tomat mengandung vitamin dan
mineral yang cukup lengkap. Dari 100 g jus tomat akan diperoleh kalsium 5
mg, posfor 2,7 mg, zat besi 0,5 mg, natrium 230 mg dan kalium 230 mg.
Vitamin yang terkandung dalam 100 g sari buah adalah vitamin A1 (1, 50 mg),
B1 (0,06 mg), vitamin B2 (0,03 mg) dan vitamin C (40 mg) (Setiawan, 2015)
Selain untuk Kesehatan, ekstrak tomat dipercaya dapat mematikn mikroba
dalam suatu bahan pangan. seperti pernyataan Iksanudin dan Ningsih (2017)
bahwa ekstrak tomat mempunyai kemampuan sebagai antibakteri dan
antifungi.

2.3.5 Daun Pisang


Daun pisang memiliki ciri-ciri berwarna hijau muda dan mengkilap di
bagian sisi atas, dan memiliki warna hijau suram di bagian daun bawah. Daun
pisang merupakan daun yang banyak dimanfaatkan sebagai pembungkus makanan.
Menggunakan daun sebagai pembungkus makanan adalah salah satu upaya untuk
mempercantik penampilan makanan, serta menambah aroma khas dan kelezatan
makanan (Diyah 2013). Menurut Maflahah (2012), jenis daun yang sering dijumpai
sebagai pembungkus makanan tradisional yaitu menggunakan daun pisang, kelobot
jagung (pelepah daun jagung), daun kelapa/enau (aren), daun jambu air, dan daun
jati. Daun pisang dimanfaatkan sebagai pembungkus makanan karena dapat
memberikan citarasa alami dan aroma khas pada makanan yang telah dimasak
bersamanya (Rini dkk, 2017).
Menurut Mohapatra et al. (2010 dalam Mastuti dan Handayani 2014), secara
tradisional daun pisang dimanfaatkan sebagai pembungkus makanan dan pemberi
senyawa perasa (flavor) dalam pengolahan bahan pangan.
BAB III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Gas LPG
2. Kompor
3. Kulkas
4. Piring
5. Panci pengukus
6. Cobek dan Uleg
7. Solet
8. Talenan
9. Pisau
10. Alat tulis
11. Tabel pengamatan
12. Kamera
3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Singkong
2. Daging ayam
3. Bawang putih
4. Tomat
5. Cabai
6. Gula
7. Garam
8. Air
9. Kertas label
3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
3.2.1 Skema Kerja
Berikut adalah prosedur kerja dari praktikum kerusakan bahan pangan
secara mikrobiologis:
Mulai

Singkong Singkong Daging ayam Daging ayam Daging ayam


kukus kukus+gara mentah kukus kukus+bumbu
m u

Peletakan pada piring dan pemberian label

Diberikan perlakuan

Suhu dingin Suhu ruang

Pendiaman selama 6 hari

Pengamata secara fisik dan organoleptik


pada hari ke 0, 2, 4, dan 6

Selesai

3.2.2 Fungsi Perlakuan


Hal pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan yang
dibutuhkan. Kemudian mengolah bahan sesuai dengan apa yang ada pada diagram
yaitu pengukusan dan pemberian bahan alami atau rempah. Pengukusan bertujuan
untuk memberikan perlakuan pada bahan pangan sebagai variasi perlakuan
terhadap bahan pangan yang nantinya akan diamati.
Pemberian rempah dan garam juga berfungsi sebagai variasi perlakuan
dalam pengamatan ini. Dimana nantinya akan diamatai selama 6 hari perubahan ap
saja yang muncul Ketika diberikan rmepah atau bahan alami tambahan.

Setelah memberikan perlakuan pengolahan pada bahan selanjutnya yaitu


meletakkan bahan dalm piring kecil dan pemberian label. Pemberian label berfungsi
agar sampel tidak tertukar dan mudah dalam pengamatan. Selajutnya yaitu
penyimpanan pada suhu ruang dan suhu dingin. Hal ini dilakukan untuk mebedakan
perubahan apa saja yang terjadi Ketika bahn pangan disimpan pada suhu yang
berbeda.

Selanjutnya dilakukan pengamatan selama 6 hari yaitu di hari ke-0, 2, 4, dan


6. Hasil pengamatan dicatat dalam lembar pengamatan secara berkala.
BAB IV. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Pengamatan Mikroorganisme

Kenampakan
Produk Kondisi Hari ke-
Bakteri Kapang Khamir
0 - - -
2 - ++ -
Suhu Ruang
4 - +++ -
Singkong 6 - +++++ -
kukus 0 - - -
2 - - -
Suhu Dingin
4 - - -
6 - - -
0 - - -
2 - - -
Suhu Ruang
4 - ++ -
Singkong 6 - ++++ -
kukus+garam 0 - - -
2 - - -
Suhu Dingin
4 - - -
6 - - -
0 - - -
2 ++ - -
Suhu Ruang
4 ++++ - -
Daging ayam 6
mentah 0 - - -
2 - - -
Suhu Dingin
4 - - -
6 - - -
Suhu Ruang 0 - - -
2 + - -
4 +++ - -
6
Daging ayam
0 - - -
kukus
2 - - -
Suhu Dingin
4 - - -
6 - - -
0 - - -
2 + + -
Suhu Ruang
4 ++ + -
Daging ayam 6 +++ ++ -
kukus+bumbu 0 - - -
2 - - -
Suhu Dingin
4 - - -
6 - - -

Keterangan:
+ : Sangat sedikit
++ : Sedikit
+++ : Cukup banyak
++++ : Banyak
+++++ : Sangat Banyak

4.1.2 Perubahan Fisik

Perubahan Fisik
Produk Kondisi Hari ke-
Perubahan Warna Perubahan Aroma
Singkong Warna kuning Aroma gurih
Suhu Ruang 0
kukus singkong kukus
Warna kuning Aroma singkong
2 pucat dan kering tetapi sudah tidak
gurih
Singkong mulai Aroma sudah
diselimuti kapang mulai busuk
4 dengan warna
oranye, putih, dan
hijau
Singkong banyak Aroma busuk
diselimuti kapang
6
berwarna oranye,
putih, dan hijau.
0 Warna kuning Aroma gurih
Warna kuning dan Beraroma
2 permukaan keras singkong tetapi
tidak gurih lagi
Warna tetap tetapi Tidak ada aroma
Suhu Dingin 4 sedikit mengalami
susut bentuk
Warna kuning Tidak ada aroma
tidak segar dan
6
mengalami susut
bentuk
0 Warna kuning Aroma gurih
Kuning tidak Aroma singkong
Singkong segar, dan tetapi tidak gurih
Suhu Ruang
kukus+garam 2 permukaan keras,
tetapi ada bagian
yang berair
Warna kuning Aroma sudah
dengan adanya mulai sedikit
4 bintik kapang busuk
yang jumlahnya
tidak banyak
Warna berubah Aroma busuk
diselimuti kapang
6 berwarna putih,
hijau, oranye, dan
hitam.
0 Warna kuning Aroma gurih
Warna kuning Tidak beraroma
yang tidak segar gurih
2
dan permukaan
keras
Suhu Dingin Warna kuning Tidak ada aroma
4
pucat
Warna kuning Tidak ada aroma
tidak segar dan
6
mengalami susut
bentuk
0 Merah muda Amis
2 Merah pucat Busuk
Suhu Ruang
4 Merah pucat Busuk
6
Daging ayam
0 Merah muda Amis
mentah
2 Merah pucat Amis
Suhu Dingin 4 Merah kecoklatan Amis
Kecoklatan Sedikit berbau
6
busuk
Berwarna putih Gurih
0
pucat
Warna putih yang Sedikit busuk
2 semakin pucat dan
Suhu Ruang
berlendir
Warna putih pucat Busuk
Daging ayam 4
dan berlendir
kukus
6
0 Warna putih pucat Gurih
2 Warna putih pucat
Suhu Dingin Warna putih Sedikit amis
4
kecoklatan
6 kecoklatan Sedikit busuk
Daging berwarna Aroma rempah
putih dengan
0
lumuran bumbu
warna merah
Daging masih Aroma sedikit
berwarna putih, busuk
2 bumbu nya sudah
timbul bitnik-
Daging ayam
Suhu Ruang bintik putih
kukus+bumbu
Daging yan Mulai busuk
diseimuti
berwarna
kecoklatan, mulai
4
tumbuh sedikit
kapang
dipermukaan
bumbu
Permukaan mulai Busuk
6 banyak ditumbuhi
kapang
Daging berwarna Aroma rempah
putih dengan
0
lumuran bumbu
warna merah
Daging masih Aroma rempah
berwarna putih mulai hilang.
2 dengan lumuran
bumbu warna
merah
Suhu Dingin Daging masih Aroma rempah
berwarna putih masih ada tetapi
4 dengan lumuran sudah mulai
bumbu warna beraroma yang
merah menyimpang
Daging berwarna Sedikit busuk
kcoklatan dengan
6 bumbu yang
warnanya merah
segar
BAB V. PEMBAHASAN
5.1 Identifikasi Mikroorganisme
Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan bahwa kerusakan pada bahan
bangan disebabkan oleh mikroorganisme baik bakteri, kapang, dan khamir. Pada
sampel singkong rebus yang berada suhu ruang pada hari ke-2 mulai muncul bintik-
bintik kapang yang berwarna hijau, oranye, dan hitam. Sedangkan pada sampel
singkong rebus dengan garam mulai muncul adanya kapang pada hari ke-4 dengan
kapang yang berwarna putih dan hitam. Untuk sampel singkong di suhu dingin
(rebus tanpa garam dan dengan garam) tidak muncul adanya mikroorganisme
secara kasat mata. Perubahan yang terjadi hanyalah bentuk dari singkong yang
sedikit menyusut dan tekstur menjadi keras. Perubahan aroma terjadi pada singkong
suhu ruang tanpa garam ada hari ke-2, sedangkan pada singkong kukus dengan
garam terdeteksi bau menyimpang pada pengamatan hari ke-4. Sedangkan pada
sampel suhu dingin tidak menghasilkan bau kerusakan yang signifikan.
Berdasarkan penelitian oleh Ibrahim dan Shehu (2014) menunjukkan bahwa
dari sembilan jenis jamur pada kerusakan ubi kayu, yang paling sering ditemukan
adalah: Alternaria sp., Aspergillus niger, A. fumigatus, Cylindrocarpon lichenicola,
Fusarium oxysporum, Geotrichum candidum, Mucor biemalis, Rhizopus oryzae
dan Scopulariopsis candida. Penelitian lain dari Okoi et al. (2014), bahwa jamur
yang sering ditemukan pada ubi kayu yang rusak yaitu Rhizopus stolonifer,
Penicillium expansum, Fusarium moniliforme, dan Aspergillus niger.
Sampel ayam mentah pada suhu ruang telah diperoleh data bahwa di hari
ke-2 sampel sudah mengalami perubahan bau yang sangat signifikan yaitu busuk
dengan munculnya bakteri yang dan menghasilkan lendir serta munculnya
belatung. Untuk sampel ayam kukus suhu ruang pada hari ke-2 sudah mengalami
perubahan fisik yaitu bau yang mulai menyimpang tetapi masih belum
terindentifikasi adanya mikroba secara kasat mata, sedangkan di hari ke 4 sampel
ayam kukus juga mulai berlendir, berbau busuk, dan muncul belatung. Sedangkan
ayam kukus dengan bumbu baru terindentifikasi adanya mikroba pada hari ke-4
dengan bau yang sedikit busuk. Untuk sampel ayam pada suhu dingin hanya
mengalami perubahan fisik berupa warna dari daging ayam yang mulai pucat dan
bau yang tidak segar, serta belum terindentifikasi munculnya mikroba secara kasat
mata.
Menurut Puspita (2012), beberapa jenis mikroba yang sering mencemari
daging ayam adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Salmonella sp.
serta mikroba patogen lainnya. Dikutip dari Höll et al., (2016), bahwa kandungan
protein dan air yang tinggi pada daging ayam, menyebabkan daging ini mudah
membusuk karena pertumbuhan mikroorganisme kontaminan yang berasal dari
lingkungan sekitar. Pembusukan daging ayam yang disebabkan mikroba
kontaminan akan semakin cepat pada kondisi lingkungan dan penyimpanan yang
kurang baik, bakteri yang sangat potensial sebagai pembusuk daging ayam antara
lain Brochothrix thermosphacta, bakteri asam laktat (BAL), Enterobacteriaceae
dan Pseudomonas spp. Beberapa bakteri patogen juga ditemukan sebagai
kontaminan pada daging ayam, antara lain Escherichia coli, Staphylococcus
aureus, Salmonella sp., Pseudomonas sp., Clostridium perfringens dan Shigella
flexneri (Ray & Bhunia, 2014).
5.2 Perlakuan Suhu
Pada praktikum kerusakan bahan agroindustri secara mikrobiologis
pengamatan dilakukan berdasarkan dua perlakuan bahan terhadap suhu, yaitu suhu
ruang dan suhu dingin dengan waktu pengamatan selama 6 hari dengan sampel
yaitu singkong kukus, singkong kukus dan garam, ayam mentah, ayam kukus, dan
ayam berbumbu.
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh data bahwa kerusakan pada bahan
pangan disebabkan oleh kondisi suhu tersebut. Saat kondisi suhu ruang, mikroba
akan cepat tumbuh dan mengkontaminasi, serta merusak bahan pangan. Sedangkan
pada suhu dingin, mikroba sangat sukar dan lambat untuk tumbuh. Kondisi sampel
pada suhu ruang sangat terlihat kerusakan nya yang ditandai dengan perubahan
warna, tekstur, dan bau akibat serangan mikroorganisme baik bakteri, kapang,
maupun jamur. Sedangkan di suhu dingin bakteri sangat lambat untuk tumbuh dan
tidak terlihat secara kasat mata.
Pada sampel singkong di suhu ruang telah muncul kapang dengan warna
oranye, hijau, putih, dan hitam. Sedangkan singkong di suhu dingin tidak muncul
adanya mikroorganisme. Sama halnya dengan daging ayam yang ada di suhu ruang,
pada hari tertentu telah muncul bakteri perusak yang di tandai dengan munculnya
lendir dan bau busuk pada permukaan ayam mentah, kukus, dan kukus berbumbu,
sedangkan pada suhu dingin ayam mentah dan ayam kukus tanpa bumbu hanya
mengalami perubahan warna menjadi pucat.
Menurut pernyataan dari Theresia (2012), suhu dan waktu dari
penyimpanan bahan berpengaruh terhadap pertumbuhan dari bakteri dan jamur.
Pada suhu 10°C penyimpanan dapat menghambat pertumbuhan dari
mikroorganisme, suhu optimal dari bakteri dan jamur yaitu berada pada suhu 30°C.
Menurut Amelia (2020) kelompok mikroba yang tumbuh dengan suhu optimal
37°C (suhu maksimal ruangan) kebanyakan mikroba kelompok ini yaitu E.coli,
Salmonella, Aspergillus, Saccaromyces. Kebanyakan kasus foodborne disease
berasal dari kelompok mikroba ini. Dikutip dari Siburian et al., (2018), bahwa
penyimpanan pada suhu dingin dan beku dapat menghancurkan mikroba-mikroba
pembusuk. Pada suhu dingin dan beku terjadi kenaikan konsentrasi padatan
intraseluler sehingga mengakibatkan perubahan fisik dan kimia dari sel-sel bakteri
dan jamur penyebab kebusukan.
5.3 Perlakuan Penambahan Alami
Penambahan bahan alami pada bahan agroindustri diduga dapat
memperlambat proses tumbuhnya mikroba. Pada praktikum ini, penambahan bahan
alami berupa garam, bawang putih, cabai, dan tomat. Garam ditambahkan pada
singkong kukus dan bawang putih, cabai, dan tomat ditambahkan pada ayam kukus
(pepes).
Dari hasil pengamatan, singkong dengan tambahan garam lebih lambat
ditumbuhi oleh jamur dibandingkan dengan singkong tanpa garam. Hal ini karena
garam memiliki sifat antimikroba, dimana terjadi peningkatan tekanan osmotik saat
garam ditambahkan dengan konsentrasi tinggi sehingga konsentrasi garam yang
tinggi tersebut akan menyebabkan air keluar dari sel bakteri akibatnya terjadi
penghambatan dalam pertumbuhan bakteri atau disebut dengan plasmolisis (Radji,
2016). Seperti yang di ungkapkan Nadira (2018), bahwa kadar garam yang tinggi
akan menyebabkan mikroorganisme yang tidak tahan terhadap garam akan mati.
Pada sampel ayam berbumbu (suhu ruang) juga mengalami hal yang sama
yaitu mikroba yang tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan sampel ayam yang
lain (mentah dan kukus). Baru terindikasi adanya bakteri di pengamatan hari ke-4
dan ke-6. Pada sampel ayam kukus bumbu ditambahkan bawang putih, cabai, dan
tomat.
Menurut Destriyana et al., (2013), slah satu cara untuk menjaga kualitas
pangan adalah dengan menambahkan bahan aditif berupa zat antimikroba yang ada
pda rempah-rempah. Menurut Purwatiningsih dkk (2019), bahwa bawang putih
dikenal sebagai zat antibakteri alami karena adanya zat bioaktif berupa allicin yang
bersifat volatile dengan kandungan sulfur. Di beberapa penelitian sebelumnya juga
menyatakan bahwa bawang putih dapat menghambat tumbuhnya bakteri baik
bakteri gram positif maupun negatif. cabai juga dipercaya dapat menghambat
pertumbuhan dari mikroba seperti pernyataan dari Munira dkk (2019), bahwa cabai
dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri karena kandungan capcaisin yang ada pada
cabai. Selain bawang putih dan cabai, tomat dipercaya dapat mematikn mikroba
dalam suatu bahan pangan, seperti pernyataan Iksanudin dan Ningsih (2017) bahwa
ekstrak tomat mempunyai kemampuan sebagai antibakteri dan antifungi.
Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat dibuktikan bahwa penambahan
bawang putih, cabai, dan juga tomat pada ayam kukus dapat menghambat
munculnya mikroorganisme perusak pada bahan pangan.
BAB VI. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Mikroba yang dapat merusak bahan pangan terutama pada singkong
yang sering teridentifikasi yaitu kapang diantaranya Aspergillus niger,
Rhizopus sp, dan Penicillium. Mikroba perusak yang ada pada daging
ayam yaitu bakteri diantaranya Escherichia coli, Staphylococcus
aureus, dan Salmonella sp.
2. Suhu dapat berpengaruh terhadap kerusakan bahan pangan. Suhu
dingin dapat menghambat terjadinya kerusakan bahan pangan
dibandingkan suhu rendah.
3. Bahan alami yang memiliki sifat antimikroba atau antibakteri yaitu
seperti garam, bawang putih, cabai, dan tomat dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan.
6.2 Saran
1. Praktikum lebih efektif dan efisien serta aman jika dilaksanakan di
laboratorium untuk menyimpan sampel suhu ruang agar tidak dirusak
atau dimakan oleh hewan pengerat seperti tikus.
2. Sulit membedakan antara kapang dan khamir sehingga perlu
mengidenifikasi lebih teliti.
DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, M., B. Dwiloka, B. E. Setiani. 2013. Total bakteri, pH dan kadar air daging
ayam broiler setelah direndam dengan ekstrak daun senduduk (Malestona
malabathricum L.) Selama Masa Simpan. Jurnal Pangan dan Gizi, 04(7): 49-
56.
Ahmad, R. Z. (2017). Cemaran kapang pada pakan dan pengendaliannya. Balai
Besar Penelitian Veteriner. Jurnal Litbang Pertanian, 28(1). Bogor.
Amelia, S., Lubis, N. D. A., & Balatif, R. (2020). MIKROORGANISME DAN
BAHAN PANGAN. Penerbit Qiara Media.
Destriyana, L. M., Swacita, I. B. M., Besung, I. N. K. (2013). Pemberian Perasa
Bahan Antimikroba Alami dan Lama Penyimpanan pada Suhu Kulkas (5°)
Terhadap Jumlah Bakteri Colifrom Pada Daging Babi. FKH UNUD. Bali.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I .1981. Daftar Komposisi Bahan
Makanan. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Diyah, I. (2013). Daun Pembungkus Makanan Paling Aman dan Ramah
Lingkungan.
Fitriati, Y., Wiyono, S., & Sumarauw, I. O. (2013). Khamir antagonis untuk
pengendalian penyakit antraknosa pada buah avokad selama
penyimpanan. Jurnal Fitopatologi Indonesia, 9(5), 153-153.
Hajrawati, H., Fadliah, M., Wahyuni, W., & Arief, I. I. (2016). Kualitas fisik,
mikrobiologis, dan organoleptik daging ayam broiler pada pasar tradisional
di Bogor. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 4(3), 386-
389.
Hapshoh, S., Syukur, M., & Wahyu, Y. (2016). Pewarisan Karakter Kualitatif Cabai
Hias Hasil Persilangan Cabai Besar dan Cabai Rawit. Jurnal Agronomi
Indonesia (Indonesian Journal of Agronomy), 44(3), 286-291.
Hidayat, N. (2018). Mikroorganisme dan Pemanfaatannya. Universitas Brawijaya
Press.
Höll, L., Behr, J, & Vogel, R.F. (2016). Identification and growth dynamics of meat
spoilage microorganisms in modified atmosphere packaged poultry meat by
MALDI-TOFMS. Food Microbiol. 6:84–91.
Ikhsanudin, A., & Ningsih, L. (2017). FORMULASI KRIM EKSTRAK TOMAT
(Solanumlycopersicum) dan UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERINYA
TERHADAP Staphylococcus aureus ATCC 25923 FORMULATION
CREAM OF EXTRACT TOMATO FRUIT (Solanumlycopersicum) And
ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST FOR Staphylococcus aureus ATCC
25923. Borneo Journal of Pharmascientech, 1(2).
Indonesia, S. N. (2009). Mutu karkas dan daging ayam. SNI, 3924, 2009.
Indonesia, S. N. (2010). Garam konsumsi beryodium. SNI, 01-3556, 2010.
Intani, D. W. (2014). Isolasi dan Identifikasi Khamir Berdasarkan Karakteristik
Morfologi dan Fisiologis. Laporan Biologi Khamir, FMIPA ITS.
Leviana, W., & Paramita, V. (2017). Pengaruh suhu terhadap kadar air dan aktivitas
air dalam bahan pada kunyit (Curcuma longa) dengan alat pengering
electrical oven. Metana, 13(2), 37-44.
Maflahah, I. (2012). Desain kemasan makanan tradisional Madura dalam rangka
pengembangan IKM. Agrointek, 6(2), 118-122.
Mastuti, T. S., & Handayani, R. (2014). Senyawa kimia penyusun ekstrak ethyl
asetat dari daun pisang batu dan ambon hasil distilasi air. Prosiding SNST
Fakultas Teknik, 1(1).
Munira, M., Utami, K., & Nasir, M. (2019). Uji aktivitas antibakteri cabai rawit
hijau dan cabai rawit merah (Capsicum frutescens L) serta kombinasinya
terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Jurnal Bioleuser.
Muntoha, M. (2015). PELATIHAN PEMANFAATAN DAN PENGOLAHAN
SINGKONG MENJADI MAKANAN RINGAN TELA RASA. Asian
Journal of Innovation and Entrepreneurship, 4(03), 188-193.
Nadira, G. A. (2019). Uji Daya Hambat Garam Bermerek Yang Mengandung
Yodium Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus. Skripsi.
Poiteknik Kesehatan Kemenkes RI . Medan.
Purwantiningsih, T. I., Rusae, A., & Freitas, Z. (2019). Uji In Vitro Antibakteri
Ekstrak Bawang Putih sebagai Bahan Alami untuk Celup Puting. Sains
Peternakan: Jurnal Penelitian Ilmu Peternakan, 17(1), 1-4.
Puspita, S. 2012. Pengawetan Suhu Rendah pada Daging dan Ikan. Makalah.
Universitas Diponogoro. Semarang.
Radji, Maksum., 2016. Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi &
Kedokteran. Jakarta: EGC.
Rini, R., Fakhrurrozi, Y., & Akbarini, D. (2017). pemanfaatan daun sebagai
pembungkus makanan tradisional oleh masyarakat Bangka (studi kasus di
Kecamatan Merawang). EKOTONIA: Jurnal Penelitian Biologi, Botani,
Zoologi dan Mikrobiologi, 2(1), 20-32.
Robiglio A, Sosa MC, Lutz MC, Lopes CA, Sangorr’n MP. (2011). Yeast
biocontrol of fungal spoilage of pears stored at low temperature. Int J Food
Microbiol. 147(3):211–216. DOI.
Rositawati, A.L, Taslim C. M., Soetrisnanto, D, (2013). Rekristalisasi garam rakyat
dari demak untuk mencapai SNI Garam Industri. Jurnal teknologi kimia dan
industri vol 2 no. 4,2013.
SETIAWAN, A. B. (2015). INDUKSI PARTENOKARPI PADA TUJUH
GENOTIPE TOMAT (Solanum lycopersicum L.) DENGAN
GIBERELIN (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).
Subhan, 2014, Analisis Kandungan Iodium Dalam Garam Butiran Konsumsi Yang
Beredar Di Pasaran Kota Ambon, Jurnal Fikratuna 6 (2) : 290 – 303
Theresia, E. 2012. Pengaruh Suhu dan Waktu Penyimpanan Terhadap
Pertumbuhan Bakteri dan Fungi Ikan Bandeng. Semarang. UNNES
LAMPIRAN GAMBAR

1. Proses pembuatan sampel

Gambar 1.1 Alat Gambar 1.2 Bahan

Gambar 1.4 Proses pengangkatan singkong


setelah pengukusan

Gambar 1.3 Proses pengukusan singkong

Gambar 1.5 Proses peletakan sampel Gambar 1.6 Proses pemberian garam pada 2
singkong pada 4 piring yang telah diberi label sampel singkong untuk 2 perlakuan suhu
(ruang dan dingin)

Gambar 1.7 Persiapan bumbu yang akan Gambar 1.8 Proses penghalusan bumbu
dihaluskan
Gambar 1.9 Bumbu yang telah dihaluskan Gambar 1.10 Proses pencampuran bumbu
dengan daging ayam

Gambar 1.11 Proses pembungkusan ayam Gambar 1.12 Proses pengukusan


bumbu dengan daun pisang ayam+bumbu dan ayam tanpa bumbu

Gambar 1.13 Proses peletakan ayam mentah,


ayam kukus tanpa bumbu, dan ayam
kukus+bumbu pada piring yang telah diberi
label

2. Proses penyimpanan

Gambar 2.1 Penyimpanan suhu ruang Gambar 2.2 Penyimpanan suhu dingin
3. Proses Pengamatan hari ke-0

Gambar 3.1 Pengamatan hari ke-0 suhu Gambar 3.1 Pengamatan hari ke-0 suhu
ruang dingin

4. Pengamatan hari ke-2


a. Suhu ruang

Gambar 4.1.a Singkong kukus Gambar 4.2.a Singkong kukus+garam

Gambar 4.3.a Ayam mentah Gambar 4.4.a Ayam kukus

Gambar 4.5.a Ayam kukus+bumbu


b. Suhu dingin

Gambar 4.1.b Singkong kukus Gambar 4.2.b Singkong kukus+garam

Gambar 4.3.b Ayam mentah Gambar 4.4.b Ayam kukus

Gambar 4.5.b Ayam kukus+bumbu

5. Pengamatan hari ke-4


a. Suhu ruang

Gambar 5.1.a Singkong kukus Gambar 5.2.a Singkong kukus+garam


Gambar 5.3.a Ayam mentah Gambar 5.4.a Ayam Kukus

Gambar 5.5.a Ayam kukus+bumbu

b. Suhu dingin

Gambar 5.1.b Singkong kukus Gambar 5.2.b Singkong kukus+garam

Gambar 5.3.b Ayam mentah Gambar 5.4.b Ayam kukus


Gambar 5.5.b Ayam kukus+bumbu

6. Pengamatan Hari ke-6


a. Suhu ruang

Gambar 6.1.a Singkong kukus Gambar 6.2.a Singkong kukus+garam

Gambar 6.3.a Ayam kukus+bumbu

b. Suhu Dingin

Gambar 6.1.b Singkong Kukus Gambar 6.2.b Singkong kukus+garam


Gambar 6.3.b. Ayam mentah Gambar 6.4.b Ayam kukus

Gambar 6.5.b Ayam kukus+bumbu

Anda mungkin juga menyukai