Anda di halaman 1dari 4

REVIEW

METODE PROBIOTIK UNTUK TEKNOLOGI AKUAKULTUR


Dalam usaha budidaya, peningkatan produksi dapat dicapai dengan cara
mengoptimalkan kondisi lingkungan, mendapatkan padat tebar yang tepat, memperbaiki
kualitas benih dan pemberian pakan berkualitas baik. Di samping itu, dapat pula dilakukan
melalui upaya menurunkan tingkat mortalitas dan meningkatkan laju pertumbuhan individu.
Pada budidaya ikan secara intensif, pakan merupakan komponen biaya produksi paling tinggi
yaitu 60%-70% dari biaya operasional. Hal ini disebabkan karena tingginya harga bahan baku
pakan yang sampai saat ini sebagian besar masih diimpor. Organisme akuatik umumnya
membutuhkan protein yang cukup tinggi dalam pakannya. Namun demikian organisme akuatik
hanya dapat meretensi protein sekitar 20-25% dan selebihnya akan terakumulasi dalam air
(Stickney, 2005).
Perkembangan kegiatan budidaya perikanan yang pesat dengan penerapan sistem
intensif telah memunculkan permasalahan berupa penurunan daya dukung tambak bagi
kehidupan ikan/udang yang dibudidayakan. Dampak lanjut yang ditimbulkan adalah terjadinya
serangkaian serangan penyakit yang menimbulkan kerugian besar. Langkah antisipatif melalui
penerapan teknologi budidaya dengan berpedoman pada kaidah keseimbangan ekosistem
merupakan solusi untuk mencegah kerusakan yang lebih serius. Di antara langkah tersebut
adalah melalui aplikasi probiotik yang mempunyai kemampuan dalam mempertahankan kualitas
air dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen guna terciptanya sistem budidaya
perikanan yang berkelanjutan (sustainable aquaculture) (Khasani, 2007).
Probiotik didefenisikan sebagai segala bentuk pakan tambahan berupa sel mikroba utuh
(tidak harus hidup) yang menguntungkan bagi hewan inangnya melalui cara menyeimbangkan
kondisi mikrobiologis inang, memodifikasi bentuk asosiasi dengan inang atau komunitas
mikroba lingkungan hidupnya, meningkatkan pemanfaatan nutrisi pakan atau meningkatkan
nilai nutrisinya, meningkatkan respons kekebalan inang terhadap patogen atau memperbaiki
kualitas lingkungan (Gatesoupe, 1999; Verschure et al., 2000; Irianto, 2003; CP Prima, 2004;
Gunarto & Hendrajat, 2008).
Probiotik bekerja dengan cara mengontrol perkembangan dan populasi mikroba yang
merugikan sehingga menghasilkan lingkungan tumbuh yang optimal bagi mikroba yang
menguntungkan, hingga akhirnya mikroba tersebut akan mendominasi dan membuat habitat
lebih sesuai untuk pertumbuhan makhluk hidup di lingkungan tersebut (Gunawan dan Bagus,
2011; Widarni dkk., 2012). Di samping itu probiotik bermanfaat untuk mengatur lingkungan
mikroba dalam usus ikan dan menghalangi mikroba patogen usus serta dapat memperbaiki
efisiensi pakan (Dhingra, 1993; De Schryver dkk., 2008; Faizullah dkk, 2015).
Rachmawati dkk. (2015) Selanjutnya Avnimelech dan Kochba ( 2009) juga Ekasari
(2008) serta Kuhn dkk. (2009) mengaplikasikan probiotik dalam pakan berperan dalam
perbaikan kualitas air, peningkatan produktivitas dan efisiensi pakan serta penurunan pakan.
Probiotik selain dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pakan juga dapat dipakai untuk
memperbaiki kualitas air sehingga dapat meningkatkan kecernaan. Wang et al. (1999) dalam
Irianto (2003) mengatakan bahwa Bacillus spp. sebagai prebion dapat digunakan untuk
memperbaiki kualitas air melalui penyeimbangan populasi mikroba dan mengurangi jumlah
patogen, dan secara bersamaan mengurangi penggunaan senyawa-senyawa kimia dan
meningkatkan pertumbuhan serta kesehatan hewan inang.
Penggunaan probiotik dalam budidaya ikan memberikan efek menguntungkan dan saat
ini penggunaan probiotik merupakan bagian penting dalam manajemen budidaya perikanan
(Balcazar et al., 2006). Probiotik dapat meningkatkan pertumbuhan, respons imun non-spesifik,
resistansi terhadap penyakit, dan kelangsungan hidup ikan (Wang & Xu, 2006). Aplikasi
probiotik dapat dilakukan dengan cara dicampurkan dalam pakan atau ditambahkan ke dalam
media pemeliharaan untuk meningkatkan pertumbuhan dan respons imun pada ikan (He et al.,
2011).
Irianto (2003) mendefinisikan bahwa probiotik yaitu suplementasi sel mikroba utuh (tidak
harus hidup) atau komponen sel mikroba pada pakan atau lingkungan hidupnya, yang
menguntungkan inang. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam budidaya, penelitian mengenai
kerja probiotik baru bersifat empirik atau bersifat dugaan. Ada tiga model kerja probiotik yaitu:
a) Menekan populasi mikroba melalui kompetisi dengan memproduksi senyawa-senyawa
antimikroba atau melalui kompetisi nutrisi dan tempat pelekatan di dinding intestinum,
b) Merubah metabolisme mikroba dengan meningkatkan atau menurunkan aktivitas enzim,
dan
c) Menstimulasi imunitas melalui peningkatan kadar antibodi atau aktivitas makrofag.

Teknologi probiotik merupakan salah satu alternatif dalam mengatasi masalah kualitas
air dalam akuakultur yang diadaptasi dari teknik pengolahan limbah domestik secara
konvensional (Avnimelech and Kochba, 2009). Penggunaan probiotik di dalam bidang
budidaya bertujuan untuk menjaga keseimbangan mikroba dan pengendalian patogen dalam
saluran pencernaan, air, serta lingkungan perairan melalui proses biodegradasi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aplikasi teknologi probiotik berperan dalam
perbaikan kualitas air, peningkatan biosekuriti, dan peningkatan produktivitas. Peningkatan
efisiensi pakan serta penurunan biaya produksi melalui penurunan biaya pakan (Avnimelech
and Kochba, 2009; Ekasari 2008; Hari et al,. 2006; Kuhn et al,. 2009; Taw et al., 2008).
Penelitian penggunaan probiotik pada budidaya perikanan telah banyak dilakukan antara lain:
Haryanti et al. (2005) menginformasikan bahwa penggunaan bakteri Aeromonas sp. sebagai
probiotik maupun agen kontrol biologi dapat meningkatkan keragaan sintasan dan
pertumbuhan/kecepatan perkembangan larva udang vaname (Litopenaeus vannamei).
Atmomarsono et al. (2005) mengemukakan bahwa penggunaan bakteri probiotik mampu
menekan kematian pascalarva udang windu melalui pengendalian populasi bakteri Vibrio sp.
dalam media air. Gunarto et al. (2006) melaporkan bahwa pemberian fermentasi probiotik
komersial sebanyak 3 mg/L/minggu selama masa pemeliharaan udang windu di tambak
cenderung mampu meningkatkan nilai potensial sedimen tambak, mengurangi konsentrasi
amoniak dan bahan organik total (BOT) dalam air tambak, serta mampu menekan populasi
bakteri Vibrio sp. dan mencegah insidensi infeksi White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada
udang yang dibudidayakan.
Murtiati et al. (2006) melaporkan bahwa aplikasi probiotik memberikan pengaruh yang
cukup baik dibandingkan dengan kontrol (tanpa probiotik) terhadap kondisi kualitas air (oksigen
terlarut, amoniak, nitrit, dan nitrat) serta mampu mendukung sintasan ikan lele sangkuriang.
Sementara Nurhidayah et al. (2007) mengemukakan bahwa aplikasi bakteri probiotik MY1112
pada konsentrasi 104 cfu/mL dapat menurunkan konsentrasi bakteri organik total (BOT),
sedangkan bakteri probiotik BT950 dan BT951 dapat menurunkan konsentrasi nitrit dan
amoniak serta mampu meningkatkan sintasan pascalarva udang windu yang dipelihara dalam
skala laboratorium. Hal yang sama juga diperoleh pada penelitian Badjoeri & Widiyanto (2008)
bahwa pemberian konsorsium bakteri nitirifikasi dan denitrifikasi berpengaruh positif terhadap
perbaikan kondisi kualitas air tambak, pertumbuhan, dan produksi udang windu. Konsentrasi
amonia dan nitrit di tambak uji kondisinya berada di bawah ambang batas konsentrasi toksik
yang membahayakan udang.

Anda mungkin juga menyukai