Anda di halaman 1dari 50

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG PEGAGAN (Centella asiatica L.

)
TERHADAP KADAR PROTEIN, KADAR SERAT, DAN SIFAT
ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING AYAM PETELUR AFKIR

SKRIPSI

Oleh :

FENI WIDYA WATI


1510612133

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG,2019

1
PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG PEGAGAN (Centella asiatica L.)
TERHADAP KADAR PROTEIN, KADAR SERAT, DAN SIFAT
ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING AYAM PETELUR AFKIR

SKRIPSI

Oleh :

FENI WIDYA WATI


1510612133

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Peternakan

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG,2019

2
PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG PEGAGAN (Centella asiatica L.)
TERHADAP KADAR PROTEIN, KADAR SERAT, DAN SIFAT
ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING AYAM PETELUR AFKIR

Feni Widya Wati, di bawah bimbingan


Dr. Sri Melia, S.TP, MP dan Ade Sukma, Ph.D
Bagian Teknologi dan Pengolahan Hasil Ternak, Fakultas Peternakan
Universitas Andalas Padang, 2019

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan


tepung pegagan (Centella asiatica L.) terhadap kadar air, daya ikat air, dan
tekstur bakso daging ayam petelur afkir. Penelitian ini menggunakan daging
ayam petelur afkir sebanyak 1500 gram dan tepung pegagan sebanyak 30 gram.
Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari
5 perlakuan dengan 4 kelompok sebagai ulangan. Perlakuannya adalah
persentasi tepung pegagan (Centella asiatica L.) sebanyak A (0%), B (1%), C
(2%), D (3%), dan E (4%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentasi
penambahan tepung pegagan (Centella asiatica L.) pada bakso daging ayam
petelur afkir berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar protein, kadar serat, dan
sifat organoleptik. Hasil terbaik pada penelitian ini pada perlakuan penambahan
tepung pegagan 4%, dengan kadar protein 42,14% dan kadar serat 15,35%.

Kata Kunci : Ayam Petelur Afkir, Bakso, Centella asiatica L, Protein,Serat

3
I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daging merupakan sumber protein hewani, karena kandungan gizi yang

lengkap di dalamnya, namun demikian daging juga memiliki kelemahan yaitu

mudah rusak. Bintoro (2008) menyatakan bahwa daging adalah hewan yang telah

disembelih dan bagian-bagiannya kecuali kulit, tanduk dan kuku, hewan atau

bagian-bagian tersebut belum mengalami pengawetan atau disiapkan untuk

dimakan. Kandungan protein dalam daging berfungsi untuk pertumbuhan,

sehingga sangat baik dikonsumsi oleh manusia. Seiring dengan kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang ada, daging banyak diolah menjadi produk

makanan yang menarik.

Salah satu olahan daging yang banyak digemari saat ini adalah bakso yang

terbuat dari daging sapi. Harga daging sapi yang tinggi membuat harga bakso

yang ada dipasaran menjadi cukup tinggi. Untuk mensiasati harga daging sapi

yang tinggi, maka perlu diciptakan bakso yang harganya lebih murah dengan

memanfaatkan daging ayam dan daging ayam petelur afkir sebagai alternatif lain

dalam bahan pembuatan bakso.

Ayam petelur afkir adalah ayam yang umumnya produksi telurnya

menurun pada umur 24 bulan, diumur tersebut ayam petelur diafkir dan

dimanfaatkan dagingnya sebagai daging potong. Daging dari ayam petelur afkir

memiliki kekurangan yaitu dagingnya yang alot. Karena dagingnya yang alot

dibandingkan dengan ayam pedaging sehingga kurang di sukai konsumen.

Tingkat kealotan daging dipengaruhi oleh kolagen yang merupakan protein

4
struktural pokok dalam jaringan ikat. Jumlah dan kekuatan kolagen dapat

meningkat sesuai dengan umur, oleh karena itu ternak yang lebih tua akan

menghasilkan daging yang cenderung lebih alot daripada ternak yang lebih muda

pada bagian karkas ayam yang sama (Soeparno, 2005).

Upaya yang dapat dilakukan agar daging ayam afkir menjadi lebih lunak

adalah dengan mengolah daging menjadi bentuk restructured meat. Menurut

Purnomo (2000), restructured meat merupakan teknik pengolahan daging dengan

memanfaatkan daging kualitas rendah atau memanfaatkan potongan daging yang

relatif kecil atau tidak beraturan, kemudian melekatkannya kembali menjadi

ukuran yang lebih besar menjadi suatu produk olahan.

Bakso yang berasal dari daging hewani tidak banyak mengandung serat

pangan, padahal serat pangan sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga

kesehatan. Dalam pembuatan bakso pada umumnya menggunakan tepung

sebanyak 10-30% dari berat daging (Wibowo, 2000). Tepung yang biasanya

digunakan dalam pembuatan bakso adalah tepung tapioka. Tepung tapioka

merupakan salah satu hasil olahan dari ubi kayu. Menurut Soemarno (2007), dari

100 gram tepung tapioka terdapat kandungan protein sebanyak 1,1%.

Dikarenakan daging hewani tidak banyak mengandung serat pangan dan

kandungan protein tepung tapioka yang cukup rendah maka penggunaannya dapat

disubstitusi atau ditambahkan dengan bahan yang mengandung serat dan protein

yang lebih tinggi, salah satunya yaitu tepung pegagan. Menurut penelitian

Adelianda (2017) pegagan memiliki kadar serat kasar sebanyak 8,89%. Dari

prapenelitian yang kami lakukan pada tanggal 6 Desember 2018 di Laboratorium

5
NonRuminansia Fakultas Peternakan Universitas Andalas didapatkan bahwa

tepung pegagan memiliki kandungan protein sekitar 13,99%.

Penambahan tepung pegagan dalam pembuatan bakso ayam petelur afkir

diharapkan menjadi salah satu pangan fungsional. Definisi pangan fungsional

menurut Badan POM adalah pangan yang secara alamiah maupun telah melalui

proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian

ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat

bagi kesehatan. Bahan pangan fungsional dapat dikonsumsi sebagaimana

layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa

penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen.

Selain itu, bahan tersebut tidak memberikan kontradiksi dan tidak menimbulkan

efek samping pada jumlah penggunaan yang dianjurkan terhadap metabolisme zat

gizi lainnya (Astawan, 2003).

Pegagan merupakan tanaman yang memiliki beberapa kandungan gizi dan

kaya akan manfaat. Pegagan berfungsi membersihkan darah, melancarkan

peredaran darah, peluruh kencing, penurun panas, menghentikan pendarahan,

meningkatkan syaraf memori, antibakteri, tonik, antiplasma, antiinflamasi,

hipotensif, insektisida, antialergi dan simultan (Lasmadiwati, 2003). Pegagan

merupakan salah satu tanaman obat yang dikenal dalam literatur India memiliki

aktivitas terhadap sistem saraf pusat, sebagai tonik saraf, penguat daya ingat dan

kecerdasan. Berdasarkan uji klinis di India, pegagan mampu meningkatkan IQ,

prestasi akademis dan konsentrasi (Ambika et al., 2014).

6
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yuniar (2012)

membuktikan bahwa pemberian daun pegagan, rumput laut (Eucheuma cottonii)

menunjukkan perbedaan secara nyata terhadap kandungan protein, iodium,

antioksidan, sifat kekenyalan, dan sifat organoleptik pada bakso daging sapi.

Sedangkan pemberian kombinasi daun pegagan dan rumput laut (Eucheuma

cottonii) tidak menunjukkan adanya perbedaan secara nyata terhadap kandungan

protein, iodium, antioksidan, sifat kekenyalan, dan sifat organoleptik pada bakso

daging sapi.

Penelitian Adelianda.,dkk (2017) tentang penambahan pegagan (Centella

asiatica l. urban) terhadap daya terima dan mutu kerupuk dapat disimpulkan

bahwa penambahan pegagan berpengaruh nyata terhadap kadar protein, kadar

lemak, kadar abu, serat kasar, kadar asam asiatik. Formulasi terbaik diperoleh

kerupuk pegagan dengan penambahan pegagan 10% dengan nilai 1,24.

Berdasarkan beberapa hal yang dikemukan diatas maka di lakukan suatu

penelitian dengan judul Pengaruh Substitusi Tepung Pegagan (Centella

Asiatica L.) Terhadap Kadar Protein, Kadar Serat, dan Sifat Organoleptik

Bakso Daging Ayam Petelur Afkir.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung

pegagan terhadap kadar protein, kadar serat, dan sifat organoleptik bakso daging

ayam petelur afkir.

7
1.3 Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk pengetahui pengaruh substitusi tepung

pegagan terhadap kadar protein, kadar serat, dan sifat organoleptik pada bakso

daging ayam petelur afkir.

1.4 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat bahwa substitusi tepung tapioka dengan tepung pegagan dapat

menghasilkan produk bakso daging ayam petelur afkir dengan nilai gizi yang

lebih baik dan dapat mengurangi biaya produksi mengingat pegagan dapat ditemui

secara liar.

1.5 Hipotesis

Substitusi tepung pegagan (Centella asiatica L.) dalam pembuatan bakso

daging ayam afkir dapat berpengaruh menigkatkan kadar protein serta kadar serat,

dan sifat organoleptik bakso daging ayam petelur afkir.

8
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pegagan (Centella asiatica L.)

Tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban) merupakan tanaman liar

yang banyak tumbuh di ladang, perkebunan, tepi jalan maupun di pekarangan.

Pegagan ini berasal dari Asia tropik, menyukai tanah yang agak lembab, cukup

sinar atau agak terlindung serta dapat ditemukan di daerah dataran rendah sampai

dengan dataran dengan ketinggian 2.500 meter dpl (Januwati dan Yusron 2004).

Menurut BPOM RI (2010) pegagan diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi Magnoliophyta, Kelas Magnoliopsida, Subkelas Rosidae, Bangsa Apiales,

Suku Apiaceae, Marga Centella, Jenis Centella asiatica (L.) Urban. Nama daerah

atau lokalnya adalah pegagan (Jakarta), antanan (Sunda), daun kaki kuda

(Sumatra), tikusan (Madura), taiduh (Bali), kori-kori (Halmahera), gagangagan

atau panigowang (Jawa), pegaga (Aceh), pegago (Minaokabau), dogauke atau

sandanan (Irian), gogauke (Papua), kalotidi manora (Maluku), bebile (Lombok)

(Lasmadiwati et al., 2004).

Selain di Indonesia pegagan juga dikenal di India dan Sri Lanka dengan

nama Gotu Kola dan di Cina dikenal dengan nama Ji Xue Cao yang digunakan

untuk memperpanjang umur menurut kepercayaan masyarakat di Cina. Pegagan di

negara Perancis dikenal dengan nama Bevilaque, Hydrocote d’Asie, Cotyiole

Asiatique dan sudah ditetapkan sebagai tanaman obat sejak tahun 1884. Pegagan

di berbagai negara sudah secara turun temurun digunakan sebagai obat tradisional

untuk berbagai jenis penyakit (Winarto dan Surbakti, 2005).

9
Pegagan berbentuk herba tahunan yang aromatik. Batangnya sangat

pendek dari batang tumbuh geragih atau stolon yang melata di permukaan tanah

dengan panjang 10-50 cm. Daun tunggal, tersusun dalam bentuk roset yang terdiri

dari 2-10 lembaran daun, kadang-kadang agak berambut. Tangkai daun

panjangnya sampai 40 cm. Selain daun berbentuk ginjal, lebar dan bundar dengan

garis tengah sampai 10 cm, pinggir daun beringgit dan bergerigi. Pangkal dari

tangkai daun melekuk ke dalam dan melebar seperti pelepah. Tulang daun menjari

dan akar bercabang. Bunga berbentuk payung tunggal, biasanya tersusun dari 3

bunga. Tangkai bunga panjangnya 5-50 mm, lebih pendek dari tangkai daun.

Daun pelindung berjumlah 2 dan panjangnya 3-4 mm berbentuk telur (BPOM RI,

2010).

Gambar 1. Pegagan (Centella asiatica)


Sumber : (Vohra, 2011)

Manfaat tanaman pegagan diantaranya adalah mampu memperbaiki sistem

daya ingat bagi orang-orang yang mengalami kemunduran fungsi otak dan daya

ingat. Pegagan merupakan tumbuhan sejenis dengan Ginko biloba, bahkan lebih

banyak khasiatnya. Suatu penelitian membuktikan bahwa pegagan mampu

10
meningkatkan kemampuan mental, meningkatkan IQ, dan meningkatkan

kemampuan saraf memori. dalam ilmu farmasi ia dikenal juaga sebagai Folia

hidrocotyles, yang dipercaya bisa meningkatkan ketahanan tubuh, mencuci darah,

dan memperlancar keluarnya air seni (diuretik) (Suryo, 2010).

Pegagan di Cina, telah ribuan tahun digunakan sebagai tonikum,

sedangkan di Malaysia, pegagan telah lama digunakan untuk mengobati bronkitis,

asma, pengeluaran getah lambung yang berlebihan (maag), keputihan, gangguan

ginjal serta radang saluran kencing. Pegagan di timur jauh Eropa digunakan untuk

menyembuhkan penyakit Lepra dan TB. Pegagan mampu menyembuhkan

penyakit Lepra dan TB dengan cara mengikis zat semacam lilin yang melindungi

bakteri sehingga bersamaan dengan obat akan lebih mudah untuk membasmi

penyakit tersebut (Suryo, 2010).

Di Sunda masyarakat biasa menggunakan pegagan sebagai lalapan bagi

orang yang menderita kepikunan. Pegagan besifat sebagai Brain Tonic dan karena

kemampuannya sering disebut makanan otak. Selain khasiatnya yang mampu

mengembalikan kemampuan otak dan daya ingat, pegagan juga kaya akan

antioksidan. Pegagan pun dikenal untuk revitalisasi sel tubuh dan kesuburan

wanita, memperbaiki sirkulasi dengan revitalisasi pembuluh darah (mempertinggi

permeabilitas kapiler), menurunkan tekanan darah, mengobati stroke, mengatasi

peradangan (radang paru-paru, tenggorokan, lambung), dan mengobati bronkhitis

(Suryo, 2010).

Pegagan bermanfaat sebagai tanaman obat karena mengandung komponen

fitokimia seperti: triterpenoid, saponin, flavonoid, tanin, steroid dan glikosida. Zat

11
aktif yang terdapat dalam pegagan adalah antara lain asiatikosida, asam asiatik,

asam madekasik dan madekasosida (golongan triterpenoid), sitosterol dan

stigmasterol (golongan steroid) dan vallerin, brahmosida (golongan saponin).

Kandungan kimia yang terdapat pada pegagan yang lain yaitu asiaticoside,

thankuniside, isothankuniside, madecacoside, brahmoside, brahminoside,

brahmic acid, madasiatic acid, meso-inositol, centelloside, carotenoids,

hydrocotylin, vellarine, tanin serta mempunyai kandungan garam mineral seperti

kalium, natrium, magnesium, kalsium dan besi mengandung fosfor, minyak atsiri

(1%), pektin (17.25%), asam amino dan vitamin (Santa dan Bambang 1992;

Kusuma et al. 1994; Lasmadiwati et al. 2004).

Tabel 1. Kandungan Gizi per 100 gram Daun Pegagan Segar dan Kering
Kandungan Gizi (% b/b) (% b/k)
Air 79,63
Protein 4,58 22,5
Lemak 1,29 6,3
Abu 2,45 12,0
Karbohidrat 12,05 59,2
Asam asiatik 0,66 3,2
Vitamin C (mg) 79,14 388,5
β-karoten (ppm) 88,76 435,7
Fe (mg) 43,26 212,4
Ca (mg) 1994,28 9.790,3
Se (mcg) 4,55 22,3
Sumber: Pramono (1992); Arsyaf (2012)

Menurut penelitian Adelianda (2017) pegagan memiliki kadar serat kasar

sebanyak 8,89%. Berdasarkan prapenelitian yang kami lakukan pada tanggal 6

Desember 2018 di Laboratorium NonRuminansia Fakultas Peternakan Universitas

Andalas didapatkan bahwa tepung pegagan memiliki kandungan protein sekitar

13,99 %.

12
Pada penelitian Adelianda,dkk (2017) tentang penambahan pegagan

(Centella asiatica L.) terhadap daya terima dan mutu kerupuk dapat disimpulkan

bahwa penambahan pegagan berpengaruh nyata terhadap kadar protein, kadar

lemak, kadar abu, serat kasar, kadar asam asiatik. Formulasi terbaik diperoleh

kerupuk pegagan dengan penambahan pegagan 10% dengan nilai 1,24.

Penelitan Yuniar (2012) membuktikan bahwa pemberian daun pegagan,

rumput laut (Eucheuma cottonii) menunjukkan perbedaan secara nyata terhadap

kandungan protein, iodium, antioksidan, sifat kekenyalan, dan sifat organoleptik

pada bakso daging sapi. Sedangkan pemberian kombinasi daun pegagan dan

rumput laut (Eucheuma cottonii) tidak menunjukkan adanya perbedaan secara

nyata terhadap kandungan protein, iodium, antioksidan, sifat kekenyalan, dan sifat

organoleptik pada bakso daging sapi.

2.2 Ayam Petelur Afkir

Ayam petelur merupakan ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara

khusus untuk diambil telurnya. Asal mula ayam petelur adalah dari ayam hutan

yang telah didomestikasi dan diseleksi sehingga bertelur cukup banyak. Arah

seleksi ayam hutan ditujukan pada produksi yang banyak, karena ayam hutan tadi

dapat diambil telur dan dagingnya maka arah dari seleksi tadi DRF adalah ayam

yang sebenarnya bukan tipe pedaging, tetapi dijadikan sebagai ayam penghasil

daging berasal dari ayam petelur yang diafkir, cacat atau produktivitasnya turun.

Mutu daging ayam cull umumnya lebih rendah dari ayam ras karena sudah tua

dan ukurannya tidak seragam serta jumlah ternaknya sedikit (Muchtadi, dkk.,

2011). Ayam petelur afkir adalah ayam betina petelur dengan produksi telur

13
rendah sekitar 20 sampai 25% pada usia sekitar 96 minggu (Gillespie and

Flanders, 2010).

2.3 Karakteristik Daging Ayam Petelur Afkir

Daging ayam petelur afkir memiliki tekstur yang kasar, alot dan juicy.

Tekstur merupakan ukuran ikatan-ikatan serabut otot yang dibatasi oleh septum-

septum perimiseal jaringan ikat yang membagi otot secara longitudinal. Tekstur

otot dibagi menjadi dua kategori yang tekstur kasar dengan ikatan-ikatan serabut

yang besar dan tekstur halus. Tingkat kekasaran tekstur meningkat seiring

bertambahnya umur (Soeparno, 2005). Ayam petelur afkir mengandung air 56%,

protein 25,4% sampai 31,5% dan lemak 1,3 sampai 7,3%. Kandungan nutrisi

daging petelur afkir tidak jauh berbeda dengan daging broiler, namun demikian

ayam petelur afkir memiliki kelemahan yaitu dagingnya keras dan liat

dikarenakan umur yang tua (Mountney dan Parkhurst, 1995).

Tingkat kealotan daging dipengaruhi oleh kolagen yang merupakan

protein struktural pokok dalam jaringan ikat. Jumlah dan kekuatan kolagen dapat

meningkat sesuai dengan umur, oleh karena itu ternak yang lebih tua akan

menghasilkan daging yang cenderung lebih alot daripada ternak yang lebih muda

pada bagian karkas ayam yang sama (Soeparno, 2005).

2.4 Bakso

Mengacu pada SNI 3818:2014 tentang bakso daging, didefinisikan pengertian

bakso daging adalah produk olahan daging yang dibuat dari daging hewan ternak

yang dicampur pati dan bumbu-bumbu, dengan atau tanpa penambahan bahan

pangan lainnya, dan atau bahan tambahan pangan yang diizinkan, yang berbentuk

bulat atau bentuk lainnya dan dimatangkan.

14
Menurut Astawan (2004), kualitas bakso sangat ditentukan oleh kualitas

daging, jenis tepung yang digunakan, perbandingan banyaknya daging dan tepung

yang digunakan untuk membuat adonan, dan pemakaian jenis bahan tambahan

yang digunakan, misalnya garam dan bumbu-bumbu juga berpengaruh terhadap

kualitas bakso segar. Penggunaan daging yang berkualitas tinggi dan tepung yang

baik disertai dengan perbandingan tepung yang besar dan penggunaan bahan

tambahan makanan yang aman serta cara pengolahan yang benar akan dihasilkan

produk bakso yang berkualitas baik. Bakso yang berkualitas baik dapat dilihat dari

tekstur, warna dan rasa. Teksturnya yang halus, kompak, kenyal dan empuk.

Halus yaitu permukaan irisannya rata, seragam dan serat dagingnya tidak tampak.

Tabel 2. Syarat Mutu Bakso Daging


Persyaratan
No. Kriteria Uji Satuan Bakso daging Bakso daging
kombinasi
1. Keadaan
1.1. Bau - Normal, khas Normal, khas daging
daging
1.2. Rasa - Normal, khas Normal, khas bakso
bakso
1.3. Warna - Normal Normal
1.4. Tekstur - Kenyal Kenyal
2. Kadar Air % (b/b) Maks. 70,0 Maks. 70,0
3. Kadar Abu % (b/b) Maks. 3,0 Maks. 3,0
4. Kadar Protein % (b/b) Min. 11,0 Min. 8,0
(N × 6,25)
5. Kadar Lemak % (b/b) Maks. 10 Maks. 10
Sumber: SNI, 2014.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan bakso menurut Chrismanuel

(2012) adalah daging sapi, tepung tapioka 15% dari berat daging, garam

2%, bawang putih 2,5%, merica halus 0,8%, es batu 20%, MSG 1% dan

karaginan.

Pembuatan bakso dimulai dengan memotong-motong daging sapi menjadi

kecil-kecil dan digiling dalam mesin penggiling. Penggilingan dilakukan dua

15
tahap agar diperoleh adonan yang lembut. Bumbu (bawang putih, garam halus dan

merica) yang telah dihaluskan dan bahan-bahan lainnya (tepung, es batu)

dicampurkan pada proses penggilingan kedua. Adonan yang telah terbentuk

kemudian dicetak menjadi bulatan-bulatan kecil. Bulatan bakso yang telah

terbentuk kemudian direbus di dalam panci berisi air panas. Perebusan dilakukan

sampai bakso matang ditandai dengan mengapungnya bakso ke permukaan.

16
III MATERI DAN METODE

3.1 Materi Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah daging ayam petelur afkir

sebanyak 2000 gram yang berasal dari peternakan H. Lukman, Tanjung Aur,

Lubuk Minturun, Kota Padang. Adapun bahan tambahan yang digunakan adalah

tepung tapioka cap tani sebanyak 360 gram dan daun pegagan (Centella asiatica

L.) sebanyak 40 gram didapat disekitar kampus Universitas Andalas yang

merupakan 20% dari berat daging, bawang putih yang sudah dihaluskan 2%,

merica bubuk 1%, garam 2%, serutan es 15% dari berat daging. Bahan kimia yang

digunakan adalah aquades, larutan H2SO4 pekat, larutan NaOH, katalisator

selenium, indikator Metil Merah(MM), benzene, aceton, sulfat 0.325 N, ethanol

95%, K 2SO4 10%, asam borat, larutan bromcresol green.

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan bakso adalah penggiling

daging, timbangan analitik, kompor, wajan, sendok, pisau, baskom, waterbath,

dan blender. Alat yang digunakan untuk analisis yaitu labu kjeldahl, corong, labu

destilasi, alat penyuling, gelas piala 250 ml, busen, pipet gondok, labu ukur 500

ml, mikro buret, Erlenmeyer 500 ml, saring Whatman dan alat-alat untuk uji

organoleptik.

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

menggunakan 5 perlakuan yaitu dan setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali.

Perlakuan penambahan tepung pegagan dan tepung tapioka yang diberikan adalah

sebagai berikut :

17
A : 0% tepung pegagan

B : 1% tepung pegagan

C : 2% tepung pegagan

D : 3% tepung pegagan

E : 4% tepung pegagan

Tabel 3. Komposisi Adonan Bakso per unit Sampel.


Bahan - bahan (%) Perlakuan
P0 P1 P2 P3 P4
Daging ayam afkir 60 60 60 60 60
Tepung tapioka 20 19 18 17 16
Tepung pegagan 0 1 2 3 4
Bawang putih 2 2 2 2 2
Merica 1 1 1 1 1
Garam 2 2 2 2 2
Es batu 15 15 15 15 15
Jumlah 100 100 100 100 100

Tabel 4. Bagan Pengamatan untuk Setiap Perlakuan


Perlakuan
Ulangan Total Rata-rata
A B C D E
1 Y11 Y21 Y31 Y41 Y51 ∑ Y11-Y51 Ȳ Y11-Y51
2 Y12 Y22 Y32 Y42 Y52 ∑ Y12-Y52 Ȳ Y12-Y52
3 Y13 Y23 Y33 Y43 Y53 ∑ Y13-Y53 Ȳ Y13-Y53
4 Y14 Y24 Y34 Y44 Y54 ∑ Y14-Y54 Ȳ Y14-Y54
Total ∑Y1 ∑Y2 ∑Y3 ∑Y4 ∑Y5 ∑Y……
Rataan Ȳ1 Ȳ2 Ȳ3 Ȳ4 Ȳ5 Ȳ

Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis secara statistik dengan

analisis keragaman dan dilanjutkan dengan uji lanjut menggunkan Duncan’s

Multiple Range Test (DMRT) jika terdapat perbedaan antara perlakuan ( Steel dan

Torrier, 1991). Model matematis (lineal) dan rancangan yang digunakan adalah

sebagai berikut:

Yij = μ + πi + ∑ij

Keterangan :

Yij : Hasil pengamatan perlakuan ke-1 dan ulangan ke-j

18
μ : Nilai tengah Umum

τi : Pengaruh perlakuan ke-i

∑ij :Pengaruh sisa perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

i : Banyak perlakuan (1,2,3,4 dan 5)

j : Ulangan setiap perlakuan (1,2,3 dan 4)

Tabel 5. Analisis Keragaman untuk Rancangan Acak Lengkap (RAL)


F table
SK DB JK KT Fhitung
0.05 0.01
Perlakuan t-1 JKP KTP KTP/KTG - -
Galat (t-1) (r-1) JKG KTG - - -
Total tr-1 JKT - -
Jika: F Hitung > F Tabel 0,05 berarti berbeda nyata (*)
F Hitung > F Tabel 0,01 berarti berbeda sangat nyata (**)
F Hitung < F Tabel antar perlakuan berbeda tidak nyata (ns)

3.2.2 Peubah yang Diukur

3.2.2.1 Analisis kadar protein (AOAC, 2005)

Analisis kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl (AOAC, 2005).

Prinsipnya adalah oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi

amonia oleh asam sulfat, selanjutnya amonia bereaksi dengan kelebihan asam

membentuk amonium sulfat. Amonium sulfat yang terbentuk diuraikan dan

larutan dijadikan basa dengan NaOH. Amonia yang diuapkan akan diikat dengan

asam borat. Nitrogen yang terkandung dalam larutan ditentukan jumlahnya

dengan titrasi menggunakan larutan baku asam. Sampel ditimbang sebanyak 0,1-

0,5 g, dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 mL, ditambahkan dengan 1/4 buah

tablet, kemudian didekstruksi sampai larutan menjadi hijau jernih dan SO2 hilang.

Larutan dibiarkan dingin dan dipindahkan ke labu 50 mL dan diencerkan dengan

akuades sampai tanda tera, dimasukkan ke dalam alat destilasi, ditambahkan

dengan 5-10 mL NaOH 30-33% dan dilakukan destilasi. Destilat ditampung

19
dalam larutan 10 ml asam borat 3% dan beberapa tetes indikator (larutan

bromcresol green 0,1% dan 29 larutan metil merah 0,1% dalam alkohol 95%

secara terpisah dan dicampurkan antara 10 ml bromcresol green dengan 2 mL

metil merah) kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N sampai larutan

berubah warnanya menjadi merah muda. Penentuan kadar protein dihitung dengan

rumus sebagai berikut

Kadar Protein = (VA-VB) HCLx N NCL x 14,007x 6,25 x 100%


W x 1000
Keterangan :

VA : mL HCl untuk titrasi sampel

VB : mL HCl untuk titrasi blangko

N : normalitas HCl standar yang digunakan

14,007 : berat atom Nitrogen

6,25 : faktor konversi protein

W : berat sampel (g) Kadar protein dinyatakan dalam satuan g/100 g sampel

3.2.2.2 Analisa Kadar Serat Kasar (AOAC, 2005)

Sampel dalam bentuk halus ditimbang sebanyak 1 g dan dimasukkan

dalam Erlenmeyer 500 ml. kemudian ditambahkan asam sulfat 0.325 N sebanyak

100 ml. Setelah itu campuran sampel dan asam sulfat direfluks selama 30 menit,

kemudian disaring. Larutan yang telah disaring ditambahkan aquades hingga pH

netral. Kemudian sampel ditambahkan NaOH 1.25 N sebanyak 50 ml, dan

direfluks lagi 30 menit. Setelah 30 menit, sampel diangkat dan didinginkan.

Sampel kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman. Residu yang

tertinggal dikertas whatman dicuci dengan 25 ml aquades, dicuci kembali

menggunakan ethanol 95% sebanyak 20 ml. Pencucian terakhir menggunakan

20
K2SO4 10% sebanyak 25 ml. residu dalam kertas saring kemudian dikeringkan

dalam oven suhu 105°C selama 2 jam. Sampel selanjutnya dimasukkan dalam

desikator 15 menit dan ditimbang. Pengeringan dan penimbangan dilakukan

hingga mencapai bobot konstan.

bobot residu kering (gr)


Kadar Serat = × 100%
bobot sampel (gr)

3.2.2.3 Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik dilakukan menurut Pramuditya dan Yuwono

(2014) dengan metode hedonik dan dinilai secara sensorik oleh panelis yang tidak

terlatih sebanyak 20 orang mahasiswa peternakan Universitas Andalas dan panelis

agak terlatih sebanyak 5 orang dari dosen dan akademisi Program Studi Teknologi

Hasil Ternak,total keseluruhan sebanyak 25 orang.

Prosedur uji organoleptik adalah sebagai berikut :

a) Blanko atau kartu penilaian yang akan diisi oleh panelis disediakan

terlebih dahulu.

b) Masing- masing sampel diletakkan dalam wadah plastik bersih berwarna

bening dan diberi kode sampel yang hanya diketahui peneliti.

c) Air minum disediakan untuk mencuci atau menetralkan mulut panelis.

d) Pengujian dilakukan di ruangan terpisah.

Uji hedonik dilakukan berdasarkan 5 skala hedonik dengan 5 skala

numerik masing-masing terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur. Adapun

skalanya sebagai berikut:

Skor 5 : Sangat suka

Skor 4 : Suka

Skor 3 : Agak suka

21
Skor 2 : Agak tidak suka

Skor 1 : Tidak suka

Berpedoman dari Pramuditya dan Yuwono (2014) hasil dari uji hedonik

ditabulasikan dalam tabel dan kemudian dilakukan analisis Anova (sidik ragam).

3.3 Tahapan Penelitian

3.3.1 Pembuatan Tepung Pegagan

Proses pembuatan tepung pegagan berdasarkan modifikasi (Saripudin,

2006)

1) Daun pegagan dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran

yang melekat pada daun pegagan.

2) Kemudian ditiriskan selama 10 menit dan dikeringkan ke dalam oven pada

suhu 65ºC hingga mengering kurang lebih selama 20 jam.

3) Daun pegagan kering dihaluskan dengan menggunakan blender dan diayak

menggunakan ayakan 80 mesh kemudian menghasilkan tepung pegagan.

22
Daun pegagan dicuci dengan
air mengalir untuk
menghilangkan kotoran yang
melekat pada daun pegagan.

Kemudian ditiriskan, dan dikeringkan ke dalam oven


pada suhu 65ºC hingga mengering kurang lebih 20 jam.

Dihaluskan dengan menggunakan blender dan


diayak menggunakan ayakan 80 mesh.

Menghasilkan tepung
pegagan.
Gambar 2. Diagram alir pembuatan tepung pegagan.
Sumber : Modifikasi Saripudin, 2006.

3.3.2 Pembuatan Bakso Ayam Petelur Afkir

Proses pembuatan bakso berdasarkan modifikasi (Wibowo, 2000)

1) Daging ayam afkir dipisahkan dari lemak dan dicincang kemudian digiling

hingga halus. Jumlah daging yang dibutuhkan sebanyak 100 gram untuk

masing-masing sampel. Sampel yang digunakan sebanyak 20 unit. Jadi

total kebutuhan daging ayam afkir keseluruhan sebanyak 2000 gram.

2) Es batu sebanyak 300 gram dan bumbu yang terdiri dari bawang putih

halus sebanyak 40 gram, merica halus 20 gram, garam 20 gram.

3) ditambahkan sambil digiling.

4) Kemudian tepung tapioka dan tepung pegagan ditambahkan ke dalam

adonan sesuai perlakuan

5) Cetak adonan.

23
6) Adonan yang sudah dicetak, direbus dengan air mendidih suhu 100° C

selama 15 menit.

7) Bakso yang sudah matang akan mengapung, kemudian angkat bakso yang

sudah matang dan tiriskan. Setelah menjadi bakso dilakukan uji

organoleptik dan analisa laboratorium : kadar protein dan kadar serat.

24
Daging ayam petelur afkir
sebanyak 2 kilogram digiling
hingga halus.

Es batu sebanyak 300 gram dan bumbu yang terdiri dari bawang
putih halus sebanyak 40 gram, merica halus 20 gram, garam 20
gram.

Kemudian tambahkan tepung sesuai dengan perlakuan sesuai


perlakuan :

A : 0% tepung pegagan
B : 1% tepung pegagan
C : 2% tepung pegagan
D : 3% tepung pegagan
E : 4% tepung pegagan

Daging diaduk bersama bumbu kemudian kemudian


dibuat bulat dengan ukuran sama.

E
Direbus dalam air mendidih dengan suhu 100°C
selama 15 menit

Diangkat kemudian ditiriskan selama 30


menit

Dianalisa : kadar protein, kadar serat,


uji sifat organoleptik

Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Bakso Ayam Petelur Afkir


Sumber : Modifikasi Wibowo,2000.

25
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas

Peternakan Universitas Andalas dari bulan April-Mei 2019.

26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Kadar Protein

Rataan kadar protein bakso daging ayam petelur afkir dengan penambahan tepung

pegagan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 6. Rataan Kadar Protein Bakso Daging Ayam Petelur Afkir.


Perlakuan Rataan (%)
A 32,82b
B 36,06b
C 36,93ab
D 37,52ab
E 42,14a
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0,05).

Pada tabel 6 dapat diketahui bahwa rata-rata kadar protein bakso ayam petelur

afkir dengan penambahan tepung pegagan berkisar antara 32,82-42,14% dimana

kadar protein terendah terdapat pada perlakuan A tanpa penambahan tepung

pegagan 0% yaitu 32,82% dan kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan E

dengan penambahan tepung pegagan sebanyak 4% yaitu 42,14%. Hasil analisis

keragaman (lampiran 1) menunjukkan bahwa perlakuan A dan B memberikan

pengaruh yang berbeda nyata (P>0.05) terhadap perlakuan E tetapi tidak berbeda

nyata dengan perlakuan C dan D. Hal ini menunjukkan, bahwa semakin tinggi

penambahan tepung pegagan semakin tinggi pula kadar proteinnya.

Peningkatan kadar protein pada bakso ayam petelur afkir dengan penambahan

tepung pegagan disebabkan oleh tepung pegagan mempunyai kadar protein yaitu

13,99% (Laboratorium Non Ruminansia Universitas Andalas,2018) serta

kandungan protein ayam petelur afkir sebanyak 23,34% (Sujarwanta,2012) dan

bahan tambahan lainnya yang digunakan. Kemudian tepung pegagan memiliki

kadar air yang lebih rendah dibandingkan pegagan segar, Pramono (1992); Arsyaf

27
(2012) menyatakan kadar air pegagan segar 79,63%. Menurut Anggraini (2014)

kadar air tepung pegagan adalah 4,05%. Perbandingan kadar air pada tepung

pegagan segar dengan tepung pegagan tersebut menyebabkan kandungan protein

tepung pegagan lebih tinggi dibandingkan pegagan segar.

Oleh karena itu kandungan protein pada perlakuan A tanpa penambahan

tepung pegagan 0% lebih rendah dari perlakuan B, C, D, dan E namun nilai

protein tiap perlakuan sudah memenuhi standar nasional bakso yang ditentukan.

Menurut SNI-3818-2014 yaitu minimal 11%.

4.2 Kadar Serat

Rataan kadar serat bakso daging ayam petelur afkir dengan penambahan

tepung pegagan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Kadar Serat Bakso Daging Ayam Petelur Afkir.


Perlakuan Rataan (%)
A 9, 33b
B 10,03b
C 10,17b
D 13,02ab
E 15,35a
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0,05).

Hasil Tabel 7 menunjukkan rataan kadar serat bakso daging ayam petelur

afkir berkisar antara 9,33 sampai 15,35. Rataan kadar serat tertinggi terdapat pada

perlakuan E dengan penambahan tepung pegagan 4% dan rataan terendah terdapat

pada perlakuan A dengan penambahan tepung pegagan 0%. Hasil analisis ragam

menunjukkan bahwa perbedaan pemberian level konsentrasi tepung pegagan

memberikan pengaruh terhadap kadar serat bakso daging ayam petelur afkir. Hasil

uji lanjut Duncan yang terdapat pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa perlakuan

28
A, B, C, D tidak berbeda nyata, E berpengaruh nyata pada perlakuan A, B, C

tetapi tidak berpengaruh nyata pada perlakuan D.

Perlakuan E mempunyai kadar serat yang paling tinggi yaitu 15,35% ini

disebabkan karena perbedaan penambahan tepung pegagan yang diberikan.

Semakin tinggi penambahan tepung pegagan yang diberikan maka kadar serat

yang dihasilkan juga semakin meningkat. Menurut hasil analisis Adelianda.,dkk

(2017) mengatakan bahwa kadar serat kasar pada daun pegagan sebesar 8,89%.

Menurut Arsyaf (2012) perbedaan kandungan gizi pegagan dapat dipengaruhi

oleh perbedaan metode analisis yang digunakan, jenis pegagan, dan tempat

pengambilan pegagan. Sedangkan menurut Mora dan Fernando (2012),

kandungan kimia tanaman pegagan salah satunya dapat dipengaruhi oleh berbagai

faktor seperti kesuburan tanah, kecukupan air, kelembaban udara, dan intensitas

cahaya matahari yang didapat pada daerah tersebut. Perbedaan ini biasanya

berpengaruh kepada kondisi metabolisme tumbuhan dan metabolit sekunder.

Perlakuan A (kontrol) memiliki kadar serat yang paling rendah

dibandingkan perlakuan yang lain yakni sebanyak 9,33% hal ini disebabkan

karena belum ditambahkannya tepung pegagan. Serat yang terdapat pada

perlakuan A berasal dari penambahan tepung tapioka serta bumbu seperti merica

dan bawang putih. Karena daging tidak memiliki serat. Dalam 100 g daging ayam

kandungan seratnya adalah 0 g (Fatsecret Indonesia,2007).

29
4.3 Sifat Organoleptik

4.3.1 Warna

Tabel 8. Rataan Daya Organoletik Warna Bakso Daging Ayam Petelur Afkir
Perlakuan Rataan
A 3,12a
B 2,92ab
C 3,16a
D 2,20c
E 2,40bc
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0,05).

Rataan nilai organoleptik skala hedonik warna bakso ayam petelur afkir

(Tabel 8) dengan penambahan tepung pegagan 0%, sampai 4% berkisar antara

2,20 sampai 3,16. Rataan skala hedonik tertinggi ada pada perlakuan C dengan

penambahan tepung pegagan sebanyak 2% dan terendah pada perlakuan D dengan

penambahan 3%.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung pegagan

berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai skala hedonik warna bakso daging

ayam afkir yang dihasilkan. Hasil uji lanjut duncan pada lampiran 3 menunjukkan

bahwa perlakuan A berbeda nyata dengan perlakuan D dan E, sedangkan

perlakuan B tidak berbeda nyata dengan perlakuan A, C dan E.

Lawrie (1995) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi warna

daging olahan adalah temperatur dan lama pemasakan. Pemasakan menyebabkan

daging bewarna coklat karena terjadi denaturasi globin, karamelisasi karbohidrat,

dan reaksi meillard gula-gula pereduksi dengan asam amino. Warna pada bakso

ayam petelur afkir dengan penambahan tepung pegagan dipengaruhi oleh zat tanin

dan klorofil pada daun pegagan, sehingga semakin banyak pegagan yang

ditambahkan maka bakso pegagan memiliki warna hijau semakin gelap. Menurut

30
Lestari et al. (2013) tanin merupakan zat pewarna yang menimbulkan warna

cokelat atau kecokelatan. Klorofil yang berwarna hijau dapat berubah menjadi

hijau kecoklatan dan mungkin berubah menjadi cokelat akibat substitusi

magnesium oleh hidrogen membentuk feofitin (klorofil yang kehilangan

magnesium).

4.3.2 Rasa

Tabel 9. Rataan Daya Organoletik Rasa Bakso Daging Ayam Petelur Afkir
Perlakuan Rataan
A 2,96a
B 2,28b
C 2,40ab
D 2,64ab
E 2,44ab
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0,05).

Berdasarkan tabel 9. Rataan rasa bakso ayam petelur afkir berkisar antara

2,28-2,96 dimana rataan rasa bakso ayam petelur afkir tertinggi terdapat pada

perlakuan A tanpa penambahan tepung pegagan (Centella Asiatica) 0% yaitu

2,96. Sedangkan rataan terendah terdapat pada perlakuan B penambahan tepung

pegagan sebanyak 1% yaitu 1,28.

Hasil analisa keragaman (lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan

memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) terhadap rasa bakso ayam

petelur afkir. Hasil uji lanjut duncan pada lampiran 4 menunjukkan bahwa

perlakuan A berbeda nyata dengan perlakuan B, tetapi tidak berbeda nyata dengan

perlakuan C, D, dan E. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung pegagan

berpengaruh terhadap rasa bakso ayam petelur afkir. Tingginya penerimaan

panelis terhadap rasa bakso ayam petelur afkir pada perlakuan A disebabkan

31
karena tidak adanya penambahan tepung pegagan,sehingga bakso yang dihasilkan

terasa enak dan disukai panelis.

Rendahnya nilai rasa yang diberikan panelis pada perlakuan B disebabkan

penambahan tepung pegagan sebanyak 1% telah dapat dideteksi oleh panelis

namun tidak begitu dominan. Pada daun pegagan memiliki rasa pahit dan sepat

yang dikarenakan pegagan memiliki kandungan al kaloid yaitu al kaloid

hidrokotilina (Sing et al, 2010). Rasa adalah faktor yang mempengaruhi nilai

penerimaan seseorang terhadap suatu makanan. Rasa bakso ayam petelur afkir

dibentuk oleh rangsangan bahkan terkadang dipengaruhi oleh aroma.

Penenerimaan panelis terhadap rasa dipengarui oleh beberapa faktor antara lain

senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa lainnya

(Winarno,1997).

4.3.3 Aroma

Tabel 10. Rataan Daya Organoletik Aroma Bakso Daging Ayam Petelur Afkir
Perlakuan Rataan
A 2,92a
B 2,36ab
C 2,52ab
D 2,40ab
E 2,04b
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0,05).

Berdasarkan tabel 10. Rataan aroma bakso ayam petelur afkir berkisar

antara 2,04-2,92 dimana rataan rasa bakso ayam petelur afkir tertinggi terdapat

pada perlakuan A tanpa penambahan tepung pegagan (Centella Asiatica) 0% yaitu

2,96 yang berarti cenderung disukai oleh panelis. Sedangkan rataan terendah

terdapat pada perlakuan E penambahan tepung pegagan sebanyak 1% yaitu 2,04.

32
Hasil analisis keragaman ( lampiran 5) menunjukkan bahwa penambahan

tepung pegagan memberikan pengaruh terhadap aroma bakso ayam petelur afkir.

Hasil uji lanjut duncan pada lampiran 4 menunjukkan bahwa perlakuan A berbeda

nyata dengan perlakuan E, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan B, C, dan

D.

Penilaian panelis terhadap perlakuan A (kontrol) disebabkan karena aroma

yang dihasilkan merupakan aroma asli dari bakso yang belum dipengaruhi oleh

tepung pegagan. Berdasarkan penelitian aroma harum khas bakso ayam pada

bakso ayam afkir ditimbulkan oleh ayam segar yang digunakan dalam pembuatan

bakso ayam afkir. Aroma adalah bau khas yang di keluarkan dari suatu makanan

yang di rangsang melalui indra penciuman sehingga dapat meningkatkan selera

makan. Bau atau aroma dapat digunakan sebagai tanda baik atau tidaknya suatu

makanan. Aroma yang ditimbulkan oleh makanan itu berbeda-beda, tergantung

dari bahan dan teknik pemasakannya. Hal ini juga dijelaskan oleh Budi (2013:24)

bahwa bakso yang berkualitas beraroma segar khas bakso, yaitu aroma daging

segar.

4.3.4 Tekstur

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan tepung pegagan

berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap organoleptik tekstur bakso ayam petelur

afkir. Rataan organoleptik tekstur bakso ayam peteluar afkir dengan penambahan

tepung pegagan dapat dilihat pada Tabel 11.

33
Tabel 11. Rataan Daya Organoletik Tekstur Bakso Daging Ayam Petelur Afkir
Perlakuan Rataan
A 3,04a
B 2,68ab
C 3,00ab
D 2,40b
E 2,60ab
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0,05).

Hasil Tabel 11 menunjukkan bahwa rataan nilai organoleptik hedonik tekstur

bakso ayam petelur akhir dengan penambahan tepung pegagan sebanyak 0%

sampai 4% berkisar antara 2,40 sampai 3,04. Rataan nilai uji hedonik organoleptik

tekstur bakso tertinggi ada pada perlakuan A dengan penambahan tepung pegagan

0% dan terendah ada pada perlakuan D dengan penambahan tepung pegagan 3%.

Hasil analisis keragaman (lampiran 6) perlakuan A menunjukkan bahwa

perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0.05) terhadap perlakuan

D. Sedangkan pada perlakuan lainnya memberikan pengaruh berbeda tidak nyata

(P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung pegagan berpengaruh

terhadap tekstur bakso ayam petelur afkir.

Berpengaruhnya penambahan tepung pegagan terhadap tekstur bakso ayam

petelur afkir disebabkan pengaruh kualitas tepung pegagan dalam mengikat air,

semakin tinggi kualitas tepung pegagan semakin baik pula daya ikat airnya,

menurut hasil analisis Adelianda.,dkk (2017) mengatakan bahwa kadar air pada

daun pegagan sebesar 85,46%. Serat kasar juga mempengaruhi tekstur bakso

menurut Muchtadi (2001) bahwa serat berfungsi mengikat air. Serat menyebabkan

tekstur bakso semakin padat pada perlakuan D dan E yaitu penambahan tepung

pegagan sebanyak 3% dan 4%. Hal ini bertentangan dengan pendapat Wibowo

(2003) dimana kriteria mutu tekstur bakso daging adalah tekstur kompak,elastis,

34
kenyal, tetapi tidak liat atau membal, tidak lembek, tidak basah, dan tidak rapuh.

Oleh sebab itu semakin banyak penambahan tepung pegagan maka tekstur bakso

yang dihasilkan semakin padat sehingga kurang disukai panelis.

35
DAFTAR PUSTAKA

Adelianda. 2017. Pengaruh Penambahan Pegagan (Centela asiatica L. Urban)


terhadap Daya Terima dan Mutu Kerupuk. Jurnal Aplikasi Teknologi
Pangan 6 (3). Universitas Negeri Malang.Malang. Jawa Timur.

Ambika. D., Arun Raj GR, Shailaja U, Rao P.N, Santhosh. KCN. 2014. Study on
the efficacy of Centella asiatica Linn. on borderline intelligence of 5th
standard students of a rural area in Southern India. Journal of
Pharmacognosy and Phytochemistry. 2014; (2)5, 120-122.

Arsyaf, A. R. 2012. Pembuatan Roti Kering (Bagelen) Pegagan (Centella


asiatica) sebagai Pangan Fungsional untuk Lansia. (Skripsi). IPB.
Bogor.

Astawan, M. 2004. Tetap Sehat Dengan Produk Makanan Olahan. Tiga


Serangkai. Solo.

Badan POM RI, 2010, Acuan Sediaan Herbal, Vol. 5, Edisi I, Direktorat Obat
Asli Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia,Jakarta, hal 30-31.

Badan Standarisasi Nasional. 2014. Standarisasi Nasional Indonesia SNI Bakso


Daging, Jakarta : Badan Standarisasi Nasional.
Bintoro,V.P.2008.Teknologi Pengolahan Daging dan Analisis Produk. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Chrismanuel, A., Y. B Pramono., dan B. E Setyani,. 2012. Efek Pemanfaatan


Karaginan sebagai Edible Coating terhadap pH, Total Mikroba, dan
H2S pada Bakso Selama Penyimpanan 16 jam. Animal Agriculture
Journal. 1(2): 286-292.
Gillespie, J.R, dan F.B Flanders. 2010. Modern Livestock and Poultry
Production. 8 th edition. Delmar Cengage Learning. NY.
Januwati, M dan M. Yusron. 2005. Budidaya Tanaman Pegagan. Sirkuler
No.11,2005. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika, Bogor.

Januwati, M., S. Sudiatso dan S.W. Andriani. 2002. Pengaruh Dosis Pupuk
Kandang dan Tingkat Populasi Terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Pegagan (Centella asiatica (l.) Urban) di bawah Tegakan Kelapa (Cocos
nucifera l). Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 1, No. 2,
Juli 2002.

36
Lasmadiwati. 2004. Pegagan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mountney G. J. dan G. R. Parkhurst. 1995. 3rd ed. Poultry Product Technology.
The Haworth Press, Inc. New York.

Purnomo, H. 2000. Pembuatan Chicken Nuggets. Lembaga Pengabdian pada


Masyarakat. Universitas Brawijaya. Malang
Rahayu, 2001.Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi
Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor

Razif, 2006 dan Astawan, 2009. Macam-macam jenis tepung terigu.


JurusanTeknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Semarang
Saripudin, U. 2006. Rekayasa proses tepung sagu (metroxylon sp.) dan beberapa
karakternya. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Soemarno. 2007. Rancangan Teknologi Proses Pengolahan Tapioka dan Produk-


Produknya. Magister Teknik Kimia. Universitas Brawijaya. Malang
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gadjah Mada Press,
Yogyakarta

Soeparno.2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-4. Gadjah Mada


University Press, Yogyakarta.

Steel, C.J. dan J.H. Torrie.1991. Prinsip dan Prosedur Statistik. PT. Gramedia.
Jakarta.
Suryo, J. 2010. Herbal Penyembuhan Impotensi dan Ejakulasi Dini. Yogyakarta:
Tien R. Muchtadi, Sugiono, dan Fitriyono Ayustaningwarno. 2011. Ilmu
Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta. Bandung. 48-49.
Usmiati dan Prianti. 2012. Sifat Fisiko-Kimia dan Palatabilitas Bakso Daging
Kerbau. Lokal Karya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung
Program Kecukupan Daging Sapi.
AOAC. 2005. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical
Chemists. Benjamin Franklin Station, Washington.
Vohra, K. 2011. An Insight on Centella asiatica Linn.: A Review on Recent
Research. Pharmacologyonline. 2: 440-462.

Wibowo, Singgih. 2000. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penebar
Swadaya. Jakarta.

Winarto, W.R dan Maria Surbakti. 2003. Khasiat dan Manfaat Pegagan. Jakarta:
Agromedia Pustaka.

37
Yuniar. 2012. Pengaruh Daun Pegagan (Centella Asiatica L.) dan Rumput Laut
(Eucheum Cottonii) Terhadap Kandungan Protein, Iodium, Antioksidan,
Sifat Kekenyalan, dan Sifat Organoleptik Pada Bakso Daging
/Sapi.Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang. Jawa Timur.

38
LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Kadar Protein Bakso Ayam Petelur Afkir dengan Penambahan
Tepung Pegagan.
Perlakuan
Ulangan A B C D E
1 32,52 36,53 44,60 38,66 40,60
2 36,32 31,60 32,79 37,21 37,24
3 32,31 40,54 35,06 38,14 47,99
4 30,13 35,57 35,27 36,09 42,74
Rataan 32,82 36,06 36,93 37,52 42,14

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Protein
Type III Sum
Source of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected
180.151a 4 45.038 3.258 .041
Model
Intercept 27528.868 1 27528.868 1991.674 .000
PERLAKUAN 180.151 4 45.038 3.258 .041
Error 207.330 15 13.822
Total 27916.349 20
Corrected Total 387.481 19
a. R Squared = ,465 (Adjusted R Squared = ,322)

39
Kadar Protein
Homogeneous Subsets
HASIL
Duncan
Subset
PERLAKUAN N 1 2
A 4 32.824975
B 4 36.064600
C 4 36.935800 36,935800
D 4 37.529225 37.529225
E 4 42.147650
Sig. .119 .078
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 13,822.

Superskrip Ab Bb Cab Dab Ea

40
Lampiran 2. Data Kadar Serat Bakso Ayam Petelur Afkir dengan Penambahan
Tepung Pegagan.
Perlakuan
Ulangan A B C D E
1 10,45 9,93 9,09 7,54 19,69
2 9,59 8,72 11,36 16,12 14,25
3 6,93 12,87 7,44 15,27 12,03
4 10,34 8,58 12,76 13,13 15,42
Rataan 9,33 10,02 10,16 13,02 15,34

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Serat Pangan
Type III Sum
Source of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected 4 25.737 3.431 .035
102.946a
Model
Intercept 2681.715 1 2681.715 357.468 .000
PERLAKUAN 102.946 4 25.737 3.431 .035
Error 112.530 15 7.502
Total 2897.191 20
Corrected Total 215.476 19
a. R Squared = ,478 (Adjusted R Squared = ,338)

41
serat pangan
Homogeneous Subsets
HASIL
Duncan
Subset
PERLAKUAN N 1 2
A 4 9.331000E0
B 4 1.002980E1
C 4 1.016708E1
D 4 1.302130E1 1.302130E1
E 4 1.534852E1
Sig. .098 .248
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 7,502.
Superskrip Ab Bb Cb Dab Ea

42
Lampiran 3. Data Penelitian Organoleptik Warna Bakso Ayam Petelur Afkir
dengan Penambahan Pegagan.
Perlakuan
Ulangan A B C D E
1 1 4 3 2 3
2 1 2 3 2 3
3 4 3 3 2 4
4 5 3 4 2 1
5 3 2 3 2 2
6 1 3 4 2 1
7 2 3 4 2 4
8 4 2 2 2 2
9 5 3 3 2 2
10 1 4 4 2 4
11 5 3 2 2 1
12 1 4 4 2 3
13 3 4 4 2 4
14 4 3 3 2 1
15 3 1 2 2 2
16 3 3 4 2 1
17 4 3 3 2 2
18 3 3 3 2 3
19 1 3 4 2 5
20 3 1 1 2 1
21 5 3 3 2 3
22 5 4 3 2 1
23 4 3 4 2 3
24 3 3 4 2 2
25 4 3 2 2 2
Rataan 3,12 2,92 3,16 2,2 2,4

43
ANOVA

Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
warna Between
18.960 4 4.740 3.847 .006
Groups
Within Groups 147.840 120 1.232
Total 166.800 124
aroma Between
10.112 4 2.528 1.678 .160
Groups
Within Groups 180.800 120 1.507
Total 190.912 124
rasa Between
7.088 4 1.772 1.542 .194
Groups
Within Groups 137.920 120 1.149
Total 145.008 124
Between
7.408 4 1.852 1.816 .130
Groups
tekstur
Within Groups 122.400 120 1.020
Total 129.808 124

Warna
Duncan

perlak Subset for alpha = 0.05


uan N 1 2 3
4 25 2.2000
5 25 2.4000 2.4000
2 25 2.9200 2.9200
1 25 3.1200
3 25 3.1600
Sig. .525 .100 .476
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Superskrip Aa Bab Ca Dc Ebc

44
Lampiran 4. Data Penelitian Organoleptik Aroma Bakso Ayam Petelur Afkir
dengan Penambahan Pegagan.
Perlakuan
Ulangan A B C D E
1 4 4 4 5 5
2 4 3 3 4 4
3 3 3 3 3 3
4 1 1 1 1 1
5 4 1 4 2 1
6 1 1 1 1 1
7 3 3 2 1 3
8 4 3 3 3 3
9 1 1 1 1 1
10 3 3 3 4 1
11 4 1 3 4 1
12 1 3 4 5 2
13 4 3 2 2 2
14 4 3 1 3 1
15 5 5 4 3 1
16 4 2 2 3 2
17 4 1 3 1 3
18 3 1 2 3 1
19 1 1 1 1 2
20 1 4 5 3 3
21 3 2 3 1 3
22 3 3 3 2 2
23 1 1 1 1 3
24 4 3 2 2 1
25 3 3 2 1 1
Rataan 2,92 2,36 2,52 2,4 2,04

45
Duncan Aroma

perlak Subset for alpha = 0.05


uan N 1 2
5 25 2.0400
2 25 2.3600 2.3600
4 25 2.4000 2.4000
3 25 2.5200 2.5200
1 25 2.9200
Sig. .213 .145
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Superskrip Aa Bab Cab Dab Eb

46
Lampiran 5. Data Penelitian Organoleptik Rasa Bakso Ayam Petelur Afkir
dengan Penambahan Pegagan.
Perlakuan
Ulangan A B C D E
1 1 3 1 4 1
2 4 2 2 3 3
3 3 1 2 4 2
4 1 3 3 4 2
5 3 2 1 3 1
6 2 1 2 1 1
7 4 1 3 1 2
8 3 1 2 1 2
9 3 1 2 4 4
10 3 1 2 1 3
11 5 3 3 1 2
12 1 1 1 1 3
13 4 2 3 4 3
14 3 4 3 3 1
15 1 2 3 1 1
16 3 3 3 3 4
17 3 2 2 2 2
18 4 3 2 3 2
19 5 2 1 4 3
20 3 3 4 3 4
21 3 2 3 3 3
22 2 4 4 4 4
23 3 4 1 2 3
24 4 3 3 2 2
25 3 3 4 4 3
Rataan 2,96 2,28 2,4 2,64 2,44

Duncan Rasa

Perlak Subset for alpha = 0.05


uan N 1 2
2 25 2.2800
3 25 2.4000 2.4000
5 25 2.4400 2.4400
4 25 2.6400 2.6400
1 25 2.9600
Sig. .286 .094
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Superskrip Aa Bb Cab Dab Eab

47
Lampiran 6. Data Penelitian Organoleptik Tekstur Bakso Ayam Petelur Afkir
dengan Penambahan Pegagan.
Perlakuan
Ulangan A B C D E
1 4 1 2 3 3
2 3 2 2 2 2
3 3 1 3 3 4
4 3 4 4 5 3
5 3 1 2 4 3
6 1 3 2 1 1
7 4 1 1 1 2
8 3 3 4 2 4
9 4 2 3 1 4
10 3 3 2 1 2
11 4 3 3 2 2
12 1 2 4 1 3
13 4 4 4 3 3
14 4 4 3 2 2
15 2 2 2 1 2
16 2 3 4 3 2
17 3 2 3 3 3
18 4 3 4 4 3
19 2 4 3 2 1
20 3 3 3 2 2
21 4 4 4 4 4
22 2 2 4 4 4
23 3 4 3 3 3
24 3 4 3 1 1
25 4 2 3 2 2
Rataan 3,04 2,68 3 2,4 2,6

48
Tekstur
Duncan

perlak Subset for alpha = 0.05


uan N 1 2
4 25 2.4000
5 25 2.6000 2.6000
2 25 2.6800 2.6800
3 25 3.0000 3.0000
1 25 3.0400
Sig. .056 .165
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Superskrip Aa Bab Cab Db Eab

49
50

Anda mungkin juga menyukai