Anda di halaman 1dari 30

ARTIKEL PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN LOKAL

Disusun Oleh :
Nama : Alvia Nur Cahyani
NIM : 171710101041
Kelompok/Kelas : 3/THP-B
Acara : Abon Ayam

Asisten : 1. Dinda Aulia Rizky

2. Susi Maimonawati

3. Vidita Imroatus

4. Dwi Yuliawati

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

BAB 1. LATAR BELAKANG


1.1 Latar Belakang
Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi,
ayam, kerbau, kambing, ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut
atau dipisahkan dari seratnya. Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu
selanjutnya digoreng.Dalam SNI 01-3707-1995 disebutkan abon adalah suatu
jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari daging, direbus disayat-sayat,
dibumbui, digoreng dan dipres. Abon sebenarnya merupakan produk daging awet
yang sudah lama dikenal masyarakat.Data BPS (1993) dalam Sianturi (2000)
menunjukan bahwa abon merupakan produk nomor empat terbanyak
diproduksi.Abon termasuk makanan ringan atau lauk yang siap saji. Produk
tersebut sudah dikenal oleh masyarakat umum sejak dulu. Abon dibuat dari
daging yang diolah sedemikian rupa sehingga memiliki karakteristik kering,
renyah dan gurih.Pada umumnya daging yang digunakan dalam pembuatan abon
yaitu daging sapi atau kerbau (Suryani et al, 2007).
Abon adalah jenis makanan awetan yang terbuat dari daging yang diberi
bumbu, diolah dengan cara perebusan dan penggorengan. Produk yang dihasilkan
mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai daya simpan
yang relatif lama. Menurut Suryani (2007) Abon daging merupakan jenis
makanan olahan awetan ayam yang diberi bumbu, diolah dengan cara perebusan
dan penggorengan. Pada pengolahan daging (sapi,ayam, ataupun ikan) menjadi
produk abon. pengolahan menjadi penting. Pengolahan penting karena dapat
memperpanjang masa simpan, meningkatkandaya tahan, meningkatkan kualitas,
nilai tambah dan sebagai sarana diversifikasi produk. Dengan demikian maka
suatu roduk menjadi memiliki daya ekonomi yang lebih setelah mendapat
sentuhan teknologi pengolahan. Proses pembuatan abon dapat dibilang gampang
maupun susah, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses
pengolahan abon ayam, olehkarena itulah untuk mengetahui proses pembuatan
abon daging maka perlu dilakukan prantikum ini.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari dilakukannya proses pembuatan abon ayam ini yaitu
sebagai berikur :
a. Mengetahui prose pengeolahan abon ayam dengan tepat
b. Mengetahui karakteristik fisik (kecerahan) pada abon ikan yang dihasilkan
c. Mengetahui karakteristik organoleptik (warna, aroma, tekstur dan rasa) abon
ayam yang dihasilkan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Daging


Abon daging merupakan salah satu produk olahan yang sudah dikenal oleh
orang banyak (Leksono dan Syahrul, 2001). Menurut SNI (1995), definisi abon
adalah suatu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari daging, direbus,
disayat-disayat, dibumbui, digoreng dan dipres. Menurut Anam (2009), abon
ayam merupakan makanan kering yang terbuat dari daging (aya,, sapi, kerbau)
yang disayat-sayat dan bumbu-bumbu. Abon merupakan daging kering yang telah
disayat-sayat menjadi serat-serat yang halus. Abon umumnya memiliki komposisi
gizi yang cukup baik karena umumnya terbuat dari ayam. Manusia menemukan
keseimbangan jumlah dan jenis zat yang diperlukan ada dalam daging dari pada
dalam bahan pangan nabati (Astawan dan Astawan, 2006).
Abon daging yang diolah mempunyai tujuan menambah keanekaragaman
pangan, memperoleh pangan yang berkualitas tinggi, tahan selama penyimpanan,
meningkatkan nilai tukar, dan meningkatkan daya guna bahan mentahnya. Abon
daging sebagai salah satu bentuk olahan kering yang sudah dikenal masyarakat
luas karena harganya cukup terjangkau dan lezat (Fachruddin, 1997). Abon
daging memiliki prospek ekonomi yang baik karena konsumennya luas. Kalangan
masyarakat ekonomi bawah sampai kalangan masyarakat ekonomi tinggi
menyukai abon. Konsumen abon ayam juga tidak hanya masyarakat kota saja,
tetapi masyarakat desa pun banyak yang menyukainya (Fachruddin, 1997). Abon
daging memiliki harga yang cukup dibilang murah bila di bandingkan dengan
abon sapi. Abon yang terbuat dari daging atau ikan biasanya memiliki harga yang
cukup tinggi. Walaupun harga abon dari bahan tertentu cukup tinggi, namun
peminatnya tetap banyak. Untuk menekan harga agar terjangkau oleh masyarakat
menengah ke bawah, maka produk abon dapat dibuat dari bahan nabati yang
dikombinasikan dengan bahan hewani (Fachruddin,1997).
Abon dagingini pada umumnya disukai masyarakat karena memiliki warna,
tekstur dan rasa yang khas. Warna khas abon ayam ini adalah coklat keemasan,
produk akhir pengolahan abon ayam ini berupa serat daging yang halus, kering,
renyah, berwarna coklat keemasa, guring dengan penambahan rempa-rempah
(Vandro, 2016)
Lisdiana (1998) menyatakan bahwa abon sebagai salah satu produk industri
pangan memiliki standar mutu yang telah ditetapkan oleh departemen
perindustrian.Penetapan standar mutu merupakan acuan bahwa produk tersebut
memiliki kualitas yang baik dan aman bagi kesehatan. Kriteria mutu untuk abon
berdasarkan Standar Industri Indonesia (SII) dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 1. Standar Industri Indonesia (SII) untuk abon
No Komponen Nilai
1 Bentuk, aroma, warna dan rasa Khas
2 Kadar air 7% maks
3 Kadar abu 7% maks
4 Kadar abu tidak larut dalam asam 0,1% maks
5 Kadar lemak 30% maks
6 Kadar protein 15% maks
7 Kadar serat kasar 1% maks
8 Kadar cemaran logam (Cu, Pb, Hg, -
9 Zn, As) 3000 koloni/g
10 Jumlah bakteri maks
11 Bakteri bentuk coloform -
Kapang -

2.2 Bahan Pembuatan Abon Ayam


2.2.1 Santan Kelapa
Santan adalah cairan putih kental yang dihasilkan dari kelapa yang diparut
dan kemudian diperas bersama air (Srihari, 2010). Dalam industri makanan, peran
santan sangat penting baik sebagai sumber gizi, penambahan aroma, cita rasa ,
flavour dan perbaikan tekstur bahan pangan hasil olahan. Hal ini disebabkan
karena santan mengandung senyawa nonylmethylketon, dengan suhu yang tinggi
akan menyebabkan bersifat volatil dan menimbulkan bau yang enak. Santan
mempunyai rasa lemak dan digunakan sebagai perasa yang menyedapkan
masakan menjadi gurih (Satuhu dan Sunarmani, 2008).
2.2.2 Bawang Merah
Bawang merah merupakan salah satu komoditi hortikultura yang termasuk
ke dalam sayuran rempah yang digunakan sebagai pelengkap bumbu masakan
guna menambah citarasa dan kenikmatan masakan. Di samping itu, tanaman ini
juga berkhasiat sebagai obat tradisional, misalnya obat demam, masuk angin,
diabetes melitus, disentri dan akibat gigitan serangga (Samadi dan Cahyono,
2015). Bawang merah mengandung protein 1,5 g, lemak 0,3 g, kalsium 36 mg,
fosfor 40 mg vitamin C 2 g, kalori 39 kkal, dan air 88 g serta bahan yang dapat
dimakan sebanyak 90%. Komponen lain berupa minyak atsiri yang dapat
menimbulkan aroma khas dan memberikan citarasa gurih pada makanan. Menurut
Suriani (2011), klasifikasi bawang merah adalah sebagai berikut,
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Liliales
Famili : Liliaceae
Genus : Allium
Spesies : Allium ascalonicum L.
Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak
bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat
tradisional (Deptan 2007).
2.2.3 Bawang Putih
Bawang putih merupakan tanaman herba parenial yang membentuk umbi
lapis. Dalam sistematika tumbuhan, bawang putih dapat diklasifikasikan sebagai
berikut (Miftahul, 2014) :
Divisi : spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monokotiledon
Bangsa : Liliales
Suku : Liliaceae
Marga : Allium
Species: Allium sativum Linn.
Bawang putih mengandung protein, lemak, hidrat arang, mineral, kalsium,
fosfor, besi, vitamin B1, vitamin C (Miftahul, 2014). Di Indonesia, bawang putih
secara umum digunakan sebagai bumbu masakan. Bawang putih digunakan pula
untuk mengobati tekanan darah tinggi, gangguan pernafasan, sakit kepala,
ambeien, luka memar, dll.
Peranannya sebagai bumbu penyedap masakan modern sampai sekarang
tidak tergoyahkan oleh penyedap masakan modern yang banyak kita temui di
pasaran yang dikemas sedemikian menariknya (Syamsiah dan Tajudin, 2003).
Bawang putih bermanfaat bagi kesehatan karena mengandung unsur-unsur aktif,
memiliki daya bunuh terhadap bakteri, sebagai bahan antibiotik, merangsang
pertumbuhan sel tubuh, dan sebagai sumber vitamin B1. Selain itu, bawang putih
mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi, dan mengandung sejumlah komponen
kimia yang diperlukan untuk hidup manusia.
Bawang putih dimanfaatkan sebagai penghambat perkembangan penyakit
kanker karena mengandung komponen aktif, yaitu selenium dan germanium.
Manfaat utama bawang putih adalah sebagai bumbu penyedap masakan yang
membuat masakan menjadi beraroma dan mengundang selera. Meskipun
kebutuhan untuk bumbu masakan hanya sedikit, namun tanpa kehadirannya
masakan akan terasa hambar zat-zat kimia yang terdapat pada bawang putih.
Allisin pada bawang putih yang berperan memberi aroma pada bawang putih
sekaligus berperan ganda membunuh bakteri gram positif maupun bakteri gram
negatif karena mempunyai gugus asam amino para amino benzoat (Umiyati,
2014).
2.2.4 Serai
Tanaman serai wangi memiliki kedudukan taksonomi sebagai berikut:
Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Bangsa : Poales
Famili : Poaceae
Marga : Cymbopogon
Jenis : Cymbopogon nardus (L.) Randle
Menurut Supriyanto (2008) batang sereh memiliki kadar air sebesar
76,78%, kadar abu 0,79%, dan kadar minyak atsiri 0,25%. Vitamin A berkisar 0,1
IU/100 g, vitamin B berkisar 0,8 mg dan vitamin C sekitar 4 mg dan mineral-
mineral penting lainnya. Manfaat serai terutama pada batang dan daun yang
kering digunakan untuk bumbu masak, minyak wangi, bahan pencampur jamu,
dan juga dibuat minyak atsiri. Tanaman serai mengandung minyak esensial atau
minyak atsiri yang terdiri dari aldehid isovalerik, betakariofilen, dipenten,
furfural, geraniol, limonene, linalool, mircen, metilheptenon, neral, nerol, sitral
dan sitronellal (Chooi, 2008)
2.2.5 Gula Merah
Gula merah biasa digunakan sebagai pemanis di makanan maupun
minuman, dalam bidang makanan, selain sebagai pemanis, gula juga digunakan
sebagai stabilizer dan pengawet. Buckle et al. (2007) menyatakan proses
pemasakan pada suhu tinggi dan waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya
karamelisasi gula sehingga menimbulkan warna kecoklatan pada produk.
Menurut Buckle et al., (1985) dalam Sularjo (2010), daya larut yang tinggi dari
gula dan daya mengikatnya terhadap air merupakan sifat-sifat yang menyebabkan
gula sering digunakan dalam pengawetan bahan pangan. Konsentrasi yang cukup
tinggi pada olahan pangan dapat mencegah pertumbuhan bakteri, sehingga dapat
berperan sebagai pengawet .
Fungsi gula dalam pembuatan abon adalah sebagai penambah cita rasa serta
salah satu komponen pembentuk warna  coklat yang diinginkan pada hasil akhir
produk abon sapi (Sianturi, 2000). Kandungan gula yang tinggi dapat berperan
sebagai penghambat proses oksidasi dan ketengikan, salain itu penambahan gula
kedalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi akan menurunkan kadar air
yang tersedia untuk pertumbuhan miroorganosme dan aktivitas air (aw) dari bahan
pangan (Winarno, 1994).
2.2.6 Cabai Merah
Cabe Merah adalah bahan masakan yang paling sering digunakan dalam
masakan Indonesia terutama masakan padang. Cabe merah ini dikaterogikan
sebagai sayuran. Warnanya yang merah segar ini selalu membuat orang tergiur
untuk membelinya dan mengolahnya. Ukuran dari cabe merah ini bisa dikatakan
cukup besar. Tekstur kulitnya halus. Jika dibelah cabe merah memiliki biji-biji
yang merupakan sumber pedas dari cabe merahnya. Cabe merah yang ditanam
dengan baik akan menghasilkan pedas yang cukup bikin berkeringat dan
menambah gurih masakan. Namun, ada juga yang cabe merah yang hanya sebagai
pewarna merah saja tanpa ada rasa pedas. Biasanya cabe merah ini menjadi olahan
sambal, rendang, tumisan, dan sebagai bumbu masakan (Sayuti, 2006).
Cabe merah sebagai bahan masakan ini ternyata memiliki banyak
kandungan gizi yang baik untuk tubuh. Cabe merah ini memiliki zat yang
bernama capsaicin yang dapat mengendalikan kanker. Selain itu, cabe merah
mengandung antioksidan yang dapat melindungi tubuh Anda dari radikal bebas
dan juga mengandung vitaminC. Namun, bila Anda memiliki penyakit seperti
maag atau nyeri lambung sebaiknya tidak mengkonsumsi cabe merah secara
berlebihan karena dapat memperparah penyakit tersebut (Kardina, 2002).
Cabe merah yang mempunyai rasa pedas ini pasti membuat banyak orang
yang ketagihan. Cabe merah ada dua yaitu cabe merah besar dan cabe merah
keriting. Tingkat kepedasan dari masing-masing cabe juga berbeda karena cabe
merah keriting lebih pedas daripada cabe merah besar. Untuk cabe merah keriting
dapat dimasak untuk tumisan dengan diiris tipis sehingga lebih terasa pedasnya.
Sedangkan untuk cabe merah besar lebih sering digunakan untuk membuat bumbu
masakan yang dihaluskan.
2.2.7 Garam
Garam berfungsi untuk memperbaiki cita rasa, pengawetan dan melarutkan
protein. Jumlah pemakaian garam menurut US Wheat Associates 2–2.25%. Jika
kurang dari 2% maka rasa akan hambar, sedangkan di atas 2.25% akan
menghambat aktivitas mikroba (Eddy dan Lilik, 2007). Garam dapat memberikan
rasa, meningkatkan konsistansi adonan serta mengikat air. Penambahan garam
pada makanan dapat menghambat pertumbahan jamur/kapang serta menghambat
aktivitas enzim protease dan amilase sehingga adonan menjadi tidak lengket dan
mengembang secara berlebihan (Suyanti, 2008). Garam berfungsi sebagai penegas
cita rasa dan berfungsi sebagai pengawet. Garam sebagai bahan pengawet karena
kemampuannya untuk menarik air keluar dari jaringan (Umiyati, 2014).
2.2.8 Lengkuas
Lengkuas mengandung minyak atsiri , senyawa flavonoid, fenol dan
trepenoid. Rimpang lengkuas mengandung zat-zat yang dapat menghambat enzim
santin oksidase sehingga bersifat antitumor. Minyak atsiri ringpang lengkuas yang
mengandung senyawa flavonoid, berfungsi sebagai antioksidan pada proses
pembuatan makanan kering. Minyak atsiri pada rimpang lengkuas dengan
konsentrasi 100 ppm dan 1000 ppm aktif menghambat pertumbuhan bakteri E.
coli dengan diameter hambatan sebesar 7 mm dan 9 mm, sedangkan terhadap
bakteri S. aureus hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada
konsentrasi 1000 sebesar 7 mm.
2.2.9 Minyak Goreng
Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam lemak,
baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Penggunaan
minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa
gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam makanan. Minyak goreng tersusun
dari beberapa senyawa seperti asam lemak dan trigliserida. Fungsi minyak goreng
dalam pembuatan abon adalah sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih dan
penambah nilai gizi, khususnya kalori yang ada dalam bahan pangan (Ketaren,
2008)

2.3 Proses Pembuatan Abon Ayam


Menurut Astawan dan Astawan (2006), proses pembuatan abon belum
dibakukan, karena banyak cara dan bumbu yang ditambahkan sehingga terdapat
variasi macam dan jumlah bumbu yang di gunakan, hal ini menyebabkan kualitas
abon beraneka ragam terutama dalam hal rasa dan warna.
Prinsip pembuatan abon adalah perebusan daging, penyeratan, pencampuran
bumbu, gula merah, garam dan penggorengan minyak sampai kering. Upaya
pengembangan industri abon tidak begitu sulit karena bahan baku untuk
pembuatan abon mudah didapat di setiap daerah. Pemilihan bahan baku dapat
didasarkan atas ketersediaan jenis bahan baku yang terdapat di daerah tersebut dan
kemudahan memperolehnya (Fachruddin, 1997).
Proses pembuatan abon ayam sebenarnya sangat mudah, ada beberapa cara
yang paling umum dilakukan oleh masyarakat dalam proses pembuatan abon
ayam ini yairu sebagai berikut :
1. Bersihkan ayam;
2. Kukus ayam yang telah dibersihkan tersebut;
3. Setelah dikukus, ayam tersebut dipisahkan dari tulangnya
4. Lalu daging ayam disuir-suir dan ditumbuk dengan pelan-pelan sehingga
berupa serat-serat halus;
5. Haluskan bumbu, kemudian dicampurkan dengan ayam yang telah disuir-suir
hingga merata;
6. Setelah itu, ayam yang telah dicampur dengan bumbu kemudian disangrai,
lalu masukkan santan sedikit demi sedikit sampai santan habis;
7. Kemudian adonan tersebut diaduk-aduk sampai kering (saat diraba sudah
kemersik);
8. Angkat dan dinginkan,kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik
2.4 Reaksi yang Terjadi
Reaksi pencoklatan terjadi dalam proses pengolahan beberapa produk
makanan. Reaksi ini akan menghasilkan warna coklat yang dikehendaki dalam
beberapa pengolahan produk makanan seperti dalam pembuatan abon. Tetapi
apabila kecepatan dan pola reaksi ini tidak dikendalikan dan dibatasi dapat
menyebabkan penurunan mutu produk. Penurunan mutu ini disebabkan karena
terjadinya interaksi zat-zat dalam bahan makanan tersebut, sehingga akan
menyebabkan perubahan flavour dan kenampakan produk menjadi kurang disukai.
Faktor yang mempengaruhi laju atau kecepatan reaksi pencoklatan diantaranya
kandungan air. Menurut Labuza (1971), laju reaksi pencoklatan nonenzimatis
akan berjalan lambat pada aktivitas air (aw) yang rendah dan akan meningkat
bersamaan dengan meningkatnya aw sampai tercapai titik maksimum, kemudian
reaksi akan berjalan lambat. Menurut deMan (1997), pengendalian reaksi
pencoklatan ini dapat dilakukan dengan pengendalian kandungan air dalam
sistem, dengan penambahan bahan-bahan lain dalam makanan.
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Adapun alat yang dinakan dalam praktikum ini yaitu:
1. Kompor
2. Wajan
3. Baskom
4. Sendok
5. Piring
6. Dandang
7. Spatula
8. Cobek dan ulekan
9. Timbangan
10. Pisau
3.1.2 Bahan
Adapun alat yang dinakan dalam praktikum ini yaitu:
1. Daging ayam 250 gram
2. Santan kelapa 100 ml
3. Bawang merah 10 gram
4. Bawang putih 15 gram
5. Serai 5 gram
6. Gula merah 50 gram
7. Cabe merah 15 gram
8. Garam 10 gram
9. Lengkuas 3 cm
10. Minyak koreng ± 300ml
3.2 Metode Percobaan

Daging ayam

Pembersihan

Pengukusan 15 menit hingga lunak

Penyuwiran tulang
Penggorengan
bumbu halus Pencampura
dan n
penambahasan
santan

Penggorengan

Pengepresan

Pengujian

Proses pengolahan abon membutuhkan waktu yang cukup lama. Dalam


proses pengolahan abon langkah pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan alat
dan bahan terlebih dahulu, langkah ii dilakukan dengan tujuan untuk
mempermudah saat proses pengolahannya serta dapat mempersingkat waktu.
Setelah alat dan bahan disiapkan, lakukan penimbangan pada semua bahan yang
akan digunakan berdasarkan resep yang sudah ada, penimbangan dilakukan
dengan menggunakan neraca. Funsi dari proses penimbangan itu sendiri yaitu
agar medaptkan takaran resep yang pasa dan mendapatkan hasil penimbangan
yang akurat. Setelah semua bahan ditimbang dilakukan pembersihan pada daging
dan bumbu-bumbu yang akan digunakan. Setelah semuanya bersih daging
dikukus selama -15 menit dan semua bumbu dihaluska. Bumbu yang sudah halus
digoreng setelah mengeluarka arom sedap tambahkan santan hingga mendidih.
Sambil menunggu bumbu dimasak, daging ayam yang sudah dikukus di suwir-
suwir hingga halus, setelah halus dan santan sudah mendidih lakukan
pencampuran dan penggorengan hingga matan. Saat proses pengolahan abon atau
saat penggorengan abon harus dilakukan pengadukan tujuan dari pengadukan ini
selain membentuk bahan yang homongen tujuan lainnya yaitu agar tidah terjadi
kegosongan pada abon. Setelah abon dirasa matang dilakukan pengepresaan untuk
mengurangi minyak yang ada pada abon, dan abon siap dihidangkan.
BAB 4. DATA PENGAMATAN

4.1 Hasil Pengamatan


A. Uji Fisik (Warna)
dL
Pengulangan
Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3
1 38,4 35,5 31,8
2 36,2 34,3 32,5
3 36 34,2 30,8
Keterangan :
Sampel 1 = Ayam Potong L standar = 64,7
Sampel 2 = Ayam Kampung L porselen = 94,35
Sampel 3 = Sapi

B. Uji Organoleptik
1. Abon Ayam Potong
No Nama Warna Tekstur Aroma Rasa
1 Bihlul 4 3 4 3
2 Azmi 4 3 4 5
3 Anggi 5 4 4 4
4 Asep 4 3 3 4
5 Siwi 4 3 5 4
6 Tama 3 3 3 3
7 Zainab 4 4 3 2
8 Khilmy 5 4 5 5
9 Puri 3 4 3 4
10 Zuida 4 2 5 3
11 Dini 3 3 4 5
12 Retno 3 4 4 3
13 Cici 4 2 4 2
14 Faiq 4 3 5 4
15 Laili 5 4 5 5
2. Abon Ayam Kampung
No Nama Warna Tekstur Aroma Rasa
1 Nana 3 2 3 3
2 Dyah 4 3 3 4
3 Deby 3 4 3 3
4 Khilmy 4 3 4 4
5 Ilma 3 3 5 5
6 Yoan 4 4 4 4
7 Tata 3 4 4 5
8 Evi 4 3 4 5
9 Wardah 5 2 5 5
10 Lili 4 4 4 4
11 Ali 2 3 4 3
12 Bella 2 2 3 4
13 Lina 4 2 3 4
14 Fika 4 3 4 2
15 Aziz 4 5 4 5

3. Daging Sapi
No Nama Warna Tekstur Aroma Rasa
1 Aini 4 4 3 4
2 Hanik 4 3 3 4
3 Tata 3 3 4 3
4 Devi 4 3 4 5
5 Rosa 4 3 5 5
6 Ken 4 3 3 4
7 Ulfi 4 3 4 5
8 Badar 4 2 4 4
9 Denis 5 4 4 4
10 Deby 4 3 5 5
11 Puja 3 3 3 3
12 Galang 4 4 3 3
13 Ilmy 4 4 5 5
14 Hafid 3 3 4 3
15 Novita 3 4 3 3
4.2 Hasil Perhitungan
A. Uji Fisik Warna
dL
Pengulangan
Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3
1 26,33 24,34 21,80
2 24,82 23,52 22,28
3 24,68 23,45 21,12
Rata-rata 25,27 23,77 21,73
Keterangan :
Sampel 1 = Ayam Potong
Sampel 2 = Ayam Kampung
Sampel 3 = Daging Sapi

B. Uji Organoleptik
4. Abon Ayam Potong
No Nama Warna Tekstur Aroma Rasa
1 Bihlul 4 3 4 3
2 Azmi 4 3 4 5
3 Anggi 5 4 4 4
4 Asep 4 3 3 4
5 Siwi 4 3 5 4
6 Tama 3 3 3 3
7 Zainab 4 4 3 2
8 Khilmy 5 4 5 5
9 Puri 3 4 3 4
10 Zuida 4 2 5 3
11 Dini 3 3 4 5
12 Retno 3 4 4 3
13 Cici 4 2 4 2
14 Faiq 4 3 5 4
15 Laili 5 4 5 5
Jumlah 63 49 61 56
Rata-rata 4,2 3,27 4,06 3,7
5. Abon Ayam Kampung
No Nama Warna Tekstur Aroma Rasa
1 Nana 3 2 3 3
2 Dyah 4 3 3 4
3 Deby 3 4 3 3
4 Khilmy 4 3 4 4
5 Ilma 3 3 5 5
6 Yoan 4 4 4 4
7 Tata 3 4 4 5
8 Evi 4 3 4 5
9 Wardah 5 2 5 5
10 Lili 4 4 4 4
11 Ali 2 3 4 3
12 Bella 2 2 3 4
13 Lina 4 2 3 4
14 Fika 4 3 4 2
15 Aziz 4 5 4 5
Jumlah 53 47 57 60
Rata-rata 3,53 3,13 3,8 4

6. Daging Sapi
No Nama Warna Tekstur Aroma Rasa
1 Aini 4 4 3 4
2 Hanik 4 3 3 4
3 Tata 3 3 4 3
4 Devi 4 3 4 5
5 Rosa 4 3 5 5
6 Ken 4 3 3 4
7 Ulfi 4 3 4 5
8 Badar 4 2 4 4
9 Denis 5 4 4 4
10 Deby 4 3 5 5
11 Puja 3 3 3 3
12 Galang 4 4 3 3
13 Ilmy 4 4 5 5
14 Hafid 3 3 4 3
15 Novita 3 4 3 3
Jumlah 57 49 57 60
Rata-rata 3,8 3,27 3,8 4
BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Uji Fisik

Uji Fisik Warna Abon Daging


26 25.27
23.77
24
21.73
22
20
18
Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3
Keterangan :
Sampel 1 = Daging Ayam Potong
Sampel 2 = Daging Ayam Kampung
Sampel 3 = Daging Sapi

Hasil uji fisik abon daging menunjukkan bahwa rata-rata warna yang
didapatkan cukup berbeda dari sampel satu dengan sampel lainnya. Dapat dilihat
pada grafik diatas perolehan warna paling tinggi didapatkan oleh sampel daging
ayam kampung dengan rata-rata 25,27. Kemudia sampel kedua yaitu abon daging
ayam kampung diperoleh nilai rata rata 23,77 dan sampel ketiga daging sapi
dengan rata-rata 21.73 . Hal ini dapat disebabkan oleh warna daging ayam potong
yang cenderung putih sehingga menghasilkan kenampakan yang tidak terlalu
gelap jika dibandingkan dengan abon ayam kampung dan sapi. Selain itu, salah
satu bahan yang ditambahkan yaitu gula merah dapat menyebabkan warna
menjadi coklat pada produk.
Warna merupakan penampakan pertama yang dilihat oleh konsumen. Warna
abon dapat diakibatkan oleh proses penggorengan yang menyebabkan warna abon
menjadi coklat, bahan-bahan tambahan abon serta dari bahan utama abon yaitu
ikan lele dan ikan bandeng. Menurut Buckle et al. (2007) menyatakan bahwa
proses pemasakan pada suhu tinggi dan waktu yang lama dapat menimbulkan
warna kecoklatan pada produk. Winarno (2002) dalam Hardoko et al (2015)
menambahkan bahwa tingkat pencoklatan pada produk dapat dipengaruhi oleh
suhu, konsentrasi bahan yang berperan dalam reaksi pencoklatan yakni asam
amino lisin dan gula pereduksi, dan-enzim polifenol oksidase.

Tekstur

5.2 Uji Organoleptik

Uji Organoleptik Abon Daging


6
4
2
0
Warna Tekstur Aroma Rasa

Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3


Keterangan :
Sampel 1 = Daging Ayam Potong
Sampel 2 = Daging Ayam Kampung
Sampel 3 = Daging Sapi

Hasil uji organoleptik dilakukan dengan pengujian warna, tekstur, aroma


dan rasa oleh panelis langsung. Pengujian ornoleptik ini dilakukan oleh 15 panelis
terlatih. Sampel abon daging yang digunakan pada pengujian ini yaitu abon ayam
potong, abon ayam kampung dan abong sapi. Setiap sampel pengujian dilakukan
oleh panelis yang berbeda. Skala yang digunakan dalam pengujian orgoleptik ini
terdapat 5 skala , yanterhitung dari skala satu sampai lima yaitu : sangat tidak
suka, tidak suka, netral, suka dan sangat suka.
5.2.1 Warna
Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa rata-rata skor warna abon ikan
lele yang diberikan panelis ialah sebesar 3 (agak suka) dan pada abon ikan
bandeng sebesar 3,15 (agak suka). Warna merupakan penampakan pertama yang
dilihat oleh konsumen. Warna abon dapat diakibatkan oleh proses penggorengan
yang menyebabkan warna abon menjadi coklat, bahan-bahan tambahan abon serta
dari bahan utama abon yaitu ikan lele dan ikan bandeng.
Skor warna abon ikan lele dan abon ikan bandeng memiliki selisih yang
kecil namun skor warna abon ikan bandeng lebih tinggi. Hal ini dapat disebabkan
oleh warna ikan bandeng yang cenderung putih susu sehingga menghasilkan
kenampakan yang tidak terlalu gelap jika dibandingkan dengan abon ikan lele.
Selain itu, salah satu bahan yaitu gula dapat menyebabkan warna menjadi coklat
pada produk.
Menurut Buckle et al. (2007) menyatakan bahwa proses pemasakan pada
suhu tinggi dan waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya karamelisasi gula
sehingga menimbulkan warna kecoklatan pada produk. Winarno (2002) dalam
Hardoko et al (2015) menambahkan bahwa tingkat pencoklatan pada produk
dapat dipengaruhi oleh suhu, konsentrasi bahan yang berperan dalam reaksi
pencoklatan yakni asam amino lisin dan gula pereduksi, dan-enzim polifenol
oksidase.
Proses pemasakan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan reaksi Maillard
(Ubadillah dan Wikanastri, 2010). Reaksi Maillard merupakan pencoklatan
(browning) makanan pada pemanasan atau pada penyimpanan, biasanya
diakibatkan oleh reaksi kimia antara gula reduksi, terutama D- glukosa, dengan
asam amino bebas atau gugus amino bebas dari suatu asam amino yang
merupakan bagian dari suatu rantai protein.
5.2.2 Tekstur
Rata-rata skor tekstur untuk abon ikan lele dan ikan bandeng masing-
masing 3,16 (agak suka) dan 3,38 (agak suka). Menurut Hardoko et al., (2015)
tekstur abon ikan cenderung tidak berserabut dibandingkan dengan abon daging
sebab daging ikan memiliki serabut daging yang pendek dan halus. Sedangkan
menurut Suryani et al (2007) abon memiliki karakteristik yang renyah.
Berdasarkan rata-rata skor tekstur, panelis lebih menyukai tekstur abon ikan
bandeng dibandingkan abon ikan lele. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
tekstur daging ikan bandeng lebih kompak dibandingkan ikan lele yang cenderung
lunak dan mudah hancur sehingga tidak menghasilkan tektur yang renyah.
Tekstur daging sangat berpengaruh terhadap produk akhir yang dihasilkan
dan menentukan tingkat kesukaan kosumen terhadap produk tersebut. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa tekstur daging ikan bandeng lebih disukai oleh panelis.
Selain itu, banyaknya bumbu-bumbu serta proses pemasakan juga dapat
mempengaruhi tekstur abon yang dihasilkan
5.2.3 Aroma
Rata-rata skor aroma untuk abon ikan lele dan ikan bandeng berturut-turut
sebesar 3,52 (agak suka) dan 3,5 (agak suka). Hasil uji organoleptik aroma kedua
abon cenderung sama yaitu agak suka. Menurut Winarno (2008), salah satu faktor
yang menentukan suatu makanan dapat diterima oleh konsumen adalah aroma.
Aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut. Secara
umum, aroma muncul akibat menguapnya zat-zat volatil dari makanan.
Aroma pada abon ikan lele dan abon ikan bandeng disebabkan oleh
kandungan dalam ikan seperti asam lemak dan protein yang menimbulkan aroma
sedap saat dimasak. Selain itu penambahan beberapa bumbu seperti ketumbar,
lada, bawang putih, bawang merah, serai dan daun salam yang memiliki senyawa
volatil berupa minyak atsiri juga menyumbang aroma yang enak pada abon.
Aroma yang enak juga disebabkan oleh santan yang ditambahkan pada saat
pemasakan, karena santan mengandung senyawa nonylmethylketon yang pada
suhu tinggi akan bersifat volatil dan menimbulkan bau yang enak.
5.2.4 Rasa
Rata-rata skor rasa untuk abon ikan lele dan ikan bandeng masing-masing
3,6 (agak suka) dan 3,69 (agak suka). Seperti pada hasil uji organoleptik aroma,
rata-rata skor abon ikan lele dan abon ikan bandeng tidak jauh berbeda. Rasa yang
khas pada daging ikan dapat disebabkan oleh kandungan protein, asam lemak dan
senyawa kimia lainnya yang dapat menimbulkan rasa gurih.
Rasa dipengaruhi oleh beberapa komponen yaitu senyawa kimia, suhu,
konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Kenaikan temperatur
akan menaikkan rangsangan pada rasa manis tetapi akan menurunkan rangsangan
pada rasa asin dan pahit. Suryani et al., (2007) menyatakan bahwa rasa dari abon
ikan adalah gurih. Pada proses pembuatan abon ikan terdapat penambahan santan
sebagai penguat rasa. Menurut Srihari (2010) santan memiliki rasa lemak dan
dapat menyebabkan rasa gurih pada suatu produk.
Hal ini sesuai dengan hasil praktikum yang ditunjukkan
oleh hasil uji organoleptik panelis yang agak menyukai rasa abon ikan.
Penambahan gula dan garam pada abon dengan konsentrasi yang tepat akan
menghasilkan keseimbangan rasa yang baik. Sebab kenaikan temperatur berupa
pemasakan akan menaikkan rangsangan rasa manis tetapi akan menurunkan
rangsangan rasa asin dan hal ini akan menghasilkan rasa gurih. Rasa yang dialami
panelis dapat berupa rasa gurih saja, sedangkan rasa dari ikan tidak terasa karena
digantikan oleh rasa gurih dari santan. Hal ini kemungkinan yang menyebabkan
panelis hanya agak suka pada abon yang dihasilkan

BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan

6.2 Saran
1. Sayuti A. 2006. Geografi budaya dalam wilayah pembangunan daerah Sumatra
Barat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan
Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
2. ^ Kardinan. 2002. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar
Swadaya.
3. Anam. (2009). Pola Hidup Nabati. http://www.siddhi-
sby.com/artikel/artikeldharma/ 48-pola-hidup-nabati.html download 28
Agustus 2011.
4. Astawan, M dan M.W. Astawan.2006. Teknologi Pengolahan Pangan
Nabati Tepat Guna. Bogor: Akademika Presssiado.
5. deMan, M John. 1997. Kimia Makanan. Bandung : ITB
6. Fachruddin, L. 1997. Membuat Aneka Abon. Kanisius. Yogyakarta.
7. Leksono, T. dan Syahrul. (2001). Studi Mutu dan Penerimaan Konsumen
terhadap Abon Ikan. Jurnal Natur Indonesia III (2): 178-184.
8. Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3707-1995). Abon. Dewan
Standarisasi Nasional.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

A. Uji Fisik Warna

Rumus =
L standar × L bahan
Rata-rata =
∑L
L porselen ∑ ulangan
64,7 ×38,4 64,7 ×36
Sampel 1.1 =
94,35
= 26,33 Sampel 1.3 =
94,35
= 24,68
64,7 ×36,2 26.33+24,82+ 24,68
Sampel 1.2 =
94,35
= 24,82 Rata-rata = =
3
25,2

64,7 ×35,5 64,7 ×34,2


Sampel 2.1 =
94,35
= 24,34 Sampel 2.3 =
94,35
= 23,45
64,7 ×34,3 24,34+23,52+23,4
Sampel 2.2 =
94,35
= 23,52 Rata-rata = =
3
23,7

64,7 ×31,8
Sampel 3.1 = = 21,80
94,35
64,7 ×32,5
Sampel 3.2 =
94,35
= 22,28
64,7 ×30,8
Sampel 3.3 =
94,35
= 20,12
21,80+22,28+20,1
Rata-rata =
3
=
21,7
B. Uji Organoleptik
1. Sampel 1 Warna
Jumlah = 4 + 4 + 5 + 4 + 4 + 3 + 4 + 5 + 3 + 4 + 3 + 3 + 4 + 4 + 5 = 63

63
Rata-rata = = 4,2
15
2. Sampel 1 Tekstur
Jumlah = 3 + 3 + 4 + 3 + 3 + 3 + 4 + 4 + 4 + 2 + 3 + 4 + 2 + 3 + 4 = 49

49
Rata-rata = = 3,27
15

3. Sampel 1 Aroma
Jumlah = 4 + 4 + 4 + 3 + 5 + 3 + 3 + 5 + 3 + 5 + 4 + 4 + 4 + 5 + 5 = 61

61
Rata-rata = = 4,06
15

4. Sampel 1 Rasa
Jumlah = 3 + 5 + 4 + 4 + 4 + 3 + 2 + 5 + 4 + 3 + 5 + 3 + 2 + 4 + 5 = 56

56
Rata-rata = = 3,7
15

5. Sampel 2 Warna
Jumlah = 3 + 4 + 3 + 4 + 3 + 4 + 3 + 4 + 5 + 4 + 2 + 2 + 4 + 4 + 4 = 53

53
Rata-rata = = 3,53
15
6. Sampel 2 Tekstur
Jumlah = 2 + 3 + 4 + 3 + 3 + 4 + 4 + 3 + 2 + 4 + 3 + 2 + 2 + 3 + 5 = 47

47
Rata-rata = = 3,13
15

7. Sampel 2 Aroma
Jumlah = 3 + 3 + 3 + 4 + 5 + 4 + 4 + 4 + 5 + 4 + 4 + 3 + 3 + 4 + 4 = 57

57
Rata-rata = = 3,8
15

8. Sampel 2 Rasa
Jumlah = 3 + 4 + 3 + 4 + 5 + 4 + 5 + 5 + 5 + 4 + 3 + 4 + 4 + 2 + 5 = 60

60
Rata-rata = =4
15

9. Sampel 3 Warna
Jumlah = 4 + 4 + 3 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 5 + 4 + 3 + 4 + 4 + 3 + 3 = 57

57
Rata-rata = = 3,8
15

10. Sampel 3 Tekstur


Jumlah = 4 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 2 + 4 + 3 + 3 + 4 + 4 + 3 + 4 = 49

49
Rata-rata = = 3,27
15
11. Sampel 3 Aroma
Jumlah = 3 + 3 + 4 + 4 + 5 + 3 + 4 + 4 + 4 + 5 + 3 + 3 + 5 + 4 + 3 = 57
57
Rata-rata = = 3,8
15

12. Sampel 3 Rasa


Jumlah = 4 + 4 + 3 + 5 + 5 + 4 + 5 + 4 + 4 + 5 + 3 + 3 + 5 + 3 + 3 = 60

60
Rata-rata = =4
15

Anda mungkin juga menyukai