Anda di halaman 1dari 33

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi manusia. Seiring dengan
semakin tingginya tingkat pertumbuhan penduduk, kebutuhan akan pangan terus
meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas. Sumber pangan lokal di
Indonesia sangat melimpah. Biasanya produk pangan lokal ini berkaitan erat
dengan budaya masyarakat setempat. Kebutuhan manusia akan makanan
diperoleh dari berbagai sumber nabai maupun hewani. Pada dasarnya makanan
merupakan campuran senyawa kimia yang dapat dikelompokkan ke dalam
karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air (Effendi, 2012).
Tepung merupakan bahan pangan yang banyak digunakan baik dalam usaha
skala besar maupun kecil karena dapat diolah menjadi berbagai produk.
Kebutuhan tepung semakin meningkat seiring dengan berambahnya aneka ragam
makanan olahan tepung. Tepung bisa berasal dari bahan nabati misalnya tepung
terigu dari gandum, tapioka dari singkong, maizena dari jagung atau hewani
misalnya tepung tulang dan tepung ikan. Salah satu produk pangan berbahan dasar
tepung yang dapat dinikmati adalah cireng. Cireng singkatan dari aci digoreng
dalam bahasa Sunda, merupakan makanan ringan yang pertama dibuat oleh
masyarakat daerah Jawa Barat dibuat dengan cara menggoreng campuran adonan
yang berbahan dasar tapioka. Cireng banyak dijumpai di Jawa Barat dan cukup
terkenal pada tahun 90-an. Cireng Bandung biasanya disajikan dengan saus
kacang ataupun saus sambal dan dijual dengan harga Rp 1.000 (Dear Rona, 2014).
Cireng juga bisa ditemui di daerah jawa timur namun bahan yang digunakan dan
proses pengolahannya berbeda yaitu campuran dari tepung terigu dan tapioka lalu
adonan dibentuk lonjong atau seperti lontong, kemudian dipotong tipis-tipis dan
digoreng. Cireng cukup disukai masyarakat, oleh karena iu dilakukan praktikum
pembuatan cireng.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dilakukan praktikum pembuatan cireng ialah agar mahasiswa
dapat:
a. Mengetahui pengolahan cireng.
b. Mengetahui ada tidaknya perbedaan kualitas antara cireng penambahan susu
dan cireng penambahan santan.
c. Mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap cireng penambahan susu dan
cireng penambahan santan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cireng
Cireng yang merupakan singkatan dari aci goreng, atau tepung kanji goreng,
adalah makanan ringan yang berasal dari daerah Sunda yang dibuat dengan cara
menggoreng campuran adonan yang berbahan utama tepung kanji. Cireng
memiliki tekstur yang kenyal dan gurih serta rasa yang enak. Cireng enak
dinikmati dalam keadaan hangat, karena dalam keadaan hangat biasannya cireng
akan terasa renyah dibagian luarnya dan sedikit kenyal dibagian dalamnya, wangi
bumbu-bumbunya pun akan lebih tercium, sementara kalau sudah dingin cireng
akan alot, akan sedikit sulit mengunyah dan menelannya. Cireng dibuat dengan
menggunakan tapioka mengandung karbohidrat (50 gram), protein (50 gram),
lemak (0,3 gram) per 100 gram berat tapiok (Dear dan Kristiastuti S, 2014).
2.2 Fungsi Bahan
2.2.1 Tepung Tapioka
Tepung tapioka adalah granula pati yang terdapat didalam ketela pohon.
Tepung ini tersusun atas amilosa dan amilopektin. Suhu gelatinisasi relatif rendah
yaitu berkisar 52°C-64°C. Pati ini selama proses pemasakan akan menyerap
dalam jumlah yang cukup tinggi. Besar kecilnya air yang diserap dalam granula
pati akan menentukan daya kembang. Semakin banyak air yang diserap semakin
besar daya kembang yang dihasilkan.
Tepung tapioka banyak digunakan pada pembuatan makanan atau kue. Pada
industri pangan, tepung tapioka digunakan sebagai bahan pengental, bahan
pengikat, dan pengembang. Sifatnya mudah mengembang (swelling) dalam air
panas (Astawan, 2010). Ini merupakan salah satu sifat pati yang mudah
membengkak dalam air panas (Umiyati, 2014). Tepung tapioka atau pati
ditambahkan untuk meningkatkan kelembutan, memudahkan penanganan,
memperbaiki tekstur dan membantu pengembangan pada pori (Suyanti, 2008).
Fungsi penambahan tepung tapioka adalah untuk membentuk adonan atau
menyatukan semua bahan, menghemat biaya produksi, membentuk tekstur,
sebagai pengemulsi dan mengikat air pada adonan (Winarno, 2002). 
2.2.2 Tepung Terigu
Dalam pembuatan makanan, hal yang harus diperhatikan adalah ketepatan
penggunaan jenis tepung terigu. Dalam tepung terigu, terdapat gluten yang secara
khas membedakan tepung terigu dengan tepung lainnya. Gluten merupakan suatu
senyawa dalam tepung terigu yang bersifat kenyal dan elastis. Gluten merupakan
campuran antara dua kelompok atau jenis protein gandum, yaitu glutenin dan
gliadin. Glutenin memberikan sifat-sifat yang tegar dan gliadin memberikan sifat
yang lengket sehingga mampu memerangkap gas yang terbentuk selama proses
pengembangan adonan dan membentuk struktur remah produk (Farida, 2008).
Kandungan gluten menentukan kadar protein dalam tepung terigu. Semakin tinggi
kadar gluten, semakin tinggi pula kadar protein dari tepung terigu tersebut.
2.2.3 Merica
Merica adalah sejenis rempah-rampah yang juga sering punya sebutan lain
yaitu merica. Bagian yang diambil dari tanaman lada adalah bijinya. Biji lada ini
punya fungsi yang sangat penting untuk membuat bumbu penyedap dari berbagai
jenis masakan. Rasanya sedikit pedas namun bisa membuat lezat dan nikmat
masakan. Selain itu lada bersifat pedas, menghangatkan dan melancarkan
peredaran darah (Septiatin, 2008).
2.2.4 Bawang Putih
Peranannya sebagai bumbu penyedap masakan modern sampai sekarang
tidak tergoyahkan oleh penyedap masakan modern yang banyak kita temui di
pasaran yang dikemas sedemikian menariknya (Syamsiah dan Tajudin, 2003).
Bawang putih bermanfaat bagi kesehatan karena mengandung unsur-unsur aktif,
memiliki daya bunuh terhadap bakteri, sebagai bahan antibiotik, merangsang
pertumbuhan sel tubuh, dan sebagai sumber vitamin B1. Selain itu, bawang putih
mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi, dan mengandung sejumlah komponen
kimia yang diperlukan untuk hidup manusia.
Bawang putih dimanfaatkan sebagai penghambat perkembangan penyakit
kanker karena mengandung komponen aktif, yaitu selenium dan germanium.
Manfaat utama bawang putih adalah sebagai bumbu penyedap masakan yang
membuat masakan menjadi beraroma dan mengundang selera. Meskipun
kebutuhan untuk bumbu masakan hanya sedikit, namun tanpa kehadirannya
masakan akan terasa hambar zat-zat kimia yang terdapat pada bawang putih.
Allisin pada bawang putih yang berperan memberi aroma pada bawang putih
sekaligus berperan ganda membunuh bakteri gram positif maupun bakteri gram
negatif karena mempunyai gugus asam amino para amino benzoat (Umiyati,
2014).
2.2.5 Daun Bawang
Bawang daun merupakan tanaman sayuran daun semusim yang berbentuk
rumput. Disebut bawang daun karena yang dikonsumsi hanya daunnya atau
bagian daun yang masih muda. Bawang daun merupakan salah satu jenis tanaman
sayuran yang digunakan sebagai bahan penyedap rasa (bumbu) dan bahan
campuran sayuran lain pada beberapa jenis makanan. Aroma dan rasanya yang
khas membuat sayuran ini banyak digunakan sebagai campuran masakan
(Nazaruddin, 2000). Selain bisa membuat makanan tampak terlihat lebih cantik,
daun bawang kaya vitamin A, C dan K serta beberapa mineral lain (Dear dan
Kristiastuti S, 2014). Selain itu juga bermanfaat untuk memudahkan pencernaan
dan menghilangkan lendir-lendir dalam kerongkongan. Tanaman yang dikonsumsi
biasanya berdaun muda dan berbatang putih karena terpendam di dalam tanah
(Meltin, L., 2009).
2.2.6 Garam
Garam berfungsi untuk memperbaiki cita rasa, pengawetan dan melarutkan
protein. Jumlah pemakaian garam menurut US Wheat Associates 2–2.25%. Jika
kurang dari 2% maka rasa akan hambar, sedangkan di atas 2.25% akan
menghambat aktivitas mikroba (Eddy dan Lilik, 2007). Garam dapat memberikan
rasa, meningkatkan konsistansi adonan serta mengikat air. Penambahan garam
pada makanan dapat menghambat pertumbahan jamur/kapang serta menghambat
aktivitas enzim protease dan amilase sehingga adonan menjadi tidak lengket dan
mengembang secara berlebihan (Suyanti, 2008). Garam berfungsi sebagai penegas
cita rasa dan berfungsi sebagai pengawet. Garam sebagai bahan pengawet karena
kemampuannya untuk menarik air keluar dari jaringan (Umiyati, 2014).
2.2.7 Santan
Santan adalah cairan putih kental yang dihasilkan dari kelapa yang diparut
dan kemudian diperas bersama air. Dalam industri makanan, peran santan sangat
penting baik sebagai sumber gizi, penambahan aroma, cita rasa , flavour dan
perbaikan tekstur bahan pangan hasil olahan. Hal ini disebabkan karena santan
mengandung senyawa nonylmethylketon, dengan suhu yang tinggi akan
menyebabkan bersifat volatil dan menimbulkan bau yang enak. Santan
mempunyai rasa lemak dan digunakan sebagai perasa yang menyedapkan
masakan menjadi gurih. Santan juga berfungsi untuk mencairkan tepung sehingga
terbentuk adonan (Satuhu dan Sunarmani, 2008).
2.2.8 Susu
Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar
susu mamalia betina. Fungsi penambahan susu adalah menambah penyerapan
(absorpsi) air dan memperkuat adonan yang berfungsi sebagai bahan penyegar
protein tepung sehingga volume cireng bertambah. Air yang ada dalam susu cair
menimbulkan rasa yang lezat (Farida, A., 2008).
2.2.9 Air
Menurut Winarno (2002), air berfungsi sebagai bahan yang dapat
mendispersikan berbagai senyawa yang ada dalam bahan makanan. Untuk
beberapa bahan air berfungsi sebagai pelarut. Air dapat melarutkan berbagai
bahan seperti garam, vitamin, yang larut air, mineral, dan senyawa-senyawa cita
rasa seperti yang terkandung dalah teh dan kopi. Air juga merupakan komponen
penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan,
tekstur, serta cita rasa makanan. Air berfungsi sebagai media antara gluten dan
karbohidrat, melarutkan garam dan membentuk sifat kenyal gluten. Pati dan
gluten akan mengembang dengan adanya air.
2.2.10 Minyak Goreng
Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau
hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar. minyak goreng
berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah
nilai gizi dan kalori dalam makanan (Ketaren, 2008).
2.3 Proses Pembuatan
Adonan dasar pembuatan cireng yaitu dengan cara mencampur tapioka
dengan air panas, lalu diuleni dengan tangan sampai adonan bisa dibentuk dan
tidak lengket. Pengulenan adalah tahap pembentukan adonan dengan cara adonan
yang telah diistirahatkan digiling menggunakan roll pin, kemudian digiling atau
dibentuk sesuai dengan jenis makanan yang diinginkan. Pada saat penggilingan,
gas yang ada didalam adonan keluar dan adonan mencapai ketebalan yang
dinginkan sehingga mudah untuk digulung atau dibentuk (Mudjajanto dan
Yulianti, 2008). Menurut Wheat Associates (2008), pengadonan yang berlebihan
akan merusak susunan glutein, adonan akan panas dan peragiannya akan lambat.
Adonan tersebut akan menghasilkan pertambahan volume yang sangat buruk dan
juga akan memberikan remah pada bagian dalam. Pengadonan yang kurang akan
menyebabkan adonan menjadi kurang elastis. Selanjutnya, pencampuran tapioka
harus dilakukan dengan air panas agar pati mengalami proses pengagaran penuh.
Perbandingan bahan cireng harus tepat karena jika adonan cireng terlalu basah
atau lembek, cireng akan menyerap minyak terlalu banyak saat digoreng. Tujuan
penggorengan untuk menempelkan perekat tepung pada produk sehingga dapat
diproses lebih lanjut dengan pembekuan selanjutnya didistribusikan kepada
konsumen. Penggorengan akan memberikan warna pada produk, membentuk
kerak pada produk setelah digoreng, memberikan penampakan goreng pada
produk serta berkontribusi terhadap rasa produk. Penggorengan dilakukan dengan
menggunakan minyak mendidih (180-195°C) sampai setengah matang. Suhu
penggorengan jika terlalu rendah, pelapis produk menjadi kurang matang. Jika
suhu terlalu tinggi, pelapis produk akan berwarna gelap dan gosong. Selama
proses penggorengan terjadi secara simultan perpindahan panas dan massa
(Tanoto, 2008).

2.4 Reaksi Yang Terjadi Selama Proses


2.4.1 Gelatinisasi
Gelatinisasi merupakan transisi fisik yang menyebabkan rusaknya
keberaturan molekuler pati, yang melibatkan proses pembekakan granula,
pelelehan kristal, hilangnya birefringence dan pelarutan pati, dan proses ini
berlangsung lebih cepat didaerah amorfous daripada daerah kristalin. Gelatinisasi
dipengaruhi oleh suhu, ukuran granula, kadar amilosa, berat molekul, dan struktur
miselar granula pati. Pati yang memiliki kandungan amilosa yang tinggi lebih
sukar menggelatinisasi, sebaliknya, pati yang memiliki komponen amilopektin
tinggi sangat sukar untuk berikatan sesamanya karena rantainya bercabang,
sehingga mudah mengalami gelatinisasi (Liu, 2008).
Setiap jenis pati memiliki karakteristik gelatinisasi (puncak, waktu dan
suhu) yang berbeda-beda. Gelatinisasi dan sifat pembengkakan dari setiap jenis
pati sebagian dikontrol oleh struktur amilopektin, komposisi pati, dan arsitektur
granula. Ketika pati dipanaskan bersama air berlebih di atas suhu gelatinisasinya,
granula pati yang memiliki kandungan amilopektin lebih tinggi akan
membengkak lebih besar dibandingkan dengan yang memiliki kandungan yang
lebih rendah. Jenis tepung yang berbeda memiliki distribusi pertikel yang berbeda.
Ukuran partikel memegang peran penting dalam pembasahan tepung dan
penyerapan air pada tepung. Makin besar ukuran partikel, maka luas
permukaannya akan semakin kecil, sehingga air memerlukan waktu yang lebih
lama untuk diabsorpsi ke dalam partikel pati. Sebaliknya, ukuran partikel lebih
kecil akan meningkatkan laju hidrasi tepung (Immaningsih, 2012).
2.4.2 Denaturasi
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap
struktur sekunder, tersier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya
pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu
proses terpecahnya ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan
terbukanya lipatan atau wiru molekul protein (Sumardjo, 2008). Faktor – Faktor
Penyebabnya yaitu protein memiliki beberapa sifat khusus, antara lain protein
memiliki kemampuan untuk mengangkut oksigen dan lipida, memiliki kelarutan
tertentu dalam garam encer maupun asam encer, dan berfungsi sebagai enzim atau
hormon. Protein yang dipengaruhi oleh pemanasan, sinar ultraviolet, pengocokan
yang kuat (perlakuan mekanik), dan bahan-bahan kimia tertentu dapat mengalami
denaturasi. Denaturasi protein dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain
dengan panas, pH, bahan kimia, mekanik, dan sebagainya. Masing-masing cara
mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap denaturasi protein.
2.4.3 Maillard
Reaksi Maillard adalah reaksi antara protein (asam amino bebas) dan
senyawa karbonil khususnya yang berasal dari gula pereduksi menghasilkan
senyawa berwarna coklat. Senyawa karbonil lainnya yang dapat mengambil
bagian pada reaksi Maillard juga dapat diturunkan dari oksidasi lipida yang
menghasilkan aldehida dan keton (Nursten, 2005). Reaksi Maillard sangat penting
karena dapat mempengaruhi kualitas makanan, terutama pada atribut sensori
seperti warna, flavor, teksur, dan rasa (Martins dan van Boekel, 2001). Akumulasi
pigmen berwarna coklat merupakan indikasi yang menunjukkan terjadinya reaksi
Maillard pada makanan yang mengandung protein dan karbohidrat (Bastos dkk.,
2012; Yu dan Zang, 2010). Reaksi Maillard mempengaruhi tekstur makanan
melalui protein crosslinking selama proses pengolahan yang menyebabkan
terbentuknya senyawa dengan berat molekul tinggi (Bastos dkk., 2012).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada proses pembuatan cireng antara lain:
1. Baskom besar
2. Kompor
3. Neraca
4. Gelas ukur 100 ml
5. Piring
6. Sendok
7. Wajan

3.1.2 Bahan
Sedangkan bahan yang digunakan pada proses pembuatan cireng antara lain:
1. Tapioka 250 gram
2. Merica 1 gram
3. Bawang putih 10 gram
4. Daun bawang 1 batang
5. Garam 3 gram
6. Santan 200 ml
7. Susu 200 ml
8. Air 50 – 75 ml
9. Minyak goreng

3.2 Metode Percobaan


Pada proses pembuatan cireng, hal yang pertama kali dilakukan adalah
menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Lalu, pada tahap pertama tepung
terigu dan tapioka dicampurkan dalam baskom sampai homogen. Lalu bawang
putih, merica, dan garam dihaluskan menggunakan ulekan, setelah itu ditumis
untuk mengeluarkan aroma harus khas bumbu. Kemudian dilakukan penambahan
santan/susu dan air pada tumisan dan dimasak hingga mendidih. Penambahan
santan dapat menambah cita rasa dan aroma makanan. Sedangkan penambahan
susu akan menambah penyerapan (absorpsi) air dan memperkuat adonan yang
berfungsi sebagai bahan penyegar protein tepung sehingga volume cireng
bertambah. Setelah mendidih dituang dalam adonan tepung terigu dan tapioka,
dicampur dan diulenin hingga merata dan homogen. Pada adonan yang
ditambahkan santan dapat mencairkan tepung sehingga terbentuk adonan lebih
cepat. Lalu ditambahkan daun bawang yang sudah dipotong kecil-kecil agar
tampak terlihat lebih cantik sambil diaduk hingga merata dan adonan menjadi
kalis. Setelah itu, adonan dibentuk menjadi lonjong dan dipotong membentuk
bulatan dan digoreng hingga matang. Lalu, cireng dapat disajikan untuk dilakukan
pengamatan uji sensoris dan uji fisik.

Tepung Terigu dan Tepung Tapioka

Bawang putih,
Pencampuran
merica, garam
Penambahan bumbu

Penghalusan
Pengadukan adonan

Penambahan daun Penumisan


bawang

Penambahan
Pembentukan adonan santan/susu dan air

Penggorengan adonan Pemasakan

Pengujian
BAB 4. DATA PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Data Pengamatan


4.1.1 Uji Fisik
1. Warna
dL
Pengulangan
Sampel 1 Sampel 2
1 45,9 47,4
2 45,3 45,8
3 45,1 46,0
Keterangan:
Sampel 1 = Cireng Santan L standar = 64,8
Sampel 2 = Cireng Susu L porselen = 94,35
2. Tekstur

Rheotex (g/3mm)
Pengulangan
Sampel 1 Sampel 2
1 55 377
2 32 381
3 44 366
Keterangan:
Sampel 1 = Cireng Santan Sampel 2 = Cireng Susu
4.1.2 Uji Organoleptik
1. Cireng Santan
No Nama Warna Tekstur Aroma Rasa
1 Warda 3 4 3 3
2 Deby 4 4 5 4
3 Ilma 4 4 4 3
4 Anik 2 1 2 3
5 Nana 4 3 4 3
6 Ali 4 2 4 2
7 Zen 5 4 5 5
8 Monica 4 3 3 2
9 Sindy 3 4 3 2
10 Ranu 3 4 5 4
11 Aziz 3 2 2 3
12 Safira 4 4 4 3
13 Bella 4 2 4 5
14 Yoan 2 3 3 2
15 Cece 4 4 4 4
2. Cireng Susu
No Nama Warna Tekstur Aroma Rasa
1 Warda 4 2 4 3
2 Deby 4 4 5 4
3 Ilma 5 3 4 3
4 Anik 3 1 2 2
5 Nana 3 2 4 3
6 Ali 3 3 3 3
7 Zen 4 2 4 3
8 Monica 4 2 4 3
9 Sindy 4 3 4 3
10 Ranu 4 3 4 4
11 Aziz 2 4 3 2
12 Safira 4 3 3 2
13 Bella 4 2 4 3
14 Yoan 4 4 4 4
15 Cece 3 2 4 4

4.2 Hasil Perhitungan


4.2.1 Uji Fisik
1. Warna
dL
Pengulangan
Sampel 1 Sampel 2
1 31,52 32,55
2 31,11 31,46
3 30,97 31,59
Rata-rata 31,20 31,87
Keterangan:
Sampel 1 = Cireng Santan
Sampel 2 = Cireng Susu
2. Tekstur
Rheotex (g/mm)
Pengulangan
Sampel 1 Sampel 2
1 18,3 125,7
2 10,7 127
3 14,7 122
Rata-rata 14,6 124,9
Keterangan:
Sampel 1 = Cireng Santan
Sampel 2 = Cireng Susu
4.2.2 Uji Organoleptik
1. Cireng Santan
No Nama Warna Tekstur Aroma Rasa
1 Warda 3 4 3 3
2 Deby 4 4 5 4
3 Ilma 4 4 4 3
4 Anik 2 1 2 3
5 Nana 4 3 4 3
6 Ali 4 2 4 2
7 Zen 5 4 5 5
8 Monica 4 3 3 2
9 Sindy 3 4 3 2
10 Ranu 3 4 5 4
11 Aziz 3 2 2 3
12 Safira 4 4 4 3
13 Bella 4 2 4 5
14 Yoan 2 3 3 2
15 Cece 4 4 4 4
Jumlah 53 48 55 48
Rata-rata 3,53 3,20 3,67 3,20

2. Cireng Susu
No Nama Warna Tekstur Aroma Rasa
1 Warda 4 2 4 3
2 Deby 4 4 5 4
3 Ilma 5 3 4 3
4 Anik 3 1 2 2
5 Nana 3 2 4 3
6 Ali 3 3 3 3
7 Zen 4 2 4 3
8 Monica 4 2 4 3
9 Sindy 4 3 4 3
10 Ranu 4 3 4 4
11 Aziz 2 4 3 2
12 Safira 4 3 3 2
13 Bella 4 2 4 3
14 Yoan 4 4 4 4
15 Cece 3 2 4 4
Jumlah 55 40 56 46
Rata-rata 3,67 2,67 3,73 3,07
BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Uji Fisik


5.1.1 Warna

32
31.87
31.8

31.6

31.4
31.2
31.2

31

30.8
cireng santan cireng susu
sampel

Gambar 1. Grafik Uji Fisik Warna


Warna merupakan parameter penting yang harus diperhatikan pada suatu
produk makanan. Warna akan memberikan kesan pertama bagi seorang
konsumen. Dari hasil pengamatan kecerahan (L) warna cireng menggunakan color
reader, cireng yang terbuat dengan menggunakan santan memiliki nilai rata-rata
kecerahan tertinggi yaitu sebesar 31,20 dibandingkan nilai kecerahan (L) cireng
dengan susu sebesar 31,87. Namun perbedaan nilai rata-rata kecerahan antara
cireng dengan santan dan susu tidak terlalu signifikan.
Warna cireng dengan santan memiliki kecerahan warna yang tidak jauh
berbeda dengan cireng susu dengan biar santan dan susu. Hal ini disebabkan
karena santan pada pengolahan oleh panas akan terjadi browning pada berbagai
bahan makanan. Browning ini dikehendaki karena menimbulkan bau, warna,
aroma, dan cita rasa yang dikehendaki. Semakin banyak santan yang
ditambahkan, maka kualitas makin baik, yakni makin enak dan makin lembut
(Sudari, 1984). Sedangkan pada permukaan cireng susu seharusnya memiliki
warna putih yang disebabkan karena warna kasein yang ada pada susu. Warna
kasein yang murni berwarna putih seperti salju. Di dalam susu, kasein ini
merupakan disfersi koloid sehingga tidak tembus cahaya yang mengakibatkan air
susu tersebut berwarna putih (Buda, et all., 1980). Kadang-kadang susu berwarna
agak kekuning-kuningan yang disebabkan oleh karoten. Karoten adalah pigmen
kuning utama dari lemak susu.
Selain itu tingkat kecerahan warna dapat dipengaruhi lama pemanasan.
Pemanasan terjadi pada saat dilakukan penggoreengan cireng. Pada saat
penggorengan terjadi reaksi maillard. Reaksi maillard merupakan reaksi antara
gugus reduksi dari karbohidrat pada pati dengan gugus amino pada protein.
Reaksi ini menimbulkan aroma yang khas dan perubahan warna yang cenderung
lebih gelap dan berbentuk kaku. Dengan lamanya pemanasan maka warna bahan
yang dihasilkan semakin berwarna gelap. Apabila penggunaan tepung tapioka
formulasinya lebih banyak akan mengakibatkan warna yang dihasilkan lebih
terang (Sugiato, 2006).
Karakteristik warna juga dipengaruhi oleh bahan dan proses pemasakan.
Pemasakan pati meyebabkan sebagian besar penyusun bahan terutama amilosa
telah lepas keluar, dan molekul amilosa yang berantai lurus mengelompok melalui
ikatan hidrogen intermolekuler yang menyebabkan warna gel menjadi buram
(Haryadi,1995). Pada saat penggorengan minyak yang digunakan sudah dalam
keadaan yang panas merata dan saat melakukan praktikum kelompok kami tidak
melakukan pengukuran suhu minyak dan lama waktu pemasakan. Selain dari
faktor pemasakan, tingkat kepekaan panelis juga merupakan hal yang penting,
tingkat kepekaan setiap panelis berbeda-beda tergantung dari segi kesehatan,
lelaki atau wanita serta merokok atau tidak merokok (Kartika, 2010).
5.1.2 Uji Fisik Tekstur

Gambar 2. Grafik Uji Fisik Tekstur


Pada pengujian tekstur yang dilakukan dengan menggunakan rheotex,
dimana rheotex merupakan alat untuk mengukur kekuatan beban serta
menekankan tarik, yang terjadi ketika tubuh tes didorong ke dalam. Pemeriksaan
sifat elastis bahan-bahan menggunakan bolak tes beban atau memantau waktu /
kekuatan karakteristik. Dari pengukuran teketur dengan menggunakan rheotex ini
tertera pada grafik diatas.
Dari hasil penukuran tekstur cireng dengan mengguanakan alat rheotex,
nilai tekstur cireng dengan menggunakan santan memiliki nilai rata-rata 14,6; nilai
tekstur cireng dengan menggunakan susu memiliki nilai rata-rata sebesar 124,9.
Semakin tinggi nilai tekstur yang dihasilkan dari pengukuran dengan
menggunakan rheotex, maka menandakan tekstur cireng yang dihasilkan semakin
keras. Hal ini terjadi karena susu mengandung protein (kasein), gula laktosa dan
kalsium sehingga memberikan kelembutan dan aroma yang disukai.
Tekstur mempunyai peranan yang sangat penting dalam penentuan derajat
penilaian dan kualitas suatu bahan. Tekstur kenyal pada cireng disebabkan dari
tepung yang digunakan, yaitu tepung tapioka. Tepung tapioka merupakan tepung
pati yang mengandung amilopektin cukup tinggi. Pati mempunyai fungsi yang
penting, dengan penambahan pati dalam adonan makanan, maka tekstur dan
kekenyalan produk akan meningkat (Suprapti, 2005). Tepung tapioka
mengandung amilopektin yang tinggi yaitu 83% amilopektin dan 17% amilosa
(Winarno, 2004). Winarno (1984) menyatakan bahwa semakin kecil kandungan
amilosa atau semakin tinggi kandungan amilopektin maka produk yang dihasilkan
akan semakin kenyal. Semakin tinggi kadar amilopektin dari suatu bahan
makanan maka kemampuan mengikat air semakin meningkat pula. Sehingga
kadar air cenderung menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi
penambahan tepung tapioka. Hal ini terjadi karena adanya proses pengikatan air
oleh gugus hidroksil amilopektin dari tepung tapioka yang ditambahkan
(Siswoputranto, 1989). Tepung tapioka atau pati ditambahkan yaitu untuk
membentuk adonan atau menyatukan semua bahan, menghemat biaya produksi,
membentuk tekstur, sebagai pengemulsi dan mengikat air pada adonan (Winarno,
2004). Seperti yang diungkapkan oleh Suryanti (2008) tepung tapioka atau pati
ditambahkan untuk meningkatkan kelembutan, memudahkan penanganan,
memperbaiki teksture, dan membantu pengembangan pori.

5.2 Uji Organoleptik

Gambar 3. Grafik Uji Organoleptik


Uji organoleptik pada suatu produk perlu dilakukan untuk menilai seberapa
besar minat konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Panelis akan memberi
penilaian khusus terhadap warna, tekstur, aroma, dan rasa pada cireng. Pengujian
ini dilakukan untuk mengetahui penilaian masing-masing terhadap produk cireng
yang diujikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rampengan dkk (1985), bahwa uji
organolpetik dimaksudkan untuk mengetahui penilaian panelis terhadap produk
yang dihasilkan. Jenis pengujian yang dilakukan dalam uji organoleptik ini adalah
metode hedonik tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur, aroma, warna dan rasa
yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan. Metode pengujian yang dilakukan
adalah metode hedonik (uji kesukaan) dengan 15 orang panelis semi terlatih
meliputi: warna, aroma, tekstur, rasa dan keseluruhan dari produk yang
dihasilkan. Dalam metode hedonik ini panelis penelis diminta memberikan
penilaian berdasarkan tingkat kesukaan. Skor yang digunakan adalah 5 (sangat
suka), 4 (suka), 3 (netral), 2 (tidak suka), 1 (sangat tidak suka).
5.2.1 Warna
Warna merupakan komponen yang sangat penting untuk menentukan
kualitas atau derajat penerimaan suatu bahan pangan. Suatu bahan pangan
meskipun dinilai enak dan teksturnya sangat baik, tetapi memiliki warna yang
kurang sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang
seharusnya, maka seharusnya tidak akan dikonsumsi. Penentuan mutu suatu
bahan pangan pada umumnya tergantung pada warna, karena warna tampil
terlebih dahulu (Winarno, 2004).
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil perhitungan uji kesukaan
skoring untuk cireng susu memiliki nilai rata-rata 3,53 sedangkan cireng susu
3,67. Dalam hal ini panelis dikatakan sulit untuk memberi nilai (score) terhadap
cireng mana yang memiliki warna yang cerah dan lebih disukai panelis. Dari hasil
pengujian ternyata panelis lebih menyukai cireng dengan penambahan larutan
susu. Hal ini disebabkan karena susu memiliki warna putih yang disebabkan
karena warna kasein yang ada pada susu. Warna kasein yang murni berwarna
putih seperti salju. Di dalam susu, kasein ini merupakan disfersi koloid sehingga
tidak tembus cahaya yang mengakibatkan air susu tersebut berwarna putih
(Buda,et all., 1980). Kadang-kadang susu berwarna agak kekuning-kuningan yang
disebabkan oleh karoten. Karoten adalah pigmen kuning utama dari lemak susu.
Selain itu tingkat kecerahan warna dapat dipengaruhi lama pemanasan.
Pemanasan terjadi pada saat dilakukan penggoreengan cireng. Pada saat
penggorengan terjadi reaksi maillard. Reaksi maillard merupakan reaksi antara
gugus reduksi dari karbohidrat pada pati dengan gugus amino pada protein.
Reaksi ini menimbulkan aroma yang khas dan perubahan warna yang cenderung
lebih gelap dan berbentuk kaku. Dengan lamanya pemanasan maka warna bahan
yang dihasilkan semakin berwarna gelap.
Karakteristik warna juga dipengaruhi oleh bahan dan proses pemasakan.
Pemasakan pati meyebabkan sebagian besar penyusun bahan terutama amilosa
telah lepas keluar, dan molekul amilosa yang berantai lurus mengelompok
melalui ikatan hidrogen intermolekuler yang menyebabkan warna gel menjadi
buram (Haryadi,1995). Pada saat penggorengan minyak yang digunakan sudah
dalam keadaan yang panas merata dan saat melakukan praktikum kelompok
kami tidak melakukan pengukuran suhu minyak dan lama waktu pemasakan.
Selain dari faktor pemasakan, tingkat kepekaan panelis juga merupakan hal
yang penting, tingkat kepekaan setiap panelis berbeda-beda tergantung dari
segi kesehatan, lelaki atau wanita serta merokok atau tidak merokok (Kartika,
2010).
5.2.2 Tekstur
Tekstur memiliki pengaruh penting terhadap produk bolu gulung misalnya
dari tingkat kelembutan, keempukan, dan kekerasan, dan sebagainya. Panelis
cenderung lebih menyukai tekstur yang lembut, empuk dan tidak keras.
Sebaliknya, panelis akan memberi skor yang lebih rendah terhadap bolu gulung
yang teksturnya kasar dan keras. Tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat
diamati dengan mulut (pada waktu digigit, dikunyah, dan ditelan) ataupun
perabaan dengan jari.
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil perhitungan uji kesukaan
skoring untuk cireng santan memiliki nilai rata-rata 3,2 sedangkan cireng susu
3,37. Dalam hal ini panelis dikatakan sulit untuk memberi nilai (score) terhadap
cireng mana yang memiliki tekstur kenyal dan yang lebih disukai panelis.
Perbedaan tekstur cireng yang disajikan dibuat dengan komposisi bumbu yang
sama hanya saja terdapat perbedaan jenis larutan pada pembuatan cireng. Dari
hasil pengujian sensoris panelis cenderung lebih menyukai cireng dengan jenis
larutan santan. Hal ini terjadi karena susu mengandung protein yang memberikan
kelembutan dan aroma yang disukai.
Tekstur mempunyai peranan yang sangat penting dalam penentuan derajat
penilaian dan kualitas suatu bahan. Tekstur kenyal pada cireng disebabkan dari
tepung yang digunakan, yaitu tepung tapioka. Tepung tapioka merupakan tepung
pati yang mengandung amilopektin cukup tinggi. Pati mempunyai fungsi yang
penting, dengan penambahan pati dalam adonan makanan, maka tekstur dan
kekenyalan produk akan meningkat (Suprapti, 2005). Tepung tapioka
mengandung amilopektin yang tinggi yaitu 83% amilopektin dan 17% amilosa
(Winarno, 2004). Winarno (1984) menyatakan bahwa semakin kecil kandungan
amilosa atau semakin tinggi kandungan amilopektin maka produk yang dihasilkan
akan semakin kenyal. Semakin tinggi kadar amilopektin dari suatu bahan
makanan maka kemampuan mengikat air semakin meningkat pula. Sehingga
kadar air cenderung menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi
penambahan tepung tapioka. Hal ini terjadi karena adanya proses pengikatan air
oleh gugus hidroksil amilopektin dari tepung tapioka yang ditambahkan
(Siswoputranto, 1989). Tepung tapioka atau pati ditambahkan yaitu untuk
membentuk adonan atau menyatukan semua bahan, menghemat biaya produksi,
membentuk tekstur, sebagai pengemulsi dan mengikat air pada adonan (Winarno,
2004).
5.2.3 Aroma
Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium
oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung ketika makanan
masuk ke dalam mulut (Winarno, 2004). Aroma menentukan kelezatan bahan
makanan cita rasa dari bahan pangan sesungguhnya terdiri dari tiga komponen,
yaitu bau, rasa dan rangsangan mulut. Bau yang dihasilkan dari makanan banyak
menentukan kelezatan bahan pangan tersebut. Dalam hal bau lebih banyak
sangkut pautnya dengan alat panca indera penciuman (Rampengan dkk.,1985).
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil perhitungan uji kesukaan
skoring untuk cireng santan memiliki nilai rata-rata 3,67 sedangkan cireng susu
3,37. Dalam hal ini panelis dikatakan sulit untuk memberi nilai (score) terhadap
cireng mana yang memiliki aroma yang lezat dan yang lebih disukai panelis.
Perbedaan aroma cireng yang disajikan dibuat dengan komposisi bumbu yang
sama hanya saja terdapat perbedaan jenis larutan pada pembuatan cireng. Dari
hasil pengujian panelis lebih menyukai cireng dengan jenis pelarut santan.
Aroma mempunyai peranan yang sangat penting dalam penentuan derajat
penilaian dan kualitas suatu bahan pangan, seseorang yang menghadapi makanan
baru, maka selain bentuk dan warna, bau atau aroma akan menjadi perhatian
utamanya. Dalam pengolahan pangan, penambahan santan berfungsi sebagai
penambah citaa rasa dan aroma, karena santan mempunyai lemak yang digunakan
sebagai perasa yang menyedapkan masakan. Dalam industri makanan, peran
santan sangat penting baik sebagai sumber gizi, penambahan aroma, cita rasa,
flavour dan perbaikan tekstur bahan pangan hasil olahan. Hal ini disebabkan
karena santan mengandung senyawa nonylmethylketon, dengan suhu yang tinggi
akan menyebabkan bersifat volatile dan menimbulkan bau yang enak. Senyawa
volatile ini merupakan persenyawaan terbang yang sekalipun dalam jumlah kecil
namun sangat berpengaruh pada flavor (Apandi, 1984). Pada pengolahan oleh
panas akan terjadi browning pada berbagai bahan makanan. Browning ini
dikehendaki karena menimbulkan bau, aroma, dan cita rasa yang dikehendaki.
Semakin banyak santan yang ditambahkan, maka kualitas pangan yang dihasilkan
semakin baik (Sudari, 1984). Proses pemanasan yang menyebabkan browning
pada bahan sehingga menimbulkan aroma yang khas. Lama pemanasan yang
berbeda menimbulkan kuat aroma yang berbeda pula. Selain dari proses
pemanasan juga dipengaruhi oleh tingkat kepekaan panelis seperti litelatur berikut
tingkat kepekaan setiap panelis berbeda-beda tergantung dari segi kesehatan,
lelaki atau wanita serta merokok atau tidak merokok (Kartika, 2010).
Hasil pengujian sesuai dengan literatur diatas karena panelis cenderung
menyukai cireng santan karena pada pembuatan cireng fungsi dari penambahan
santan adalah menambah penyerapan (absorpsi) air dan memperkuat adonan yang
berfungsi sebagai bahan penyegar protein tepung sehingga volume cireng
bertambah. Selain itu, pemakaian santan dalam pembuatan produk cireng untuk
memperbaiki gizi karena santan mengandung protein dan lemak.
5.2.4 Rasa
Rasa adalah faktor berikutnya yang dinilai panelis setelah tekstur, warna dan
aroma. Rasa timbul akibat adanya rangsangan kimiawi yang dapat diterima oleh
indera pencicip atau lidah. Rasa adalah faktor yang mempengaruhi penerimaan
produk pangan. Jika komponen aroma, warna dan tekstur baik tetapi konsumen
tidak menyukai rasanya maka konsumen tidak akan menerima produk pangan
tersebut (Rampengan dkk., 1985).
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil perhitungan uji kesukaan
skoring untuk cireng santan memiliki nilai rata-rata 3,2 sedangkan cireng susu
3,07. Dalam hal ini panelis dikatakan sulit untuk memberi nilai (score) terhadap
cireng mana yang memiliki rasa gurih dan yang lebih disukai panelis. Cireng yang
disajikan dibuat dengan komposisi bumbu yang sama hanya saja terdapat
perbedaan jenis larutan pada pembuatan cireng. Dari hasil pengujian ternyata
panelis lebih menyukai cireng dengan jenis pelarut santan.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cireng seperti bawang
putih, garam, merica dan daun bawang memberikan cita rasa yang gurih dan lezat
pada cireng. Menurut Palungkun dan Budhiarti (1995), bawang putih berfungsi
memberikan kombinasi rasa dan aroma harum sekaligus gurih pada masakan.
Merica lebih banyak digunakan dalam bentuk bubuk. Bumbu kering atau bubuk
merica berfungsi memberikan rasa dan aroma tertentu sesuai kebutuhan resep.
Penambahan garam dalam pembuatan cireng berfungsi dapat merangsang cita dan
penambahan rasa enak pada produk (Soeparno, 1994). Daun bawang biasa
ditambahkan diberbagai hidangan untuk semakin memepercantik dan
memperlezat rasa makanan.
Selain bawang putih, garam, merica dan daun bawang, penggunaan santan
juga dapat memberikan rasa gurih karena pada santan banyak mengandung lemak
sehingga akan membuat suatu produk pangan memiliki cita rasa yang lezat
(Satuhu, 2004). Namun hal tersebut tidak sesuai dengan panelis yang lebih
menyukai cireng dengan susu karena rasanya lebih manis dan lembut karena
pemakaian susu dalam pembuatan produk cireng untuk memperbaiki gizi karena
susu mengandung protein (kasein), gula laktosa dan kalsium.
Menurut Suyanti (2008) penambahan garam Garam dapat memberikan rasa,
meningkatkan konsistansi adonan serta mengikat air. Penambahan garam pada
makanan dapat menghambat pertumbahan jamur/kapang serta menghambat
aktivitas enzim protease dan amilase sehingga adonan menjadi tidak lengket dan
mengembang.
BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum pengolahan cireng yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa:
a. Pengolahan cireng dilakukan dengan pencampuran tepung terigu dan tapioka,
penambahan bumbu yang telah disangrai, penambahan santan/susu dan air,
penambahan daun bawang, pembentukan adonan, dan penggorengan.
b. Terdapat perbedaan kualitas antara cireng penambahan susu dan cireng
penambahan santan.
c. Tingkat kesukaan panelis terhadap cireng penambahan santan lebih tinggi
daripada cireng penambahan susu.

6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk praktikum selanjutnya adalah:
a. Keseriusan praktikan perlu ditingkatkan agar tidak gaduh selama praktikum di
dalam laboratorium.
b. Diharapkan adanya peralatan praktikum yang memadai agar tidak membuang
waktu untuk bergantian menggunakan alat praktikum yang diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA

Apandi, M., 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Bandung: Alumni.


Astawan. 2010. Tepung Tapioka, Manfaatnya dan Cara Pembuatannya. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Bastos, D.M., Monaro, E., Siguemoto, E., dan Séfora, M. 2012. Maillard
Reaction Products in Processed Food: Pros and Cons dalam : Food
Industrial Processes - Methods and Equipment. P.282-296 InTech,
Published.
Buda, I K, I.B. Arka, I K. Sulandra, I G P. Jamasuta, dan I K Arnawa. (1980).
Susu dan Hasil Pengolahanya. Bagian Teknologi Hasil Ternak. Denpasar:
Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan. Universiyas Udayana.
Dear Realita dan Kristiastuti S.D. 2014. E-journal Boga Volume 03 Nomor 03
edisi yudisium periode Oktober 2014, hal 68-75.
Eddy dan Lilik. 2007. Membuat Aneka Roti. Jakarta: Penebar Swadaya.
Effendi. 2012. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Bandung:
Alfabeta.
Farida, A. 2008. Patiseri Jilid 1-3. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.
Haryadi. (1995). Kimia dan Teknologi Pati. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana
Universitas GajahMada.
Immaningsih, Nelis. 2012. Profil Gelatinisasi Beberapa Formulasi Tepung-
Tepungan Untuk Pendugaan Sifat Pemasakan. Penel Gizi Makan 2012,
35(1): 13-22.
Kartika, B dkk. 2010. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta
Universitas Gajah Mada.
Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Liu, M. 2008. Motivating Students Through Problem-based Learning. Austin:
University of Texas.
Martins, S.I.F.S., Jongen, W.M.F., and Van Boekel, M.A.J.S. 2001. A Review
of.  Maillard Reaction in Food and Implications to Kinetic Modelling.
Trends. Food Science Techonlogy (11): 364. 
Meltin, Lela. 2009. Budidaya Tanaman Bawang Daun (Allium fistulosum L.) Di
Kebun Benih Hortikultura (Kbh) Tawangmangu. Surakarta: Universitas
Sebelas Maret.
Mudjajanto E.S dan L.N Yulianti. 2008. Membuat Aneka Roti. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Nazaruddin. 2000. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Nursten H. 2005. The Maillard Reaction: Chemistry, Biochemistry and.
Implications. Cambridge: U K Royal Society of Chemistry.
Rampengan, V.J. Pontoh dan D.T. Sembel., 1985. Dasar-dasar Pengawasan
Mutu Pangan.Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian
Timur, Ujung Pandang.
Satuhu, S., dan Sunarmani 2004. Membuat Aneka Dodol Buah. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Satuhu, S., dan Sunarmani. 2008. Membuat Aneka Dodol Buah. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Septiatin, Eatin. 2008. Apotek Hidup dari Rempah-Rempah, Tanaman Hias, dan
Tanaman Liar. Bandung: CV Yrama Widya.
Siswoputranto L.D., 1989. Teknologi Pasca Panen Kentang. Yogyakarta: Liberty.
Soeparno, 1994. Ilmu dan Tehnologi Daging.Yogyakarta.: Gadjah Mada
Universitas Press.
Sudari., 1984. Aspek Teknologi Pangan Organoleptik Untuk Industri Pangan
Hasil Pertanian. Jakarta: Bharata.
Sumardjo, Damin. 2008. Pengantar Kimia. Jakarta: EGC. 
Suprapti, L. 2008. Tepung Tapioka Pembuatan dan Pemanfaatannya. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Suyanti. 2008. Membuat Mie Sehat Bergizi dan Bebas Pengawet. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Syamsiah I.S dan Tajudin. 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
Tanoto, E. 2008. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Tenggiri. Bogor: Skripsi
Teknologi Pangan dan Gizi IPB.
Umiyati, Gustika. 2014. Pangan Lokal. Jember: Universitas Jember.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pusaka
Utama. Hal 27 – 33.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

A. Uji Fisik
1. Warna

Rumus = Rata-rata =

Sampel 1.1 = = 31,52 Sampel 1.3 = = 30,97

Sampel 1.2 = = 31,11 Rata-rata = = 31,2

Sampel 2.1 = = 32,55 Sampel 2.3 = = 31,59

Sampel 2.2 = = 31,46 Rata-rata = = 31,9

2. Tekstur

Rumus (g/mm) = Rumus Rata-Rata =

Sampel 1.1 = = 18,3


Sampel 1.3 = = 14,7

Sampel 1.2 = = 10,7


Rata-rata = = 14,6
Sampel 2.1 = = 125,7 Sampel 2.3 = = 122

Sampel 2.2 = = 127 Rata-rata = = 124,9


B. Uji Organoleptik
1. Sampel 1 Warna
Jumlah = 3+ 4 +4+2+4+4+5+ 4 + 3 + 3 + 3 +4+4+2+4 = 53

Rata-rata = =3,53

2. Sampel 1 Tekstur
Jumlah = 4 +4+ 4 +1+3+2+4+3+ 4 +4+2+4+2+3+4= 48

Rata-rata = = 3,20

3. Sampel 1 Aroma
Jumlah = 3 +5+4+2+4+4+5+3+3 + 5+ 2 +4+4+ 3 +4 = 55

Rata-rata = =3,67

4. Sampel 1 Rasa
Jumlah = 3+4+3+3+3+2+5+2+2+ 4 +3+3+5+2+4 = 48

Rata-rata = =3,20

5. Sampel 2 Warna
Jumlah = 4+4+5+ 3 + 3 + 3 +4+4+4+ 4 +2+4+4+4+3=55

Rata-rata = =3,67

6. Sampel 2 Tekstur
Jumlah = 2+ 4 +3+1+2+3+2+ 2 +3+3+ 4 +3+2+ 4 +2 =40

Rata-rata = =2,67

7. Sampel 2 Aroma
Jumlah = 4 +5+4+2+4+ 3 +4+4+4+4+3+ 3 +4+ 4 +4= 56

Rata-rata = = 3,73

8. Sampel 2 Rasa
Jumlah = 3+4+3+2+3+3+3+3+ 3 +4+2+2+3+4+4=46

Rata-rata = =3,07

LAMPIRAN DOKUMENTASI

Penyiapan bahan Penghalusan Bumbu

Penumisan dan Pendidihan Penuangan bumbu dan santan ke


bumbu dan santan tepung
Pengadukan Adonan Pembentukan Adonan

Penggorengan Pengukuran tekstur

Pengukuran Warna

Anda mungkin juga menyukai