Anda di halaman 1dari 65

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN TANAMAN HERBAL,


MINERAL ZINK, SUSU BUBUK AFKIR DAN
VITAMIN C TERHADAP PERFORMA
AYAM BROILER

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar


Sarjana (S1) Peternakan Jurusan Ilmu Peternakan
Pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Islam Negeri Alauddin
Makassar

OLEH:

AYU ASHARI
60700117034

JURUSAN ILMU PETERNAKAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2021
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ayam broiler merupakan unggas yang tergolong sebagai ayam pedaging

yang sudah dikenal dikalangan masyarakat umum. Ayam broiler menjadi salah

satu ternak yang banyak dipelihara oleh peternak karena waktu pemeliharaannya

yang relatif lebih singkat dibandingkan dengan ayam buras pedaging lainnya yaitu

sekitar 30-35 hari ayam broiler sudah dapat dipanen. Indonesia yang memiliki

tradisi yang berbeda-beda ini memiliki peranan dalam usaha ayam broiler, karena

dengan adanya upacara adat atau acara lainnya penjualan ayam broiler akan

meningkat. Harga ayam broiler yang dapat dikatakan ekonomis ini membuat daya

jualnya tinggi karena dapat dijangkau dari kalangan menengah atas maupun

menengah bawah.

Pemeliharaan ayam broiler ataupun ternak lainnya harus memperhatikan

manajemen pemeliharaan khususnya manajemen pakan. Pakan memiliki peran

penting dalam keberhasilan produksi ternak. Pakan yang memiliki kualitas yang

baik tentunya akan meninkatkan produksi ternak begitupun sebaliknya, apabila

pakan yang diberikan tidak memperhatikan kualitas atau kandungan nutrisinya

akan membuat produksi ternak menurun atau kurang. Hal yang harus diperhatikan

dalam manajemen pakan adalah cara pemberian pakan, waktu pemberian pakan,

jenis pakan dan antibiotik.

Penambahan antibiotik diberikan pada ternak ayam broiler bertujuan untuk

meningkatkan produktifitasnya, namun sejak 1 Januari 2018 pemerintah telah


melarang penggunaan antibiotik sebagai Anti Growth Promotor pada ternak

karena melalui Permentan Nomor 14 Tahun 2017 tentang klasifikasi obat

pemerintah melarang penggunaan AGP dalam pakan yang diperkuat oleh

Permentan Nomor 22 Tahun 2017 tentang pendaftaran peredaran pakan, yang

mensyaratkan pernyataan tidak menggunakan AGP dalam formulasi pakan yang

diproduksi bagi produsen yang mendaftarkan pakan. Kedua regulasi tersebut

sesuai amanat Undang-undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang peternakan dan

Kesehatan Hewan yang menyatakan tentang pelanggaran penggunaan pakan yang

dicampur dengan hormon tertentu dan tau antibiotik imbuhan pakan (Saranasatwa,

2012).

Penggunaan antibiotik sebagai AGP sangat berbahaya karena akibat residu

zat kimia yang terkandung didalamnya, sehingga hasil ternak yang akan

dikonsumsi akan memberikan dampak negatif bagi konsumen. Adapun dampak

negatif yang akibat penggunaan antibiotik yaitu adanya residu dalam tubuh ayam

dan apabila apabila mengonsumsi daging ayam yang mengandung residu

antibiotika akan menimbulkan gangguan kesehatan. Bahaya residu obat hewan

dapat berupa bahaya langsung dalam jangka pendek seperti alergi, gangguan

penecrnaan, gangguan kulit, anafilaksis dan hipersensitfitas. Serta bahaya tidak

langsung yang bersifat jangka panjang seoerti resistensi mikrobiologi,

karsinogenik, mutagenic, teratogenic dan gangguan reproduksi (Singh et al.,

2014).

Peternakan ayam broiler umumnya rentan terhadap serangan penyakit

yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, pasrasit, lingkungan dan kekurangan
salah satu unsur nutrisi (Tamaluddin, 2012). Menurut Etikaningrum dan Iwantoro

(2017), menyatakan bahwa penggunaan antibiotik pada industri peternakan

umumnya bertujuan untuk pengobatan ternak sehingga mengurangi resiko

kematian dan mengembalikan kondisi ternak menjadi sehat. Penggunaan

antibiotik juga digunakan sebagai imbuhan pakan (feed additive) untuk memacu

pertumbuhan, meningkatkan produksi dan meningkatkan efisiensi penggunaan

pakan. Namun penggunaan antibiotika, feed additive ataupun hormone pemacu

pertumbuhan hewan yang tidak sesuai anjuran dan tidak sesuai dengan dosis yang

ditetapkan dapat menyebabkan residu pada produk ternak yang dihasilkan.

Ramuan herbal memiliki aktivitas farmakologis sebagai antibiotik alami,

antivirus, antimikrobia, antiradang, antikolesterol, antikanker, meningkatkan

nafsu makan dan meningkatkan daya cerna ternak ayam (Cahyono, 2011).

Ramuan herbal merupakan obat tradisional yang dikenal sebagai jamu, yang

terbuat dari bahan alami terutama tumbuhan dan merupakan warisan budaya

bangsa yang telah digunakan turun temurun secara empirik. Ramuan tanaman

herbal (jamu), selain untuk konsumsi manusia dapat juga digunakan untuk ternak

(Zainuddin, 2010).

Salah satu peranan pakan pada ternak yaitu untuk meningkatkan daya

tahan tubuh. Kecukupan zink (Zn) dalam pakan diduga berperan dalam

peningkatan daya tahan tubuh. Zink sangat esensial dalam mengatur sel normal

sebagai media fungsi sistem imun tubuh (Regar dkk., 2014). Mineral Zn

merupakan salah satu nutrien penting yang diperlukan oleh tubuh dalam menjaga

dan memelihara kesehatan. Semua makhluk hidup baik manusia maupun hewan
membutuhkan mineral ini. Zn dibutuhkan dalam jumlah sedikit akan tetapi mutlak

harus ada di dalam pakan, karena Zn tidak bisa dikonversi dari zat gizi lain.

Mineral ini berperan dalam berbagai aktivitas enzim, pertumbuhan dan

diferensiasi sel (Widhyari, 2012).

Penggunaan bahan pakan alternatif dapat menekan biaya pakan serendah

dan seefisien tanpa memberikan pengaruh buruk terhadap performa, produktivitas

dan kondisi fisiologis ternak makan usaha peternakan ayam akan menjadi sumber

pendapatan yang menguntungkan bagi masyarakat (Masita, 2018). Susu bubuk

afkir dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak karena mengandung protein,

lemak, laktosa kandungan nutrient lainnya seperti natrium, kalium, vitamin,

mineral dan asam amino (Alim dkk., 2012). Menurut Warsito dkk (2012), bahwa

susu bubuk afkir memenuhi syarat sebagai pakan tambahan pada ayam pedaging,

yaitu mudah didapatkan, harga relatif murah dan komposisi gizinya memadai.

Faktor lingkungan (cekaman panas) dapat menimbulkan kerugian terhadap

peternakan ayam broiler seperti penurunan bobot badan, peningkatan rasio

konversi pakan dan naiknya angka kematian. Hal ini karena ayam broiler tidak

memiliki kelenjar keringat apalagi bulunya hampir menutupi seluruh bahagian

tubuhnya, sehingga menghambat proses pembuangan panas baik yang berasal dari

metabolisme tubuh maupun yang berasal dari lingkungan. Vitamin C merupakan

alternatif zat pencegah cekaman panas. Beberapa penelitian dapat membuktikan

bahwa pemberian vitamin C dapat mengurangi dampak cekaman panas pada

ayam. Hal ini berkaitan dengan berkurangnya pembentukan vitamin C akibat


gangguan pada organ tubuh penghasil vitamin C tersebut sehingga untuk

memenuhi kebutuhannya perlu ditambahkan dari luar.

Berdasarkan pernyataan diatas maka perlu dilakukan suatu penelitian

dengan tujuan mengetahui pengaruh pemberian tanaman herbal dengan kombinasi

bahan berupa kencur, kunyit, mineral zinc, susu bubuk dan vitamin C terhadap

performa ayam broiler.

B. Rumusan Masalah

Antibiotik dapat meningkatkan produktifitas broiler, namun memberikan

dampak negatif bagi kualitas ayam broiler dan konsumen sehingga pemerintah

membatasi penggunaan antibiotik pada ternak. Indonesia kaya akan tanaman

herbal yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhaan ayam broiler, seperti kencur

dan kunyit dikombinasikan dengan mineral zink, susu bubuk afkir dan vitamin C.

Berdasarkan hal tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

bagaimana pengaruh pemberian kombinasi tanaman herbal, mineral zink, susu

bubuk afkir dan vitamin C terhadap performa ayam broiler ?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi tanaman herbal,

mineral zink, susu bubuk afkir dan vitamin C terhadap performa ayam broiler.

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai tambahan pengetahuan masyarakat mengenai pengaruh pemberian

kombinasi tanaman herbal, mineral zink, susu bubuk afkir dan vitamin C pada

ayam broiler.
2. Sebagai referensi mahasiswa yang melakukan penelitian lanjut mengenai

penggunaan tanaman herbal, mineral zink, susu bubuk afkir dan vitamin C

sebagai imbuhan pakan untuk meningkatkan performa ayam broiler.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Integrasi Al-Qur’an

1. Tinjauan Al-Qur’an tentang ternak

Hewan peliharaan adalah hewan yang sebagian atau seluruh kehidupannya

bergantung pada manusia untuk maksud tertentu. Ternak adalah hewan peliharaan

yang produknya dimanfaatkan sebagai bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil

ikatannya yang terkait dengan pertanian (Rahmiati dan Probadi, 2014). Hal ini

sesuai dengan pendapat Susilorini dkk (2014), bahwa ternak adalah hewan yang

dengan sengaja dipelihara sebagai sumber pangan atau di pelihara untuk

membantu pekerjaan manusia.

Sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surah Al-

Mu’minun/23:21

٢١ َ‫ة َو ِم ۡنهَا ت َۡأ ُكلُون‬ٞ ‫ير‬ ۖ


َ ِ‫َوإِ َّن لَ ُكمۡ فِي ٱأۡل َ ۡن ٰ َع ِم لَ ِع ۡب َر ٗة نُّ ۡسقِي ُكم ِّم َّما فِي بُطُونِهَا[ َولَ ُكمۡ فِيهَا َم ٰنَفِ ُع َكث‬
Terjemahnya: “
Dan Sesungguhnya pada binatang-binatang ternak, benar-benar terdapat
pelajaran yang penting bagi kamu, kami memberi minum kamu dari air
susu yang ada dalam perutnya, dan (juga) pada binatang-binatang ternak
itu terdapat faedah yang banyak untuk kamu, dan sebagian daripadanya
kamu makan” (Depertemen Agama RI, 2012).
Dalam tafsir Al-muyassar dijelaskan bahwa sesungguhnya (wahai

manusia) pada hewan ternak itu benar-benar banyak terdapat pelajaran

didalamnya misalnya unta, sapi, dan kambing yang bisa diambil pelajaran dari

penciptaanya. Kami memberikan air minum kepadamu berupa cairan susu yang

terdapat didalam perutnya dan memperoleh manfaat lainnya seperti bulu domba,

kulit dan sebagainnya lagi untuk dimakan berupa susu. Telur dan daging

dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber protein dan meningkatkan

perekonomian masyarakat (Basyir dkk., 2017).

Menurut Tafsir Al- Misshbah dijelaskan bahwa melalui sebuah

pengamatan kita dapat mendapatkan bukti kekuasaan dan karunia Allah Swt.

Kami dapat memberimu minum yakni dari susu murni yang bergizi yang berasal

dari perutnya. Selain dari pada itu terdapat juga manfaat lainnya seperti daging,

kulit dan bulunya dan semua itu dapat kamu manfaatkan dalam berbagai tujuan.

Atas berkat Allah, kamu memakan makanan bergizi dengan sangat mudah.

Diatasnya, yakni terdiri atas punggung hewan-hewan itu, yakni unta dan juga di

atas perahu–perahu kamu dan barang–barang kamu diangkat atas izin Allah

menuju tempat–tempat yang jauh.

Firman Allah SWT. mengenai hewan yang dapat memberikan manfaat

kepada manusia juga dijelaskan dalam QS Al-Nahl/16:79:

ٰ
ٖ َ‫ت فِي َج ِّو ٱل َّس َمٓا ِء َما يُمۡ ِس ُكه َُّن إِاَّل ٱهَّلل ۚ ُ إِ َّن فِي َذلِكَ أَل ٓ ٰي‬
َ‫ت لِّقَ ۡو ٖم ي ُۡؤ ِمنُ[[ون‬ ٖ ‫أَلَمۡ يَ َر ۡو ْا إِلَى ٱلطَّ ۡي ِر ُم َس َّخ ٰ َر‬
٧٩
Terjemahnya :

“Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan


terbang di angkasa bebas. tidak ada yang menahannya selain dari pada
Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tandatanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman”
(Kementrian Agama RI, 2012).
Dalam kitab tafsir jalalayn dijelaskan bahwa (Tidakkah mereka

memperhatikan burung-burung yang dimudahkan) terbang (di angkasa bebas) di

udara antara langit dan bumi. (Tidak ada yang menahannya) sewaktu ia melipat

sayap atau mengembangkannya sehingga ia tidak jatuh ke bawah (selain daripada

Allah) yakni dengan kekuasaan-Nya. (Sesungguhnya pada yang demikian itu

benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang

beriman) yaitu penciptaan burung itu sehingga dapat terbang dan penciptaan udara

sehingga dapat memungkinkan bagi burung untuk terbang mengarunginya dan

menahan burung untuk tidak jatuh ke tanah (Tujuan fashilah: Tafsir jalalayn).

Dalam Al-Qur‟an dijelaskan bahwa hewan ternak mempunyai banyak

manfaat. Begitu istimewanya hewan ternak sehingga beberapa nama hewan

dijadikan nama surat di dalam Al-Qur‟an, misalnya ternak sapi betina (Al-

Baqarah), hewan ternak (Al-An‟am), dan lebah (An-Nahl). Banyak sekali ayat Al-

Qur‟an yang secara eksplisit menyebut nama-nama hewan ternak, misalnya ternak

unggas. Allah telah menciptakan binatang ternak bukan tanpa maksud dan tujuan,

hal ini semata-mata untuk kemaslahatan umat manusia karena pada binatang

ternak terdapat banyak manfaat yang dapat diambil dan digunakan untuk

kebutuhan dan kelangsungan hidup manusia.

2. Tinjaun Al-Qur’an tentang tanaman

Obat tradisional yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan yang telah digunakan

sejak dulu secara turun temurun oleh nenek moyang kita untuk mengobati

beberapa jenis penyakit dan menjaga stamina. Obat tradisional tersebut sering
dikenal dengan istilah jamu. Saat ini jamu tidak hanya digunakan untuk manusia

saja, tetapi pemberian jamu sudah mulai dikenal di kalangan peternak unggas.

Mereka memanfaatkan beberapa tanaman obat sebagai obat tradisional untuk

ternaknya sebagai pengganti obat-obatan buatan pabrik yang dirasa cukup mahal

terutama bagi peternak skala menengah ke bawah.

Di dalam Al-Qur’an banyak dijelaskan tentang tanaman dan berbagai

manfaatnya misalnya saja tanaman tersebut berguna sebagai obat. Sebagaimana

firman Allah swt. dalam Q.S al-Nahl/16:11.

‫ت إِ َّن فِي ٰ َذلِ[[كَ أَل ٓيَ[ ٗ[ة لِّقَ[ ۡ[و ٖم‬


ِ ۚ ‫[ر‬ َ َ‫[ل َوٱأۡل َ ۡع ٰن‬
َ ٰ [‫ب َو ِمن ُك[[لِّ ٱلثَّ َم‬ ُ ِ‫ي ُۢنب‬
َ [‫ت لَ ُكم بِ [ ِه ٱل [ َّز ۡر َع َوٱل َّز ۡيتُ[[ونَ َوٱلنَّ ِخي‬
١١ َ‫يَتَفَ َّكرُون‬

Terjemahnya :

“Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman;


zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan.Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum
yang memikirkan” (Kementerian Agama RI, 2013).

Dia menumbuhkan bagi kalian dengan air itu tanam-tanaman, zaitun,

kurma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang

demikian itu (hal yang telah disebutkan itu benar-benar ada tanda) yang

menunjukkan akan keesaan Allah swt. (Bagi kamu yang memikirkan) mengenai

ciptaan-Nya sehingga mereka mau beriman karenanya (Masita, 2020).

Adapun yang menjelaskan tentang tanaman obat yaitu dalam Q.S

Thaha/20:53 sebagai berikut :

[ٗ ‫ٱلس[ َمٓا ِء َم[[ٓاءٗ فَأ َ ۡخ َر ۡجنَ[ا[ بِ ِٓۦه أَ ۡز ٰ َو‬


‫جا‬ َّ َ‫ك لَ ُكمۡ فِيهَا ُسبُاٗل َوأَن[ َز َل ِمن‬ َ ‫ٱلَّ ِذي َج َع َل لَ ُك ُم ٱأۡل َ ۡر‬
َ َ‫ض َم ۡه ٗدا َو َسل‬
٥٣ ‫ات َشتَّ ٰى‬ ٖ َ‫ِّمن نَّب‬

Terjemahnya:
“Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah
menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air
hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari
tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam”(Kementrian Agama, 2019).

Dalam tafsir Al-misbah pada QS. Thaha/20:53 oleh Muhammad quraish

shihab yang menyatakan bahwa Dialah Tuhan yang menganugerahkan nikmat

kehidupan dan pemeliharaan kepada hamba-hamba-Nya. Dengan kekuasaan-Nya,

Dia telah menjadikan bumi sebagai hamparan untukmu, membuka jalan-jalan

untuk kamu lalui dan menurunkan hujan di atas bumi sehingga terciptalah

sungaisungai. Dengan air itu Allah menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang

berbeda-beda warna, rasa dan manfaatnya. Ada yang berwarna putih dan hitam,

adapula yang rasanya manis dan pahit.

B. Ayam Broiler

Menurut Ratnasari dkk (2015), bahwa ayam pedaging atau yang biasa

dikenal dengan istilah broiler merupakan jenis ras unggul hasil persilangan dari

bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi terutama dalam

memproduksi daging ayam. Ayam pedaging yang banyak dikonsumsi oleh

manusia adalah final stock yang merupakan galur ayam hasil seleksi intensif yang

memiliki sifat ekonomis dengan karakteristik pertumbuhan cepat, penghasil

daging dengan konversi pakan rendah dan siap potong pada usia relatif muda.

Ayam pedaging pada umumnya siap panen pada umur 32-35 hari.
Gambar 1. Ayam broiler

Klasifikasi ilmiah ayam pedaging menurut Muharlien dkk (2017), adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Class : Aves

Ordo : Alliformes

Famili : Phasianidae

Genus : Gallus

Spesies : Gallus gallus domestica

Menurut Umam dkk (2015), bahwa ayam pedaging (broiler) adalah salah

satu komoditi unggas yang memberikan kontribusi besar dalam memenuhi

kebutuhan protein asal hewani bagi masyarakat Indonesia. Kebutuhan daging

ayam broiler setiap tahunnya mengalami peningkatan, karena harganya yang

terjangkau oleh semua kalangan masyarakat. Ayam broiler adalah jenis ternak

unggas yang memiliki laju pertumbuhan yang sangat cepat. Keunggulan ayam
broiler didukung oleh sifat genetik dan keadaan lingkungan yang meliputi

makanan, temperatur lingkungan, dan pemeliharaan.

Keunggulan ayam pedaging lainnya menurut Yemima (2014) tidak

memerlukan lahan yang luas untuk pemeliharaannya, sehingga lahan yang

tersedia dapat dimanfaatkan secara efisien. Secara genetik ayam pedaging

dirancang memiliki pertumbuhan yang sangat cepat. Pertumbuhan yang cepat

tersebut perlu diimbangi dengan asupan nutrisi yang cukup, salah satunya adalah

asupan protein yang tinggi (Jamilah dkk., 2013).

Menurut Windriasari (2017), bahwa broiler merupakan ayam yang

memiliki kemampuan tinggi dalam mengubah pakan menjadi daging secara

efektif, karena perbaikan genetik dan didukung oleh faktor lingkungan yang

sesuai maupun kebutuhan nutrisi yang cukup. Kualitas daging broiler dapat

dipengaruhi oleh penanganan ayam sebelum pemotongan. Faktor antemortem

yang menyebabkan stres pada ayam salah satunya yaitu proses transportasi dari

peternakan menuju rumah pemotongan ayam.

Seperti halnya ternak unggas yang lain ayam broiler memiliki kelebihan

dan kelemahan. Adapun kelebihan ayam broiler yaitu daging empuk, ukuran

badan besar, bentuk dada lebar, padat dan berisi, efisiensi terhadap pakan cukup

tinggi, sebagian besar dari pakan diubah menjadi daging dan pertambahan bobot

badan sangat cepat sedangkan kelemahannya yaitu memerlukan pemeliharaan

secara intensif dan cermat, relatif lebih peka terhadap suatu infeksi penyakit, sulit

beradaptasi dan sangat peka terhadap perubahan suhu lingkungan (Santoso dan

Sudaryani, 2011). Sedangkan menurut Tamaluddin (2012), bahwa kesehatan dan


tingkat sensitivitas broiler terhadap penyakit timbul akibat tingkat stress yang

lebih tinggi akibat pertumbuhan yang terlalu cepat. kebiasaan-kebiasaan

pemeliharaan yang tidak berubah dan tidak mengikuti perkembangan yang ada

akan menjadi boomerang terhadap proses produksi.

Menurut Rahayu (2011), bahwa ciri-ciri ayam broiler atau ayam pedaging

adalah sebagai berikut:

a. Ukuran badan ayam pedaging relatif besar, padat, kompak, dan berdaging

penuh, sehingga disebut tipe berat.

b. Jumlah telur relatif sedikit.

c. Bergerak lambat dan tenang.

d. Biasanya lebih lambat mengalami dewasa kelamin.

e. Beberapa jenis ayam pedaging, mempunyai bulu kaki dan masih suka

mengeram.

C. Tanaman Herbal

1. Tanaman kencur (Kaempferia galangal L)

Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan tanaman herbal yang

memiliki khasiat obat yang hidup didaerah tropis dan subtropis. Pemanfaatan

kencur baik pada kalangan industry maupun rumah tangga bukan hanya

digunakan sebagai obat namun bisa juga sebagai makanan, minuman yang kaya

akan manfaat bagi kesehatan. Pada negara berkembang seperti Indonesia

penggunaan bahan baku herbal kini lebih sering digunakan karena memiliki harga

yang lebih murah serta banyak tumbuh didaerah tropis sediaan herbal juga pada

dasarnya dianggap lebih aman, lebih efektif, dan memiliki efek samping yang
lebih kecil dibandingkan dengan bahan kimia pada sediaan obat (Soleh dan

Megantara, 2019).

Kencur merupakan anggota famili Zingiberaceae yang sering digunakan

dalam masakan, berbagai olahan minuman, maupun pengobatan tradisional.

Bagian tumbuhan kencur yang sering digunakan adalah rimpangnya. Rimpang

kencur memiliki rasa yang cenderung pedas dan aroma yang khas. Rasa dan

aroma ini dipengaruhi oleh kandungan senyawa kimia di dalamnya, yaitu etil

sinamat, etil p-metoksisinamat, p-metoksostiren, borneol, dan minyak atsiri

(Prabawati dan Pujimulyani, 2018).

Ciri-ciri morfologi tanaman kencur menurut Ami dan Candra (2019),

bahwa tanaman kencur memiliki akar serabut, batang berupa rimpang, permukaan

berwarna cokelat dengan bagian dalam berwarna putih, beraroma khas jika

dikupas, berbuku-buku, daun tunggal berbentuk bulat telur, tumbuh mendatar di

permukaan tanah, ujung meruncing, pangkal membulat, tepi bergelombang,

pertulangan sejajar, bunga tumbuh di antara helai daun, mahkota berwarna putih,

memiliki benang sari dan putik dalam satu bunga.

Kencur memiliki batang yang bebentuk basal dengan ukuran kurang lebih

20 cm. Warna daun berwarna hijau dan berbentuk tunggal dengan tepi daun

terdapat warna merah kecoklatan, permukaan pada daun bagian atas tidak terdapat

bulu tetapi bagian bawah daun terdapat bulu halus, tangkai daun berukuran

pendek kisaran 3-10 cm terbenam dalam tanah. Susunan daun saling berhadapan

dan memiliki daun yang sedikit sekitar 2-3 lembar (Haryudin dan Rostiana, 2016).

Sedangkan bunga pada tanaman kencur memiliki bentuk seperti terompet dengan
panjang bunga kisaran 3-5 cm, jumlah mahkota pada bunga kisaran 4-12 buah

dengan warna dominan putih, benang sari dengan panjang 4 mm berwarna

kuning. Rimpang berbentuk seperti jari yang tumpul dengan batang kencur

pendek, serabut akar berwarna coklat agak kekuningan, pada kulit bagian luar

rimpang memiliki warna coklat mengkilat dengan daging berwarna putih dan

tidak berserat serta memiliki bau yang khas (Soleh dan Megantara, 2019).

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan kencur dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Phanerogamae

Division : Spermatophyta

Sub Division : Angiospermae

Class : Monocotyledonae

Order : Scitaminales

Family : Zingiberaceae

Genus : Kaempferia

Species : Kaemferia galangal L (Soleh dan Megantara,

2019).

Obat Herbal seperti kencur memiliki kegunaan yang sudah dikenal

dikalangan masyarakat baik digunakan sebagai salah satu bumbu masak, ataupun

sebagai pengobatan, biasanya kencur dikenal sebagai obat untuk mengobati

berbegai masalah kesehatan diantaranya mengobati batuk, mual, bengkak bisul

maupun sebagai anti toksin seperti keracunan. Kencur sendiri apabila sudah diolah
menjadi minuman seperti beras kencur dapat meningkatkan daya tahan tubuh,

mencegah dan menghilangkan masuk angin hal ini dikarenakan didalam kencur

terdapat beberapa senyawa seperti minyak atsiri, saponin, flavonoid, polifenol

yang diketahui memiliki banyak manfaat (Setyawan 2012).

Senyawa obat salah satunnya ditemukan dari tanaman herbal, yaitu

tanaman bahan baku obat herbal yang memiliki kandungan metabolit sekunder.

Metabolit sekunder didefinisikan sebagai senyawa yang dihasilkan atau disintesis

dari tanaman yang sering digunakan sebagai pertahanan yang ditemukan pada

tanaman yang spesifik sehingga metabolit sekunder hanya terjadi pada saat

kondisi tertentu dengan jumlah yang sedikit (Setyawan 2012).

Tanaman kencur merupakan salah satu tanaman herbal yang mempunyai

daya adaptasi yang cukup tinggi. Semua bagian kencur bermanfaat tetapi yang

umum dipakai adalah rimpangnya untuk menambah nafsu makan dan

memperlancar edaran darah. Kencur segar mengandung antibakteri walaupun

sedikit. Rimpang kencur mengandung minyak atsiri yang di dalamnya terkandung

kurang lebih 23 macam senyawa, 17 diantaranya merupakan senyawa aromatik,

monoterpena dan seskuiterpena. Semua bagian kencur bermanfaat tetapi yang

umum dipakai adalah rimpangnya untuk menambah nafsu makan dan

memperlancar edaran darah. Kencur segar mengandung antibakteri walaupun

sedikit (Sembiring, 2012).

Penggunaan tanaman kencur ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di

Indonesia, selain untuk kebutuhan manusia juga dapat dimanfaatkan bagi ternak

termasuk unggas. Allah telah menciptakan berbagai jenis tanaman yang sangat
bermanfaat untuk kesehatan ternak yang dapat diolah menjadi tanaman herbal

seperti temulawak, kencur, jahe, lengkuas, kunyit dan bawang putih. Bagian

tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah bagian daun, batang,

akar, rimpang, bunga, buah dan bijinya (Sambiring, 2012).

Tabel 1. Kandungan Kimia Rimpang Kencur (Kaempferia galangal L)


Jenis Kandungan Jumlah Kandungan (%)
α– pinene 1,28
Kampen 2,47
Benzene 1,33
Pentadecane 6,41
Eucalyptol 9,59
Karvon 11,13
Metilsinamat 23,23
etil p-metoksisinamat 31,77
Sumber : Tewtrakul dan Fameera, 2011.

2. Tanaman kunyit (Curcuma domestica Val)

Tanaman kunyit banyak ditemukan di daerah tropis hingga sub tropis

dengan lingkungan tumbuh mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi

sekitar 2.000 meter diatas permukaan laut, tumbuh subur pada tanah liat ataupun

berpasir. Umumnya kunyit ditanam sebagai tanaman tumpang sari di hutan,

pekarangan ataupun kebun (Marisa dkk, 2019).

Tanaman kunyit memiliki batang berbentuk semu. Panjang daunnya

kisaran 20-40 cm dengan lebar 15-30 cm, daun bertangkai dan tunggal, tulang

daun menyirip, daun berwarna hijau pucat dan memiliki permukaan yang licin,

ujung dan pangkal daun meruncing dengan bentuk daun lancet yang lebar. Bunga

memiliki panjang kisaran 10- 15 cm dengan warna putih hingga kuning atau
kemerahan, termasuk bunga majemuk, pada tiap bunga memiliki tiga lembar tajuk

dan tiga lembar kelopak. Rimpang berbentuk bulat panjang, pada induk rimpang

mempunyai cabang yang berbentuk lateral dan seperti bentuk jari melengkung

atau lurus, induk rimpang biasa terasa agak pahit karena banyak mengandung

resin dan pigmen berbeda dengan anak rimpang memiliki rasa yang agak manis

dan juga memiliki bau yang aromatis (Marisa dkk, 2019).

Menurut Bagchi (2012), taksonomi tanaman kunyit (Curcuma longa

/Curcuma domestica Val) sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma longa

Senyawa utama yang terkandung dalam rimpang kunyit adalah

kurkuminioid dan minyak atsiri. Kandungan kurkuminoid berkisar antar 3-5%

yang terdiri dari kurkumin dan turunannya yaitu demetoksikurmin dan

bisdemetoksikutkumin. Kandungan minyak atsiri berkisar antara 2,5-6% yang

terdiri dari komponen artumeron, alfa dan betatumeron, tumerol, alfa atlanton,

beta kariofilen, dan linalol. Selain kurkuminoid dan minyak atsiri rimpang kunyit
mengandung senyawa lain seperti pati, lemak, protein, kamfer, resin, damar, gom,

kalsium fosfor, dan zat besi (Hartati, 2013).

Minyak atsiri pada rimpang kunyit dapat dijadikan sebagai anti mikroba

dan kurkumin sebagai anti inflamasi dan meningkatkan kerja organ pencernaan.

Aktifitas biologis kunyit berspektrum luas diantaranya adalah sebagai antioksidan,

antibakteri dan hipokolesteremik, mempunyai sifat kolagogum (peluruh empedu),

sehingga dapat meningkatkan penyerapan vitamin A, D, E dan K (Agustina,

2013). Menurut Himawan dkk (2012), menyatakan bahwa ekstrak etanol rimpang

kunyit memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Bacillus subtilis,

Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli dan Salmonella typhosa.

Menurut Hendriana dkk (2018), menyatakan bahwa kunyit (Curcuma

domestica) merupakan salah satu herbal yang cukup potensial untuk dimanfaatkan

sebagai antibiotik alami. kunyit merupakan salah satu bahan fitofarmaka potensial

yang dapat digunakan sebagai imbuhan pakan pengganti antibiotika untuk unggas,

karena kunyit mengandung zat aktif kurkumin yang dapat berfungsi sebagai

antimikroba, dan dalam dosis yang tepat dapat merelaksasi usus sehingga

diharapkan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan. Penggunaan kunyit

sebagai imbuhan pakan bisa dilakukan dengan cara mencampurkan langsung ke

dalam ransum atau melalui air minum, namun pencampuran kunyit ke dalam

ransum efektif dibandingkan dengan melalui air minum dari segi kemudahan

pelaksanaannya karena jika dicampurkan ke dalam air minum harus selalu diaduk

untuk menghindari pengendapan kunyit di bagian bawah tempat minum


Kunyit bisa diberikan dalam bentuk segar maupun dalam bentuk tepung

yang dikeringkan hal ini mengakibatkan dosis yang digunakan jadi berbeda, itulah

yang membuat mengapa pada penelitian-penelitian pemanfaatan kunyit terdahulu

memperlihatkan penggunaan dosis kunyit yang sangat berbeda besarannya antar

penelitian. Kunyit dalam bentuk tepung kering lebih awet, serta lebih terjamin

kekonsistenan kandungan aktifnya dalam jangka waktu lama dibandingkan

dengan kunyit segar yang semakin lama disimpan akan rusak (Hendriana dkk.,

2018).

Pujianti dkk., (2013), meyatakan bahwa pemberian tepung kunyit dalam

pakan broiler dapat meningkatkan sistem kerja saluran pencernaan dalam

penyerapan nutrisi dan juga berfungsi sebagai antibiotik alami dalam tubuh

ternak. Bukan hanya dapat meningkatkan performa unggas akan tetapi senyawa

kurkumin ini dapat memberikan efek penambahan nafsu makan yang

mengakibatkan konsumsi pakan bertambah. Senyawa kurkumin ini meningkatkan

proses kerja proventriculus dan ventriculus sebagai lambung sejati dalam

memproses pakan sehingga pengosongan lambung akan cepat. Apabila hal ini

terjadi maka akan memberikan dampak positif dalam penambahan konsumsi

pakan harian.

Tabel 2. Kandungan Kimia Rimpang Kunyit (Curcuma domestica)


Jenis Kandungan Jumlah Kandungan (%)
a-phellandrene 1
Sabinene 0,6
Cineol 1
Borneol 0,5
Zingiberene 25
sesquiterpines 53
kurkumin (diferuloylmethane) 3-4
kurkumin I 93
kurkumin II 6
kurkumin III 0,3
Sumber : Hayakawa et al., 2011.

D. Mineral Zink

Mineral memiliki peran yang sangat penting dalam pemeliharaan fungsi

tubuh. Mineral berperan dalam proses fisiologis yaitu pertumbuhan dan

pemeliharaan kesehatan. Ada dua komponen utama mineral berdasarkan tingkat

keperluannya yaitu makro mineral dan mikro mineral. Mineral makro antara lain

Ca, P, K, Mg dan Sulfur Mineral makro dibutuhkan ternak dalam jumlah yang

l,ebih banyak daripada mineral mikro Mineral mikro dibutuhkan dalam jumlah

kecil namun berperan penting dalam kehidupan ternak Contoh mikro mineral

adalah Fe, Mo, Cu, Zn, Mn, Co, I dan Se (Suprayitno, 2020).

Untuk kepentingan ternak mineral dapat dibedakan menjadi mineral

esensial dan mineral non-esensial Contoh mineral esensial yaitu Kalsium (Ca),

Natrium (Na), Kalium (K), Fosfor (P), Magnesium (Mg), Klor (Cl), Sulfur (S),

Besi (Fe), Yodium (I), Seng (Zn), Kobalt (Co), Mangan (Mn), Tembaga (Cu) dan

contoh mineral non esensial yaitu Merkuri (Hg), Timbal (Pb), Arsen (As)

(Suprayitno, 2020).
Zinc (Zn) merupakan salah satu mineral mikro yang memiliki fungsi dan

kegunaan penting bagi tubuh. Zn dibutuhkan oleh berbagai organ tubuh, seperti

kulit, mukosa saluran cerna dan hampir semua sel membutuhkan mineral ini.

Dampak yang ditimbulkan akibat kurangnya mineral ini adalah terjadinya

penurunan nafsu makan sampai pada gangguan sistem pertahanan tubuh.

Kegagalan mempertahankan produksi sering terjadi akibat menurunnya nafsu

makan induk yang dipicu oleh rendahnya kualitas pakan yang tersedia. Rendahnya

ketersediaan zat gizi dalam pakan atau ketidak cukupannya berakibat pada

terganggunya sistem pertahanan tubuh dan disertai menurunnya tingkat

produktivitas ternak (Widhyari, 2012).

Zn berperan penting pada proses metabolisme protein dan karbohidrat,

pertumbuhan dan reproduksi (Chand et al. 2014). Bentuk umum Zn yang sering

digunakan sebagai imbuhan pakan atau suplemen pakan dalam ransum unggas

adalah berupa Zn anorganik (antara lain Zn oksida, Zn sulfat, Zn klorida) dan Zn

organik (antara lain Zn proteinat, Zn asam amino, Zn pikolinat, Zn metionin).

Akhir-akhir ini, peran mikromineral Zn semakin meluas yaitu sebagai senyawa

antioksidan, antistress terhadap panas dan bersifat antibakteri (Zhao et al., 2014).

Peran baru Zn ini mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia karena

pemerintah sudah mengimplementasikan pelarangan senyawa antibiotik untuk

dimasukkan ke dalam pakan ternak dan juga sangat bermanfaat digunakan untuk

daerah tropis seperti di Indonesia (Hidayat dkk., 2018).

Penambahan feed supplement berupa antioksidan masih menjadi solusi

alternatif untuk menurunkan cekaman panas akibat laju metabolisme yang tinggi
pada ayam broiler. Penambahan antioksidan di dalam pakan ayam broiler (feed

supplement) dapat berupa penambahan mineral mikro seperti Zinc (Zn) dan

Copper (Cu). Mineral mikro merupakan kofaktor dan katalis dalam sistem enzim,

selain itu berperan dalam dalam sistem imun dan sekresi hormon (Lestari dkk.,

2020). Zinc adalah mineral mikro yang essensial untuk makhluk hidup dan

berperan di beberapa jalur metabolisme. Zinc merupakan kofaktor lebih dari 300

enzim di sistem metabolisme (Bun et al., 2011).

Penggunaan mineral Zn dalam ransum unggas telah banyak diaplikasikan

oleh industri pakan unggas, umumnya suplementasi Zn pada pakan unggas berasal

dari sumber anorganik, dalam bentuk Zn sulfat (ZnSO4) dan Zn oksida (ZnO),

dengan alasan harga murah dan ketersediaan. Saat ini, penggunaan Zn organik

dalam ransum unggas, telah banyak dilaporkan karena Zn organik (Zn proteinat,

Zn asam amino, Zn pikolinat) lebih baik penyerapannya dalam saluran pencernaan

unggas dibandingkan dengan Zn anorganik (seperti Zn sulfat, Zn klorida) (Zhao

et al., 2014).

Dari segi fisiologis, Zn berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel,

antioksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler, adaptasi gelap,

pengecapan, serta nafsu makan. Dari segi biokimia, Zn sebagai komponen dari

200 macam enzim berperan dalam pembentukan dan konformasi polisome,

sebagai stabilisasi membran sel, sebagai ion bebas ultra-seluler, dan berperan

dalam jalur metabolisme tubuh. Peranan terpenting Zn bagi makhluk hidup adalah

untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, sebab Zn berperan pada sintesis dan

degradasi karbohidrat, lemak, protein, asam nukleat, dan pembentukan embrio.


Dalam hal ini, Zn dibutuhkan untuk proses percepatan pertumbuhan,

menstabilkan struktur membran sel dan mengaktifkan hormon pertumbuhan. Zn

juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh dan merupakan mediator potensial

pertahanan tubuh terhadap infeksi. Pada defisiensi Zn ditemukan limfopeni,

menurunnya konsentrasi dan fungsi limfosit T dan B. Selain itu, Zn juga berperan

dalam berbagai fungsi organ. Misalnya, keutuhan penglihatan yang merupakan

interaksi metabolisme antara Zn dan vitamin A (Sampurna, 2016).

E. Susu Bubuk Afkir

Salah satu limbah dari hasil ternak yaitu limbah susu bubuk afkir yang

merupakan susu yang sudah tidak dipakai atau tidak dikonsumsi lagi oleh

manusia. Susu bubuk afkir adalah sisa-sisa susu bubuk yang menempel pada alat

mesin atau juga bisa susu bubuk yang sudah kadaluarsa namun kadar nutrisinya

tidak jauh berbeda dengan susu yang tidak diafkir (Irianto, 2011). Susu afkir juga

dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak karena masih memiliki nutrisi yang

baik seperti protein 25,8%, lemak 0,9%, laktosa 4,6% kandungan nutrien lainnya

seperti natrium, kalium, vitamin, mineral dan asam amino (Alim et al., 2012).

Menurut Pratiwi dkk (2017), menyatakan bahwa susu afkir memenuhi

persyaratan sebagai pakan tambahan maupun pengganti bahan baku ransum pada

ayam yaitu bahan mudah didapatkan, harga relatif terjangkau, tidak bersaing

dengan kebutuhan manusia dan komposisi nutrien berkualitas dengan kandungan

protein tinggi. Sedangkan menurut Alim et al (2012), menyatakan bahwa

penambahan susu afkir sebesar 5%, 7.5%, dan 10% dari total ransum memberikan

bobot yang semakin tinggi dibandingkan ransum komersial tanpa penambahan


susu afkir. Penambahan susu afkir sebesar 10% dari total ransum memberikan

hasil terbaik terhadap peningkatan konsumsi pakan.

Kandungan gizi susu bubuk kadaluarsa sangat komplit dan sangat

kompleks, maka dari itu sangat penting ditambahkan pada pakan komersial.

Penambahan susu bubuk kadaluarsa sebagai bahan pakan tambahan yang berupa

zat-zat nutrisi, terutama zat nutrisi mikro seperti vitamin, mineral atau asam

amino. Pakan tambahan dalam ransum berfungsi untuk melengkapi atau

meningkatkan zat nutrisi mikro yang seringkali kandungannya dalam ransum

kurang atau tidak sesuai standar. Tujuan ialah memperbaiki kualitas ransum dan

meningkatkan proses pencernaan dan penyerapan zat nutrisi ransum (Sukma,

2019).

Menurut penelitian Pertiwi (2017), susu bubuk afkir mengandung energi

yang dapat dimetabolisme sebesar 3.023 kkal/kg, protein 13,57%, kalsium 1,83%,

fosfor 0,13%, lemak kasar 18,63% dan serat kasar 6,29. Susu bubuk afkir

mengandung zat gizi mikro yang sangat lengkap, seperti vitamin, mineral dan

asam amino. Vitamin dalam lemak susu adalah vitamin A, D, E dan K sedangkan

vitamin yang terlarut dalam susu adalah vitamin B kompleks.

Menurut Warsito dkk (2012), menyatakan bahwa pertambahan berat badan

masing-masing perlakuan yang berbeda menunjukkan bahwa susu afkir dapat

diberikan pada campuran pakan ayam pedaging. Hal ini dimungkinkan karena

pada susu afkir dapat meningkatkan konsumsi pakan dan memiliki palatabilitas

tinggi sehingga pakan yang diberikan dengan tambahan susu afkir sebagian besar
bisa tercerna dengan baik menjadi daging serta akan berdampak pada peningkatan

pertambahan berat badan ayam pedaging.

F. Vitamin C

Istilah vitamin berasal dari nama Vitamine yang diberikan oleh Casimir

Funk untuk faktor tambahan makanan. Vitamin adalah zat katalitik yang tidak

dapat disintesis oleh tubuh dalam metabolismenya dan harus tersedia dari luar.

Kebutuhan vitamin pada ternak terutama digunakan untuk pertumbuhan,

kesehatan, konversi ransum, reproduksi dan pemeliharaan (Sampurna, 2016).

Menurut Setiawan dkk (2013), bahwa vitamin termasuk dalam senyawa

kompleks essensial yang berfungsi untuk pertumbuhan normal, hidup pokok,

produksi, menjaga keseshatan ternak dan proses metabolisme dalam tubuh ternak.

Vitamin memiliki fungsi yang sangat penting bagi pertumbuhan ternak menuntut

vitamin harus tersedia dalam pakan ataupun sebagai obat dan suplement. Vitamin

C bisa disintesis oleh ayam, akan tetapi apabila ayam dalam keadaan stress tinggi

produksi dari vitamin C menjadi kurang sehingga perlu diberikan secara terpisah

baik dalam pakan ataupun air minum.

Ayam memerlukan asupan vitamin yang cukup untuk berbagai proses

reaksi metabolik dalam tubuhnya. Vitamin C berperan penting dalam

memperbaiki sistem kekebalan tubuh ayam yang terkena stress tinggi akibat

lingkungan, selain itu vitamin C juga berfungsi dalam memperbaiki jaringan yang

rusak akibat infeksi penyakit (Kusumasari dkk., 2013). Peternak ayam broiler di

Indonesia dalam mengatasi stress pada ayam menambahkan obat atau feed

additive dengan kandungan biasanya terdapat vitamin, mineral, dan lain lain yang
berfungsi meningkatkan nafsu makan, menjaga daya tahan tubuh, dan sebagai anti

stress (Sarengat dkk., 2016).

Vitamin C mempunyai sifat yang larut kedalam air serta bentuk ion ionik

mampu meresap serta berakumulasi di kulit, untuk mempertahankan bentuk non

ionik ph harus tetap berada dibawah 3,5. Aktivitas tiroid vitamin C berfungsi

sebagai transport elektron yang bisa memberikan elektron dalam reaksi

penggabungan antara iodium dalam pembentukan tiroksin yang bisa

meningkatkan kadar tiroksin dalam plasma darah. Hormone tiroksin berperan

dalam proses mempercepat proses pertumbuhan dan metabolisme energy

(Andarina dan Djauhari, 2017).

Menurut Mitzler dalam Syahruddin dkk., (2012) vitamin C juga berfungsi

dalam proses aktivitas kelenjar tiroid, karena vitamin C merupakan ko-substrat

dari dopamin β-hidroksilase dalam pembentukan Norepinefrin sehingga ayam

mampu membuang panas dengan memacu denyut jantung dan proses dilatasi

pembuluh perifer dapat dinaikkan dan pada akhirnya suhu ayam menjadi turun.

Menurut Sahin dalam Susanti dkk., (2013) Ayam memiliki enzim gulonolakton

oksidase, sehingga mampu mensistesis vitamin C dalam tubuhnya, namun di saat

mengalami cekaman panas atau terkena penyakit produksi dari vitamin C

menurun.

Pemanfaatan vitamin C tidak membutuhkan biaya yang besar dan

pengetahuan yang mendalam, dikarenakan bahan ini mudah didapat dan mudah

sekali penggunaannya. Dapat diketahui bahwa vitamin C memiliki efektivitas

untuk mengatasi stress khususnya karena faktor panas lingkungan. Vitamin C


memiliki peran dalam metabolisme glukoneogenesis yaitu proses penyediaan

energi selama stress. Mekanismenya melalui pengkonversian protein dan lemak

menjadi energi untuk produktivitas serta bertahan dalam sintesis sel darah putih

khususnya sel makrofag dan netrofil yang berperan dalam sintesis pertahanan

tubuh ayam broiler (Subekti et al., 2012).

Vitamin C sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan untuk ayam yang

mengalami cekaman panas, dimana akan terjadi kenaikan sekresi garam empedu

yang mengakibatkan terjadi penyerapan asam asam lemak di usus halus dan

dibentuk menjadi trigliserida (Azim dkk., 2016). Gejala klinis seekor ayam

mengalami stres akibat dari tingginya suhu lingkungan yaitu dimulai dengan

adanya kegelisahan dalam kandang, mengembangkan sayap, painting dan

mengalami penurunan konsumsi pakan yang diikuti penurunan pertumbuhan

(Syahruddin dkk., 2012).

Menurut hasil penelitian (Syahruddin dkk., 2013), Pertambahan bobot

badan broiler yang diberikan vitamin C sebanyak 550ppm pada suhu 21°C sekitar

2588,70g/ekor, untuk broiler pada suhu 27°C sebesar 2022,81g/ekor dan pada

suhu 33°C sebesar 1393,55g/ekor. Penggunaan vitamin C dengan jumlah yang

banyak dibutuhkan ketika ternak mengalami stress yang berfungsi dalam

mempertahankan konsentrasi asam askorbat yang normal dalam plasma darah.

G. Performa Broiler

1. Konsumsi ransum

Menurut Zulfanita dkk (2011), menyatakan bahwa ransum adalah

kumpulan bahan makanan yang layak dimakan oleh ayam dan telah disusun
mengikuti aturan tertentu. Aturan ini meliputi nilai kebutuhan gizi bagi ayam dan

nilai kandungan gizi dari bahan makanan yang digunakan. Persamaan nilai gizi

yang ada dalam bahan makanan yang digunakan dengan nilai gizi yang

dibutuhkan dinamakan teknik penyusunan ransum. Presentase bahan pada ransum

ditentukan oleh kandungan zat makanan dan kandungan nutrisinya.

Ransum merupakan salah satu faktor yang pengaruhnya sangat besar

terhadap pertumbuhan perlu mendapat perhatian yang serius. Ransum disebut

seimbang apabila mengandung semua zat makanan yang diperlukan oleh ayam

dalam perbandingan yang sesuai dengan kebutuhan. Untuk mendapatkan ayam

dengan pertumbuhan yang cepat dan produksi yang efisien, maka penyusunan

ranssum perlu diperhatikan utamanya mengenai kandungan energi dan protein

serta keseimbangannya (Zulfanita, 2011).

Sedangkan Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah

unsur nutrien yang ada di dalam ransum yang telah tersusun dari berbagai bahan

pakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ayam. Konsumsi ransum dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu besar dan bangsa ayam, suhu lingkungan, tahap

produksi dan energi ransum. Bentuk ransum, ukuran ransum, penempatan ransum

dan cara pengisian ransum merupakan faktor yang dapat memengaruhi konsumsi

ransum. Konsumsi ransum ditentukan dari kondisi ayam (strain) dan lingkungan.

Palatabilitas pakan merupakan daya tarik pakan atau bahan pakan yang dapat

menimbulkan selera makan ternak. Hubungan pakan dengan palatabilitas

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu rasa, bau dan warna bahan pakan. Bentuk

fisik ransum juga mempengaruhi banyaknya ransum yang dikonsumsi, unggas


cendrung mengkonsumsi dalam bentuk crumble dan pellet. Tingkat energi dalam

pakan akan menentukan jumlah pakan yang dikonsumsi, selain faktor energi

dalam pakan kecenderungan serat kasar pada pakan juga dapat mempengaruhi

tingkat konsumsi (Nurulloh, 2019).

Menurut Zulkarnain (2013), konsumsi ransum sangat erat kaitannya dengan

kesuksesan sebuah peternakan. Setiap peternak selalu berharap pemberian ransum

yang rendah, tetapi ayam memiliki berat yang tinggi. Hal itu tentu saja tidak bisa

dilakukan karena jumlah ransum dan berat ayam sangat terkait. Konsumsi ransum

untuk ayam pun harus tepat.

Menurut Tampubolon (2012), bahwa asupan protein dipengaruhi oleh

jumlah konsumsi ransum. Pakan yang energinya semakin tinggi semakin sedikit

dikonsumsi demikian sebaliknya bila energi pakan rendah akan dikonsumsi

semakin banyak untuk memenuhi kebutuhannya. Konsumsi protein yang tinggi

akan mempengaruhi asupan protein pula ke dalam daging dan asam-asam amino

tercukupi di dalam tubuhnya sehingga metabolisme sel-sel dalam tubuh

berlangsung secara normal (Gultom, 2014).

Sedangkan menurut Negoro dan Muharlien (2013), bahwa tingkat energi

dalam pakan akan menentukan jumlah pakan yang dikonsumsi, selain faktor

energi dalam pakan kecenderungan serat kasar pada pakan juga dapat

mempengaruhi tingkat konsumsi. Ayam pedaging cenderung meningkaat

konsumsinya bila kandungan energi metabolis dalam pakan rendah.

Saat cuaca panas, ayam berusaha mendinginkan tubuhnya dengan cara

bernafas secara cepat (panting). Tingkah laku ini dapat menyebabkan peredaran
darah banyak menuju ke organ pernafasan, sedangkan peredaran darah pada organ

pencernaan mengalami penurunan sehingga bisa mengganggu pencernaan dan

metabolisme. Pakan yang dikonsumsi tidak bisa dicerna dengan baik dan nutrien

dalam pakan banyak yang dibuang dalam bentuk feses (Ginting, 2020).

2. Pertambahan bobot badan

Pertumbuhan mencakup pertambahan dalam bentuk jaringan pembangun

seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya (dalam

hal ini tidak termasuk penggemukan karena penggemukan merupakan

pertambahan dalam bentuk lemak (Zulfanita dkk., 2011). Pertambahan bobot

badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur

pertumbuhan. Faktor yang menentukan pertumbuhan antara lain umur, bangsa

jenis kelamin, prcepatan pertumbuhan, kesehatan ternak, serta kualitas dan

kuantitas rasnsum. Pertambahan bobot badan diperoleh dari perbandingan antara

selisih dari bobot akhir dan bobot awal dengan lamanya pemeliharaan (Fahrudin

dkk., 2016).

Kecepatan pertumbuhan bobot badan serta ukuran badan ditentukan oleh

sifat keturunan tetapi pakan juga memberikan kesempatan bagi ternak untuk

mengembangkan sifat keturunan semaksimal mungkin (Zulfanita dkk., 2011).

Sedangkan menurut Riyanti dkk (2015), yang menyatakan bahwa pertambahan

berat tubuh diukur setiap minggu berdasarkan selisih bobot ayam petelur grower

akhir minggu dengan bobot tubuh minggu sebelumnya.

Konsumsi pakan yang tinggi seharusnya diikuti oleh PBB yang tinggi dan

begitupun sebaliknya. Hal ini berhubungan dengan proses metabolisme yang


terjadi dalam tubuh ternak yang akhirnya hasil proses tersebut digunakan untuk

pertumbuhan dan produksi (Umam dkk., 2015). Menurut Tabara (2012), bahwa

panas yang ekstrim atau dingin akan mempengaruhi penampilan unggas dengan

mengurangi pertambahan bobot badan dan menurunkan produksi telur, juga

meningkatkan kematian dan peka terhadap penyakit. Perubahan yang terjadi

secara fisiologis sebagai akibat dari suhu lingkungan yang tinggi adalah fungsi

hormon tinggi yang pada akhirnya akan mempengaruhi metabolisme.

Menurut Qurniawan (2016), bahwa faktor yang berpengaruh pada

pertambahan bobot badan yaitu perbedaan jenis kelamin, konsumsi pakan,

lingkungan, bibit dan kualitas pakan. Uzer dkk (2013) bahwa pertambahan bobot

badan sangat berkaitan dengan pakan, dalam hal kuantitas yang berkaitan dengan

konsumsi pakan apabila konsumsi pakan terganggu maka akan mengganggu

pertumbuhan.

Adanya pertambahan berat badan dapat mencerminkan tingkat

kemampuan ayam broiler dalam mencerna ransum untuk diubah menjadi berat

badan. Pertambahan berat badan ayam dapat mencapai standar, hal ini

dikarenakan konsumsi ransum juga mencapai standar kebutuhan. Terjadinya

pertambahan lebih tinggi karena pakan yang diberikan sudah memenuhi

kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh ayam broiler, yaitu karbohidrat, protein,

lemak, vitamin dan mineral (Fadli, 2015).

3. Konversi pakan

Menurut Nugraha dkk (2017), bahwa nilai FCR (Feed Convertion Rate)

merupakan perbandingan antara konsumsi pakan dengan pertambahan bobot


badan yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu, FCR dapat digunakan untuk

mengukur produktivitas ternak. Menurut Allama dkk (2012), menyatakan bahwa

nilai konversi pakan yang rendah menunjukkan bahwa efisiensi penggunaan

pakan yang baik, karena semakin efisien ayam mengkonsumsi pakan untuk

memproduksi daging.

Menurut Allama dkk. (2012) bahwa nilai konversi pakan yang rendah

menunjukkan bahwa efisiensi penggunaan pakan yang baik, karena semakin

efisien ayam mengkonsumsi pakan untuk memproduksi daging. Indeks konversi

ransum akan naik apabila hubungan antara jumlah energi dalam formula dan

kadar protein disesuaikan secara teknis (Mookiah et al., 2014). Faktor lain yang

dapat mempengaruhi nilai FCR yaitu kualitas day old chick (DOC), kualitas

nutrisi, manajemen pemeliharaan dan kualitas kandang (Andriyanto et al., 2015).

Banyaknya ransum yang dikonsumsi selama masa rata-rata pemeliharaan

63 hari mulai dari DOC sampai dipanen yaitu 1846,68 gram per ekor per 63 hari.

Nilai rata-rata konversi ransum yang diperoleh dari perhitungan yaitu 2,30

sedangkan untuk nilai minimal dan maksimal adalah 1,79 dan 3,42. Adapun faktor

utama yang mempengaruhi konversi ransum adalah genetik, kualitas ransum,

penyakit, temperatur, sanitasi kandang, ventilasi, pengobatan, dan manajemen

kandang. Faktor pemberian ransum, penerangan juga berperan dalam

mempengaruhi konversi ransum, laju perjalanan ransum dalam saluran

pencernaan, bentuk fisik ransum dan komposisi nutrisi ransum (Fahrudin dkk.,

2016).
Angka konversi pakan menunjukkan tingkat penggunaan pakan dimana

jika angka konversi semakin kecil maka penggunaan pakan semakin efisien dan

sebaliknya jika angka konversi besar maka penggunaan pakan tidak efisien Nilai

konversi ransum berhubungan dengan biaya produksi, khususnya biaya ransum,

karena semakin tinggi konversi ransum maka biaya ransum akan meningkat

karena jumlah ransum yang dikonsumsi untuk menghasilkan bobot badan dalam

jangka waktu tertentu semakin tinggi. Nilai konversi ransum yang tinggi

menunjukkan jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menaikkan bobot badan

semakin meningkat dan efisiensi ransum semakin rendah (Rani, 2016).

4. Persentase karkas

Karkas merupakan ayam yang sudah dipotong bersih tanpa kepala, cakar

dan jeroan (hati, jantung, ginjal, rempela, usus). Berat karkas dapat dijadikan

sebagai gambaran produksi daging dari seekor ternak dan pengukuran berat

karkas merupakan suatu faktor yang penting dalam mengevaluasi hasil produksi

ternak. Bobot karkas yang diperoleh dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

umur, jenis kelamin bobot potong, konformasi tubuh ternak, tingkat perlemakan,

strain dan kualitas maupun kuantitas ransum yang diberikan selama pemeliharaan

(Prihatini, 2019).

Menurut Risnajati (2012), bahwa persentase berat karkas biasanya

digunakan untuk menilai produksi ternak daging. Faktor genetik dan lingkungan

mempengaruhi laju pertumbuhan dan komposisi tubuh yang terdiri atas distribusi

bobot badan, komposisi kimia dan komponen karkas. Penyerapan nutrisi pakan

yang tinggi merupakan salah satu faktor meningkatnya persentase karkas.


Persentase karkas dapat diperoleh dengan cara membandingkan berat karkas

dengan bobot hidup sebelum pemotongan. Semakin besar bobot hidup ayam

pedaging, maka semakin besar persentase karkasnya. Persentase karkas ayam

pedaging dengan umur pemeliharaan 35 hari bervariasi antara 65-70% dari bobot

hidup.

Bobot karkas ayam pedaging berkisar antara 63-66%. Semakin tinggi

bobot karkas maka tingkat perlemakkan pada ayam pedaging akan semakin

rendah dan semakin rendah bobot karkas maka tingkat perlemakkan pada ayam

pedaging semakin tinggi. Produksi karkas erat hubungannya dengan bobot badan

(Sibarani dkk., 2014).

Menurut Dewanti dkk (2013), bahwa persentase karkas dipengaruhi oleh

bobot potong. Persentase karkas berawal dari laju pertumbuhan yang ditunjukkan

dengan adanya pertambahan bobot badan akan mempengaruhi bobot potong yang

dihasilkan. Bobot potong akan berpengaruh pada persentase karkas yang

dihasilkan. Persentase karkas berhubungan dengan jenis kelamin, umur dan bobot

hidup. Jadi persentase karkas meningkat seiring dengan meningkatnya umur dan

bobot hidup. Persentase karkas selain disebabkan oleh bobot hidup yang

dihasilkan, dipengaruhi pula oleh penanganan dalam proses pemotongan. Strain

ayam juga dapat mempengaruhi persentase karkas (Risnajati, 2012).

5. Persentase lemak abdominal

Pengukuran lemak abdominal dapat digunakan sebagai indikator dari total

lemak tubuh. bobot lemak abdominal cenderung meningkat seiring dengan

pertambahan umur. Pada periode ternak awal, lemak yang disimpan dalam tubuh
jumlahnya sedikit, namun pada pertumbuhan akhir proses pertumbuhan lemak

akan berlangsung cepat dan lemak akan disimpan di bawah kulit, di sekitar organ

dalam, antara lain empedal, usus, dan otot. Penimbunan lemak abdominal di

dalam rongga perut akan berpengaruh terhadap bobot karkas (Salam dkk., 2013).

Persentase lemak abdominal karkas broiler berkisar antara 0,73% sampai

3,78%. Lemak abdominal mempunyai hubungan korelasi dengan total lemak

karkas, semakin tinggi kandungan lemak abdominal maka semakin tinggi

kandungan lemak karkas pada broiler (Salam dkk., 2013).

Bobot lemak abdominal broiler dipengaruhi oleh bobot hidupnya. Hal ini

sesuai dengan siklus pertumbuhan broiler yang dimulai dari pertumbuhan tulang,

otot, dan lemak. Lemak merupakan bagian yang paling akhir terbentuk setelah

tulang dan otot. Tulang dan otot adalah bagian yang paling besar porsinya

terhadap bobot hidup broiler. Oleh sebab itu, lemak abdominal terbentuk seiring

meningkatnya bobot hidup broiler (Saputra dkk., 2015).

Menurut Saputra dkk (2015), bahwa kondisi fisiologis dapat mempegaruhi

persentase lemak abdominal. Pertumbuhan akan berjalan secara optimal apabila

kondisi kesehatan (fisiologis) broiler baik. Kondisi fisiologis dipengaruhi oleh

keadaan internal kandang. Closed house dapat memberikan kondisi yang nyaman

bagi pemeliharaan broiler sehingga tercipta kondisi fisiologis yang baik. Rata-rata

bobot lemak abdominal broiler umur 26 hari pada perlakuan menggunakan litter

sekam padi pada penelitian ini sebesar 9,33 g/ekor sedikit lebih besar

dibandingkan dengan bobot lemak abdominal broiler umur 24 hari. Menurut

penelitian Bastari (2012) yakni sebesar 8,41 g/ekor pada jenis litter yang sama.
Perbedaan bobot lemak abdominal broiler dari penelitian ini disebabkan umur dan

kandungan lemak kasar dalam ransum yang digunakan berbeda.

Menurut Kusuma dkk (2014), bahwa berat lemak abdominal yang

menurun sebagai akibat dari menurunnya bera karkas dan kandungan nutrisi

dalam pakan yang diserap soleh tubuh. Serat kasar yang tinggi pada ransum

membuat nutrisi yang terkandung dalam pakan tidak terserap secara sempurna

sehingga mempengarui pertumbuhan jaringan lemak. Hal ini sesuai dengan

pendapat Dewanti dkk (2013), bahwa berat lemak cenderung meningkat dengan

bertambahnya berat badan. Faktor yang mempengarui pembentukan lemak

abdominal antara lain umur, jenis kelamin, spesies, kandungan nutrisi dan suhu

lingkungan.

Adanya kelebihan energi yang dikonsumsi mengakibatkan terbentuknya

lemak tubuh pada ayam broiler. Energi yang digunakan tubuh umumnya berasal

dari karbohidrat dan cadangan lemak. Sumber karbohidrat dalam tubuh mampu

memproduksi lemak tubuh yang dsimpan di sekeliling jeroan dan dibawah kulit.

Broiler dengan umur 21-33 hari keberadaan lemak abdominalnya belum terlalu

banyak terbentuk karena zat-zat makanan yang diserap oleh tubuh masih

digunakan untuk pertumbuhan murni (Kusuma dkk., 2014).

6. Proporsi bagian-bagian karkas

Adapun faktor utama yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan

komposisi tubuh ayam pedaging yaitu terdiri dari faktor genetik dan lingkungan

yang meliputi distribusi otot, komposisi kimia dan komponen karkas. Faktor lain

yang mempengaruhi persentase bagian-bagian karkas adalah bobot hidup, strain,


bangsa, jenis kelamin dan kualitas ransum. Pembagian karkas berdasarkan

potongan komersialnya terdiri dari lima bagian yakni: dada, sayap, punggung,

paha dan pangkal paha. Paha merupakan salah satu bagian potongan karkas yang

disebut potongan komersial. Paha terdiri dari dua bagian, yaitu paha bagian atas

dan bagian bawah. Paha bagian atas adalah bagian karkas yang dipotong dari

perbatasan persendian paha (femur), sedangkan paha bagian bawah dipotong dari

batas persendian tulang kering (tibia) (Prihatini, 2019).

a. Persentase Bagian Dada

Dada merupakan tempat deposisi daging yang lebih banyak dibandingkan

dengan organ lain, sehingga dengan mengetahui laju pertumbuhan dada dapat

digunakan sebagai indikator besar atau kecilnya bobot badan ayam pedaging.

Menurut Anggitasari dkk (2016), bahwa proporsi bagian karkas sejalan dengan

bertambahnya berat karkas dan berat hidup. Deposisi daging dada merupakan

daging pada bagian dada ayam pedaging yang diambil tanpa tulang kemudian

ditimbang beratnya. Proporsi daging pada dada dapat dihitung dengan cara berat

daging dada dibagi dengan berat karkas lalu dikalikan dengan seratus persen.

Pradana dkk (2016), dalam pendapatnya menyatakan bahwa berat daging dada

merupakan 26,5% dari bobot karkas.

b. Persentase Bagian Sayap

Sayap merupakan salah satu potongan komersil dari ayam pedaging.

Sayap tersusun atas jaringan tulang dan otot, namun sebagian besar bagian sayap

didominasi oleh jaringan tulang. Sayap adalah potongan bagian karkas yang

terdiri dari pertulangan. Bagian sayap dipisahkan dari karkas dengan cara
memotong bagian persendian pangkal lengan sampai persendian taju tulang

belikat (Ramdani dkk., 2016). Leke dkk (2015), juga menerangkan bahwa sayap

(wing) merupakan bagian karkas yang dipotong dari perbatasan persendian tulang

pangkal lengan (humerus) dengan persendian tulang belikat (coracoids).

Persentase sayap ayam pedaging yang dipelihara selama 35 hari berkisar antara

7,27- 9,01% (Abdulkarimi dkk., 2011).

c. Persentase Bagian Paha

Paha merupakan bagian karkas yang dipotong dari persendian tulang paha

(femur) dan tulang punggung (ilium). Bagian paha terdiri atas paha atas (thigh)

dan paha bagian bawa (drum stick) (Leke, dkk, 2015). Menurut Abdulkarimi et al.

(2011), bahwa perolehan rata-rata persentase paha ayam pedaging yang dipelihara

selama 35 hari berkisar antara 19,25-20,62%.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya persentase

potongan karkas adalah proporsi tulang, otot, lemak sebagai komponen utama

karkas yang dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, umur, bobot hidup, dan

kadar laju pertumbuhan (Primasanti dkk., 2014).

Nilai persentase karkas dan bagian-bagian karkas pada ayam yang

dipuasakan selama 2 jam maupun 4 jam menunjukkan persentase karkas, bagian

dada, dan paha pada ayam pedaging berumur 5 minggu masing-masing sekitar

70%, 30%, dan 30%. Ayam mengkonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan

energi bagi berlangsungnya proses-proses biologis di dalam tubuhnya secara


normal sehingga pertumbuhan berlangsung normal. Tinggi rendahnya proporsi

daging dalam satuan karkas dipengaruhi oleh besaran bobot badan ternak. Hal ini

berarti menunjukkan bahwa semakin besar bobot badan semakin besar pula

produksi daging yang dihasilkan (Imamudin dkk., 2012).

7. Konsumsi air minum

Air merupakan sumber daya alam yang dibutuhkan mahkluk hidup. Oleh

karena itu, air harus dilindungi agar tetap bermanfaat bagi kehidupan seluruh

mahkluk hidup. Air adalah zat yang tidak mempunyai warna, rasa dan bau yang

terdiri atas hydrogen dan oksigen (Lusandika dkk., 2017). Air memiliki peranan

yang sangat penting dalam kehidupan makhluk hidup termasuk pada ternak.

Ayam dapat bertahan hidup hingga 3 minggu tanpa pakan, namun ayam tidak

akan dapat bertahan hidup meskipun hanya beberapa hari tanpa air minum. Air

dibutuhkan untuk mencerna makanan dan membantu penyerapan nutrisi agar lebih

optimal (Miarsono dan Nikmah, 2020).

Salah satu sifat ayam broiler adalah senang minum, sehingga bila tidak ada

air dalam waktu beberapa jam saja ayam broiler bisa mati. Air harus tersedia

dalam keadaan bersih dan mudah 2 dijangkau. Tempat minum dalam keadaan

kosong lebih dari setengah jam akan menggangu proses metabolisme dalam tubuh

ayam, selain itu ayam akan mengalami dehidrasi sehingga menganggu sistem

syaraf dan hormonal terganggu yang mengakibatkan bobot badan lebih rendah

dan kematian (Fadillah, 2013). Untuk mengatasi dampak negatif tesebut, maka

pemberian minum pada ayam dapat dilakukan secara otomatis dengan pengaturan
interval waktu pemberian minum. Kemajuan teknologi dapat dimanfaatkan dalam

mempermudah pekerjaan manusia (Nurkholis dkk., 2017).

Menurut Sampurna (2016), bahwa fungsi air minum adalah sebagai

berikut

1. Membantu pengaturan suhu tubuh ternak.

2. Membantu melarutkan dan mengangkut nutrien air seperti mineral.

3. Membantup roses pencernaan baik sebagai medium maupun sebaga pelaku

dalam reaksi kimia di dalam tubuh ternak.

4. Membantu dan memperlancar keluarnya produk buangan.

Kekurangan 10% air pada ternak akan terganggu kesehatannya. Sedangkan

kekurangan 20% air pada tubuhnya akan mengakibatkan kematian. Dalam kondisi

normal kadar air pada tubuh ternak dapat dikatakan konstan.

Banyaknya air yang dikonsumsi ayam akan berpengaruh terhadap

pengurangan konsumsi pakan. Pemberian pakan dan air minum pada ayam bisa

kita sesuaikan didalam temperature yang ada di dalam kandang maupun di luar

kandang. Tingginya suhu yang ada di dalam kandang membuat semakin tinggi

konsumsi air pada ternak. Lampu yang ada di kandang sebaaknya dimatikan sesui

dengan temperature yang sudah di tentukan di recording untuk mengurangi suhu

panas pada kandang. Makin panas atau makin tinggi suhu di dalam kandang maka

makin besar kebutuhan airnya. Biasanya kebutuhan air pada suhu panas tersebut

berhubung dengan tubuh ayam yang tidak mempunyai kelenjar keringat, sehingga

ayam terpaksa membuang kelebihan panas dengan cara menguapkan air melalui
gelembung-gelembung udara di dalam tubuhnya dengan cara pernafasan

(Surbakti, 2017).

Menurut Sawadi dkk (2016), bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi

konsumsi air minum pada ternak antara lain tingkat garam natrium, kalium dalam

ransum, enzim-enzim, bau air, makanan tambahan pelengkap, suhu, temperatur

air, penyakit, umur, jenis kelamin dan jenis tempat air minum.

H. Kajian Terdahulu

Adapun penelitian sebelumnya yang meneliti terkait hal yang saya teliti

yaitu sebagai berikut :

Mislang (2020), pada penelitianya tentang “Respon biologis yang

diberikan tanaman herbal dan mineral zink pada ayam broiler” bertujuan untuk

mengetahui penggunaan tanaman herbal dan mineral zinc terhadap performa

broiler. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 kali ulangan masing- masing setiap ulangan

terdiri dari 3 ekor broiler sehingga totalnya berjumlah 60 ekor. Perlakuan yang

diberikan yaitu sebagai berikut : P0 : Ransum Basal (Kontrol), P1 : Ransum Basal

+ 2,5% Tepung Temulawak + 120 ppm Mineral Zinc, P2 : Ransum Basal + 0,04%

Tepung Kencur + 120 ppm Mineral Zinc, P3 : Ransum Basal + 2,5% Tepung

Temulawak + 0,04% Tepung Kencur, P4 : Ransum Basal + 2,5% Tepung

Temulawak + 0,04% Tepung Kencur + 120 ppm Mineral Zinc. Paremeter yang

diukur adalah konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tanaman herbal dengan mineral

zinc berpengaruh nyata (P<0,5) terhadap konsumsi ransum dan pertambahan


bobot badan tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konversi ransum

yang merupakan respon biologis pada broiler. Kesimpulan dari penelitian ini

adalah pemberian tanaman herbal dan mineral zink berpengaruh nyata pada

komsumsi pakan dan pertumbuhan bobot badan serta dapat menurunkan nilai

koversi pakan. Perlakuan pada P2 (ransum basal + 0,04% tepung kencur + 120

ppm zink) mampu memberikan hasil terbaik yakni meningkatkan Komsumsi

pakan dan Bobot badan serta menurunkan nilai konversi pakan.

Hendriana dkk (2018), pada penelitiannya tentang “Pengaruh penambahan

tepung kunyit (Curcuma domestica) dalam ransum terhadap performa broiler”.

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengаn 6

perlаkuаn dаn mаsing-mаsing perlаkuаn diulаng sebаnyаk 3 kаli sehingga

terdapat 18 unit percobaan, masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ekor doc

broiler. Perlakuan penelitian terdiri dari : R1 = Ransum tepung kunyit + air

minum tanpa multivitamin mengandung antibiotik, R2 = Ransum tanpa tepung

kunyit + Air minum multivitamin mengandung antibiotik, R3 = Ransum

mengandung tepung kunyit 0,2 %, R4 = Ransum mengandung tepung kunyit 0,4

%, R5 = Ransum mengandung tepung kunyit 0,6 % dan R6 = Ransum

mengandung tepung kunyit 0,8 %. Parameter yang diukur adalah konsumsi

ransum, pertambahan bobot badan dan koversi ransum. Hasil penelitian

menunjukkan pengaruh penggunaan tepung kunyit terhadap konsumsi ransum

menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05), penggunaan tepung kunyit

memberikan perbedaan yang nyata (P>0.05), penggunaan tepung kunyit dalam

ransum tidak memberikan perbedaan yang nyata (P>0.05) tehadap konversi


ransum ayam broiler. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Penggunaan tepung

kunyit dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum dan

konversi ransum, namun berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan

ayam broiler, yaitu penggunaan tepung kunyit R5 0,3 % dan R6 0,4%

memberikan hasil tertinggi terhadap pertambahan bobot badan, dan berbedanyata

lebih tinggi dari perlakuan R0 sampai R4, namun diantara ke 4 perlakuan tersebut

memberikan pengaruh yang berbeda nyata semakin rendah pertambahan bobot

badannya seiring dengan menurunnya persentase penggunaan kunyit. Disarankan

menggunakan tepung kunyit 0,3 % dalam ransum untuk mendapatkan

pertambahan bobot badan terbaik.

Masita (2018), pada penelitiannya tentang “Pengaruh penambahan susu

bubuk afkir dalam pakan terhadap penampilan produksi ayam pedaging” yang

bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan susu bubuk afkir dalam pakan

terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi pakan dan untuk

menentukan level penambahan terbaik susu bubuk afkir dalam pakan ayam

pedaging. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan 3 perlakuan 9 ulangan dalam satu perlakuan. Masing-masing ulangan

dalam satu perlakuan terdiri dari 3 ekor. Perlakuan penelitian terdiri dari : P0 =

Pakan basal, P1 = 2 % susu bubuk afkir, P2 = 4 % susu bubuk afkir. Parameter

yang diukur adalah konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi

pakan. Hasil penelitian adalah penambahan susu bubuk afkir dalam pakan

memberikan pengaruh tidak nyata (P<0,05) terhadap konsumsi pakan,

penambahan susu bubuk afkir pada pertambahan bobot badan menunjukkan


adanya perbedaan nyata (P<0,05), perlakuan bentuk pada terhadap konversi

pakan menunjukkan adanya perbedaan yang tidak nyata (P<0,05). Kesimpulan

dari penelitian ini adalah penambahan susu bubuk afkir dengan level 4 % dalam

pakan memberikan hasil terbaik yaitu dapat meningkatkan konsumsi pakan,

meningkatkan pertambahan bobot badan dan menurunkan .konversi pakan pada

ayam pedaging.

Bikrisima dkk (2014), pada penelitiannya tentang “Kemampuan produksi

ayam broiler yang diberi tepung jambu biji merah sebagai sumber antioksidan

alami” yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas jambu biji merah sebagai

sumber antioksidan alami (vitamin C dan likopen) terhadap kemampuan produksi

broiler dibandingkan dengan vitamin C sintetis. Rancangan yang digunakan

adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan.

Setiap unit ulangan terdiri dari 6 ekor ayam broiler. Perlakuan yang diterapkan

dalam penelitian yaitu: T0 = Ransum dasar tanpa tepung jambu biji merah T1 =

Ransum dasar + 1,7% tepung jambu biji merah T2 = Ransum dasar + 3,4% tepung

jambu biji merah T3 = Ransum dasar + 5,1% tepung jambu biji merah T4 =

Ransum dasar + vitamin C sintetis 500 ppm. Kesimpulan dari penelitian ini adalah

Pemberian tepung jambu biji merah seba– nyak 3,4% atau setara 500 ppm vitamin

C sebagai sumber antioksidan alami menghasilkan kemampuan produksi lebih

baik dibandingkan perlakuan lainnya dilihat dari produksi daging dan karkas pada

ayam pedaging. Perlu penelitian lebih lanjut yang mengkaji lebih spesifik

pengaruh bioaktif lain dalam hubungannya dengan peranan vitamin C dan likopen

sebagai antioksidan alami.


I. Kerangka Pikir Penelitian

Ayam broiler merupakan ayam tipe ras pedaging yang sudah banyak

dikembangkan oleh peternak di Indonesia. Pertumbuhan ayam broiler yang dapat

dikatakan sangat cepat menjadi salah satu alasan banyaknya peternak yang

memilih memelihara ayam broiler. Ayam broiler menjadi salah satu pilihan

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani karena harganya yang

lebih ekonomis sehingga muda dijangkau baik dari kalangan menengah maupun

bawah.

Dalam pemeliharaan ayam broiler pakan memiliki peranan yang sangat

penting untuk keberhasilan produksinya. Untuk mendapatkan berat badan yang

tinggi pakan yang diberikan harus sesuai yang dibutuhkan oleh ayam yaitu

karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Namun bagi peternak salah satu

hambatan dalam usahanya adalah ketersediaan pakan dimana biaya pakan sekitar

60-70 % dari total biaya produksi. Sehingga diperlukan pakan tambahan untuk

menekan biaya pakan yang tinggi.

Tanaman herbal seperti kencur dan kunyit yang merupakan tanaman

rempah yang tersebar luas di wilaya Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai

imbuhan pakan. Kandungan dari tanaman herbal ini adalah kurkumind dan

minyak atsiri yang baik untuk meningkatkan bobot badan, mengomptimalkan

konversi pakan, menurunkan lemak dan meningkatkan nafsu makan ayam broiler.

Sedangkan penggunaan mineral zink pada pakan dapat meningkatkan imun dan

performa broiler.
Susu bubuk afkir dapat dimanfaatkan sebagai pakan tambahan untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi ayam broiler seperti protein. Penggunaan susu bubuk

afkir diharapkan dapat mempercepat masa panen untuk menekan kebutuhan pakan

ayam broiler sehingga lebih hemat. Penggunaan vitamin C pada pakan ayam

broiler dapat memenuhi asupan vitamin yang cukup untuk proses metabolic dalam

tububnya. Vitamin C berfungsi untuk memperbaiki jaringan tubuh yang dan dan

memperbaiki kekebalan tubuh ayam broiler yang mengalami stress.

Upaya Meningkatkan Produktivitas


Ayam Broiler

Kombinasi tepung kencur, tepung kunyit, mineral


zink, susu bubuk afkir dan vitamin C

Penambahan dalam
Ransum Broiler

Meningkatkan
Performa Broiler
Gambar 2. Kerangka pemikiran

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan Agustus 2021 bertempat di

Kandang Unggas Jurusan Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Alauddin Makasssar, Samata-Gowa.

B. Materi Penelitian

1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu oven, ayakan, baskom,

blender, cutter atau pisau, ember, kandang litter, lampu pijar 15 watt, meteran,

tempat pakan, tempat minum, timbangan digital, kabel, fitting lampu, paku, gas

olek,

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam broiler umur 1

hari atau DOC (Day Old Chik), desinfektan (destan), pakan komersil (BR-11),

vitastress, air, tepung kencur, tepung kunyit, mineral zinc, susu bubuk afkir

vitamin C dan sekam.

C. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode

eksperimen yaitu metode yang digunakan untuk mencari pengaruh dari suatu

tindakan tertentu terhadap gejala suatu kelompok tertentu dibanding dengan

kelompok lain yang menggunakan perlakuan yang berbeda. Penelitian ini

dilakukan dengan pengukuran atau observasi sebelum dan setelah perlakuan

diberikan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

D. Metode Penelitian

1. Tahap Persiapan

a. Pembuatan tepung kencur (Kaempferia galangal L)

Rimpang kencur segar dicuci bersih untuk menghilangkan debu dan

kotoran. Setelah bersih kencur tersebut diiris tipis dengan ukuran ± 2-3 mm,

kemudian dilayukan selama 1-2 hari dalam suhu ruang dengan cara disebar di atas
alas kertas semen. Kemudian dioven selama 24 jam pada suhu 60 o C dan setelah

kering kencur tersebut digiling untuk mendapatkan tepung kencur.

b. Pembuatan tepung kunyit (Curcuma domestica Val)

Tepung kunyit dibuat dengan cara rimpang kunyit dicuci terlebih dahulu,

dikikis kulit luarnya yang masih tertinggal akar dan tanah, kemudian diiris tipis-

tipis. Irisan kunyit tersebut kemudian diangin-anginkan selama 2 hari dan dioven

dengan suhu ± 50oC selama 1 hari. Kunyit kemudian dihaluskan dengan blender

dan disaring menggunakan ayakan menjadi tepung kunyit.

c. Pembuatan kombinasi tanaman herbal, mineral zink dan vitamin C

Tabel 2. Ramuan Herbal


Bahan Penelitian Jumlah
Tepung kencur 1,6 g
Tepung kunyit 8g
Mineal zink 120 ppm
Vitamin C 250 ppm
Susu bubuk afkir 50 gram

Siapkan semua bahan, kemudian timbang setiap bahan berdasarkan

takaran yang telah ditentukan. Tepung kencur 1,6 gram, tepung kunyit 8 gram,

mineral zink 120 ppm, susu bubuk 50 gram dan vitamin C 250 ppm. Masukan

keempat bahan tersebut ke dalam wadah lalu dihomogenkan. Kemudian

campurkan ke dalam pakan dengan persentase yang berbeda. Persentase yang

diberikan yaitu 1 %, 2 % dan 3 % per kilogram pakan komersial.

d. Pembuatan kandang

Kandang dibuat satu minggu sebelum dilakukan penelitian yang terbuat

dari bahan bambu dan memiliki panjang sekitar 100 cm, lebar 50 cm, dan tinggi
50 cm setiap sekat kandang. setelah kandang selesai dibuat maka dilakukan

penyemprotan (biosekuriti) kandang mengggunakan desinfektan agar kandang

lebih steril. Kemudian dilakukan pengalasan kandang berupa sekam padi dengan

ketebalan 5-7 cm dan dilapisi koran diatasnya yang bertujuan untuk

meminimalisir penyerapan air serta bau amoniak dari feses ayam broiler. Lampu

dinyalakan selama 24 jam untuk menstabilkan suhu didalam kandang sebelum

Day Old Cick (DOC) dimasukkan.

2. Tahap pelaksanaan penelitian

a. Rancangan penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan lima kali ulangan

masing-masing setiap ulangan terdiri dari 2 ekor broiler sehingga totalnya

berjumlah 40 ekor. Perlakuan yang diberikan yaitu sebagai berikut:

P0 : Pakan Komersil (Kontrol)

P1 : Pakan Komersil + kombinasi herbal, mineral zink dan vitamin C 1 % + susu

bubuk afkir 5 %

P2 : Pakan Komersil + kombinasi herbal, mineral zink dan vitamin C 2 % + susu

bubuk afkir 5 %

P3 : Pakan Komersil + kombinasi herbal, mineral zink dan vitamin C 3 % + susu

bubuk afkir 5 %

Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Ayam Broiler Merek BP-11


Jenis Kandungan Jumlah Kandungan (%)
Kadar air 13
Protein 21-23
Lemak 5
Serat 5
Abu 7
Calsium 0,9
Phosphor 0,6
Sumber : Charoen Pokphan (2014)

b. Ransum

Pemberian ransum pada penelitian ini menggunakan pakan komersil yang

ditambahkan tepung kencur, tepung kunyit, mineral zink, susu bubuk dan vitamin

C.

c. Pemeliharaan ayam

Pemelihraan broiler dilakukan selama 30 hari, sebelum Day Old

Cick dimasukkan ke dalam kandang dilakukan penyemprotan desinfektan. Day

Old Cick (DOC) yang baru tiba terlebih dahulu diberikan air gula dengan

campuran 60-80 gram dalam 1 liter air yang bertujuan untuk mengembalikan

kondisi tubuh ayam selama pengiriman ke keadaan semula. Kemudian anak ayam

ditimbang untuk mengetahui bobot awal. Day Old Cick umur 1-7 hari berada pada

masa kritis sehingga membutuhkan perhatian yang intensif atau pada masa

brooding dengan pengaturan suhu 30-320 C. DOC baru bisa mengatur suhu

tubuhnya secara optimal ketika umurnya sudah memasuki umur lebih dari satu

minggu, oleh karena itu peran brooder (pemanas) sangat penting untuk menjaga

suhu dan kelembaban kandang tetap dalam zona nyaman anak ayam. Pemanas

yang digunakan adalah gasolek yang akan dinyalakan pada malam hari dan siang

hari apabila cuaca dingin (hujan), sedangkan pencahayaan pada fase brooding
dilakukan selama 23 jam, pada malam hari pukul 23.00-24.00 WITA penerangan

atau lampu dimatikan bertujuan untuk merangsang hormon pertumbuhan.

Setelah masa brooding anak ayam yang berumur 8-30 hari diberikan

ransum perlakuan. Kandang litter yang disediakan sebanyak 20 sekat kandang

dan tiap kandang dimasukkan 2 ekor DOC serta dibagi perlakuan sebanyak empat

dan lima ulangan. Pada setiap kandang diberikan penanda pengacakan perlakuan

dan ulangan serta penempatan ayam yang dilakuakan secara acak. Masing-masing

sekat kandang diberi tempat pakan, tempat minum serta lampu 15 watt sebagai

penerang dan juga penghangat kandang. Untuk pakannya diberikan pakan

komersial serta pada pemberiannya diusahakan tidak ada yang terbuang atau

tercecer dan pemberian air minum diberikan secara ad libitum. Beberapa hari

pertama pemberian pakan dilakukan dengan cara meletakkan tempat pakan

dilantai agar DOC mudah untuk memakannya begitu juga dengan tempat air

minum.

Pengendalian penyakit dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan

kandang sehingga terhindar dari bibit penyakit yang akan membahayakan ternak.

Selain itu dilakukan program vaksinasi secara berkala, vaksin yang digunakan

yaitu vaksin ND-Lasota yang diberikan sebanyak dua kali. Pada umur tiga hari

diberikan secara tetes mata, sedangkan 21 hari diberikan melalui pencampuran

dengan air minum.

E. Parameter yang di Ukur

1. Konsumsi ransum
Konsumsi ransum merupakan kemampuan ternak dalam mengkonsumsi

sejumlah ransum yang digunakan dalam proses metabolisme tubuh (Rudi, 2013).

Menurut Jaelani (2011),yang menyatakan bahwa rumus yang digunakan dalam

konsumsi ransum adalah sebagai berikut:

Konsumsi Ransum = Ransum yang diberi (g) – Ransum Sisa (g)

2. Pertambahan bobot badan

Pertambahan berat badan mencerminkan tingkat kemampuan ayam broiler

dalam mencerna ransum untuk diubah menjadi berat badan (Fadli, 2015).

Pertambahan bobot badan merupakan selisih dari bobot akhir (panen) dengan

bobot badan awal pada saat tertentu. Pertambahan bobot badan (PBB) dapat

dihitung dengan rumus menurut Anang (2007) sebagai berikut:

PBB = BBt – (B t–1)

Keterangan:

PBB = Pertambahan bobot badan (g/ekor)

BB t = Pertambahan bobot badan waktu t (g/ekor)

BB t–1 = Pertambahan bobot badan sebelumnya (g/ekor)

t = Kurun waktu satu minggu

3. Konversi pakan

Menurut Jaelani (2011) yang menyatakan bahwa rumus yang digunakan

dalam konsumsi ransum adalah sebagai berikut:

Konsumsi Ransum (g)


Konversi Ransum =
pertambahan bobot badan( g)

4. Persentase karkas
Persentase Karkas Diperoleh dari hasil perbandingan antara berat karkas

(gram) dengan berat hidup (gram) dikalikan 100%.

Berat karkas( g)
Persentase karkas = × 100%
Berat hidup( g)

5. Persentase lemak abdominal

Menurut Risnajati (2012), bahwa persentase karkas dihitung dengan bobot

karkas dibagi dengan bobot hidup ayam pedaging sebelum dilakukan

pemotongan, kemudian dikalikan dengan 100%. Persentase karkas dapat dihitung

dengan rumus:

Berat lemak (g)


Persentase lemak abdomen = × 100%
Berat hidup(g)

6. Proporsi bagian karkas

Proporsi bagian karkas menurut Hidayat dkk (2015), dapat dihitung

dengan rumus:

1. Proporsi Bagian Karkas Dada

Berat bagian karkas dada(g)


Proporsi Bagian Karkas Dada (%) = × 100%
Berat hidup ( g)

2. Proporsi Bagian Karkas Paha

Berat bagian karkas paha( g)


Proporsi Bagian Karkas Paha (%) = × 100%
Berat hidup( g)

3. Proporsi Bagian Karkas Sayap

Berat bagian karkas sayap ( g)


4. Proporsi Bagian Karkas Sayap (%) = ×
Berat hidup(g)

100%
7. Konsumsi air minum

Konsumsi air minum dicari dengan cara mengukur konsumsi air minum

yang diberikan dikurangi dengan jumlah konsumsi air minum yang tersisa

(Sudartama dkk., 2019).

Konsumsi air minum = Jumlah air minum yang diberikan – Jumlah sisa air

minum

F. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dianalisis dengan menggunakan

analisis varians berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Jika terdapat

perbedaan yang nyata pada perlakuan yang diberikan maka akan dilanjutkan

dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

Adapun rumus matematikanya adalah sebagai berikut :

Yij = μ + тi + εij

Keterangan :

Yij = Hasil pengamatan dari perubah pada penggunaan tanaman herbal,

mineral zink, susu bubuk afkir dan vitamin C

µ = Rata-rata pengamatan

тi = Pengaruh perlakuan i

εij = Eror/galat perlakuan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

G. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah pemberian tepung kencur, tepung

kunyit, mineral zink, susu bubuk dan vitamin C adalah sebagai berikut :
H0 = Pemberian tepung kencur, tepung kunyit, mineral zink, susu bubuk afkir dan

vitamin C dapat mempengaruhi performa ayam broiler.

H1 = Pemberian tepung kencur, tepung kunyit, mineral zink, susu bubui afkir dan

vitamin C dalam ransum minimal terdapat satu perlakuan yang dapat

mempengaruhi performan ayam broiler.


DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Laily. 2013. Penggunaan Ramuan Herbal sebagai Feed Additive untuk
meningkatkan Performans Broiler. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi
dalam Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdayasaing. JITV.
Alim, M.N., H.D. Sunaryo dan Wurlina. 2012. Pengaruh Pemberian Susu Afkir
terhadap Performa Ayam Pedaging Jantan. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.
Allama, H., Sjofjan, O., Widodo, E dan Prayogi, H. S. 2012. Pengaruh
Penggunaan Tepung Ulat Kandang (Alphitobius diaperinus) Dalam Pakan
Terhadap Penampilan Produksi Ayam Pedaging. Jurnal Ilmu-Ilmu
Peternakan, 22 (3), 1-8.
Azim, A. F., Atmomarsono, U dan Mahfudz, L. D. 2016. Pengaruh Penambahan
Jintan Hitam (Nigella Sativa) Dan Vitamin C Dalam Ransum Terhadap
Profil Lemak Ayam Broiler. Animal Agriculture Journal, 3(4), 550-556.
Bagchi, A. 2012. Extraction of Curcumin. Journal of Environmental Science,
Toxicology and Food Technology, 1, pp. 1-16.

Bastari, N. A. 2012. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Bobot Hidup, Bobot


Karkas, Giblet, Lemak Abdominal Broiler di Semi Closed House. Skripsi.
Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar
Lampung.

Basyir, H., Hazim, H., Mustahaf, M. dan Abdul, A. I. 2017. Tafsir Muyassar,
Memahami Al-Qur’an dengan Terjemahan dan Penafsiran Paling muda.
Jilid 1 dan 2. Darul Haq. Jakarta.
Bikrisima, S. H. L., Mahfudz, L. D dan Suthama, N. 2014. Kemampuan produksi
ayam broiler yang diberi tepung jambu biji merah sebagai sumber
antioksidan alami. JITP, Vol. 3 No. 2 : 69-75.

Bun, S., Guo, Y., Guo, F., Ji, F dan Cao, H. 2011. Influence of organic zinc
supplementation on the antioxidant status and immune responses of broilers
challenged with Eimeria Tenella. Poultry Science. 90 :1220–1226.

Cahyono, B. 2011. Ayam Buras Pedaging. Cetakan Pertama, Penebar Swadaya


Jakarta.
Chand, N., Naz, S., Khan, A., Khan, and Khan, R. U. 2014. Performance traits
and immune response of broiler chicks treated with zinc and ascorbic acid
supplementation during cyclic heat stress. Int J Biometeorol. 58 : 2153-
2157.

Chand, Z., Meng, H., Xing, G., Chen, C and Zhao, Y. 2014. Toxicological and
biological effects of nanomaterials. Int J Nanotechnol. 4 : 79-96.
Dewinta, R., Irham, M dan Sudiyono. 2013. Pengaruh penggunaan eceng gondok
(Eichornia crassipes) terfermentasi dalam ransum terhadap persentase
karkas, non karkas dan lemak abdominal itik lokal jantan umur delapan
minggu. Buletin Peternakan, 37 (1) : 19-25.

Etikaningrum dan Iwantoro, S. 2017. Kajian residu antibiotika pada produk ternak
unggas di Indonesia. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil
Peternakan. 5 (1) : 29-33.
Fadillah. 2013. Beternak Ayam Broiler. Agro Media Pustaka. Jakarta Selatan.

Fadli, C. 2015. Pertambahan bobot badan ayam broiler dengan pemberian ransum
yang berbeda. Lentera, Vol. 15. No. 16. Halaman : 36-44.
Faharuddin, A., Tanwiriah, W dan Indrijani, H. 2016. Konsumsi ransum,
pertambahan bobot badan dan konversi ransum ayam lokal di Jimmy’s
Farm Cipanas kabupaten Cianjur. Students e-Journal, Vol 6 (1) : 1-8.

Ginting. E.E. 2020. Penggunaan tepung temulawak dan tepung bawang putih
sebagai imbuhan pakan pada performa ayam broiler organik. Skripsi.
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Hartati, S Y. 2013. Khasiat Kunyit sebagai Obat Tradisional dan Manfaat
Lainnya. Warta penelitian dan pengembangan Tanaman Indsutri. 19 (2) :
5- 9.
Haryudin, W dan Rostiana, O. 2016. Karakteristik Morfologi Bunga Kencur
(Kaempferia galanga L.). Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat,
19 (2) : 109-116.
Hayakawa, H., Minanyia, Y., Ito, K., Yamamoto, Y and Fukuda, T. 2011.
Difference of Curcumin conten in curcuma longa L. (Zingiberaceae)
caused by hybridiziation with other Curcuma species. American Journal
of Plant Science, vol 2 No 2 : 111-119.
Hendriana, A., Nurhayatin, T dan Hadist, I. 2018. Pengaruh penambahan tepung
kunyit (Curcuma domestica) dalam ransum terhadap performan ayam
broiler. Jurnal Ilmu Peternakan (JANHUS) Vol. 2 No. 2 : Halaman 15-21.
Hendriana, A., Nurhayatin, T dan Hadist, I. 2018. Pengaruh penambahan tepung
kunyit (Curcuma domestica) dalam ransum terhadap performa ayam
broiler. Jurnal ilmu peternakan (JANHUS), Vol. 2, No. 2. Halaman : 15-
21.
Himawan HC, Surjana V, dan Prawira L. 2012. Karakterisasi dan Identifikasi
Komponen Kimia Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) sebagai
Inhibitor Bakteri Patogen. Fitofarmaka. 2 (2) : 116-125.
Imamudin, U., Atmomarsono, M. H. dan Nasoetion. 2012. Pengaruh berbagai
frekuensi pemberian pakan pada pembatasan pakan terhadap produksi
karkas ayam broiler. Animal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1 : 87 ± 98.

Irianto, A. 2011. Pengaruh Pemberian Yoghurt Susu Afkir yang Diperkaya Nata
de Coco dalam Mengendalikan Kolesterol Darah Tikus Putih. Fakultas
Biologi Universitas Jendral Soedirman. Purwokerto.
Jaelani, A. 2011. Performans Ayam Pedaging yang diberi Enzim Beta Mannanase
dalam Ransum yang Berbasis Bungkil Inti Sawit. Skripsi Peternakan.
Jurusan Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Islam Kalimantan.
Kalimantan.
Jaelani, A., Gunawan, A dan Syaifuddin, S. (2014). Pengaruh Penambahan
Probiotik Starbio Dalam Ransum Terhadap Bobot Potong, Persentase
Karkas Dan Persentase Lemak Abdominal Ayam Broiler. Ziraa'ah
Majalah Ilmiah Pertanian, 39 (2). Halaman : 85-94.
Jamilah., N. Suthama dan L.D. Mahfudz. 2013. Performa produksi dan ketahanan
tubuh broiler yang diberi pakan step down dengan penambahan asam sitrat
sebagai acidifier. JITV. 18 (4) : 251-257.
Kusuma, R. A., Dwiloka, B dan Mahfudz, L. D. 2014. Berat karkas, nonkarkas
dan lemak abdominal pada ayam broiler yang diberi pakan mengandung
Salvina molesta. Animal Agriculture Journal, 3 (2) : 249-257.

Lestari, R., Darmawan, A dan Wijayanti, I. 2020. Suplementasi mineral Cu dan


Zn dalam pakan terhadap organ dalam dan lemak abdomen ayam broiler.
Jurnal Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Vol. 18 No. 3: 74-80.

Lusandika, E. H., Suarjana, I. G. K dan Suada, I. K. 2017. Kualitas air peternakan


ayam broiler ditinjau dari jumlah bakteri Coliform dan Escherichia coli.
Buletin Veteriner Udayana, Volume 9 No.1: 81-86.
Marisa, A. Ambarwati, N.S.S., Siregar, J.S., 2019. Pemanfaatan Rimpang Kunyit
(Curcuma Domestica Val.) Sebagai Perawatan Kecantikan Kulit.
Prosiding SENDI. ISBN: 978-979-3649-99-3.
Masita, E. D. 2018. Pengaruh penambahan susu bubuk afkir dalam pakan
terhadap penampilan produksi ayam pedaging. Skripsi. Universitas
Brawijaya. malang.
Mislang, S. 2020. Respon biologis yang diberikan tanaman herbal dan mineral
zink pada ayam broiler. Skripsi. Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar. Makassar.
Muharlien, M., Achmanu, A., & Kurniawan, A. 2013. Efek Lama Waktu
Pembatasan Pemberian Pakan Terhadap Performans Ayam Pedaging
Finisher. Ternak Tropika Journal of Tropical Animal Production, 11(2),
88- 94.
Muharlien., E. Sudjarwo, A. Hamiati dan H. Setyo.P. 2017. Ilmu Produksi
Unggas. UB Press. Malang.
Nurkholis, A., Riyantomo. A dan Tafrikan, M. 2017. Sistem pakar penyakit
lambung menggunakan metode forward chaining. Majalah Ilmiah
Momentum, vol. 13 No. 1.

Nurulloh. T.N.D. 2019. Pengaruh penambahan imbuhan pakan terhadap performa


ayam broiler. Skripsi. Universitas Padjajaran. Sumedang.
Olgun, O., Yildiz, A. O. 2017. Effects of dietary supplementation of inorganic,
organic or nano zinc forms on performance, eggshell quality, and bone
characteristics in laying hens. Ann Anim Sci. 17:463- 476.

Onyimba, I.A., A.I. Ogbonna., J.O. Egbere., H.L. Njila., and C.I.C. Ogbonna.
2015. Bioconversion of Sweet Potato Leaves to Animal Feed. J.Ann. Res.
Rev. Biol, 8(3): 1-6.

Pertiwi, M. E. D., I. M. Mastika, dan I. M. Nuriyasa. 2017. Pengaruh pengantian


tepung ikan dengan susu afkir dalam ransum terhadap performa produksi
dan kecernaan nutrien ayam buras jantan. Jurnal ilmiah peternakan, 20 (3).
Pertiwi, M. E., Mastika, I. M dan Nuriyasa, I. M. 2017. Pengaruh penggantian
tepung ikan dengan susu afkir dalam ransum terhadap performa produksi
dab kecernaan nutrient ayam buras jantan. Majalah ilmiah peternakan Vol.
20 No. 3. Halaman : 123 – 128.
Pujianti ,Noor Anisah, Achmad Jaelani, Neni Widaningsih. 2013. Penambahan
Tepung Kunyit (Curcuma Domestica) Dalam Ransum Terhadap Daya
Cerna Protein Dan Bahan Kering Pada Ayam Pedaging. ZIRAA’AH,
Volume 36 Nomor 1 : 49-59.
Qurniawan, A. 2016. Kualitas Daging Dan Performa Ayam Broiler Di Kandang
Terbuka Pada Ketinggian Tempat Pemeliharaan Yang Berbeda Di
Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Tesis. Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Rahmiati, D. U dan Probadi, E. S. 2014. Tingkat Pendidikan dan Status Ekonomi
Pemilik Hewan Kesayangan Dalam Hal Pengetahuan dan Penerapan
Kesejahteraan Hewan, Vol 15 No. 3 : 387.
Rani, F. 2016. Performa Broiler pada Sistem Brooding Konvensional dan Sistem
Brooding Thermos. Skripsi. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung. Lampung.
Ratnasari, R., W. Sarengat dan A. Setiadi. 2015. Analisis pendapatan peternak
ayam broiler pada sistem kemitraan di Kecamatan Gunung Pati Kota
Semarang. Animal Agriculture Journal. 4 (1) : 47-53.
Regar, M. N. Mutia, R., Widhyari, S. D dan Kowel, Y. H. S. 2014. Pengaruh
pemberian ransum kombinasi suplemen herbal dengan mineral zink
terhadap jumlah leukosit, eritrosit dan kadar hemoglobin broiler yang
diinfeksi Eschericgia coli. Jurnal zootek, Vol 34 No 2: 82 – 88.

Risnajati, D. 2012. Perbandingan bobot akhir, bobot karkas dan pesentase karkas
berbagai strain broiler. Sains Peternakan, 10 (1) : 11-14.

Riyanti. 2015. Pengaruh kepadatan kandang terhadap performa produksi ayam


petelur fase awal grower. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3 (1) :
87-92.
Sampurna, I. P. 2016. Kebutuhan Nutrisi Hewan. Universitas Udayana. Bali.

Saputra, T. H., Nova, K dan Septonova, D. 2015. Pengaruh penggunaan berbagai


jenis litter terhadap bobot hidup, karkas, giblet dan lemak abdominal
broiler fase finisher di closed house. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu,
Vol. 3 (1) : 38-44.

Sarengat, W dan Mahfudz, L. D. (2016). Pengaruh Pemberian Jintan Hitam


(Nigella Sativa) Pada Ransum Yang Mengandung Vitamin C Terhadap
Produksi Karkas Ayam Broiler. Agromedia, 34 (2).

Sawadi, M., Hafid, H., dan Nafiu, L. O. 2016. Pengaruh bobot potong dan pakan
komersial terhadap pertumbuhan ayam broiler. Jurnal jitro, 3 (3).

Sembiring, P. 2012. Biokonversi Limbah Pabrik Minyak Inti Sawit Dengan


Phanerochaete Chrysosporium dan Implikasinya Terhadap Performans
Ayam Broiler. Disertasi.Universitas Padjajaran. Bandung.

Setiawan, E., Praseno, K., & Mardiati, S. M. 2013. Pengaruh Pemberian Vitamin
A, B12, C dan Kombinasi Ketiganya Melalui Drinking Water Terhadap
Panjang Dan Bobot Tulang Femur, Tibia Dan Tarsometatarsus Puyuh
(Coturnix coturnix japonica L.). Buletin Anatomi Dan Fisiologi Sellula,
21(1), 36-44.
Setyawan, E,. Putratama, P. 2012. Optimasi Yield Etil P -Metoksisinamat pada
Ekstrak Oleoresin kencur (Kaemferia galangal) Menggunakan pelarut
etanol. Jurnal Bahan Alam Terbarukan, 1 (2).
Singh, S., Sanjay, S., Neelam, T., Nitesh, K dan Ritu, P. 2014. Antibiotic residues:
a global challenge. An International Journal of Pharmaceutical Sciense.
Pharma Science Monitor. 5 (3) : 184-197.
Soleh dan Megantara, S. 2019. Karakteristik morfologi tanaman kencur
farmakologi. Farmaka. 17 (2) : 256-262.
Subekti, K., Abbas, H., & Zura, K. A. 2012. Kualitas Karkas (Berat Karkas,
Persentase Karkas Dan Lemak Abdomen) Ayam Broiler Yang Diberi
Kombinasi Cpo (Crude Palm Oil) Dan Vitamin C (Ascorbic Acid) Dalam
Ransum Sebagai Anti Stress. Jurnal Peternakan Indonesia (Indonesian
Journal of Animal Science), 14(3), 447-453.
Sudartama. I P. G.O., I P. A. Astawa dan I M. Suasta. 2019. Pengaruh
penambahan probiotik melalui air minum terhadap penampilan broiler. e-
Jurnal Peternakan Tropika, Vol. 7 No. 3 :1025 – 1036.

Sukma, Y. C. 2019. Pengaruh Penggunaan Susu Bubuk Kadaluarsa Dalam Pakan


Terhadap Penambahan Bobot Badan Pada Ayam Kampong. Artikel.
Fakultas Peternakan. Universitas Nusantara PGRI. Kediri.
Suprayitno, I., Humaidah, N dan Suryanto, D. 2020. Efektivitas penambahan
mineral pada pakan terhadap produksi ternak ruminansia. Jurnal dinamika
rekasatwa, vol. 3 No 2. Halaman : 83 – 89.
Surbakti, B. K. A. B. R. 2017. Manajemen Pemeliharaan Ayam Broiler Fase
Starter di Cv. Berkash Putra Chicken Desa Tonojong Kecamatan Tajur
Halang Kabupaten Bogor Jawa Barat. Skripsi. Universitas Diponegoro.
Semarang.

Susanti, S., Setianto, J dan Warnoto, W. 2013. Penambahan Tepung Kelopak


Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) Dalam Ransum Terhadap
Performan Pertumbuha Ayam Broiler. Jurnal Sain Peternakan Indonesia,
8(2), 87-96.
Syahruddin, E., Abbas, H., Purwati, E., & Heryandi, Y. 2012. Aplikasi Mengkudu
Sebagai Sumber Antioksidan Untuk Mengatasi Stress Ayam Broiler Di
Daerah Tropis. Jurnal Peternakan Indonesia (Indonesian Journal of
Animal Science), 14(3), 411-424.
Tabara, J. H. 2012. Respon Ayam Ras Pedaging Pada Lokasi Pemeliharaan
Daerah Pantai dan Pegunungan. Fakultas Peternakan. Universitas
Hasanuddin. Makasar.

Tewtrakul, S. dan Fameera M. 2011. Anti-allergic activity of some selected plants


in the genusboesenbergia and kaempferia. Songklanakarin J. Sci. Technol.
33: (3).
Tri Eko Susilorini, dkk. 2014. Budidaya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya.
h. 32.
Umam, M. K., Prayogi, H. S dan Nurgiartiningsih, V. M. A. 2015. Penampilan
produksi ayam pedaging yang dipelihara pada sistem lantai kandang
panggung dan kandang bertingkat. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan, 24 (3) :
79-87.

Uzer, F., Iriyanti, N dan Roesdiyanto. 2013. Penggunaan pakan fungsional dalam
ransum terhadap konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan ayam
broiler. J. Ilmiah Peternakan. 1 (1) : 282-288.
Warsito, S. H., Alim, M. N dan Wurlina. 2012. Effect of waste milk on the
performance of male broiler. Agroveteriner Vol.1 No.1. Halaman : 17-23.
Yemima. 2014. Analisis usaha peternakan ayam broiler pada peternakan rakyat di
Desa Karya Bakti, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi
Kalimantan Tengah. Jurnal Ilmu Hewani Tropika. 3 (1) : 27-32.
Zhao, C. Y., Tan, S. X., Xiao, X. Y., Qiu, X. S., Pan, J. Q and Tang, Z. X. 2014.
Effects of dietary zinc oxide nanoparticles on growth performance and
antioxidative status in broilers. Biol Trace Elem Res, 160 : 361-367.

Zulfanita. Roisu, E. M dan Dyah, P. U. 2011. Pembatasan Ransum Berpengaruh


terhadap Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler pada Periode
Pertumbuhan. Skripsi Peternakan. Jurusan Peternakan. Fakultas
Peternakan. Universitas Muhammadiyah Purworejo. Purworejo.
Zuroidah, Munifatus. 2011. Hewan Ternak. Universitas Brawijaya, Malang.

Anda mungkin juga menyukai