PENDAHULUAN
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam usaha peternakan babi
ternak babi dalam setiap masa pertumbuhannya. Kandungan nutrisi pakan tidak
terkonsumsi. Perbaikan proses pencernaan zat nutrisi dalam saluran cerna dapat
nutrisi tersebut. Salah satu bahan yang diketahui memiliki fungsi tersebut adalah
karoten, 447,96 kal energy/100 g dan 12 % air (Yuliani dan Marwati, 1997),
1
mengandung zat fitokimia yaitu : saponin, flavonoid, tanin, isoflavonoid,
berfungsi sebagai anti mikroba, antikanker, dan meningkatkan sistem imun, dan
(Santoso, 2009 ). Daun katuk selain sebagai anti bakteri, juga sebagai
diantaranya Santoso (2012) pemberian ekstrak daun katuk dalam air panas sampai
9 g/kg ransum dan etanol 1,8 g/kg dapat meningkatkan konsumsi pakan,
pertambahan bobot badan dan menurunkan konversi pakan ayam broiler umur 21
hari. Pemberian daun katuk memberi efek positif pada pertambahan bobot badan
dan konversi ransum ayam broiler (Nasution dkk, 2014), memperbaiki kualitas
telur (warna, rasa, bau) itik (Simanjuntak dkk, 2013) . Saragih (2016) menyatakan
bahwa tepung daun katuk diketahui dapat menurunkan akumulasi lemak pada
ayam broiler serta meningkatkan rasio konversi pakan tanpa menurunkan berat
badan. Menurut Tillman (1998) untuk mencegah lemak yang berlebihan, maka
ransum yang dikonsumsi oleh ternak harus memiliki kandungan energi yang tepat.
Adanya nutrisi dan zat fitokimia yang dimiliki daun katuk, menyebabkan
termasuk energi dan protein. Penelitian daun katuk pada ternak babi belum
2
banyak tersedia. Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian
terbaik?
ternak babi terhadap konsumsi dan kecernaan energi dan protein ternak
ternak.
3
2. Memberi informasi ilmiah dalam meningkatkan ilmu pengetahuan di
bidang peternakan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pakan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan baik untuk
pakan yang nutrisinya seimbang agar mampu mencapai tingkat reproduksi dan
produksi daging yang optimal. Ranj han (1980) menyatakan bahwa ternak babi
Pakan adalah segala bahan yang dapat disiapkan untuk diberikan dan dapat
dikonsumsi oleh ternak serta berguna bagi tubuhnya (Mahmud, 2013). Sedangkan
menurut Mangisah (2003) pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan
(edible), dapat dicerna (digestible), dan tidak mengganggu kesehatan ternak yang
pakan yang dikonsumsi ternak secara baik dan juga dapat mensuplai zat-zat nutrisi
mensuplai zat-zat pakan dalam tubuh ternak dengan perbandingan jumlah dan
bentuk sedemikian rupa sehingga fungsi-fungsi fisiologis tubuh dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik. Ternak babi sangat membutuhkan pakan untuk hidup
5
yang diberikan pada ternak babi harus memenuhi zat-zat pakan yang dibutuhkan
badan 60 kg, membutuhkan jumlah makanan yang banyak dan zat makanan yang
cukup. Pakan yang bermutu tinggi dan disusun memenuhi kebutuhan zat-zat
makanan dan dicampur baik adalah syarat untuk memperoleh performans yang
pada waktu babi masih muda, pertumbuhannya terutama terdiri dari protein dan
air akan tetapi setelah babi tersebut mempunyai berat badan sekitar 40 kg, energi
yang disimpan berupa protein telah konstan dan mulailah energi tersebut dipakai
bertambahnya umur.
banyak terdapat di Asia Tenggara. Tinggi tanaman katuk mencapai dua sampai
tiga meter, tumbuh didataran rendah hingga 1.300 di atas permukaan laut. Daun
kecil, berwarna hijau gelap dengan panjang 5-6 cm. Bunganya berwarna merah
gelap atau kuning dengan bercak merah gelap dan berbunga sepanjang tahun,
6
Tanaman katuk bernilai gizi tinggi dan daunnya mengandung protein,
lemak, karbohidrat dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh (Yuliani dkk. 2001).
obat yang selain mempunyai zat gizi tinggi, mengandung zat antibakteri, serta
sebagai sayuran mengandung zat gizi yang baik, vitamin A dalam bentuk karotin
334,5 mg, protein kasar 6,4%, dan energi 59 kalori dalam 100 gram daun katuk
Menurut Agustal dkk. (1997) daun katuk kaya akan besi, provitamin A
dalam bentuk β-carotene, vitamin C, minyak sayur, protein, dan mineral lainnya.
Selain zat-zat gizi tersebut di atas, daun katuk juga mengandung senyawa
cyclopentanol asetat (ester), asam benzoat, dan asam fenil malonat (asam
7
karboksilat), 2 - pyrolodinon dan metyl pyroglutamate (alkaloid), saponin,
saponin menurunkan permeabilitas sel mukosa usus halus, yang berakibat pada
2.3. Efek Penggunaan Daun Katuk pada Ternak Unggas dan Babi
pengaruh positif terhadap ternak babi. Penggunaan bahan alami seperti daun
pada peningkatan produksi daging ternak babi. Zuhra dkk. (2008) menyatakan
bahwa daun katuk mengandung saponin, flafonoid dan tanin yang dapat
halus, antibakteri dan antioksidan. Daun katuk mengandung tanin dan saponin
yang patut mendapat perhatian. Secara umum, tanin menyebabkan gangguan pada
halus, yang berakibat pada penghambatan transport nutrisi aktif dan menyebabkan
8
pengambilan/penyerapan zat-zat gizi dalam saluran pencernaan menjadi terganggu
(Sutedja, 1997). Tanaman katuk bernilai gizi tinggi dan daunnya mengandung
protein, lemak, karbohidrat dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh (Yuliani dkk,
2001). Santoso dan Sartini. (2001) menemukan bahwa pemberian tepung daun
akumulasi lemak pada abdomen, hati dan karkas. Selanjutnya dinyatakan bahwa
ekstrak daun katuk (EDK) menurunkan jumlah Salmonella sp. dan Escherichia
coli dalam feses, tetapi menaikkan mikroba efektif seperti Lactobacillus sp. dan
Bacillus subtilis. Senyawa dalam daun katuk yang berperan dalam peningkatan
penampilan dan kualitas karkas diduga antara lain monomethyl succinate, cis-2-
papaverin yang dapat menimbulkan rasa pusing, mabuk dan konstipasi. Prayogo
oksalat bentuk roset, sehingga bagi penderita penyakit batu ginjal daun katuk
dan 7,5% dapat memperbaiki kualitas telur itik. Santoso (2012) pemberian
ekstrak daun katuk dalam air panas sampai 9 g/kg ransum dan etanol 1,8 g/kg
9
2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Ransum
beberapa kali selama waktu tersebut (Anggorodi, 1994). Hal ini sependapat
dengan Kamal, (1992) menyatakan bahwa pakan yang imbang nutrisinya bagus
biasanya tersusun dari berbagai macam bahan pakan dan suplemen pakan.
ransum yang baik, diperlukan pengertian yang baik tentang nutrisi yang
dibutuhkan oleh ternak babi dan bahan-bahan sumber nutrisi yang baik sehingga
esensial yang merupakan dasar untuk hidup pokok dan produksi. Ada hubungan
antara kecernaan dan konsumsi pakan, semakin banyak bahan makanan yang
dicerna, maka ruang yang tersedia untuk penambahan makanan akan lebih banyak
pula (Tillman dkk. 1998). Kecernaan pakan sangat dipengaruhi oleh komposisi
dari pakan, jumlah pakan, penyimpanan dan jenis ternak. NRC (1998) faktor yang
10
2.5. Peran Energi Bagi Ternak
sebagian lagi akan dicerna hilang lewat urin, gas methan dan panas metabolis
(heat increament) selama proses pencernaan. Bila suplai energi pakan tidak
aktifitas kerja mekanik, kerja otot dan proses-proses kimia dalam tubuh, maka
kekurangan tersebut akan diperoleh dari hasil katabolisme cadangan energi dalam
bagian dari zat-zat makanan yang dimakan, yang tidak disekresikan melalui feses
Parakkasi (2006) membagi daya cerna menjadi dua jenis yaitu daya cerna semu
dan daya cerna sesungguhnya. Daya cerna semu adalah banyaknya zat-zat
terkonsumsi dan tidak didapatkan dalam feses. Oleh karena zat-zat yang
didapatkan tidak semua ransum berasal dari zat-zat makanan yang dikonsumsi,
maka angka yang didapatkan lebih kecil dari sesungguhnya lebih sukar lagi
mengukurnya dan sangat jarang dilakukan. Lebih lanjut dikatakan bahwa tinggi
dimana makin tinggi koefisien cerna berarti semakin tinggi kualitas bahan pakan
tersebut. Selanjutnya Tillman dkk. (1998), menyebutkan bahwa daya cerna juga
11
Komposisi pakan, daya cerna pakan berhubungan erat dengan komposisi
kimiawi dan serat kasar mempunyai pengaruh yang besar terhadap daya cerna,
Komposisi dari ransum dimana daya cerna dari campuran bahan makanan
tidak selalu sama dengan rata-rata daya cerna bahan-bahan yang menyusun
makanan yang berserat kasar rendah mampu dicerna secara baik oleh ternak
ruminansia dan non ruminansia sedangkan yang berserat kasar tinggi akan dicerna
lebih baik oleh ternak ruminansia. Faktor jumlah pakan, dimana penambahan
jumlah pakan yang dikonsumsi mempercepat arus pakan dalam usus sehingga
berefek besar terhadap kecernaan energi, dimana makin tinggi serat kasar makin
rendah energi yang dapat dicerna, penyebabnya adalah karena tinggi kandungan
serat kasar, berarti semakin rendah kandungan pati, gula dan lemak. Sebaliknya
makin tinggi protein maka makin tinggi energi yang dapat dicerna.
protoplasma terbesar setelah air. Protein adalah ikatan organik yang sangat
12
protein tersusun atas karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dan nitrogen. Kualitas
protein dalam bahan makanan tergantung dari asam-asam amino esensial yang
terkandung dalam bahan makanan tersebut, 10 macam asam amino esensial yang
dibutuhkan oleh ternak babi yang sangat vital yaitu lysine, methionine, trytophan,
jaringan tubuh yaitu untuk pertumbuhan sel, penyusun struktur sel, mengatur
kritis yang dibutuhkan secara terus menerus oleh semua kelas dari ternak babi,
terutama untuk babi-babi muda, babi yang sedang bertumbuh serta induk babi
yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya kecernaan protein tergantung
pada kandungan protein bahan pakan dan kandungan protein yang masuk dalam
kecernaan protein adalah serat kasar. Kadar serat kasar yang terlalu tinggi,
13
menyebabkan pencernaan nutrient akan semakin lama dan nilai energi produktif
semakin rendah. Serat kasar yang tinggi menyebabkan ternak merasa cepat
protein (Sumadi 2016). Ransum yang kandungan serat kasar yang tinggi juga
14
BAB III
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Aryanta, MP. Waktu penelitian ini berlangsung selama 8 minggu yang terdiri dari
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak babi peranakan
landrace jantan kastrasi fase pertumbuhan (umur 4-5 bulan) sebanyak 12 ekor.
minum.
3.2.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan saat penelitian ini terdiri dari: timbangan ternak
Bahan pakan penyusun ransum babi penelitian terdiri dari dedak padi,
tepung jagung kuning, konsentrat KGP709C (buatan PT. Sierad Product Tbk) dan
15
tepung daun katuk. Penyusunan ransum penelitian didasarkan pada kebutuhan
zat-zat makanan ternak babi fase pertumbuhan yaitu protein 18-20 % dan energi
4. Daun katuk yang telah menjadi tepung siap dicampurkan dalam ransum
babi.
Kandungan nutrisi bahan pakan terlihat pada Tabel 1 dan komposisi dan
16
Tabel 3. Komposisi dan kandungan nutrisi ransum basal *
Kandungan Nutrisi
Bahan EM PK SK BK LK Ca P
(%)
Pakan (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
Tepung 37 1265,4 3,478 0,925 32,93 1,406 0,0111 0,1036
Jagung
Dedak 30 930 3,6 3,87 27,3 0,45 0,03 0,4
Padi
Konsentr
at KGP 31 837 11,16 2,17 27,9 0,93 1,24 0,496
709
Mineral 0,5 0 0 0 0 0 0,215 0,05
agar diketahui variasi berat badan awal, kemudian dilakukan penomoran dari berat
17
badan terkecil sampai berat badan terbesar. Karena rancangan acak kelompok
berat badan awal dengan empat ekor ternak perkelompok. Pengacakan perlakuan
dengan frekuensi pemberian 2 kali yaitu pada pagi dan sore hari. Ransum diberi
dalam bentuk kering sedangkan air minum selalu ditambahkan atau diganti
dengan air bersih apabila air minum habis atau kotor. Pembersihan kandang
dilaksanakan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari, dan ternak dimandikan.
selesai, feses dicampur secara merata dan diambil selama seminggu hingga
18
3.6. Variabel yang diamati adalah:
1. Konsumsi Energi
2. Kecernaan Energi
Keterangan:
3. Konsumsi protein
ransum.
4. Kecernaan protein
19
Keterangan :
dikonsumsi)
jarak berganda Duncan (Gaspersz 1991). Adapun model linear Rancangan Acak
Yij = µ + βj + τi+ ∑ij
Dimana:
βj = Pengaruh kelompok ke – j
τi = Pengaruh perlakuan ke – i
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
yang sehat ditandai dengan tingkah laku yang lincah, bersemangat dan nafsu
makan yang tinggi. Akan tetapi pada pertengahan minggu masa penyesuaian
mengalami gangguan pencernaan (scours) yang ditandai dengan feses yang encer,
hal ini diduga karena ternak babi belum mampu menyesuaikan diri dengan
perlakuan ransum yang diberikan. Pada minggu kedua, semua babi telah mampu
beradaptasi dengan pakan, yang ditunjukkan oleh konsumsi ransum yang baik.
keadaan yang baik dengan kondisi fisik yang sehat secara klinis, tidak
menunjukkan bahwa semua ternak babi mampu beradaptasi dengan semua pakan
pada Tabel 5. Kandungan bahan kering, bahan organik dan fosfor yang terdapat
tepung daun katuk dalam ransum basal, namun kandungan protein kasar, serat
21
kasar, lemak kasar dan kalsium semakin meningkat. Perbedaan kandungan nutrisi
tersebut disebabkan perbedaan nutrisi antara ransum basal dan tepung daun katuk.
Protein daun katuk lebih tinggi ( 22-23%) sedangkan ransum basal 18,23%,
perlakuan masih berkisar pada kebutuhan nutrisi untuk babi fase pertumbuhan
Perlakuan
Kandungan Nutrisi (%)
R0 R1 R2 R3
Bahan Kering (%) 90,13 90,07 90,02 89,96
Bahan Organik (%BK) 83,79 83,28 82,76 82,25
Protein Kasar (%BK) 17,54 17,89 18,24 18,58
Serat Kasar(%BK) 7,12 7,16 7,18 7,23
Lemak Kasar (%BK) 2,44 2,53 2,59 2,64
Kalsium (%BK) 1,58 1,59 1,61 1,62
Forfor (%BK) 1,11 1,09 1,07 1,05
Gross Energi (Kkal/Kg)2) 4338,96 4279,68 4296,05 4312,89
Metabolisme Energi
3423,44 3376,67 3389,58 3402,87
(kkal/kg)3)
1)
Keterangan: Hasil Analisis Proksimat Laboratorium Kimia Tanah Faperta Undana (2018)
2)
Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi Pakan Politani (2018)
3)
Hasil perhitungan menurut Sihombing (1997); ME=78,9% GE
Perlakuan
Kelompok
R0 R1 R2 R3
I 2600 3025 3950 4625
II 4325 4475 3800 4375
III 5250 4700 4575 4175
Total 12175 12200 12325 13175
Rataan 4058,33a 4066,67 4108,33a
a
4391,67a
Nilai rataan dengan superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan
tidak nyata (P>0,05).
22
Dari data tersebut terlihat bahwa rata-rata konsumsi pakan tertinggi
didukung penelitian Santoso (2012), bahwa supplemen ekstrak daun katuk dapat
berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum. Efek daun katuk
tergantung pada jumlah, dan cara penggunaannya. Pemberian daun katuk dalam
bentuk tepung, ekstrak air panas dan ekstrak dalam etanol akan memberikan efek
yang berbeda (Santoso, 2012). Dalam penelitian ini, daun katuk dibuat menjadi
tepung dan mensubstitusi ransum basal, sehingga kemungkinan efek daun katuk
dalam penelitian ini sama secara statistik (P>0,05). Konsumsi ransum yang sama
ini disebabkan kandungan energi dan palatabilitas ransum perlakuan hampir sama.
Hal ini didukung Permana dkk. (2014) bahwa tidak adanya perbedaan yang nyata
pada konsumsi ransum salah satunya disebabkan oleh kandungan energi dan
palatabilitas pada ransum relatif sama. Didukung pula oleh Garnida, (2002); dan
23
jumlah ransum yang dikonsumsi pada setiap perlakuan hampir sama. Tidak
hampir sama atau perbedaannya kurang dari 100 kkal/kg sehingga menyebabkan
konsumsi ransum palatabilitas ransum yang sama, disebabkan oleh aroma, rasa
disebabkan bentuk atau struktur bahan penyusun ransum yang sama dimana daun
katuk dibuat menjadi tepung dengan tujuan memperkecil ukuran partikelnya agar
lebih mudah dicerna oleh ternak babi penelitian. Hal ini didukung oleh Piliang,
(2000) bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh bentuk fisik ransum, bobot
konsumsi ransum adalah aroma pakan, pemberian pakan, kondisi lingkungan atau
suhu kandang, ketersediaan air minum, jumlah ternak dan kesehatan ternak.
24
mendapat perlakuan R2 sebesar 15759,25 Kkal/ekor/hari, R1 sebesar 15675,82
Kkal/ekor/hari dan rataan konsumsi energi terendah adalah pada ternak yang
(P>0,05) terhadap konsumsi energi. Hal ini berarti pemberian tepung daun katuk
konsumsi ransum yang relatif sama akibat energi ransum dan bentuk fisik bahan
pakan sama pada setiap perlakuan. Poluan dkk. (2017) menyatakan bahwa tidak
dari ransum percobaan relatif sama disamping itu umur, lingkungan juga sama.
Kaligis dkk. (2016) semakin tinggi konsumsi energi dalam ransum akan
energi semakin tinggi konsumsi zat-zat makan lainnya termasuk konsumsi energi.
disebabkan karena kandungan energi didalam pakan yang relatif sama dan
konsumsi ransum juga sama. Hal ini sejalan dengan pendapat Adesehinwa (2008)
menyatakan bahwa pakan yang mempunyai kandungan nutrien yang relatif sama
maka konsumsi pakannya juga relatif sama. Didukung pula oleh Wahju (1985)
25
ransum, bobot badan, jenis kelamin, temperatur lingkungan dan keseimbangan
hormonal.
yaitu sebesar 75,07% selanjutnya diikuti berturut-turut oleh ternak yang mendapat
pada ternak yang mendapat perlakuan R 0 yaitu sebesar 65,92%. Hasil analisis
kecernaan energi
pada level 3%, 6%, 9% secara tidak nyata meningkatkan energi tercerna pada
ternak babi penelitian. Kecernaan energi pada setiap level pemberian cenderung
meningkat dari ransum kontrol (R0) disebabkan karena jumlah konsumsi energi
pada setiap perlakuan meningkat. Faktor lain yang menyebabkan perbedaan nilai
26
kecernaan energi antar perlakuan adalah bahan kering ransum sedikit menurun
karena konsumsi ransum sama akibat tepung daun katuk. Ternak dengan berat
badan lebih tinggi akan mengkonsumsi nutrisi yang lebih tinggi dari pada ternak
yang berat badannya lebih rendah. Marisa dkk. (2016) melaporkan bahwa jumlah
energi tercerna (DE) seekor ternak dipengaruhi langsung dari jumlah konsumsi
ransum yang diikuti oleh konsumsi energi serta bobot badan ternak. Hal ini
cerna merupakan bagian zat-zat makanan yang dimakan yang tidak dieksresikan
melalui feses yang dinyatakan dalam kecernaan (Tillman dkk, 1998). Menurut
untuk membebaskan zat-zat makanan dalam suatu bentuk sehingga dapat diserap
menentukan nilai nutrisi yang dapat diserap oleh saluran pencernaan. Dalam
sumber tersebut dinyatakan pula bahwa tinggi rendahnya kualitas bahan makanan
fungsi dalam daun katuk yang memperbaiki imunitas pencernaan dan anti bakteri
(Zuhra, 2008). Hal ini didukungkung oleh Anggorodi (2001) menyatakan bahwa
selulosa.
27
4.6. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Protein.
dengan persentase bahan kering ransum dan dikalikan persentase protein kasar
ransum. Rataan konsumsi protein ternak babi penelitian dapat dilihat pada
protein terendah adalah pada ternak yang mendapat perlakuan R 0 yaitu sebesar
623,13 gram/ekor/hari.
nyata (P>0,05) terhadap konsumsi protein kasar atau dengan kata lain bahwa
penggunaan tepung daun katuk dalam ransum berpengaruh tidak nyata terhadap
28
Konsumsi protein yang tidak nyata disebabkan konsumsi ransum yang
dan kandungan energi dalam ransum penelitian relatif sama. Hal ini sesuai
dengan pendapat Muladno dkk. (2003) bahwa faktor umum yang mempengaruhi
bahwa konsumsi protein tidak berbeda karena konsumsi ransum sama, walau
menyebabkan konsumsi protein kasar sama (tidak berbeda). Selain itu perlakuan
Rataan kecernaan protein ternak penelitian dapat dilihat pada Tabel 10.
pada ternak yang mendapat perlakuan R3 yaitu sebesar 75.05%, selanjutnya diikuti
sebesar 73,94 %, dan rataan protein terendah adalah pada ternak yang mendapat
29
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh tidak
nyata (P>0,05) terhadap kecernaan protein kasar. Hal ini disebabkan karena
organ pencernaan sehingga pertambahan bobot badan pada ternak babi relatif
sama dan mempengaruhi proses pencernaan. Hal ini didukung oleh Tulung dkk.
(2015) menyatakan bahwa angka konsumsi ransum yang hampir sama juga
yang dinyatakan oleh Sihombing (1997), bahwa kecernaan protein ternak babi
grower berkisar 75-90%. Angka kecernaan protein dalam penelitian ini juga
berada pada kisaran sebagaimana dinyatakan yaitu 70-90% (Tillman dkk,, 1991;
mempunyai kecernaan yang rendah pula. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan
bahwa perlakuan pada ransum R3-R2, R2-R1, R1-R0 berbeda tidak nyata (P>0,05);
daun katuk cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (2001)
perjalanan makanan dalam saluran pencernaan, bentuk fisik atau ukuran bahan
30
penyusun ransum, komposisi kimiawi ransum dan pengaruh dari perbandingan zat
makanan lainya.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
31
32
DAFTAR PUSTAKA
Agustal, A., M. Harapini dan Chairul. 1997. Analisis kandungan kimia ekstrat
daun katuk (Sauropus andrigynuss L. Merr) dengan GCMS. Warta
Tumbuhan Obat. 3 (3): 31-33
Backer. D.H., R.A. Easter., M. Ellis., J.L. Beverly, and G.R. Hollis. 1997.
Nutrient Allowances For Swine. Dept. Of Animal Sciences, Univ. Of
Illionois, Urban, IL
Hardyastuti, S. 2011. Kajian Biaya Produksi Pada Usaha Peternakan Babi. Jurnal
Sosek Peternakan Unibraw Malang. Volume 12 No. 1
Kamal. 1992. Pakan Ternak Non Ruminansia. Diktat Fapet Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta
33
Liu, B. W. Li, Y. Chang, W. Dong, and L. Ni. 2006. Extraction of berbine from
rhizome of Coptis chinensis Franch using supercritical fluid extraction. J.
Pharm. Biomed. Anal. 41 :1056-1060.
Mahmud. 2013 “Palma Sebangai Bahan Pangan, Pakan dan Konsevasi”. Buletin
Balitka. Balai Penelitian Lontar.Manado.
Nugroho, 2014.Offal Internal Itik Bali Jantan yang Diberi Ransum Komersial
dengan Suplementasi Tepung Daun Pepaya (Carica Papaya L.). Skripsi
Fakultas Peternakan. Universitas Udayana.
Parakkasi A. 2006. Ilmu gizi dan makanan ternak monogastrik. Penerbit Angkasa.
Bandung.
Pelealu, I. 2009. Efek Pemberian Konsentrat Pabrik dan Buatan Sendiri terhadap
Kecernaan Protein dan Energi Ternak Babi Fase Grower (Skripsi).
Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado.
Piliang W.G. 2000. Fisiologi Nutrisi. Volume I. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
34
Poluan,W. R., Petrus R.R.I. Montong , Jantje. Paath, Vonny R.W Rawung. 2017
Pertambahan Berat Badan, Jumlah Konsumsi Dan Efisiensi Penggunaan
Pakan Babi Fase Growersampai Finisher Yang Diberi Gula Aren(Arenga
pinnata merr) Dalam Air Minum.Jurnal Zootek(“Zootek” Journal)
Vol. 37 No 1: 50-61( Januari 2017) ISSN 085-2626. Fakultas Universitas
Sam Ratulangi, Menado.
Sihombing, D.T.H. 2006. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta.
Sihombing, D.T.H. 1997. Ilmu Makanan Ternak Babi. Universitas Gadjah Mada:
Yogyakarta.
Sinaga, Ernawati. 2012. Biokimia Dasar. Jakarta Barat: PT. ISFI Penerbitan.
35
Tillman, A. D. H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, S.
Lebdosoekojo. 1991 Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada. PT
Gramedia. Jakarta.
Wahju, J. 1985. Ilmu Nutrisi Unggas. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Zuhra, C. F., J. Br. Tariga, DanH. Sitohang. 2008. Aktivitas Anti oksidan
Senyawa Flavonoid DariDaunKatuk (Sauropus androgunusL. Merr).
Jurnal Biologi Sumatera, 3(1): 7-10.
36
LAMPIRAN
Minggu
Perlakuan
Awal I II III IV V VI VII VIII
R0.1 26,5 29 32 36 39 42 46 50 54
R0.2 45 50 55 61 66 72 78 84 91
R0.3 55,5 62 65 72 79 86 93 101 109
R1.1 29 32 36 39 43 47 52 57 64
R1.2 44 50 56 61 67 73 79 86 93
R1.3 51 56 61 66 71 77 83 90 98
R2.1 39 43 47 51 55,5 62 67 74 80
R2.2 43 45 47 52 57 62 67 73 79
R2.3 50 55,5 57 62 69 75 81 88 95
R3.1 42 45 51 56 62 68 75 84 91
R3.2 42,5 46,5 53,5 59 65 70 76 84 91
R3.3 40 47 49 54 60 65 72 80 87
37
Lampiran 3: ANOVA dan uji Duncan Konsumsi Energi (kkal/kg/ekor/hari)
FK =
= 30803602406,95
JK Total =
= 883862746,99
JK Kelompok =
= (53691,93)2+(66029,40)2+(72539,76)2 – 30803602406,95
4
= 458198902,72
JK Perlakuan =
38
= (47808,39)2 + 47027,47)2 + … + (50147,46)2 – 30803602406,95
3
= 20329056,95
= 405334787,31
KT Kelompok =
= 458198902,72
2
= 229099451,36
KT Perlakuan =
= 20329056,95
3
= 6776352,32
KT Galat =
= 405334787,31
6
= 67555797,89
ANOVA
Ftab
SK dB JK KT Fhit
0,05 0,01
Kelompok 2 458198902,72 229099451,36 3,39 5,14 10,92
Perlakuan 3 20329056,95 6776352,32 0,10tn 4,76 9,78
39
Galat 6 405334787,31 67555797,89
Total 11 883862746,99
Keterangan: tnberpengaruh tidak nyata (P>0,05)
Simpangan Baku =
= 1500,62
Rataan perlakuan
R3 R2 R1 R0
16715,82 15936,13 15759,25 15675,82
P 2 3 4
3,46 3,58 3,64
SSR
5,24 5,43 5,54
5192,15 5372,22 5462,26
LSR
7863,25 8148,37 8313,43
40
Jumlah 194,95 212,82 218,12 225,20 851,09
Rataan 64,98a 70,939a 72,71a 75,07a 70,92
FK =
= 60362,55
JK Total =
JK Kelompok =
JK Perlakuan =
= 272,58
41
KT Kelompok =
= 209,97
2
= 104,98
KT Perlakuan =
=166,91
3
= 55,64
KT Galat =
=272,58
6
= 45,43
ANOVA
Ftab
SK Db JK KT Fhit
0,05 0,01
Kelompok 2 209,97 104,98 2,31 5,14 10,92
Perlakuan 3 166,91 55,64 1,22tn 4,76 9,78
Galat 6 272,58 45,43
Total 11 649,47
tn
Keterangan: berpengaruh tidak nyata (P>0,05)
Simpangan Baku =
= 3,89
Rataan Perlakuan
42
R3 R2 R1 R0
75,07 72,71 70,94 64,98
P 2 3 4
3,46 3,58 3,64
SSR
5,24 5,43 5,54
13,46 13,93 14,16
LSR
20,39 21,13 21,56
43
Perlakuan Jumlah Rataan
Kelompok
R0 R1 R2 R3
I 411,03 487,43 632,16 731,26 2261,88 565,47
II 691,64 721,08 623,95 731,26 2767,92 691,98
III 829,96 757,34 751,20 697,83 3036,33 759,08
Jumlah 1932,63 1965,85 2007,30 2160,36 8066,14
Rataan 644,21a 655,28a 669,10a 720,12a 672,18
FK =
= 5421878,80
JK Total =
= 155059,24
JK Kelompok =
JK Perlakuan =
= (1932,63)2 + (1965,85)2 + … + (2160,36)2 - 5421878,80
3
= 10126,66
44
= 155059,24– 77324,20– 10126,66
= 67608,38
KT Kelompok =
= 77324,20
2
= 38662,10
KT Perlakuan =
= 10126,66
3
= 3375,55
KT Galat =
= 67608,38
6
= 11268,06
45
ANOVA
Ftab
SK dB JK KT Fhit
0,05 0,01
Kelompok 2 77324,20 38662,10 3,43 5,14 10,92
Perlakuan 3 10126,66 3375,55 0,30tn 4,76 9,78
Galat 6 67608,38 11268,06
Total 11 155059,24
tn
Keterangan: berpengaruh tidak nyata (P>0,05)
Simpangan Baku =
= 61,29
Rataan Perlakuan
R3 R2 R1 R0
720.12 669,10 655,28 644,21
P 2 3 4
3,46 3,58 3,64
SSR
5,24 5,43 5,54
212,06 219,41 223,08
LSR
321,15 332,79 339,53
46
Lampiran 6: ANOVA dan uji Duncan Kecernaan Protein (%)
Perlakuan
Kelompok Total Rataan
R0 R1 R2 R3,
1 61,04 74,26 71,61 70,40 277,31 69,33
2 76,84 80,89 79,18 77,92 314,83 78,71
3 68,00 66,68 73,10 76,83 284,61 71,15
Total 205,88 221,83 223,89 225,15 876,75
Rataan 68,63a 73,94a 74,63a 75,05a 73,06
FK =
= 64057,48
JKTotal =
= 372,23
JKKelompok =
JK Perlakuan =
47
KT Kelompok =
= 179,92
2
= 98,96
KT Perlakuan =
= 70,01
3
= 26,83
KT Galat =
= 93,76
6
= 15,63
ANOVA
Ftab
SK Db JK KT Fhit
0,05 0,01
Kelompok 2 197,92 98,96 6,33 5,14 10,92
Perlakuan 3 80,55 26,85 1,72tn 4,76 9,78
Galat 6 93,76 15,63
Total 11 372,23
Keterangan: tnberpengaruh tidak nyata (P>0,05)
Simpangan Baku =
= 2,28
Rataan Perlakuan
R3 R2 R1 R0
48
75,05 74,63 73,94 68,69
P 2 3 4
3.46 3.58 3.64
SSR
5.24 5.43 5.54
7.90 8.17 8.31
LSR
11.96 12.39 12.64
RIWAYAT HIDUP
49
Penulis merupakan anak pertama dari tiga
2009. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada SMP Negeri 2
Amanuban Selatan dan tamat berijazah pada tahun 2012. Selanjutnya pada tahun
yang sama penulis melanjutkan pendidikan menengah atas pada SMA Negeri
Pada Tahun 2015 melalui jalur Mandiri, penulis diterima sebagai mahasiswa
Pertumbuhan”
Penulis
50