Anda di halaman 1dari 38

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Puyuh merupakan salah satu jenis unggas yang memiliki potensi untuk
dikembangkan dan ditingkatkan produksinya. Selain menghasilkan daging, puyuh
juga menghasilkan telur dapat memenuhi kebutuhan protein hewani bagi
masyarakat. Puyuh merupakan unggas daratan yang memiliki ukuran tubuh kecil,
pemakan biji-bijian dan serangga kecil. Wuryadi (2011), burung puyuh yang
paling sering diternakkan di Indonesia adalah dari spesies Coturnix – coturnix
japonica yang termasuk dalam family Phasianidae atau sering disebut dengan
puyuh Jepang.
Burung puyuh adalah salah satu jenis ternak unggas yang akhir-akhir ini
banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Disamping pertumbuhan burung
puyuh sangat cepat dan tidak memerlukan area yang luas dalam pemeliharaannya
(Nugroho dan Mayun, 1990), burung puyuh yang dipanen pada umur muda akan
menghasilkan mutu daging yang lebih baik dan daging yang empuk. Oleh karena
itu ransum yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan akan protein agar
menghasilkan bobot hidup, bobot karkas, persentase karkas yang baik (Soraya et
al. (2019).
Guna mendapatkan hasil yang optimal dalam usaha peternakan faktor yang
perlu diperhatikan yaitu bibit, pakan dan manajemen. Pakan merupakan
komponen yang sangat penting pada peternakan, jahe merah sebagai feed additif
yang diharapkan mampu meningkatkan produksi ternak. Ada empat syarat agar
bahan pakan yang belum umum dipakai dapat digunakan sebagai bahan pakan
ternak yaitu jumlah ketersediaannya, kandungan gizinya, ada tidaknya faktor
pembatas seperti zat racun atau zat anti nutrisi, serta perlu tidaknya bahan tersebut
diolah sebelum digunakan sebagai bahan pakan ternak (Sinurat, 1999).
Jahe merupakan salah satu komoditas tanaman obat yang mempunyai
prospek yang cukup bagus untuk dikembangkan di pasar dalam negeri, regional
maupun internasional. Nilai dari tanaman terletak pada rimpangnya yang umum
dikonsumsi sebagai minuman penghangat, bumbu dapur dan penambah rasa dan
sebagai bahan baku obat tradisional atau yang lebih populer dengan istilah jamu.

1
Rimpang jahe mengandung minyak atsiri 0,25 – 3,3% yang terdiri dari
zingiberene, curcumene, philandren. Jahe merah banyak mengandung komponen
bioaktif yang berupa atsiri oleoresin maupun gingerol yang berfungsi untuk
membantu di dalam mengoptimalkan fungsi pencernaan tubuh, selain itu adanya
kandungan vitamin dan mineral yang terdapat di dalam rimpang jahe makin
meningkatkan nilai tambah tanaman ini sebagai jenis tanaman berkhasiat. Minyak
atsiri membantu kerja enzim pencernaan sehingga laju pakan meningkat dan
seiring dengan meningkatya laju pertumbuhan, sehingga produksi daging akan
naik. Jahe berkhasiat menambah nafsu makan, memperkuat lambung dan
memperbaiki pencernaan. Terangsangnya selaput lendir perut besar dan usus oleh
minyak atsiri yang dikeluarkan rimpang jahe, sehingga mengakibatkan laju
pencernaan menjadi kosong dan ternak akan mengkonsumsi pakan (Setyanto et al.
2012). Sifat gingerol sebagai antikoagulan yaitu mampu mencegah penggumpalan
darah, diperkirakan juga mampu menurunkan kadar kolestrol.
Minyak atsiri dalam jahe merah terdiri dari senyawa-senyawa zingeberin,
kamfena, lemonin, zingiberen, zingiberal, gingeral, dan shogool. Kandungan
lainnya, yakni minyak damar, pati, asam organik, asam malat, asam aksolat, dan
gingerin. Minyak atsiri jahe merah diyakini memiliki khasiat untuk menghambat
pertumbuhan mikroorganisme yang meghambat penyakit (Rahmawati, 2010).
Komponen yang terkandung dalam jahe merah antara lain adalah air 80,9%,
protein 2,3%, lemak 0,9%, mineral 1-2%, serat 2-4%, dan karbohidrat 12,3%
(Rahingtyas, 2008). Menurut Winarto (2003), minyak atsiri dan kurkumin
berperan meningkatkan kerja organ pencernaan, merangsang hormon insulin yang
dihasilkan getah pankreas yang memecahkan gula dan menjadi energi.
Meningkatnya nafsu makan burung puyuh diharapkan dapat meningkatkan
performans burung puyuh yang pada akhirnya meningkatkan bobot potong, bobot
karkas dan persentase karkas.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh
pemberian tepung jahe merah terhadap bobot potong, bobot karkas dan persentase
karkas burung puyuh.

2
1.2. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, maka masalah yang akan diteliti adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengaruh penambahan tepung jahe merah dalam ransum
terhadap bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas burung
puyuh umur 8 minggu.
2. Level terbaik dalam penambahan tepung jahe merah dalam ransum
burung puyuh terhadap bobot potong, bobot karkas dan persentase
karkas burung puyuh umur 8 minggu.

1.3. Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh penambahan tepung jahe merah
terhadap bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas burung
puyuh umur 8 minggu.
2. Untuk mengetahui level terbaik pengaruh penambahan tepung jahe
merah dalam ransum terhadap bobot potong, bobot karkas dan
persentase karkas burung puyuh umur 8 minggu.

1.4. Manfaat Penelitian


Sebagai bahan informasi bagi masyarakat khususnya peternak puyuh
tentang penggunaan tepung jahe merah untuk meningkatkan bobot potong, bobot
karkas, persentase karkas.

1.5. Kerangka Pemikiran


Jahe merah banyak mengandung komponen bioaktif berupa atsiri oleoresin
maupun gingerol berfungsi membantu mengoptimalkan fungsi organ pencernaan.
Minyak atsiri berfungsi membantu kerja enzim pencernaan sehingga system
pencernaan bekerja secara optimal dan seiring dengan laju pertumbuhan maka
produksi daging akan naik. Jahe merah berkhasiat menambah nafsu makan dan
memperkuat lambung. Menurut Winarto (2003), minyak atsiri dan kurkumin
berperan meningkatkan kerja organ pencernaan, meransang hormon insulin yang
dihasilkan getah pankreas membantu memecahkan gula dan menjadi energi.

3
Apabila proses konversi pakan menjadi daging berjalan dengan baik maka laju
pertumbuhan (pertambahan bobot badan) akan menjadi lebih baik (Conley, 1997).
Aditif pakan yang aman digunakan karena tidak mengandung residu yaitu
tanaman obat-obatan seperti kunyit dan jahe (Pahlevi et al. 2009). Jahe
mengandung komponen bioaktif berupa gingerol, atsiri dan oleoresin. Penggunaan
jahe dapat meningkatkan laju pencernaan pakan hal ini disebabkan jahe
mengandung minyak atsiri yang berfungsi membantu kerja enzim pencernaan
(Setyanto et al. 2012). Friedli (2005) menyatakan bahwa jahe mengandung enzim
yang mampu mencerna protein (proteolitik), yaitu proteinasethiol dan zingibain.
Kedua enzim tersebut diyakini mampu membantu proses pencernaan protein
pakan, sehingga proses pencernaan dan metabolisme di dalam tubuh menjadi lebih
baik. Herawati (2006), bahwa penambahan jahe merah dalam pakan hingga 2,0%
dalam ransum ayam broiler memberikan pengaruh yang relatif baik terhadap
peningkatan bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas. Bobot karkas
kelompok ayam yang tidak diberi tambahan tepung jahe merah adalah sebesar R0
942,87 g meningkat hingga R3 1121,73 g dan R4 1160,19 setelah diberi pakan
tambahan jahe merah. Sari jahe mengandung zat kurkumin yang dapat
meningkatkan nafsu makan burung puyuh. Meningkatnya nafsu makan burung
puyuh diharapkan dapat meningkatkan performans burung puyuh yang pada
akhirnya meningkatkan bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas.

1.6. Hipotesis Penelitian


Pemberian tepung jahe merah dalam ransum diharapkan dapat
berpengaruh terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas burung
puyuh umur 8 minggu.

1.7. Definisi Operasional


Terdapat beberapa defenisi operasional yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu sebagai berikut:

- Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) adalah jenis burung puyuh


yang mengalami penjinakan dan dijadikan sebagai salah satu sumber
protein hewani baik telur ataupun daging.

4
- Jahe merah adalah tanaman herbal banyak mengandung komponen
bioaktif berupa atsiri oleoresin maupun gingerol berfungsi membantu
mengoptimalkan fungsi organ tubuh.
- Ransum adalah campuran dari beberapa bahan pakan yang diberikan pada
ternak secara bertahap maupun sekaligus untuk memenuhi kebutuhan
hidup pokok dan produksi.
- Bobot potong adalah bobot badan saat akan dipotong yang telah
dipuasakan selama 8 jam.
- Bobot karkas adalah bobot yang didapatkan setelah pemotongan tanpa
bulu, darah, kepala sampai pangkal leher, kaki sampai pangkal kaki dan
organ dalam.
- Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot
potong dikalikan 100%.

5
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Burung Puyuh


Klasifikasi burung puyuh sebagai berikut:

Kelas : Aves (bangsa burung)


Ordo : Galiformes
SubOrdo : Phasionaidae
Family : Phasianidae
SubFamily : Phasianidae
Genus : Coturnix
Spesies : Coturnix-coturnixjaponica
Burung puyuh merupakan unggas yang berukuran pendek, kecil, gemuk,
dan bulat dengan kaki-kaki yang kuat dan pendek.Badannya dipenuhi dengan bulu
berwarna coklat dengan bercak abu-abu dan hitam.Awalnya puyuh hidup liar dan
berpindah-pindah di hutan. Suaranya cukup keras dan agak berirama.Karena itu,
unggas ini dulu banyak dipelihara sebagai song birds. Hewan ini pertama kali
diternakkan di Amerika sekitar pada tahun 1870, selanjutnya puyuh mulai
berkembang ke seluruh dunia. Di Indonesia peternakan puyuh komersil mulai
dilakukan pada tahun 1979 dengan mengimpor bibit puyuh dari luar negeri
(Wuryadi, 2011). Burung puyuh yang paling sering diternakkan di Indonesia
adalahdari spesies Coturnix - coturnixjaponica termasuk dalam family
Phasianidae atau sering disebut dengan puyuh Jepang. Dikatakan puyuh Jepang
karena negara asalnya yaitu Jepang lalu diimport ke Indonesia untuk
dibudidayakan sebagai ternak penghasil daging dan telur.
Burung puyuh biasanya dibudidayakan berjenis kelamin betina untuk
produksi telur sedangkan puyuh jantan lebih sering digunakan sebagai penghasil
daging. Puyuh jantan masih kurang mendapatkan perhatian karena beternak puyuh
masih dititikberatkan sebagai penghasil telur, padahal daging puyuh sudah
merupakan komoditas yang disukai oleh masyarakat. Puyuh yang sering
digunakan sebagai penghasil daging biasaya puyuh jantan dan puyuh betina afkir
yang sudah tidak berproduksi sehingga kualitas dagingnya rendah. Sebagian

6
puyuh jantan segaja dipotong karena bila diternakkan hanya menghabiskan pakan
sehingga meningkatkan biaya pemeliharaan. Puyuh yang dipotong pada umur
muda akan menghasilkan mutu daging yang lebih baik dan daging yang empuk
karena perbedaan umur potong puyuh akan terikat dengan tinggi rendahnya bobot
potong. Burung puyuh betina mampu memproduksi telur 250-300 butir/tahun, dan
puyuh betina akan mulai bertelur pada umur 42 hari. Unggas ini tidak dapat
terbang lama, namun mampu berlari kencang dan terbang dalam jarak dekat jika
didekati. Unggas ini tumbuh ideal di daerah yang bersuhu 24–30oC dengan
kelembaban 85%. Usaha peternakan burung puyuh dapat dimulai dengan modal
awal relatif kecil, sehingga cocok dijadikan sebagai usaha sampingan keluarga
dan mendukung rencana pemerintah dalam hal memperbaiki gizi keluarga,
terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah. Usaha peternakan puyuh
memiliki beberapa keunggulan, diantaranya yang menonjol adalah burung puyuh
cepat berproduksi, sebab pada umur 4 minggu sudah dapat dipanen sebagai
penghasil daging.

2.2. Ransum Burung Puyuh


Ransum merupakan kumpulan dari beberapa bahan makanan yang
diformulasikan untuk aktivitas kimiawi maupun fisiologis tubuh ternak (wuryadi,
2011). Selain untuk pertumbuhan, pakan berfungsi dalam proses produksi untuk
menghasilkan daging dan telur. Pakan dianggap faktor terpenting, sebab 80%
biaya yang dikeluarkan seorang peternak puyuh digunakan untuk pembelian
pakan, jadi jika terjadi kesalahan dalam pemberian pakan, peternak sudah pasti
tidak merasakan manfaat atau keuntungan (Listiyowati dan Roospitasari, 2005).
Ransum dikatakan baik bila ransum dikonsumsi secara normal dan mempunyai
zat-zat makanan dalam perbandingan jumlah dan bentuk sedemikian rupa
sehingga fungsi-fungsi tubuh berjalan dengan normal (Parakkasi, 1988).
Untuk burung puyuh yang masih bertumbuh (umur 0 sampai umur 6
minggu) tingkat protein yang dianjurkan adalah 23-25 % dengan energi
metabolisme 2800-2900 kkal/kg.Sedangkan untuk burung puyuh yang berumur
diatas 6 minggu tingkat protein yang dibutuhkan adalah 20-21 % dan energi
metabolisme antara 2700-2800 kkal/kg. (Anggorodi, 1995). Selain kebutuhan
akan protein dan zat-zat makanan yang lain, ternak burung puyuh membutuhkan

7
energi untuk pertumbuhan jaringan tubuh dan aktivitas tubuh yang normal
(Rasyaf, 1983).
Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Burung Puyuh Berdasarkan Fase Hidupnya
No. Jenis Nutrisi Jumlah yang dibutuhkan
Starter dan Grower
1. Energi Metabolisme Minimum 2.800 kkal/kg
(ME)
2. Protein Kasar 21-23 %
3. Lemak Kasar 4-8 %
4. Kadar Air Max 12%
5. Serat Kasar Max 6 %
6. Abu Max 8 %
7. Kalsium (Ca) 0,9 – 1,2 %
8. Fosfor total (P) 0,76 – 1 %
9. Antibiotika dan Min 0,4 %
coxidiostat
Sumber : Wuryadi (2011)

Tingginya kadar protein dan energi metabolisme puyuh berumur 0 - 3


minggu disebabkan karena pada umur tersebut puyuh belum dapat mengkonsumsi
ransum dalam jumlah besar. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan
proteinnya diperlukan kandungan ransum yang lebih tinggi dibanding puyuh
berumur 3-5 minggu (Listiyowati dan Roospitasari, 2005). Dengan mengetahui
jumlah nutrisi yang dibutuhkan puyuh, peternak dapat menyusun ransum atau
pakan puyuh dari bahan disekitar peternakan atau membeli pakan dengan
kandungan gizi yang sesuai dengan yang dibutuhkan puyuh. Dengan demikian,
pemberian pakan bisa optimal serta efisien dari segi jumlah dan biaya yang
diperlukan (Wuryadi, 2011).
Unsur mineral sangat penting bagi ternak, mineral mempunyai fungsi
fisiologis yang tersifat, namun secara umum mineral mempunyai fungsi yang
lebih beragam antara lain sebagai pembentukan tulang dan gigi, mempertahankan
keadaan koloidal dari beberapa senyawa dalam tubuh, memelihara keseimbangan
asam-basa, sebagai aktivator sistem enzim tertentu, sebagai komponen dari sistem
enzim, serta mempunyai sifat yang karakteristik terhadap kepekaan otot dan saraf
(Tillmanet al. 1998). Untuk mencegah pemborosan ada baiknya ransum diberikan
menurut umurnya seperti yang tertera pada Tabel 2.

8
Tabel 2. Jumlah Ransum yang Diberikan Berdasarkan Umur Burung Puyuh
Umur Puyuh Jumlah Ransum yang Diberikan (gram)
1 hari – 1 minggu 2
1 minggu – 2 minggu 4
2 minggu – 4 minggu 8
4 minggu – 5 minggu 13
5 minggu – 6 minggu 15
Diatas 6 minggu 17 – 19
Sumber : Anonimous (1988)

2.3. Jahe Merah (Zingiber officinale)


Taksonomi tanaman jahe merah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisio : Agiospermae
Kelas : Monicotyledone
Ordo : Zingiberales
Family : Zingiber
Spesies : Zingiber Officinale
Jahe merupakan salah satu komoditas tanaman obat yang mempunyai
prospek yang cukup bagus untuk dikembangkan di Pasar dalam negeri, regional
maupun internasional. Nilai dari tanaman terletak pada rimpangnya yang umum
dikonsumsi sebagai minuman penghangat, bumbu dapur dan penambah rasa dan
sebagai bahan baku obat tradisional atau yang lebih populer dengan istilah jamu.
Tanaman jahe terdiri dari akar, batang, daun dan bunga.Seluruh batang jahe
ditutupi oleh kelopak daun yang melingkari batang dan bunganya berbentuk
mayang kuning kehijauan.
Rimpang jahe mengandung minyak atsiri 0,25 – 3,3% yang terdiri dari
zingiberene, curcumene, philandren. Rimpang jahe mengandung oleoresin 4,3 –
6,0% yang terdiri dari gingerol serta shogaol yang menimbulkan rasa pedas
(Bartley dan Jacobs, 2000).
Jahe merah/jahe sunti (Zingiber officinale var rubrum) memilikirimpang
dengan bobot antara 0,5 - 0,7 kg/rumpun. Struktur rimpang jahemerah, kecil
berlapis-lapis dan daging rimpangnya berwarna kuningkemerahan, ukuran lebih
kecil dari jahe kecil. Memiliki serat kasar, rasanya pedas dan aromanya sangat
tajam. Diameter rimpang 4,2 -4,3 cm dan tingginya antara 5,2 - 10,40 cm. Panjang

9
rimpang dapat mencapai 12,39 cm. sama seperti jahe kecil, jahe merah juga selalu
dipanen setelahtua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang lebih
tinggidibandingkan jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan
(Setiawan, 2015). Komponen yang terkandung dalam jahe merah antara lain
adalah air 80,9%, protein 2,3%, lemak 0,9%, mineral 1-2%, serat 2-4%, dan
karbohidrat 12,3% (Rahingtyas, 2008). Kehinde et al. (2011) minyak atsiri
berfungsi sebagai peransang aktifitas enzim protease dimana enzim tersebut
berfungsi untuk menyerap protein yang dikonsumsi ternak. Kedua enzim tersebut
diyakini mampu membantu proses pencernaan protein pakan, sehingga proses
pencernaan dan metabolisme di dalam tubuh menjadi lebih baik.

2.4. Bobot potong


Bobot potong merupakan bobot yang diperoleh sebelum ayam dipotong.
Menurut Soeparno (2005) bobot potong adalah bobot yang ditimbang sebelum
dipotong setelah dipuasakan selama 8 jam. Bobot potong puyuh jantan dewasa
memiliki bobot potong 110-140 gram sedangkan puyuh betina dewasa memiliki
berat yang lebih besar yaitu 110-160 gram (Nugroho dan Mayun, 1990).
Sedangkan menurut Wuryadi (2013) menyatakan bobot puyuh bisa mencapai 150
gram/ekor, puyuh betina sekitar 143 gram/ekor dan puyuh jantan sekitar 117
gram/ekor. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi bobot potong puyuh meliputi
komsumsi ramsum, jenis kelamin, lama pemeliharan, suhu lingkungan, aktivitas
serta faktor genetika (Soraya et al. 2019). Soeparno (1994) menyatakan bahwa
bobot potong yang semakin meningkat menghasilkan karkas yang semakin
meningkat pula, sehingga dapat diharapkan dari bagian karkas yang berupa daging
menjadi lebih besar. Bobot potong biasanya diketahui dengan cara penimbangan.
Bobot potong yang tinggi, menggambarkan karkas yang baik serta daging yang
banyak.

10
2.5. Bobot Karkas
Karkas unggas adalah bagian tubuh unggas tanpa bulu, darah, kepala, kaki
dan organ dalam. Laju pertumbuhan, nutrisi, umur dan bobot tubuh adalah faktor-
faktor yang mempengaruhi komposisi tubuh atau karkas ( Panjaitan et al. 2012).
Pertumbuhan komponen karkas diawali dengan pertumbuhan tulang, lalu
pertumbuhan otot akan menurun setelah mencapai pubertas selanjutnya diikuti
dengan pertumbuhan lemak yang meningkat (Soeparno, 2005). Semakin tinggi
bobot hidup, bobot karkas juga akan tinggi pula dan berlaku juga sebaliknya
(Nahashon et al. 2005). Karkas burung puyuh adalah daging bersama tulang
setelah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher, dari kaki sampai lutut
serta isi rongga perut (Sugiharto et al. 2018). Karkas yang berasal dari unggas tua
berwarna lebih gelap dan memiliki tekstur yang lebih keras bila dibandingkan
dengan karkas unggas muda. Nilai suatu karkas dapat dilihat dari berat karkas dan
kualitas karkas secara fisik, kimia maupun mikrobiologi (Soeparno, 2005). Kulit
pada puyuh tidak elastis sehingga sangat mudah terkelupas saat proses pencabutan
bulu.

2.6. Persentase Karkas


Persentase karkas adalah perbandingan bobot karkas dengan bobot akhir
dikalikan 100% . Bangsa, umur, bobot badan dan pakan mempengaruhi persentase
karkas (Soeparno, 1994). Persentase karkas dipengaruhi oleh besarnya bagian non
karkas yang terbuang (Nugrahanti, 2003). Persentase karkas berbanding terbalik
dengan persentase non karkas, semakin tinggi persentase karkas mengakibatkan
persentase non karkas semakin rendah dan sebaliknya, dan persentase karkas juga
dipengaruhi oleh besarnya bagian tubuh yang terbuang seperti kepala, leher, kaki,
alat pencernaan, bulu dan darah (Mahfudz et al. 2009). Fitrah et al. (2018)
menyatakan bahwa persentase karkas burung puyuh adalah 65,76%. Winarno
(2005) menyatakan bahwa pada unggas kecil seperti puyuh, persentase
pemotongan selama pertumbuhan relatif sama (konstan).

11
III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Materi Penelitian


3.1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Lahan Percobaan Universitas HKBP
Nommensen, yang terletak di Desa Simalingkar B, Kecamatan Medan Tuntungan,
Kotamadya Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Januari 2021 sampai bulan
Maret 2021.

3.1.2 Ternak Percobaan


Ternak yang digunakan dalam peelitian ini adalah burung puyuh jenis
Coturnix - coturnix japonica sebanyak 200 ekor. Jumlah sampel yang diambil 80
ekor.

3.1.3 Perkandangan dan Peralatan


Kandang penelitian yang digunakan adalah kandang bateray (bertingkat)
dengan ukuran 45 x 30 x 25 cm yang terdiri dari 20 buah kotak kandang dan
menyiapkan brooder (pemanas) yaitu ruangan untuk burung puyuh yang masih
umur 1 hari atau DOQ.
Tiap kandang yang digunakan dilengkapi dengan tempat makan dan
minum. Peralatan pendukung seperti timbangan 1kg dengan tingkat ketelitian 1
gram untuk menimbang pakan dan berat badan burung puyuh, sapu dan sekop,
plastik, karung, pisau cutter.

3.1.4 Ransum Penelitian


Ransum yang diberikan pada ternak penelitian adalah ransum komersial
buatan PT. Charoen Pokphand Indonesia dengan kode pakan 311-Vivo untuk fase
starter (0 – 3 minggu) dan kode pakan 324-1M untuk fase grower (4 – 8 minggu).
Adapun kandungan nutrisi pakan 311-Vivo dan 324-1M dapat dilihat pada Tabel
3 dibawah ini.

12
Tabel 3. Kandungan nutrisi pakan 311-Vivo ( fase starter 0 – 3 minggu ) dan 324-
1M ( fase grower 4 – 8 minggu)
Jumlah yang Dibutuhkan (%)
Nutrisi
311-Vivo 324-1M

Kadar Air 13 13
Protein kasar 21 - 22 18-19
Lemak kasar 7,4 7
Serat kasar 6 7
Abu 8 14
Calsium 0,9 3,25
Phosphor 0,6 0,6

3.2. Metode Penelitian


3.2.1. Tepung Jahe Merah
Jahe merah segar dicuci sampai bersih, setelah itu rimpang jahe merah
dipotong kecil-kecil lalu dijemur dibawah sinar matahari. Kemudian jahe merah
yang sudah kering diblender hingga halus dan diayak.

Jahe merah dibersihkan

Jahe merah dipotong kecil-kecil

Dijemur dibawah sinar matahari selama 2 – 3 hari


sampkering

Diblender hingga halus

Diayak

Bubuk jahe merah

Gambar 1. Diagram Alur Cara Pembuatan Bubuk Jahe Merah

13
3.2.2. Metode Pemeliharaan Burung Puyuh

Pada pelaksanaan penelitian ini puyuh yang dipelihara adalah puyuh


jepang (Cortunix - cortunix japonica) mulai dari DOQ sebanyak 200 ekor,
kemudian diadaptasikan dengan lingkungan terlebih dahulu selama 1 minggu.
Penanganan DOQ sebelum puyuh tiba adalah kandang brooder dan peralatan yang
diperlukan disiapkan, dengan memberi alas litter dan dibuat sekat sesuai dengan
kapasitas puyuh yang dipelihara kemudian diberikan lampu yang berfungsi
sebagai pemanas dimana lampu yang digunakan lampu pijar 75 watt sebanyak 8
buah yang digantung 25 cm di atas lantai litter. Selain pemanas perlu juga
dipasang plastik atau kertas koran untuk menghambat udara luar dan mengatur
suhu di dalam kandang tetap stabil.
Setelah umur 8 hari, burung puyuh mulai diberikan perlakuan, dipilih
secara acak sebanyak 4 ekor dan ditimbang untuk mendapatkan rataan bobot
badan awal kemudian dimasukkan ke dalam kandang yang sudah diacak terlebih
dahulu sesuai perlakuan.
Pakan yang digunakan untuk penelitian adalah pakan komersil yang
ditambahkan dengan tepung jahe merah. Pemberian pakan diberikan sekali sehari
dipagi hari, sedangkan pemberian minum puyuh diberi ad-libitum. Untuk
pencegahan penyakit diberikan vitamin pada burung puyuh. Pakan yang diberikan
ditimbang setiap pagi dan sisanya ditimbang untuk mengetahui konsumsi dari
ternak tersebut. Untuk air minum dilakukan penggantian setiap pagi.
Penimbangan bobot badan dilakukan sekali dalam satu minggu yang dilaksanakan
pada pagi hari sebelum puyuh diberi makan. Setelah umur puyuh 8 minggu maka
dilakukan pemotongan untuk mendapatkan bobot potong, bobot karkas dan
persentase karkas.

3.2.3 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah


Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Tiap
ulangan terdiri dari 10 ekor puyuh. Adapun perlakuan yang diteliti yaitu :

14
P0 = Ransum tanpa tepung Jahe Merah

P1 = Ransum dengan tepung Jahe Merah 1 %

P3 = Ransum dengan tepung Jahe Merah 2 %

P4 = Ransum dengan tepung Jahe Merah 3 %

P5 = Ransum dengan tepung Jahe Merah 4 %

3.2.4. Parameter yang Diukur


1. Bobot Potong
Bobot potong diketahui dengan menimbang burung puyuh sesaat sebelum
dipotong setelah dipuasakan selama 8 jam dan dinyatakan dalam gram/ekor.

2. Bobot Karkas
Berat karkas diukur dari hasil pemisahan bagian kepala sampai batas
pangkal leher dan kaki sampai batas lutut, isi rongga perut, darah dan bulu.

3. Persentase Karkas
Persentase karkas dihitung dengan cara bobot karkas dibagi dengan bobot
potong burung puyuh kemudian dikalikan 100%.

3.2.5 Analisa Data


Untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung jahe merah terhadap
bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas burung puyuh umur 8 minggu,
maka dilakukan analisa ragam yang dikemukakan Sastrosupadi, (2004) yaitu :
Yij = µ + τ i + ԑij ........................... i = 1,2,3,4,5 (t) perlakuan
j = 1,2,3,4 (r) ulangan

Keterangan :

Yij = Respon atau nilai pengamatan pada perlakuan ke i dan ulangan ke j


µ = Nilai tengah umum
τi = Pengaruh perlakuan ke i
ԑij = Galat percobaan
t = Jumlah perlakuan
r = Jumlah ulangan pada perlakuan ke i
Jika hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh nyata atau sangat nyata
maka dilanjutkan dengan uji BNJ.

15
3.3. Prosedur Pengambilan Sampel
3.3.1. Persiapan
Burung puyuh yang akan dipotong dipuasakan selama ± 8 jam terlebih
dahulu untuk mengosongkan perut agar tidak memberikan efek stress pada ternak.
Kemudian ditimbang dan dicatat bobot potongnya (gram/ekor).

3.3.2. Penyembelihan
Ternak dipotong dengan menggnakan pisau yang tajam pada leher bagian
arteri karotis, vena jugularis dan esopagus.

3.3.3. Perendaman
Setelah darah keluar secara sempurna, kemudian puyuh dicelupkan ke
dalam air panas selama 5 - 10 detik dengan kisaran suhu 60 – 70 derajat celcius
dan selanjutnya dilakukan pencabutan bulu.
3.3.4. Pengeluaran Jeroan ( Eviscaration )
Setelah pencabutan bulu kemudian dicuci dan selanjutnya dilakukan
pembukaan rongga badan dari tulang dada ke arah kloaka kemudian jeroan
dikeluarkan.

3.3.5. Penimbangan
Setelah jeroaan dikeluarkan kemudian dilakukan pemotongan kepala
sampai pangkal leher dan kaki sampai pangkal kaki, dan setelah itu dilakukan
penimbangan karkas burung puyuh.

16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Bobot Potong Burung Puyuh
Bobot potong pada burung puyuh adalah berat badan akhir sebelum
disembelih. Bobot potong (gram/ekor) pada burung puyuh dapat diperoleh dengan
menimbang burung puyuh pada umur 8 minggu pada saat panen burung puyuh.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi bobot potong puyuh meliputi komsumsi
ramsum, jenis kelamin, lama pemeliharan, suhu lingkungan, aktivitas serta faktor
genetika (Soraya et al. 2019). Rataan bobot potong burung puyuh dapat dilihat
pada tabel berikut ini. .

Tabel 4. Rataan Bobot Potong Burung Puyuh (Gram/Ekor)


Ulangan
Perlakuan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 152,38 146,90 138,58 149,90 587,76 146,94E
P1 152,38 151,28 167,58 152,30 623,54 155,89C
P2 164,28 156,78 172,75 169,35 663,16 165,79A
P3 162,35 160,50 164,73 153,95 641,53 160,38B
P4 153,13 151,35 155,23 148,55 608,26 152,07D
3124,2
Total 780,56
5
Rataan 156,11
Ket : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang
sangat nyata (P<0,01).

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa bobot potong tertinggi terdapat pada
perlakuan P2 dengan 165,79 dan nilai bobot potong terendah terdapat pada
perlakuan P0 dengan nilai rataan 146,94. Dimana rataan bobot potong adalah
156,11 dengan kisaran (138,58 – 172,75). Hasil penelitian ini sesuai dengan
pendapat Nugroho dan Mayun (1990) bahwa puyuh jantan dewasa memiliki bobot
badan sekitar 100 – 140 gram/ekor sedangkan puyuh betina dewasa memiliki
bobot badan sekitar 110 – 160 gram/ekor.
Dimana hasil penelitian Putra et al. (2021) dengan penambahan jus kulit
buah naga pada air minum umur 10 minggu yang mendapatkan rataan bobot
potong burung puyuh berkisar 163 - 179 gram/ekor. Hasil penelitian Dicky (2020)
dengan penambahan probiotik starbio umur 8 minggu mendapatkan nilai rataan
bobot potong 117,76 dengan kisaran 95 – 132,50.

17
Dari hasil analisis sidik ragam bobot potong menunjukkan (Lampiran 3),
pada tabel anova tersebut diketahui bahwa F hitung lebih besar dari F tabel (0,05)
dan F tabel (0,01) yang berarti penambahan tepung jahe merah dalam ransum
memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot potong
burung puyuh umur 8 minggu.
Karena diperoleh bahwa perlakuan penambahan tepung jahe merah
berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot potong burung puyuh. Maka
untuk melihat sampai berapa besar rata – rata perlakuan dengan melanjutkan
dengan uji beda rata – rata menurut BNJ. Dari hasil uji beda rata – rata (Lampiran
4) menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan memberikan pengaruh berbeda
sangat nyata. Perlakuan P0 (0%) berbeda sangat nyata dengan P1 (1%), P2 (2%),
P3 (3%) dan P4 (4%) terhadap bobot potong.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Herawati (2006), dimana
penambahan tepung jahe merah dalam ransum pada level 2% merupakan level
terbaik yang dapat mempengaruhi bobot potong pada ayam broiler. Meningkatnya
berat badan akhir dan pertambahan berat badan ternak yang diberi tambahan
tepung jahe merah pada ransum disebabkan karena jahe merah sebagai feed
additif mengandung minyak atsiri dan kurkumin yang berfungsi untuk memecah
gula menjadi energi (Winarto, 2003). Ditambahkan oleh Kehinde et al. (2011)
minyak atsiri berfungsi sebagai peransang aktifitas enzim protease dimana enzim
tersebut berfungsi untuk menyerap protein yang dikonsumsi ternak. Sehingga
puyuh yang diberi tambahan tepung jahe merah mempunyai daya cerna yang lebih
tinggi sehingga zat-zat pakan yang diserap juga lebih banyak dan pertambahan
berat badannya lebih tinggi dari pada puyuh dengan tanpa penambahan tepung
jahe merah. Tetapi pemberian tepung jahe merah diatas level 2% dalam ransum
tidak memberikan dampak yang lebih baik dikarenakan kandunga serat kasar yang
dikonsumsi puyuh meningkat. Sehingga menyebabkan pencernaan nutrien akan
semakin lama dan nilai energi produktifnya semakin rendah (Tillman et al.,1998).
Serat kasar yang tinggi menyebabkan unggas merasa kenyang, sehingga dapat
menurunkan konsumsi, karena serat kasar bersifat voluminous (Amrullah, 2003).

18
4.2 Bobot Karkas burung puyuh
Karkas merupakan berat tubuh setelah pemotongan dikurangi kepala, darah
serta organ internal, kaki dan bulu (Soeparno, 2005). Karkas burung puyuh adalah
daging bersama tulang setelah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher,
dari kaki sampai lutut serta isi rongga perut (Sugiharto et al. 2018). Bobot karkas
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, bobot potong.
Pertumbuhan komponen karkas diawali dengan pertumbuhan tulang, lalu
pertumbuhan otot akan menurun setelah mencapai pubertas selanjutnya diikuti
dengan pertumbuhan lemak yang meningkat (Soeparno, 2005). Karkas yang
digunakan dalam penelitian ini adalah karkas segar. Bobot karkas (gram/ekor)
diperoleh dengan cara menimbang karkas di akhiri penelitian. Rataan bobot
karkas burung puyuh umur 8 minggu selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Bobot Karkas Burung Puyuh (Gram/Ekor)
Ulangan
Perlakuan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 92,13 91,05 89,47 92,68 365,33 91,33E
P1 101,29 99,80 109,58 99,42 410,09 102,52C
P2 113,16 106,19 112,43 111,38 448,81 112,20A
P3 107,25 107,99 109,59 102,70 428,95 107,24B
P4 99,78 100,14 101,39 95,86 398,17 99,54D
Total 2051,35 512,84
Rataan 102,57
Ket : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang
sangat nyata (P<0,01).

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa bobot karkas tertinggi terdapat pada
perlakuan P2 dengan nilai 112,57 dan bobot karkas terendah terdapat pada
perlakuan P0 dengan nilai 91,33. Dimana nilai rataan bobot karkas adalah 102,57
dengan kisaran 89,47 sampai 113,16 gram/ekor. Hasil penelitian ini lebih tinggi
dari hasil penelitian Dicky (2020) menyatakan bahwa rataan bobot karkas burung
puyuh adalah 83,69 gram/ekor dengan kisaran 70,50 – 98 gram/ekor. Dikarenakan
pada penelitian Dicky (2020) menggunakan puyuh jantan, sedangkan pada
penelitian ini menggunakan puyuh jantan dan betina. Tetapi hasil penelitian ini
masih dibawah hasil penelitian Basri dan Sulastri (2020) dengan pemberian
ramuan herbal sebagai feed additive terhadap bobot karkas dan organ dalam

19
burung puyuh selama 10 minggu menyatakan rata - rata bobot karkas burung
puyuh sekitar 128 – 134 gram/ekor.
Dari hasil analisis sidik ragam bobot karkas menunjukkan (Lampiran 7),
pada tabel anova tersebut diketahui bahwa F hitung lebih besar dari pada F tabel
(0,05) dan F tabel (0,01) yang berarti penambahan tepung jahe merah dalam
ransum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot
karkas burung puyuh umur 8 minggu.
Karena diperoleh bahwa perlakuan penambahan tepung jahe merah dalam
ransum berpengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot karkas burung
puyuh. Maka untuk melihat sampai berapa besar rata – rata perlakuan dengan
melanjutkan dengan uji beda rata – rata menurut BNJ. Dari hasil uji beda rata –
rata (Lampiran 8) menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan memberikan
pengaruh berbeda sangat nyata. Perlakuan P0 (0%) berbeda sangat nyata dengan
P1 (1%), P2 (2%), P3 (3%) dan P4 (4%) terhadap bobot karkas.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penambahan tepung jahe merah dalam
ransum pada level 2% (P2) menunjukkan bobot karkas yang lebih tinggi
dibandingkan tanpa perlakuan serta pada level pemberian lainnya.

20
4.3 Persentase Karkas Burung Puyuh
Persentase merupakan faktor yang penting yang menilai produk dari ternak
daging. Fitrah et al. (2018) menyatakan persentase karkas pada puyuh sekitar
65,76%. Faktor yang mempengaruhi persentase karkas adalah umur, perlemakan,
bobot badan, jenis kelamin, dan kuantitas ransum (Soeparno, 2005). Persentase
karkas merupakan faktor penting untuk menilai produk dari pedaging. Berikut
rataan presentase karkas burung puyuh pada masing-masing perlakuan yang dapat
dilihat pada Tabel 6:
Tabel 6. Rataan Persentase Karkas Burung Puyuh (%)
Ulangan
Perlakuan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 60,46 61,98 64,56 61,83 248,83 62,21b
P1 66,47 65,97 65,39 65,28 263,11 65,78ab
P2 68,88 67,73 67,22 65,77 269,60 67,40a
P3 66,06 67,29 66,53 66,71 266,59 66,65a
P4 65,16 68,64 67,09 60,83 261,72 65,43ab
Total 1309,85 327,46
Rataan 65,49
Ket : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang
sangat nyata (P<0,05).

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa persentase karkas burung puyuh tertinggi
terdapat pada perlakuan P2 dengan nilai 67,40 dan persentase terendah terdapat
pada perlakuan P0 dengan nilai 62,21. Dimana nilai rataan persentase karkas
65,49 dengan kisaran (60,46 - 68,88). Penelitian ini sejalan dengan pendapat
Fitrah et al. (2018) yang menyatakan bahwa persentase karkas 65,76% bobot
potong.
Hasil Penelitian Adiyono et al. (2017) menyatakan bahwa rataan persentase
karkas sebesar 57,67%, sedangkan hasil penelitian Soraya et al. (2019)
menyatakan bahwa persentase karkas burung puyuh berkisar antara 62,26%
sampai 75,75% dengan nilai rataan persentase 69,29%.
Dari hasil analisis sidik ragam persentase karkas menunjukkan (Lampiran
11), pada tabel anova tersebut diketahui bahwa F hitung lebih besar dari pada F
tabel 0,05 tetapi lebih kecil dari pada F tabel 0,01 yang berarti penambahan
tepung jahe merah dalam ransum memberikan pengaruh berbeda nyata (P< 0,05)
terhadap persentase karkas burung puyuh umur 8 minggu.

21
Karena diperoleh bahwa penambahan tepung jahe merah dalam ransum
berpengaruh nyata ( P<0,05) terhadap persentase karkas burung puyuh. Maka
untuk melihat sampai berapa besar rata – rata perlakuan dengan melanjutkan
dengan uji beda rata – rata menurut BNJ. Dari hasil uji beda nyata rata – rata
(Lampiran 12) menunjukan bahwa perlakuan P0 (0%) berbeda nyata dengan
perlakuan P2 (2%) dan P3 (3%), tapi P0 (0%) tidak berbeda nyata dengan P1
(1%) dan P4 (%).
Winarno (2005) menyatakan bahwa pada unggas kecil seperti puyuh,
persentase pemotongan selama pertumbuhan relatif sama (konstan). Mahfudz et
al. (2009) menyatakan bahwa persentase karkas juga dipengaruhi oleh besarnya
bagian tubuh yang terbuang seperti kepala, leher, kaki, alat pencernaan, bulu dan
darah. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penambahan tepung jahe merah
dalam ransum pada setiap perlakuan menunjukkan nilai persentase yang tidak
terlalu berbeda jauh. Namun pemberian tepung jahe merah pada P2( 2%) dan P3
(3%) mampu memberikan nilai persetase karkas yang terbaik.

22
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan di dapat bahwa :
1. Penambahan tepung jahe merah dalam ransum memberikan pengaruh yang
sangat nyata terhadap bobot potong. Level pemberian tepung jahe merah lebih
tinggi dari 2% maupun lebih kecil 2% dalam ransum tidak memberikan
dampak yang lebih baik dari pemberian pada 2% terhadap bobot potong
burung puyuh.
2. Penambahan tepung jahe merah pada ransum memberikan pengaruh yang
sangat nyata terhadap bobot karkas.
3. Penambahan tepung jahe merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap
persentase karkas pada taraf pemberian 2% dan 3%.

5.2 Saran
Untuk mendapatkan hasil terbaik dalam penggunaan tepung jahe merah
dalam ransum terhadap bobot potong, bobot karkas dan persenase karkas
burung puyuh disarankan pemberian tepung jahe merah pada ransum sebanyak
2% dari kebutuhan konsumsi ternak.

23
DAFTAR PUSTAKA

Adiyono W, Arifin HD, Mudawaroch RE. 2017. Pengaruh Tepung Daun Kenikir
( Cosmos caudatus) Terhadap Giblet, Usus, dan Karkas Burung Puyuh
( Coturnix coturnix Japonica). The 9th University Research Colloqium. Hal
341.

Anggorodi, H. R. 1995. Nutisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta.

Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ternak Unggas. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor

Bartley, J. And A. Jacobs. 2000. Effects of Drying on Flavor Compounds in


Australian-Grown Ginger (Zingiberoficinale). Journal of the Science of
Food and Agriculture 80: 209 – 215.

Basri H. dan Sulastri. M. P. 2020. Pemberian Ramuan Herbal Sebagai Feed


Additive Terhadap Bobot Karkas dan Organ Dalam Burung Puyuh
Jepang (Coturnix coturnix Japonica). Jurnal Biologi dan Terapan
Biopendix Vol. 7 No. 1 Th. 2020 : Hal 16 – 20.

Conley, M. 1997. Ginger – Part II. Available at :


http://www.accessnewage.com/articles/health/ginger2.htm. Diakses pada 4
April 2021.

Dicky, R. B. 2020. Pengaruh Penambahan Probiotik Starbio Dalam Ransum


Terhadap Bobot Potong, Bobot Karkas Dan Persentase Karkas Burung
Puyuh Umur 8 Minggu. [Skripsi]. Fakultas Peternakan Universitas HKBP
Nommensen. Medan

Fitrah H, Handarini R, Dihansih E. 2018. Persentase Karkas Burung Puyuh


(Coturnix – coturix Japonica) Jantan Yang Diberi Larutan Daun Kelor.
Jurnal Pertanian. No: 2. Vol: 4.

Friedli, G. L,. 2005. Zingiber Officinale (Ginger). Available at:


http://www.friedli.com/herbs/ginger.html. Diakses pada 8 April 2021.

Herawati. 2006. Pengaruh Penembahan Fitobiotik Jahe Merah ( Zingiber


Officinale Rosc) terhadap Produksi dan Profil Darah Ayam Broiler. Jurnal
Ilmu Peternakan Vol. 14 No. 2 Tahun 2006. Fakultas Peternakan.
Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Kehinde, A. S., C. O. Obun, M. Inuwa, O. Bobadoye. 2011. Growht Performance,


Haematological and Serum Biochemical Indices of Cockerel Chicks fer
Ginger (Zingiber Officinale) Additive in Diets. A . Res Int 8 (2) : 1398 –
1404.

24
Listiyowati, E. dan K. Roospitasari. 2005. Tata Laksana Budidaya Puyuh secara
Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mahfudz, L. D., T. A. Sarjana dan W. Serengat. 2009. Efisiensi Penggunaan


Protein Ransum yang Mengandung Limbah Distilasi Minuman Beralkohol
(LDMB) oleh Burung Puyuh (Cotunix coturnix Japonica) Jantan. Dalam:
Prosiding Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Fakultas Peternakan.
Universitas Diponegoro. Hal. 887 – 894.

Nugrahanti, D. Y. 2003. Pengaruh Penambahan Tepung Silase Limbah


Pengolahan Ikan Dalam Ransum Terhadap Persentase Karkas Burung
Puyuh ( Coturnix-coturnix Japonica) Jantan Umur 8 minggu. Fakultas
Peternakan. Universitas Diponegoro Semarang. (Skripsi).

Nugroho, E dan I. G. K. Mayun. 1990. Budidaya Burung Puyuh. Eka Offset.


Semarang.

Pahlevi A, Rr Ryanti, dan S Tantalo. 2009. Pengaruh Pemberian Air Kunyit


Melalui Air Minum Terhadap Bobot Karkas, Giblet, dan Lemak Burung
Puyuh. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Lampung

Panjaitan, I. A. Sofiana dan Y. Priabudiman. 2012. Suplementasi Tepung Jangkrik


Sebagai Sumber Protein Pengaruhnya Terhadap Kinerja Burung Puyuh (
Coturnix – coturnix Japonica). J. Ilmiah Ilmu – Ilmu Peternakan 15 (1) : 8 –
14.

Parakkasi, A. 1988. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Bandung:


Angkasa.

Putra, I P. A. Y., G. A. M. Dewi, dan M. Wirapartha. 2021. Pengaruh Pemberian


Jus Kulit Buah Naga Terhadap Produksi Karkas Burung Puyuh Umur 10
Minggu. Jurnal Peternakan Tropika Vol. 9 No. 2 Th. 2021: 378 – 390.

Rahingtyas, D. K. 2008. Pemanfaatan Jahe (Zingiber Officinale) Sebagai Tablet


Isap untuk Ibu Hamil dengan Gejala Mual dan Muntah. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Rahmawati, D. 2010. Khasiat Jahe Merah.


http://dephita.student.umm.ac.id/khasiat-jahe-merah. pdf. Diakses 12
Desember 2020.

Rasyaf, M. 1983. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.

Setyanto, A., U. Atmomarsono dan R. Muryani. 2012. Pengaruh Penggunaan


Tepung Jahe Emprit (Zingiber Officinale Var. Amarum) dalam Ransum
terhadap Laju Pakan dan Kecernaan Pakan Ayam Kampung Umur 12
Minggu. Anim. Agric. J. 1(1) : 711-720.

25
Sinurat, A. P. 1999. Penggunaan Bahan Pakan Lokal dalam Pembuatan Ransum
Ayam Buras. Jurnal Wartazoa Vol 9. No. 1 Tahun 1999. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

Soeparno. 2005. Ilmu Dan Teknologi Daging. Cetakan Ke-empat. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta

Soraya, P. M. Fajrin, dan M. Hasibuan. 2019. Pemberian Tepung Daun Papaya


Dalam Ransum Terhadap Karkas Burung Puyuh. Jurnal Perternakan. Vol
03. No 01. E-ISSN. 2599 – 1736.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo. dan S.


Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Edisi Keenam. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.

Winarno FG. 2005. Karkas: Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya. M-Brio


Press. Bogor.

Winarto, W. P. 2003. Khasiat dan Manfaat Kunyit. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Wuryadi, S. 2011. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Puyuh. Agromedia Pustaka.
Jakarta. Hal. 16-18.

Wuryadi, S. 2013. Beternak Puyuh. Agromedia Pustaka. Jakarta. Hal. 14-16.

26
LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Bobot Potong Burung Puyuh (gram)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 135,30 130,90 179,20 164,10 609,50 152,38


U2 125,00 127,60 156,70 178,30 587,60 146,90
P0
U3 130,20 124,30 145,80 154,00 554,30 138,58

U4 128,00 130,60 182,40 158,60 599,60 149,90

U1 132,70 140,50 160,80 175,50 601,50 152,38

U2 128,30 136,00 168,80 172,00 605,10 151,28


P1
U3 145,90 153,30 192,30 178,80 670,30 167,58

U4 139,60 146,00 161,70 161,90 609,20 152,30

U1 146,00 139,90 180,90 190,30 657,10 164,28

U2 138,80 146,70 180,00 161,60 627,10 156,78


P2
U3 143,00 170,40 190,30 187,30 691,00 172,75

U4 150,40 159,70 176,40 190,90 677,40 169,35

U1 145,30 144,50 181,00 178,60 649,40 162,35

U2 140,00 142,70 176,30 183,00 642,00 160,50


P3
U3 130,00 169,90 179,00 180,00 658,90 164,73

U4 142,10 140,00 157,90 175,80 615,80 153,95

U1 142,20 141,00 160,30 169,00 612,50 153,13

U2 135,10 150,70 164,70 154,90 605,40 151,35


P4
U3 138,50 140,90 167,70 173,80 620,90 155,23

U4 132,50 136,00 160,00 165,70 594,20 148,55


Ket : P = Perlakuan
U = Ulangan

Lampiran 2. Data Rataan Bobot Potong Burung Puyuh (gram/ekor)

27
Ulangan
Perlakuan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 152,38 146,90 138,58 149,90 587,76 146,94
P1 152,38 151,28 167,58 152,30 623,54 155,89
P2 164,28 156,78 172,75 169,35 663,16 165,79
P3 162,35 160,50 164,73 153,95 641,53 160,38
P4 153,13 151,35 155,23 148,55 608,26 152,06
Total 782,52 766,81 798,87 774,05 3124,25 780,56
Rataan 156,50 153,36 159,77 154,81 624,85 156,21

FK = (Yij)2

r .t

= (3124,25)2

4x5

= 9.760.938,0625

20

= 488.046,903

JK Total = ∑(Yij)2 – FK

= (152,38)2 + (146,90)2 + ..... + (148,55)2 - 488.046,903

= 23.219,66 + 21.579,61 + ….. + 22.067,10 – 488.046,903

= 489.420,6445 - 488.046,903

= 1.373,741

JK Perlakuan = ∑(Yij)2/r – FK

= (587,76)2 + (623,54 )2 +..... + (608,26)2 - 488.046,903

= 345.461,81 + 386.311,97 + .....+ 369.980,22 - 488.046,903

= 1.955.586,103 - 488.046,903

28
4

= 488.896,526 - 488.046,903

= 849,623

JK Galat = JK Total – JK Perlakuan

= 1.373,741- 849,623

= 524,119

Lampiran 3. Analisis Sidik Ragam Bobot Potong Burung Puyuh

F. Tabel
SK DB JK KT F.Hitung
0,05 0,01
Perlakua
4 849,623 212,406
n 6,08** 3,06 4,89
Galat 15 524,119 34,941
Total 19 1.373,741 247,347
Ket : ** Berbeda Sangat Nyata (P > 0,01)

KK = √ 34,941
X 100
    3124,25/ 20

= 0,0378 x 100

= 3,78

Uji lanjut BNJ

KTG = 34,941

P =4

DBG = 15

BNJ = √ 34,941/¿ ¿r

= √ 34,941/4

= √ 8,7352

= 2,9555

Q0,01 = Q0,01 (P . DBG)

29
= Q0,01(4.15)

= 4,89

W0,01 = 4,89 – 2,9555

= 1,94

Lampiran 4. Notasi Rataan Untuk Bobot Potong Burung Puyuh (gram)

Perlakuan Rataan Notasi BNJ


P2 165,94 A
P3 160,38 B
P1 155,89 C
P4 152,07 D
P0 146,94 E

Hasil uji BNJ Untuk Bobot Potong

P2 (165,94) P3 (160,38) P1 (155,89) P4 (152,07) P0 (146,94)

A
B
C
D
E

Lampiran 5. Data Bobot Karkas Burung Puyuh (gram)

30
Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 87,37 84,68 99,68 96,78 368,51 92,13


U2 85,17 88,66 91,26 99,11 364,20 91,05
P0
U3 85,33 84,53 91,29 96,71 357,86 89,47

U4 85,94 86,58 100,72 97,47 370,71 92,68

U1 86,25 91,34 107,51 120,07 405,17 101,29

U2 86,40 83,31 110,69 118,78 399,18 99,80


P1
U3 94,84 99,63 126,86 116,97 438,30 109,58

U4 90,74 94,88 105,84 106,21 397,67 99,42

U1 97,90 96,94 127,89 129,92 452,6 113,16

U2 94,24 96,68 124,76 111,06 424,74 106,19


P2 104,5
U3 94,68 130,71 119,79 449,72 112,43
4
109,0
U4 97,21 115,12 124,13 445,52 111,38
6
U1 93,67 92,43 122,51 120,37 428,98 107,25

U2 91,81 92,34 121,97 125,85 431,97 107,99


P3 108,7
U3 83,93 122,76 122,94 438,35 109,59
2
U4 90,94 89,88 108,32 121,65 410,79 102,70

U1 91,67 90,24 108,44 108,78 399,13 99,78

U2 92,65 99,42 114,59 108,89 415,55 103,89


P4
U3 91,64 93,12 112,56 119,23 416,55 104,14

U4 76,81 77,35 100,38 106,89 361,43 90,36


Ket : P = Perlakuan
U = Ulangan

Lampiran 6. Data Rataan Bobot Karkas Burung Puyuh (gram/ekor)

31
Ulangan
Perlakuan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 92,13 91,05 89,47 92,68 365,33 91,33
P1 101,29 99,80 109,58 99,42 410,09 102,52
P2 113,16 106,19 112,43 111,38 448,81 112,20
P3 107,25 107,99 109,59 102,70 428,95 107,24
P4 99,78 103,89 104,14 90,36 398,17 99,54
Total 513,39 510,49 527,54 499,93 2051,35 512,84
Rataan 102,68 102,10 105,51 99,99 410,27 102,57

FK = (Yij)2

r .t

= (2.051,35)2

4x5

= 4.208.036,8225

20

= 210.401,8411

JK Total = ∑(Yij)2 – FK

= (92,13)2 + (91,05)2 + ..... + (90,36)2 - 210.401,8411

= 211.662,7749 – 210.401,8411

= 1260,9338

JK Perlakuan = (∑(Yij)2/r – FK

= (367,33)2 + ( 410,09)2 +..... + (398,17)2 - 210.853,3801

= 845.607,6845 - 210.401,8411

= 1.000,0800

JK Galat = JK Total – JK Perlakuan

32
= 1.260,9338 - 1.000,0800

= 260,8538

Lampiran 7. Analisis Sidik Ragam Bobot Karkas Burung Puyuh

F. Tabel
SK DB JK KT F.Hitung
0,05 0,01
Perlakua
4 1000,080 250,020
n 14,38** 3,06 4,89
Galat 15 260,854 17,390
Total 19 1260,934 267,410
Ket : ** Berbeda Sangat Nyata (P > 0,01)

KK = √ 17,390
X 100
    2051,35/ 20

= 0,0406 x 100

= 4,06

Uji lanjut BNJ

KTG = 17,390

P =4

DBG = 15

BNJ = √ 17,390/¿ ¿r

= √ 17,390/4

= √ 4,3475

= 2,0850

Q0,01 = Q0,01 (P . DBG)

= Q0,01(4.15)

= 4,89

W0,01 = 4,89 – 2,0850

= 2,805

Lampiran 8. Notasi Rataan Untuk Bobot Karkas Burung Puyuh (gram)

33
Perlakuan Rataan Notasi BNJ
P2 112,20 A
P3 107,24 B
P1 102,52 C
P4 99,54 D
P0 91,33 E

Hasil uji BNJ Untuk Bobot Karkas

P2 (112,20) P3 (107,29) P1 (102,52) P4 (99,54) P0 (91,83)

A
B
C
D
E

Lampiran 9. Data Persentase Karkas Burung Puyuh

34
Perlakua Ulangan
Bobot Potong Bobot Karkas Persentase Karkas
n
U1 152,38 92,13 60,46
U2 146,90 91,05 61,98
P0
U3 138,58 89,47 64,56
U4 149,90 92,68 61,83
U1 152,38 101,29 66,48
U2 151,28 99,80 65,97
P1
U3 167,58 109,58 65,39
U4 152,30 99,42 65,28
U1 164,28 113,16 68,88
U2 156,78 106,19 67,73
P2
U3 172,75 112,43 66,22
U4 169,35 111,38 65,77
U1 162,35 107,25 66,06
U2 160,50 107,99 67,29
P3
U3 164,73 109,59 66,53
U4 153,95 102,70 66,71
U1 153,13 99,78 65,16
U2 151,35 103,89 68,64
P4
U3 155,23 104,14 67,09
U4 148,55 90,36 60,83
Ket : P = Perlakuan
U = Ulangan

Lampiran 10. Data Rataan Persentase Karkas Burung Puyuh

Ulangan
Perlakuan
U1 U2 U3 U4 Total Rataan
P0 60,46 61,98 64,56 61,83 248,83 62,21
P1 66,47 65,97 65,39 65,28 263,11 65,78
P2 68,88 67,73 67,22 65,77 269,60 67,40
P3 66,06 67,29 66,53 66,71 266,59 66,65
P4 65,16 68,64 67,09 60,83 261,72 65,43
Total 327,03 331,61 330,79 320,42 1309,85 327,46
Rataan 65,41 66,32 66,16 64,08 261,97 65,49

FK = (Yij)2

35
r .t

= (1.309,85)2

4x5

= 1.715.707,0225

20

= 85.785,3511

JK Total = ∑(Yij)2 – FK

= (60,46)2 + (61,98)2 + ..... + (60,83)2 - 85.785,3511

= 3.655,4116 + 3.841,5204 + ….. + 3.700,2889 - 85.785,3511

= 85.898,5003 – 85.785,3511

= 113,1492

JK Perlakuan = (∑(Yij)2/r – FK

= (248,83)2 + ( 263,11)2 +..... + (261,72)2 - 85.785,3511

= 343.394,9875 - 85.785,3511

 4

= 63,3957

JK Galat = JK Total – JK Perlakuan

= 113,1492 - 63,3957

= 49,7535

Lampiran 11. Analisis Sidik Ragam Persentase Karkas Burung Puyuh

36
F. Tabel
SK DB JK KT F.Hitung
0,05 0,01
Perlakuan 4 63,396 15,849
4,78* 3,06 4,89
Galat 15 49,753 3,317
Total 19 113,149 19,166
Ket : * Berbeda Nyata (P > 0,05)

KK = √ 3,317
X 100
    1.309,85/ 20

= 0,0278 x 100

= 2,7807

Uji lanjut BNJ

KTG = 3,317

P =4

DBG = 15

BNJ = √ 3,317/¿ ¿r

= √ 3,317/4

= √ 0,8292

= 0,9106

Q0,01 = Q0,01 (P . DBG)

= Q0,01(4.15)

= 4,89

W0,01 = 4,89 – 0,9106

= 3,97

Lampiran 12. Notasi Rataan Untuk Persentase Karkas Burung Puyuh

37
Perlakuan Rataan Notasi BNJ
P2 67,40 a
P3 66,65 a
P1 65,78 ab
P4 65,43 ab
P0 62,21 b

Hasil uji BNJ Untuk Persentase Karkas

P2 (67,40) P3 (66,65) P1 (65,78) P4 (65,43) P0 (62,21)

38

Anda mungkin juga menyukai