Latar Belakang
Broiler merupakan ternak unggas yang dapat menghasilkan daging dalam
waktu yang singkat serta dapat mengkonsumsi makanan menjadi daging secara
efisien. Salah satu faktor yang menentukan efisien tidaknya produksi ternak
adalah jumlah ransum yang dikonsumsi untuk memproduksi satu kilogram berat
badan, semakin kecil rasionya berarti semakin efisien produksi ternak tersebut.
Jadi, broiler adalah ayam yang sengaja dibibitkan dan dikembangkan untuk
menghasilkan daging yang cepat, dibandingkan dengan ternak unggas lainnya.
Ransum unggas adalah bahan pakan yang bagian-bagiannya dapat dicerna
dan diserap oleh unggas. Untuk mendapatkan pertumbuhan ayam broiler yang
baik, maka perlu diperhatikan zat nutrisi pada ransumnya sebab komposisi ransum
yang baik mempengaruhi pertumbuhan ayam tersebut, akan tetapi tidak semua zat
makanan yang diberikan akan dapat dimanfaatkan.
Daun katuk mempunyai banyak khasiat terhadap kehidupan unggas
apalagi daun katuk kaya akan besi, provitamin A dalam bentuk -carotene,
vitamin C, minyak sayur, protein dan mineral lainnya yang sangat dibutuhkan
oleh ternak unggas untuk pertumbuhannya (Agustal, 1997). Dengan demikian
penelitian ini dirancang untuk mengetahui pengaruh tepung daun katuk dalam
ransum broiler terhadap konsumsi, pertambahan berat badan dan konversi
ransumnya.
Permasalahan
Mengingat harga pakan semakin meningkat, perlu untuk memanfaatkan
pakan alternatif yang lebih murah dan terjangkau namun tetap memiliki
kandungan nilai gizi yang cukup tinggi.
pemanfaatan tepung daun katuk yang kaya akan zat besi, provitamin A dalam
bentuk -carotene, vitamin C, protein dan mineral lainnya yang sangat dibutuhkan
oleh ternak unggas untuk pertumbuhannya.
Tepung daun katuk diketahui mengandung komposisi gizi yang baik,
namun belum diketahui penggunaannya dalam ransum berpengaruh terhadap
pertambahan berat badan, konsumsi dan konversi pakan pada broiler.
Hipotesis
Diduga bahwa broiler yang mendapat ransum mengandung berbagai level
tepung daun katuk berpengaruh terhadap pertambahan berat badan, konsumsi, dan
konversi pakan.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian
berbagai level tepung daun katuk terhadap pertambahan berat badan, konsumsi,
dan konversi pakan pada broiler.
Kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada
masyarakat khususnya peternak mengenai kegunaan tepung daun katuk dalam
ransum dan pengaruhnya terhadap pertambahan berat badan, konsumsi, dan
konversi pakan pada broiler.
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Ayam Broiler
Broiler merupakan istilah untuk memberi sebutan kepada ayam ras potong
atau ayam pedaging jenis jantan atau betina yang berumur sekitar 6-8 minggu
yang dipelihara secara intensif agar diperoleh produksi optimal (Irawan, 1996).
Sedangkan menurut Murtidjo (2003), bahwa daging ayam broiler dipilih sebagai
salah satu alternatif, karena seperti yang telah diketahui bahwa broiler sangat
efisien diproduksi. Jangka waktu 6-8 minggu ayam tersebut sanggup mencapai
berat hidup 1,5 kg 2 kg dan secara umum dapat memenuhi selera konsumen.
Menurut Rasyaf (2004), ayam pedaging adalah ayam jantan dan betina
muda yang berumur di bawah 8 minggu ketika dijual dengan bobot tubuh tertentu,
mempunyai pertumbuhan yang cepat serta mempunyai dada yang lebar dengan
timbunan daging yang baik dan banyak.
pedaging adalah broiler yang berusia 6 minggu sudah sama besarnya dengan ayam
kampung dewasa dan bila dipelihara hingga berusia 8 bulan, bobotnya dapat
mencapai 2 kg.
maupun ayam ras afkir usia 1,5 tahun. Selain itu masyarakat juga mengenal
broiler karena mempunyai rasa yang khas, empuk dan dagingnya banyak.
Hardjoswaro dan Rukminasih (2000) menyatakan bahwa ayam broiler
dapat digolongkan ke dalam kelompok unggas penghasil daging artinya dipelihara
khusus untuk menghasilkan daging. Umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
kerangka tubuh besar, pertumbuhan badan cepat, pertumbuhan bulu yang cepat,
lebih efisien dalam mengubah ransum menjadi daging.
3
Rasyaf (2004) juga menyatakan bahwa ayam dan jenis unggas lainnya
membutuhkan sejumlah nutrisi yang lengkap untuk menunjang hidupnya, untuk
pertumbuhan dan untuk berproduksi.
: Plantae
Divisi:
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Malpighiales
Famili
: Phyllanthaceae
Genus:
: Sauropus
Spesies
: S. androgynus
Tanaman katuk (Sauropus androgynus) juga merupakan tanaman obat
yang selain mempunyai zat gizi tinggi, mengandung zat antibakteri, serta tidak
berbahaya bagi kesehatan manusia dan mengandung beta-karotin sebagai zat aktif
untuk warna karkas. Katuk sebagai sayuran mengandung zat gizi yang baik,
vitamin A dalam bentuk karotin terkandung didalamnya sebanyak 10020
mikrogram, vitamin C 164 mg, mineral 334,5 mg, protein kasar 6,4%, dan energi
59 kalori dalam 100 g daun katuk (Anonim. 2011).
Menurut Agustal, dkk (1997) daun katuk kaya akan besi, provitamin A
dalam bentuk -carotene, vitamin C, minyak sayur, protein dan mineral lainnya.
Dalam 100 gram daun katuk mengandung 72 kalori, 70 gram air, 4,8 gram
protein, 2 gram lemak, 11 gram karbohidrat, 2,2 gram mineral, 24 mg kalsium, 83
mg fosfor, 2,7 mg besi, 31,11 g vitamin D, 0,10 mg vitamin B6 dan 200 mg
vitamin C.
Komposisi kimia daun katuk dapat dilihat pada Tabel 1. sebagai berikut :
Tabel 1. Komposisi Kimia Daun Katuk
Komponen gizi
Kadar
Energi (kkal)
59
Protein (g)
4,8-6,4
Lemak (g)
1,0
Karbohidrat (g)
9,9-11,0
Serat (g)
1,5
Abu (g)
1,7
Kalsium (mg)
204
Fosfor (mg)
83
Besi (mg)
2,7-3,5
Vitamin A (SI)
10.370
Vitamin C (mg)
164-239
Vitamin B1 (mg)
0,1
Vitamin B6 (mg)
0,1
Vitamin D (g)
3.111
Karotin (mcg)
10.020
Air (g)
81
Selain zat-zat gizi tersebut di atas, daun katuk juga mengandung senyawa
metabolik sekunder yaitu monomethyl succinate dan cis-2-methyl cyclopentanol
asetat (ester), asam benzoat dan asam fenil malonat (asam karboksilat), 2pyrolodinon dan methyl pyroglutamate (alkaloid), saponin, flavonoid dan tanin.
Senyawa-senyawa tersebut sangat penting dalam metabolisme lemak, karbohidrat
dan protein dalam tubuh (Santoso, 1998).
Daun katuk mengandung tanin dan saponin yang patut mendapat
perhatian. Secara umum, tanin menyebabkan gangguan pada proses pencernaan
dalam saluran pencernaan sehingga dapat menurunkan pertumbuhan. Selain itu,
saponin menurunkan permeabilitas sel mukosa usus halus, yang berakibat
penghambatan transport nutrisi aktif dan menyebabkan pengambilan/penyerapan
zat-zat gizi dalam saluran pencernaan menjadi terganggu. Unggas lebih sensitif
terhadap saponin daripada ternak monogastrik lainnya. Hal ini yang mungkin
menyebabkan turunnya pertambahan berat badan (Sutedja. 1997).
Oleh
karena itu, pertambahan berat badan harus pula dikaitkan dengan konsumsi
ransumnya (Rasyaf, 2004).
Pada masa pertumbuhan, broiler harus memperoleh makanan yang banyak
mengandung protein, zat ini berfungsi sebagai zat pembangun, pengganti sel yang
rusak dan berguna untuk pembentukan telur (Wibowo, 1996). Sedangkan Wahyu
(1992) menyatakan bahwa, kebutuhan protein per hari untuk broiler yang sedang
bertumbuh dibagi menjadi tiga bagian yaitu protein yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan jaringan, protein untuk hidup pokok dan protein untuk pertumbuhan
bulu.
Pertumbuhan sangat erat hubungannya dengan konsumsi, dan diperkirakan
63% dari penurunan pertumbuhan disebabkan karena menurunnya konsumsi
ransum dari ayam. Temperatur tinggi dan saat ayam dalam keadaan stress, akan
menurunkan pertumbuhannya karena konsumsi ransum yang menurun (Leeson
dan Summer, 1991).
Waksito (1983) mengemukakan bahwa ransum merupakan salah satu
faktor yang menentukan kecepatan pertumbuhan, oleh karena itu untuk mencapai
pertumbuhan yang optimal sesuai dengan potensi genetik diperlukan suatu ransum
yang mengandung cukup unsur gizi secara kualitatif dan kuantitatif. Dengan
demikian ada hubungan antara pertumbuhan dengan konsumsi ransum. Sejalan
dengan itu Tilman, dkk (1986) menyatakan bahwa makanan merupakan suatu
masalah yang penting dalam suatu usaha peternakan, sebab untuk mencapai
perkembangan dan pertumbuhan dibutuhkan sejumlah zat makanan yang bermutu,
baik kualitas maupun kuantitasnya.
Konsumsi Ransum
Konsumsi pakan merupakan ukuran untuk mengetahui jumlah pakan yang
dikonsumsi seekor ternak setiap ekor per hari. Kebutuhan unggas yang paling
utama yaitu energi dan protein, sedikit vitamin dan mineral. Zat-zat tersebut
diperoleh unggas dari pakan/ransum yang dikonsumsi setiap hari (Wahyu, 1984).
Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah unsur nutrisi
yang ada di dalam ransum yang telah tersusun dari berbagai bahan makanan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi ayam broioler (Rasyaf, 1994). Menurut Tilman, dkk
(1986), sifat khusus unggas adalah mengkonsumsi pakan untuk memperoleh
energi sehingga pakan yang dimakan tiap harinya cenderung berhubungan dengan
kadar energinya. Wahyu (1984) menyatakan bahwa konsumsi akan meningkat
bila diberi ransum yang berenergi rendah dan menurun bila diberi ransum yang
berenergi tinggi. Banyak faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum broiler
diantaranya besar dan bangsa ayam, luas kandang, tingkat energi dan protein
dalam ransum.
10
karena nilai gizi dan jumlah ransum yang diperlukan pada setiap pertumbuhan
berbeda. Selanjutnya dinyatakan bahwa fungsi makanan yang diberikan pada
dasarnya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, membentuk jaringan tubuh,
mengganti bagian-bagian yang rusak dan selanjutnya untuk keperluan produksi.
Bahan makanan yang tersedia dan terbanyak dimakan oleh bangsa unggas
berasal dari biji-bijian, limbah pertanian, dan sedikit dari hasil hewani serta
perikanan. Oleh karena itu, bahan makanan yang digunakan hendaknya tidak
bersaing dengan kebutuhan manusia dan mudah didapatkan serta harganya relatif
murah (Rasyaf, 2004).
Kebutuhan nutrisi broiler periode starter dan finisher sesuai Standar
Nasional Indonesia (2006) dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3, sebagai berikut :
Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi Broiler Periode Starter
No
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Parameter
Satuan
Kadar air
%
Protein kasar
%
Lemak kasar
%
Serat kasar
%
Abu
%
Kalsium (Ca)
%
Fosfor (P) total
%
Energi Metabolisme (EM)
Kkal/Kg
Sumber : Standar Nasional Indonesia (2006)a
Persyaratan
Maks. 14,0
Min. 19,0
Maks. 7,4
Maks. 6,0
Maks. 8,0
0,90 1,20
0,60 1,00
Min. 2900
Parameter
Kadar air
Protein kasar
Lemak kasar
Serat kasar
11
Satuan
Persyaratan
%
%
%
%
Maks. 14,0
Min. 18,0
Maks. 8,0
Maks. 6,0
5.
6.
7.
8.
Abu
%
Kalsium (Ca)
%
Fosfor (P) total
%
Energi Metabolisme (EM)
Kkal/Kg
Sumber : Standar Nasional Indonesia (2006)b
Konversi Ransum
Maks. 8,0
0,90 1,20
0,60 1,00
Min. 2900
12
Makin sehat broiler semakin baik konversi ransumnya dan jumlah ransum
yang dikonsumsi juga meningkat. Peningkatan konsumsi dan konversi ransum
bertujuan untuk memperoleh berat badan yang maksimal. Namun pada saat udara
panas, kebutuhan air lebih cenderung meningkat dibanding pada musim hujan,
akibatnya ayam tidak terlalu banyak mengkonsumsi ransum. Pada udara yang
dingin ransum yang dikonsumsi lebih banyak digunakan untuk mempertahankan
suhu badan dari pada diubah menjadi daging (Tobing, 2004).
Kemampuan ayam broiler mengubah ransum menjadi bobot hidup jauh
lebih cepat dibandingkan dengan ayam kampung. Nilai konversi makanannya
sewaktu dipanen dapat mencapai nilai dibawah 2. Nilai ini berarti bahwa jika
normalitas sekelompok ayam broiler hanya memerlukan ransum kurang dari 2 kg
untuk menghasilkan 1 kg bobot hidup (Amrullah, 2003).
Konversi ransum sebaiknya rata-rata 2 kg pakan per kg daging atau bila
kurang dari 2 kg lebih baik.
meskipun hal ini tidak terlalu umum (Blakely dan Bade, 1992). Sementara Rasyaf
(2004), menyatakan bahwa bila hendak memperbaiki sudut konversi, sebaiknya
dipilih angka konversi yang terendah. Akan tetapi, angka itu berada dari masa
awal ke masa akhir karena di masa akhir pertumbuhan broiler menjadi lambat atau
mulai menurun setelah usia 4 minggu sedangkan ransumnya bertambah terus.
Nilai konversi ransum berhubungan dengan biaya produksi, khususnya
biaya ransum, karena semakin tinggi konversi ransum maka biaya ransum akan
meningkat karena jumlah ransum yang dikonsumsi untuk menghasilkan bobot
badan dalam jangka waktu tertentu semakin tinggi. Nilai konversi ransum yang
13
14
Laboratorium
Kimia
Makanan
Ternak
Fakultas
Peternakan
Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah Day Old Chick (DOC)
strain Cobb sebanyak 64 ekor, jagung kuning, dedak padi, limbah udang, ampas
tahu, top mix, tepung ikan, kacang kedelai, minyak kelapa, bungkil kelapa, tepung
daun katuk,viterna, vaksin gumboro, vaksin ND B1 , dan vaksin ND lasota.
Peralatan yang digunakan adalah timbangan, kandang koloni (colony cage)
yang terbuat dari kayu beralas ran kawat dan berukuran 4m x 2m yang terbagi
menjadi 16 petak dan ukuran tiap 1m x 0,5m, tiap petak masing-masing
dilengkapi dengan tempat makan dan minum, balon pijar 40 watt serta peralatan
lain seperti timbangan, oven, gilingan sampel, baskom, plastik, dan talang.
Metode Penelitian
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
(Gazper, 1991) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan, dimana 4 perlakuan
terdiri dari :
P0 : Ransum Dasar (Kontrol)
15
Selama
P(%)
0.29
0.21
1.75
0.57
5.37
0.45
0
0.53
0
0.95
P3
(%)
(%)
(%)
(%)
54.5
9
0.7
2.8
13
54.5
9
0.7
2.8
13
54.5
9
0.5
2
12.5
54.5
9
0.5
1.5
12.5
16
Tanin
(%)
1,03
Kacang Kedele
7.5
Minyak
1
Bungkil Kelapa
10.5
Top Mix
1
Total (%)
100
Tepung Daun Katuk
0
Kandungan Nutrisi Ransum
PK (%)
18.07
EM (Kkal/kg)
3034
LK (%)
8.01
SK (%)
5.94
Ca (%)
1.76
P (%)
0.99
Keterangan
:
Hasil
Perhitungan
Kandungan Nutrisi Setiap
Perlakuan Berdasarkan SNI
(2006)
7
1
10
1
100
1
7.5
1
10
1
100
2
7
1
10
1
100
3
18.02
3015
7.8
5.93
1.79
0.99
18.03
3020
7.9
5.89
1.73
0.97
18,00
3004
7.8
5.87
1.76
0.98
Dihaluskan menggunakan
gilingan sampel
17
Tepung daun
katuk siap digunakan
18
19
Yij
= + + ij
Keterangan :
Yij
= Rata-rata pengamatan
ij
Dimana : i = 1, 2, 3 dan 4
J = 1, 2, 3 dan 4
PERLAKUAN
P2
P0
P1
Konsumsi Ransum
(g/ekor/minggu)
687,03
696,72
697,66
694,69
Pertambahan
Berat Badan
(g/ekor/minggu)
255,31a
325,94b
359,84c
308,28b
2,13
2,22
2,29
2,24
Konversi Ransum
Keterangan :
P3
Konsumsi Ransum
Analisis ragam menunjukkan bahwa broiler yang mendapat ransum
mengandung berbagai level tepung daun katuk tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
terhadap konsumsi ransum. Rata- rata konsumsi ransum broiler pada perlakuan
P0 = 687,03 g/ekor/minggu, P1 = 696,72 g/ekor/minggu, P2 = 697,66
g/ekor/minggu, P3 = 694,69 g/ekor/minggu.
Konsumsi ransum broiler yang mendapat perlakuan tepung daun katuk
lebih tinggi daripada perlakuan kontrol.
kandungan senyawa fitokimia (saponin, flavonoid, dan tanin) yaitu suatu zat
kimia alami yang terdapat dalam tumbuhan atau tanaman yang mempunyai fungsi
faali luar biasa (Kumar et al, 2005) yang dapat meningkatkan konsumsi pakan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Santoso (2009), bahwa katuk (Sauropus
androgynus) merupakan tanaman obat-obatan tradisionil yang mempunyai zat gizi
tinggi, sebagai antibakteri, dan mengandung beta karoten sebagai zat aktif warna
karkas.
tanaman yang memiliki kandungan senyawa aktif seperti minyak atsiri, saponin,
flavonoid, dan tanin dapat meningkatkan kecernaan zat makanan didalam
saluran pencernaan sehingga zat makanan yang dikonsumsi akan dapat dicerna,
diserap dan dimanfaatkan secara optimal untuk pembentukan jaringan tubuh,
produksi dan reproduksi.
21
22
= 0,06%, dan P3 = 0,09% . Hal ini didukung oleh pendapat Widodo (2005),
bahwa pada unggas pemberian pakan yang mengandung tanin sebesar 0.33% tidak
membahayakan, akan tetapi apabila kadar tanin dalam pakan mencapai 0,5% atau
lebih akan memberikan pengaruhnya yaitu menekan pertumbuhan ayam, tanin
menekan retensi N dan menyebabkan menurunnya daya cerna asam-asam amino
yang sebenarnya dapat diserap oleh vili-vili usus dan dimanfaatkan untuk
pertumbuhan dan perkembangan jaringan.
menyatakan bahwa batas toleransi kadar tanin dalam ransum ayam broiler sebesar
0,26%.
Kurva respon penambahan berbagai level tepung daun katuk terhadap
pertambahan berat badan broiler dapat dilihat pada Gambar 2.
Pertambahan Berat Badan
400.00
350.00
300.00
250.00
200.00
polynomial
150.00
100.00
50.00
0.00
0
0.5
1.5
2.5
3.5
Perlakuan
Gambar 2. Kurva respon pengaruh penambahan berbagai level tepung daun katuk
terhadap pertambahan berat badan.
23
penambahan daun katuk terhadap pertambahan berat badan yaitu 85,8 %. Hal ini
memperlihatkan bahwa pada perlakuan P0 hingga P2 mengalami peningkatan
pertambahan berat badan, namun menurun pada perlakuan P3.
Menurunnya
24
25
26
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2002. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Pedaging. Agromedia
Pustaka, Jakarta.
Agustal, A., M. Harapini dan Chairul. 1997. Analisis kandungan kimia ekstrak
daun katuk (Sauropus androgynus (L) Merr dengan GCMS. Warta
Tumbuhan Obat Indonesia 3 (3): 31-33.
Amrullah, I. K. 2003. Manajemen Ternak Ayam Broiler. IPB-Press, Bogor.
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Anonim, 2011. Katuk. http://id.wikipedia.org/wiki/Katuk. Tanggal Akses : Senin,
17 Oktober 2011.
Blakely, J. dan H.D, Bade. 1992. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Cahyono, B. 2001.
Ayam Buras
Pedaging. Penebar
27
Swadaya.
Jakarta.
Card, L. E. and M. C. Nesheim. 1972. Poultry Production. 11th Ed. Lea and
Febiger. Philadelphia. California
Church, D. C. 1979. Livestock Feed and Feeding. Durhan and Cowney, Inc.
Portland. Oregon.
Cheeke, P. R. 1989. Toxicants of Plant Origin. Volume III, Protein and Amino
Acid. CRC Press, Inc., 2000 Corporate Blvd., N. W., Boca Raton, Florida.
UnitedState.
Gaspersz, A. 1991. Metode Perancangan Percobaan. CV.Armico, Bandung.
Hardjosworo, P.S. dan Rukmiasih, M.S., 2000. Meningkatkan Produksi Daging
Unggas. Penebar Swadaya. Yogyakarta.
Ichwan, W. 2003. Membuat Pakan Ayam Ras Pedaging. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Irawan, A. 1996. Ayam-Ayam Pedaging Unggul. CV. Aneka Solo.
Jull, M.A., 1978. Poultry Husbandry 4th Edition. M Graw. Hill Company Inc.,
Danville, Illionis.
Karyadi, E. l997. Khasiat Fitokimia Bagi Kesehatan. Hal : l5, Kol : 1-7, PT.
Gramedia, Jakarta.
Kumar, V, A. V. Elangovan, and A. B. Mandal. 2005. Utilization of reconstitued hightanin sorghum in the diets of broiler chicken. J. Anim. Sci. 18 (4): 538-544.
Kanisius, Yogyakarta.
28
Santoso, U. 1998. Effect of early feed restriction on growth, body composition and
lipid accumulation in mixed-sex broiler. Research Report. Bengkulu
University, Bengkulu.
29
Oleh :
NURUL FAJRI
I 211 08 287
30
FAKULTAS PERTERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
31