Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Meningkatnya populasi penduduk Indonesia menimbulkan konsekuensi
bagi perlunya peningkatan penyediaan pangan sebagai asupan gizi. Ayam lokal
memiliki potensi besar sebagai sumber pangan kaya protein bagi masyarakat
menuju terwujudnya ketahanan pangan. Potensi yang besar ini didasarkan pada
kondisi realitas masyarakat yang masih banyak memanfaatkan ayam non lokal
(ayam ras) sebagai pemenuhan utama sumber protein tersebut. Data Departemen
Pertanian Republik Indonesia menunjukkan bahwa hingga tahun 2004 lalu,
populasi ayam lokal (ayam buras) mencapai 271.864.841 ekor. Di sisi lain,
pengembangan ayam lokal menjadi penting sebagai bentuk pelestarian dan
peningkatan kualitas plasma nutfah. Paradigma penyediaan bahan pangan hewani,
termasuk produk unggas (telur dan daging), tidak bisa melepaskan diri dari aspek
lingkungan. Konsep budidaya unggas yang ramah lingkungan merupakan bagian
dari rantai panjang perwujudan pangan ramah lingkungan. Budidaya ayam lokal
yang kini secara umum masih dipelihara secara ekstensif perlu diarahkan pada
pola manajerial budidaya yang intensif dan ramah lingkungan. Kasus-kasus residu
antibiotika, hormon, logam berat, dan cemaran bahan kimia lainnya merupakan
dampak negatif dari manajemen budidaya yang tidak aman dan tidak sehat.
Artinya, budidaya ayam lokal yang ramah lingkungan menjadi penting dalam
upaya penyediaan bahan pangan hewani yang sehat dan aman. Pola budidaya
yang ramah lingkungan tersebut bisa dilakukan melalui berbagai pendekatan,
salah satunya dengaan pendekatan manajemen pakan (feed management
approach). Pendekatan manajemen pakan lebih menekankan pada upaya
pemanfaatan pakan alami (organik) yang memiliki efek positif dalam penampilan
ayam. Salah satu komponen penting dalam pakan adalah feed additive sebagai
bahan pemacu pertumbuhan dan peningkatan efisiensi pakan. Umumnya feed
additive ini berasal dari produk komersial Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi
Pengembangan Ayam Lokal 127 (sintetis) yang kurang terjamin aspek

keamanannya, sehingga, sering terjadi kasus munculnya residu bahan kimia,


antibiotik, hormon dan lain-lain pada produk hasil ternak tersebut.
Program swasembada daging bertujuan memenuhi kebutuhan protein hewani dari
sapi oleh masyarakat, mengurangi impor daging dan sapi, serta peningkatan usaha
budidaya ternak sapi. Beberapa cara yang telah diupayakan agar swasembada
daging dapat berhasil adalah dengan mengusahakan peningkatan pengetahuan
peternak dalam usaha beternak, mutu pakan dan manajemennya, jumlah sapi yang
harus diinseminasi buatan (IB), penurunan pemotongan ternak betina produktif,
dan budidaya ternak betina produktif dari eks impor [1]. Lebih lanjut disebutkan
pula bahwa usaha peningkatan produktivitas ternak sapi perah juga harus
dilaksanakan, mengingat 30 % kebutuhan konsumsi susu oleh masyarakat hanya
baru dapat dipenuhi oleh peternak rakyat dan 70% impor [2,3]. Salah satu cara
untuk mendukung keberhasilan swasembada daging sapi potong 2010 dan
peningkatan produktivitas sapi perah adalah dengan cara perbaikan mutu pakan
[2]. Kami telah melaksanakan perbaikan mutu pakan dengan cara membuat
formula suplemen pakan dari hasil limbah atau samping pertanian, industri
pertanian dan pangan. Hasil kegiatan yang diperoleh adalah urea molasses
multinutrient block (UMMB) dan suplemen pakan multinutrien (SPM) yang
mampu meningkatkan produktivitas ternak sapi potong dan perah [4,5]. UMMB
yang telah dihasilkan telah disosialisasikan di beberapa provinsi. Hasil sosialisasi
diperoleh informasi balik yaitu beberapa bahan komposisinya sulit didapat di
daerah yaitu molases, bungkil kedelai dan tepung tulang. Atas dasar tersebut,
penulis telah mendapatkan suatu cara yaitu mengurangi penggunaan molases dan
bungkil kedelai, sedangkan tepung tulang diganti sumber mineral yang
mengandung phospor dan calsium. Kegiatan ini merupakan pengembangan
suplemen pakan baru yang disebut SPM.
1.2. Tujuan
Tujuan

dari

pembuaatan

paper

ini

adalah

untuk

mengetahui

pengaruh,kegunaan dan manfaat pakan aditif dan pakan suplemen pada produksi
ternak

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pemanfaatan tanaman tradisional
Pakan merupakan input terbesar dalam usaha budiaya ayam lokal. Bahkan, biaya
pakan mencapai 60-70% dari komponen total biaya produksi suatu usaha
peternakan. Biaya tersebut didalamnya mencakup kebutuhan biaya di luar pakan
utama, seperti pakan tambahan (feed supplement). Feed additive berfungsi sebagai
pemacu pertumbuhan dan meningkatkan efisiensi pakan pada ayam, antara lain
antibiotik, hormon dan sebagainya. Selama ini digunakan feed additive komersial
yang selain harganya tinggi juga kurang terjamin aspek keamanannya karena
adanya residu bahan kimia dan hormon dalam produk pangan. Kasus-kasus residu
zat-zat tersebut dalam produk ternak yang berasal dari unggas sering dijumpai.
Tingginya harga obat-obatan dan pakan komersial serta peningkatan kesadaran
masyarakat terhadap pentingnya keamanan pangan yang dikonsumsinya
mendorong pemikiran untuk memanfaatkan berbagai tanaman tradisional baik
sebagai suplementasi pakan dan atau obat-obatan. Indonesia kaya sekali akan
tanaman tradisional yang memiliki fungsi positif dan belum dieksplorasi secara
optimal sampai saat ini. Beberapa tanaman tradisional yang sudah mulai diteliti
dan dimanfaatkan sebagai bahan suplemen pakan dan obat-obatan dalam budidaya
ayam antara lain lempuyang, kencur, lidah buaya, kunyit, temu lawak dan bawang
putih. Sedangkan tanaman perdu yang bisa dimanfaatkan diantaranya daun
beluntas, daun katuk, daun sambiloto, limbah buah merah dan lain-lain.
Lempuyang (Zingiber aromaticum val.)
Tanaman ini telah lama dikenal masyarakat sebagai tanaman obat-obatan
tradisional untuk mencegah penyakit kulit dan disentri. Selain itu juga, tanaman
ini umum dikenal sebagai penambah nafsu makan jika dikonsumsi dengan tepat
(DARWIS, 1995). Lempuyang memiliki berbagai komponen bio aktif yang
memiliki peranan dalam aspek kesehatan dan performa unggas. Salah satu
komponen tersebut adalah senyawa flavonoid yang memiliki sifat anti virus, anti
bakteri dan anti oksidan. Lempuyang juga mengandung minyak atsiri yang
didalamnya terdapat zerumbon dan limonen yang berguna sebagai anti kejang

(HARIYANTO, 1993). Pemanfaatan lempuyang dalam pakan unggas dan


pengaruhnya terhadap performa ayam dan karakterisitik produknya telah
dilaporkan oleh beberapa peneliti. NATAAMIJAYA et al. (1999) melaporkan
bahwa pemanfaatan campuran lempuyang dan kunyit didalam pakan ayam dapat
digunakan untuk memperbaiki indikator kesehatan ayam ras pedaging terhadap
penampilan karkas serta aspek higienis kandang. Pemanfaatan lempuyang dalam
bentuk tepung (tepung lempuyang) sebagai bahan tambahan pakan ayam telah
dilakukan oleh JARMANI dan NATAAMIJAYA (2001). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penambahan tepung lempuyang dalam pakan tidak
memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan
ayam. Meskipun demikian, pemberian tepung lempuyang tersebut nyata
meningkatkan IOFC (Income over feed and chick cost = pendapatan total atas
biaya pakan dan bibit ayam). Pemberian tepung lempuyang dengan konsentrasi
yang makin tinggi tersebut menurut JARMANI dan NATAAMIJAYA (2001) akan
menyebabkan warna kulit karkas yang dihasilkan semakin kuning. Sementara itu,
kandungan zerumbon, koriofler, kamfler, sionil, humuler, dan lioner yang ada
pada minyak atsiri tepung lempuyang akan menyebabkan karkas tidak berbau
amis (HARIYANTO, 1983).
Kencur (Kaempferia galanga L.)
Tanaman kencur banyak tersebar di Indonesia karena kondisi alamnya
yang cocok dengan perkembangan tanaman ini. Tanaman ini terutama banyak
dijumpai di Boyolali, Jawa Tengah (RESNAWATI et al., 2001). Umumnya
tanaman ini dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan, kosmetika, makanan
dan minuman serta mengandung zat-zat kimia tertentu yang berperan dalam
kesehatan manusia (SUBROTO, 1987). Tanaman kencur ini bisa dimanfaatkan
sebagai suplemen dalam pakan ayam. Menurut RUKMANA (1994) pemanfaatan
kencur ini bisa memberikan efek penghilang rasa sakit, penimbul rasa hangat dan
juga dapat menambah nafsu makan. RESNAWATI et al. (2001) memanfaatkan
tepung kencur dalam upaya peningkatan performa ayam. Tepung kencur bisa
diperoleh dengan cara mengeringkan dalam oven pada suhu 80o C kencur yang
telah diris tipis-tipis. Hasil oven tersebut kemudian ditumbuk dan ditapis agar
diperoleh tepung dengan ukuran butiran yang seragam dan lembut (RESNAWATI

et al., 2001). Selanjutnya dilaporkan dengan pemberian tepung kencur yang


dicampur dalam pakan hingga konsentrasi 0,16% belum memberikan pengaruh
terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pada ayam
pedaging. Meskipun demikian, pemberian tepung kencur ini mampu menekan
angka mortalitas hingga 2,67%. Angka ini masih tergolong cukup rendah menurut
AAK (1986) yang menyebutkan bahwa kisaran mortalitas ayam adalah 2,5-3%.
Lidah buaya (Aloe vera) Pemanfaatan lidah buaya sebagai feed additive dalam
pakan ternak menurut SINURAT et al. (2001) memberikan efek positif bagi
ternak. SINURAT et al. (2001) memanfaatkan gel lidah buaya dalam penelitian
tersebut dengan berbagai konsentrasi dalam pakan ayam pedaging. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemberian gel lidah buaya tidak mempengaruhi
pertambahan bobot badan ayam dan konsumsi pakan, akan tetapi mampu
meningkatkan konversi pakan (3,5%). Penambahan gel lidah buaya juga terbukti
efektif sebagai zat antibiotik dengan menurunkan populasi bakteri aerobik pada
saluran pecernaan ayam. Selain itu, perlakuan ini juga meningkatkan efesiensi
pakan yang bisa dilihat dari peningkatan ukuran saluran pencernaan ayam.
Kunyit (Curcuma domestica Val)
Kunyit mengandung komponen aktif kurkumin yang memiliki sifat
antibakteri (RAMPRASAD dan SIRST, 1975). Umumnya penggunaan kunyit
dalam pakan ayam diberikan dengan tujuan menurunkan tingkat populasi bakteri
dalam saluran pencernaan ayam serta pencemaran produknya. Menurut LIANG et
al. (1985) senyawa kimia yang ada dalam kunyit mampu menurunkan lemak
dalam tubuh, berperan pada proses sekresi empedu dan pankreas yang dikeluarkan
lewat feses. Komposisi dari kurkumin memiliki khasiat dapat memperlancar
sekresi empedu. BINTANG dan NATAAMIJAYA (2003) mengkombinasikan
penggunaan tepung kunyit dengan tepung lempuyang dalam ransum ayam broiler.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi tepung kunyit dan tepung
lempuyang pada level yang lebih tinggi (tepung kunyit di atas 0,04% dan tepung
lempuyang 0,16%) nyata (P <0.05)menurunkan berat hati dan limpa, namum
tidakberpengaruh terhadap berat organ dalamlainnya. Kombinasi ini juga
menghasilkandaging ayam yang mampu bertahan darikebusukan selama 10 jam.
Temu lawak (Circum xanthorrhiza roxb.)

Temu lawak merupakan tanaman asliIndonesia yang termasuk salah satu


jenis temutemuan atau jahe-jahean. Kandungan kimia rimpang temu lawak
dibedakan atas tiga komponen besar, yaitu fraksi pati, fraksi
kurkuminoid dan fraksi minyak atsiri (SIDIK et al., 1995). Komponen-komponen
kimia ini menurut LIANG et al. (1985) menyebabkan temu lawak memiliki
aktivitas kolagoga, yaitu meningkatkan produksi dan sekresi empedu yang bekerja
kolekinetik dan koleritik. Kerja kolekinetik diberikan oleh senyawakurkominoid,
sedangkan kerja koleritik diberikan oleh senyawa p-tolulilmetilkarbonil dan
seskuiterpen alkohol yang merupakan komponen penyusun minyak atsirinya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan temu lawak dalam ransum
ayam mampu menimbulkan efek positif bagi ternak ayam tersebut. PUJIASTUTI
(2001) menyatakan bahwa pemberian temu lawak hingga konsentrasi 1,0% pada
pakan ayam petelur belum memberikan pengaruh terhadap penurunan lemak telur,
kadar kolesterol dalam serum, telur dan feses, serta penurunan pH feses. Hal ini
disebabkan kadar 1% tersebut masih tergolong rendah sehingga kukuminoid yang
masuk mungkin belum mampu untuk merangsang produksi dan sekresi empedu
ke dalam duodenum guna penyerapan lemak.
Bawang putih (Allium sativum Linn)
Bawang putih sangat populer dikenal oleh masyarakat Indonesia. Menurut
GARCIA dan GARCIA (1988), bawang putih merupakan salah satu bahan alami
yang memiliki efek antimikotik dan dapat mendetoksifikasi aflatoksin. Aflatoksin
merupakan cemaran yang sering timbul baik pada bahan pangan ataupun pada
pakan dalam suatu usaha peternakan. Dampak cemaran ini sangat merugikan
karena

akan

menghambat

produktivitas

dan

kesehatan

ternak,

serta

memungkinkan timbulnya Foodborne diseases pada masyarakat (MARYAM et al.,


2003). Selanjutnya dikemukakan bahwa aflatoksin dihasilkan oleh kapang
Aspergillus spp. sebagai penghasil senyawa kumarin. Aflatoksin oleh IARC
(1993) dikategorikan sebagai senyawa karsinogenik karena bisa memicu
timbulnya kanker hati baik pada hewan maupun manusia. Umumnya penggunaan
bawang putih dalam pakan ayam ditujukan untuk penanggulangan cemaran
aflatoksin. Kontaminasi aflatoksin pada ternak unggas ini akan menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan dan perubahan konversi pakan (GINTING, 1988),

serta penurunan produksi telur (AZAM dan GABAL, 1998). Pada tingkat akut,
menurut KRISHNAMACHARI et al. (1975), aflatoksin mampu menyebabkan
kematian pada ternak. Bawang putih memiliki senyawa antimikroba alicin dan
ajoene yang secara in vitro sangat efektif menghambat pertumbuhan kapang
Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus. Selain itu, alicin juga memiliki
kemampuan penghambatan terhadap kelompok kapang lainnya seperti A
fumigatus, A niger, Candida albicans, Trichophyton metagrophytes, T rubrum,
Microspora caris, dan M gymseum (GARCIA et al., 1987). Hasil penelitian
MARYAM et al. (2003) menyebutkan bahwa pemberian ekstrak bawang putih
hingga 4% mampu mentoleransi kadar aflatoksin sebesar 0,4 mg/kg bobot badan.
Keterbatasan ini diasumsikan karena ekstrak bawang putih pada konsentrasi 4%
belum cukup untuk menetralisir pengaruh afllatoksin dalam jumlah yang cukup
besar, sehingga disarankan agar menggunakan dosis ekstrak bawang putih yang
lebih tinggi. Selain tanaman tradisional tersebut di atas, juga telah dilakukan
penelitian terhadap beberapa tanaman perdu, diantaranya daun beluntas, daun
katuk, daun sambiloto, limbah buah merah, dll. Semua tanaman tersebut
umumnya mempunyai kandungan zat aktif yang cukup signifikan berpengaruh
pada performa ayam. Pemberiannyapun juga sangat sederhana. Dari tanaman
segar dianginanginkan hingga layu, kemudian dikeringkan dalam oven dengan
suhu sekitar 800 C dan ditumbuk sampai halus, sehingga akan lebih mudah untuk
diberikan pada ayam, dengan mencampurnya dalam pakan atau air minum.
2.2 Urea Molasses Multinutrien Block Suplemen
Pakan yang umum digunakan pada ruminansia adalah suplemen pakan
yang memanfaatkan urea sebagai sumber non protein nitrogen (NPN) yang baik,
karena dengan adanya sistem pencernaan fermentatif pada rumen maka
ruminansia mampu menggunakan senyawa NPN menjadi protein yang berkualitas
[18]. Suplemen pakan yang berbahan dasar urea diantaranya urea block (UB)
[19,20,21,22,23]. Urea dalam proses fermentasi rumen akan diuraikan oleh enzim
urease menjadi NH3 dan CO2, selanjutnya NH3 akan digunakan untuk
membentuk asam amino (protein mikroba). Salah satu pembatas dalam
penggunaan urea adalah kecepatan perubahannya menjadi NH3 yang empat kali
lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan penggunaan NH3 menjadi sel

mikroba [24]. Urea dapat digunakan dengan baik oleh ternak ruminansia dalam
ransum yang rendah kandungan protein dan tinggi energinya, sebaliknya akan
buruk pengaruhnya dalam ransum yang tinggi protein dan rendah energinya
[25,26]. Urea Molasses Multi-nutrient Block merupakan pengembangan dari urea
molasses block dimana di dalam UMMB ditambahkan berbagai macam nutrien
yang dibutuhkan ternak misalnya mineral, protein by pass, vitamin, imbuhan
pakan, dan lain-lain. UMMB merupakan suplementasi pakan yang terdiri dari
bahan-bahan molases, onggok, dedak, tepung daun singkong kering, tepung
tulang, kapur, urea, lakta mineral, dan garam dapur yang disesuaikan dengan
formula yang diinginkan.
2.3 Suplemen Pakan Multinutrien
Ketersediaan suplemen pakan multinutrien (SPM) ini dapat digunakan
untuk mengatasi beberapa kendala seperti ketersediaan pakan lokal, harga dan
bahan penyusun formula suplemen pakan urea molasses multinutrien block
(UMMB). Bahan-bahan yang sulit didapat yaitu molasses, tepung tulang, dan
bungkil kedelai [27]. Harga SPM lebih murah Rp.1500/kg dibandingkan UMMB
yaitu Rp.3000/kg. Kandungan molases dan bungkil kedelai SPM lebih rendah
masing-masing sebesar 10% dan 3%, sedangkan UMMB 29% dan 17% [28].
Kelebihan SPM yaitu terkandung imbuhan pakan yang dapat berperan dalam
proses metabolisme dalam tubuh ternak. Kelebihan lainnya adalah protein bypass
yang dapat langsung dimanfaatkan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan
proteinnya dan mineral organik sebagai penyedia mineral. Pemberian suplemen
SPM pada sapi perah dapat meningkatkan kualitas susu (kadar lemak susu)
sebesar 0,23% dan juga mampu meningkatkan produksi susu 4% factor corrected
milk (FCM) sebesar 4,157 kg/hari. Suplemen SPM mampu meningkatkan
produksi susu dari sapi perah peranakan Fries Holland (PFH) sampai mencapai
14,2 I/ekor/hari dibandingkan sapi perah yang mendapat UMMB dan kontrol,
produksi susunya masingmasing hanya sebesar 13,7 I/ekor/hari dan 11,1
I/ekor/hari
2.4 Pengembangan Suplemen Pakan Baru
Hasil dari kegiatan pengenalan UMMB di beberapa daerah pada peternak
diperoleh informasi bahwa beberapa bahan pembuat UMMB terutama bungkil

kedelai, molases dan tepung tulang sulit didapat di daerah. Upaya mencari
pengganti bungkil kedelai dan molases dilaksanakan secara bertahap yaitu dengan
cara mengurangi jumlah penggunaan dalam komposisi UMMB [28,56]. Kegiatan
ini dibagi beberapa tahap yaitu uji suplemen pakan skala laboratorium, uji
multilokasi, pengenalan SPM di beberapa daerah.
2.4.1.

Pengaruh SPM terhadap produktivitas ternak sapi yang ramah

lingkungan
Dalam kegiatan ini telah dilaksanakan penelitian dua tahap yaitu yang pertama
pengaruh pemberian SPM + pakan basal berkualitas tinggi + konsentrat berualitas
rendah, tahap ke dua pengaruh pemberian SPM + pakan basal berkualitas rendah
+ konsentrat berualitas tinggi. Sapi potong yang digunakan adalah PO dan diberi
pakan perlakuan selama 3 bulan. Kegiatan ini bekerja sama dengan Balai
Penelitian Ternak dan Kelompok peternak di Cimande Bogor. Pada penelitian ini,
selain pemberian SPM untuk peningkatan produktivitas ternak, juga dilakukan
pengolahan limbah ternak untuk diuji pada tanaman pangan dari hasH mutasi
Kelompok Pemuliaan Tanaman dari varietas unggul Mira I [41].
2.4.2. Pengaruh SPM pada Sapi potong yang diberi pakan pokok berkualitas
tinggi + konsentrat yang berkualitas rendah
Pakan pokok yang berkualitas yaitu silase dari tanaman jagung yang masih muda
dan ditambah konsentrat sebagai kontrol, sedangkan kelompok perlakuan sapi
diberi kontrol + SPM. Parameter yang diukur adalah peningkatan bobot badan,
daya cerna in vivo, konsumsi pakan dan hasH fermentasi (pH, amonia, VFA
parsial, jumlah bakteri dan protozoa). Penentuan produksi gas metana dilakukan
penghitungan dari metode [37] yaitu dengan pengukuran asam lemak mudah
menguap secara individu. Produksi gas metana dalam cairan rumen dapat
ditentukan dengan rumus CH4 = (0,5 x asetat) + (0,5 x butirat) - (0,25 x
propionat), dengan satuan masing-masing mM/m. Pengaruh SPM pada Sapi
potong yang diberi pakan basal yang berkualitas rendah + konsentrat yang
berkualitas tinggi Penelitian Inl merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya
(2.4.1). Perbedaannya terletak pada perlakuan pakan yaitu sapi PO mendapat
pakan basal yang kualitasnya rendah plus konsentrat yang berkualitas tinggi
(kontrol), sedangkan sapi yang mendapat perlakuan adalah pakan kontrol plus

SPM. Pelaksanaan kegiatan ini tidak hanya bekerjasama dengan Balai Penelitian
Peternakan tapi juga dengan Kelompok Ternak di Cimade, Bogor, Jawa Barat.
Parameter yang diukur yaitu kandungan nutrisi pakan, konsumsi pakan,
kecernakan, pertambahan bobot badan dan hasil fermentasi dalam cairan rumen.
Kegiatan dilaksanakan selama tiga bulan. Pada pengambilan cairan rumen
dilaksanakan saat hewan korban. Cairan rumen diambil dalam suasana an aerobik
yaitu dengan cara menyediakan saringan kain kasa dan termos. Temperatur cairan
rumen dijaga pada temperatur 37C, dan secepatnya ditempatkan di water bath
dengan tempetur air juga 37C.Termos yang berisi cairan rumen ditambahkan gas
CO2
2.5. Pengenalan SPM di Beberapa Daerah
Kegiatan ini dilaksanakan oleh PDIN dalam program IPTEKDA dengan
bekerjasama dengan dinas-dinas terkait. Suplemen pakan multinutrien ini
dinyatakan sebagai pakan yang telah siap untuk diseminasikan pada saat
Lokakarya pemanfaatan hasil litbang teknik nuklir tahun 2004 oleh pimpinan
BATAN [29]. Pelaksanaan kegiatan diseminasi SPM telah dimulai dari tahun 2005
sampai 2008. Beberapa daerah yang sudah melaksanakan program introduksi
SPM yaitu Jabar, Jatim, Madura dan Gorontalo (2005), untuk tahun 2006
daerahnya bertambah yaitu Sumatra Utara, Bengkulu, NTT, Kalimantan Selatan
dan Jawa Tengah (Jepara). Untuk tahun 2007 bertambah di daerah Jawa Tengah
(Pati) dan Aceh. Introduksi dari SPM ini terus bertambah di daerah lain yaitu
provinsi Jambi, Kalimantan Barat dan Bali (4 lokasi). Sosialisasi SPM ini
diaplikasikan pada beberapa jenis bangsa sapi yaitu Sapi Bali, Sapi PO dan Sa pi
PSmtl. Masing-masing daerah melak
2.6. Penggunaan Tepung Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) sebagai zat
aditif Pakan Terhadap Penampilan Produksi Ayam Pedaging, Profil
Darah,dan Kecernaan Protein Performa ayam
Pertumbuhan merupakan perubahan ukurandalam bentuk perubahan berat badan,
tubuh seperti otot, tulang dan organ serta perubahan komponen-komponen kimia
dalam karkas (Soeparno, 2005). Pakan yang berkualitas mempunyai peranan
penting dala mmempercepat pertumbuhan seekor ternak, untuk mempercepat
pertumbuhan tersebut ditambahkan aditif dalam pakan (Mc- Donald, 2002), salah

satu aditif pemacu pertumbuhan adalah antibiotik atau sering disebut antibiotic
growth promoters (Wahyu, 2004). Tepung cacing tanah dapat dijadikan antibiotik
karena mengandung zat aktif lumbricine yang bersifat anti mikroba (Cho et al,.
1998) sehingga penambahan tepung cacing tanah dalam pakan ternak disinyalir
dapat meningkatkan performa ternak. Hasil penelitian ternyata menunjukkan
penambahan aditif tepung cacing tanah yang sudah diformulasi berpengaruh
terhadap performan ayam broiler
Berdasarkan pemberian aditif pakan mengandung tepung cacing tanah ternyata
berbeda tidak nyata terhadap pertambahan bobot badan ayam, tetapi secara nyata
(P<0,05) menyebabkan perbedaan konsumsi dan konversi ransum (FCR). Ratarata konsumsi tiap perlakuan selama 32 hari pemeliharaan dalam gram/ekor.
.Level penambahan aditif tepung cacingtanah berbeda tidak nyata terhadap
konsumsi. Hal ini disebabkan karena aditif tepung cacing tanah perananannya
serupa dengan penambahan antibiotik dosis rendah dalam pakan. Sesuai dengan
hasil penelitian Indrawani (1987) bahwa pemberian antibiotik dalam pakan dapat
menurunkan konsumsi, dan Wiyana (2006) menyatakan bahwa penambahan
antibiotik dalam pakan tidak berpengaruh terhadap konsumsi, sedangkan Bintang
et al. (1985) menyatakan bahwa penambahan antibiotik dalam pakan dapat
meningkatkan konsumsi. Tepung cacing tanah mempunyai bioaktif anti bakteri
yang disebut lumbricine (Cho et al., 1998) yang mampu menghambat
perkembangan bakteri patogen dalam dinding usus sehingga populasi bakteri
patogen berkurang. Berkurangnya populasi bakteri patogen tersebut akan
meningkatkan absorbsi zat makanan. Laju absorbsi makanan berpengaruh
terhadap konsumsi sehingga meningkatkan glukosa darah. Glukosa darah yang
meningkat (hyperglisemi) akan menurunkan nafsu makan karena akan
menstimulasi pusat rasa kenyang pada hypotalamus bagian ventro media
hypotalamus (VMH) (Zuprizal, 2006). Peningkatan glukosa darah juga
disebabkan oleh kandungan lemak tepung cacing tanah yang tinggi (18,5%),
gliserol dari asam lemak hasil pencernaan diubah menjadi fruktosa selanjutnya
menjadi glukosa sebagai sumber gula darah (Wahyu, 2004). Penyebab lain diduga
karena absorbsi zat makanan berjalan dengan baik akibat berkurangnya bakteri
patogen pada vili-vili usus sehingga ayam tidak banyak mengeluarkan energi

untuk mencerna zat makanannya. Adanya antibiotik dalam pakan dapat


mengurangi penggunaan energi berlebihan pada saat ternak mengeluarkan
antibodi untuk melawanbakteri patogen (Sundu, 2007), sehingga dapat
meningkatkan efisiensi pakan. Kekurangan energi akan meningkatkan konsumsi
ransum (Mc- Donald, 2002) karena perbedaan konsumsi dipengaruhi oleh
kandungan energi dan protein dalam pakan (Zuprizal, 2006). Energi digunakan
untuk mempertahankan panas tubuh ayam (Patrick dan Schaible, 1980) dan
aktifitas pencernaan (Wahyu, 2004).
2.7 Penggunaan

Ramuan

Herbal Sebagai FEED ADDITIVE

Untuk

Meningkatkan Performans Broiler


Pengaruh penggunaan ramuan herbal terhadap 3 (tiga) strain bakteri yaitu
Staphylococcus

aureus,

Escherichia

coli

dan

Pseudomonas

aeruginosa

menunjukkan bahwa ketiga bakteri dapat dihambat oleh antibakteri yang


terkandung dalam ramuan herbal yang diuji. Hasil uji daya hambat antibakteri
dalam ramuan herbal terhadap bakteri Staphylococus aureus, Escherichia coli dan
Pseudomonas aeruginosa Volume bahan ramuan herbal yang lebih banyak (20 ul)
memiliki daya hambat lebih kuat dari pada volume yang lebih rendah (10 ul),
akan tetapi untuk Pseudomonas aeruginosa dengan volume 10 ul bahan,
antibakteri yang terkandung dalam ramuan herbal tidak mampu menghambat
pertumbuhannya. Daya hambat antibakteri pada volume bahan 20 ul dari yang
terkuat berturut-turut adalah Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan
Pseudomonas aeruginosa. Ketiga strain bakteri ini dapat menyebabkan penyakit
pada ternak unggas, seperti tertera pada A handbook of DIAGNOSIS and
THERAPY for the VETERINARIAN (1979), bahwa Staphylococcus dan
Escherichia coli dapat menyebabkan infeksi pada kantong telur dan Escherichia
coli juga menyebabkan pericarditis, infeksi saluran pernafasan, peritonitis dan
salpingitis. Pseudomonas aeruginosa dapat menyebabkan penyakit sekunder pada
hewan yang sakit dan menimbulkan penyakit pada hewan yang mengalami stress.
Semakin banyak volume bahan yang digunakan dalam pengujian, maka
antibakteri yang terkandung juga semakin tinggi. Adanya zat kurkumin bersifat
antibakteri dalam temulawak menyebabkan danya daya hambat antibakteri yang
cukup kuat dalam ramuan herbal (WINARTO, 2003 dan MAHENDRA, 2005);

dan dapat digunakan sebagai obat antibakteri pada saluran pencernaan, sedangkan
minyak atsiri bersifat antibakteri (HADI, 1996), demkian pula adanya berbagai
kombinasi ramuan herbal seperti sirih (MOELJANTO dan MULYONO, 2003);
bawang putih (SYAMSIAH dan TAJUDIN, 2005); bawang merah (RAHAYU dan
BERLIAN, 2004); sereh (SARWONO, 2002); kunyit berfungsi mematikan kuman
mengandung komponen kurkuminoid yang mempunyai efek antibakteri cukup
kuat terhadap bakteri gram positif dan gram negatif serta kencur mengandung
antibakteri (ANONIM, 2005 dan MAHENDRA, 2005). Jadi berdasarkan hasil
pengujian daya hambat antimikroba dalam ramuan herbal yang
diteliti dapat direkomendasikan sebagai feed additive untuk ternak broiler.
Perlakuan pemberian ramuan herbal tidak memberi pengaruh yang nyata pada
konsumsi pakan, konversi pakan, rasio efisiensi protein, persentase karkas dan
persentase lemak abdominal.Namun ditinjau dari aspek biologis konsumsi pakan
dan rasio efisiensi protein serta konversi pakan terbaik pada perlakuan 2.5 ml per
liter air minum. Diduga zat bioaktif dalam ramuan herbal yang sangat tepat
dosisnya dalam kombinasi ramuan dan adanya efek dari kombinasi bahan yang
bersifat saling melengkapi (sparing effect), berefek positif terhadap beberapa
parameter performans. Pertambahan bobot badan tertinggi diperoleh pada
perlakuan P1 (P <0,05), hal ini dapat disebabkan karena selain mengandung
antibiotik, ramuan herbal juga mengandung minyak atsiri dan kurkumin yang
berperan meningkatkan kerja organ pencernaan, merangsang dinding empedu
mengeluarkan cairan empedu dan merangsang keluarnya getah pankreas yang
mengandung enzim amilase, lipase dan protease untuk meningkatkan pencernaan
bahan

pakan

karbohidrat,

lemak

dan protein

(WINARTO,

2003

dan

SASTROAMIDJOJO, 2001). Antibakteri akan dapat melisiskan racun yang


menempel pada dinding usus, sehingga penyerapan zat nutrisi menjadi lebih baik,
sebagaimana mekanisme kerja antibiotik sebagai growth promotant. Total
kolesterol darah menurun seiring dengan meningkatnya pemberian dosis ramuan
herbal dalam air minum P0 (140 mg per dl), P1 (125 mg per dl) dan P2 (111 mg
per dl). Kunyit dan temulawak mempunyai aktivitas kolagoga(AFIFAH, 2003).
Meningkatnya produksi dan sekresi empedu, bila masuk kedalam duodenum dan
banyak ekskresi asam empedu, maka kolesterol keluar bersama feses,

menyebabkan kolesterol darah dan tubuh menurun karena kolesterol merupakan


salah satu bahan baku empedu. WIDODO (2002) menyatakan bahwa dalam
ramuan herbal khususnya temulawak dapat memetabolisir lemak tubuh, demikian
pula HADI dan SIDIK (1992) serta SANGAT dan RUMANTYO (1989)
menyatakan bahwa temulawak dan kunyit dapat menurunkan kadar kolesterol,
juga bersifat hipokolesteremik (ROSTIANA et al., 1989), hal ini diperkuat oleh
ATMOMARSONO dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Peternakan
Universitas Diponegoro, bahwa terjadi penurunan lemak karkas dan lemak
abdominal, kolesterol darah, kolesterol daging dada dan kolesterol daging paha
dibanding dengan ayam yang tanpa menggunakan ransum tepung kunyit
(ANONIM, 2004). Jumlah kematian pada perlakuan PO sebanyak 2 ekor dan pada
perlakuan P1 dan P2 tidak terdapat kematian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
penggunaan ramuan herbal akan meningkatkan daya tahan tubuh karena
mengandung zat bioaktif, dan salah satu bahan (temulawak dan temu ireng) dalam
ramuan herbal yang digunakan, diduga mengandung zat yang dapat memperbaiki
kerja system hormonal khususnya metabolisme karbohidrat dan memetabolisir
lemak dalam tubuh (WIDODO, 2002), disamping itu kandungan antibiotik yang
dikandung oleh ramuan herbal meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah
pertumbuhan parasit seperti cacing gelang dan kremi. Data emperis pada
peternakan kemitraan di Maros yang dilakukan pada tahun 2005, menunjukkan
bahwa ayam yang diberi ramuan herbal dari penelitian, ini dapat ditekan jumlah
kematiannya dibanding dengan yang tidak diberi ramuan herbal. Disamping itu
penggunaan obat antibiotik tidak lagi diberikan kecuali vitamin (DATA PRIBADI
PS MARANNU, 2005)

BAB III
PENUTUP

3. Kesimpulan
Pemanfaatan tanaman tradisional bisa diterapkan dalam budidaya ayam lokal
sesuai dengan berbagai hasil penelitian. Umumnya tanaman tersebut digunakan
sebagai feed additive untuk meningkatkan performa ayam dan kesehatan ayam,
sehingga dihasilkan produk yang lebih baik kualitasnya dan aman. Berbagai
tanaman tradisional yang biasa digunakan antara lain: lempuyang, kencur, kunyit,
lidah buaya, bawang putih, temu lawak, daun beluntas, daun katuk, daun
sambiloto, limbah buah merah, dan lain-lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemanfaatan tanaman-tanaman tersebut mampu meningkatkan performa dan
kesehatan ayam, akan tetapi masih sedikit informasi mengenai level optimum
penggunaannya untuk dicampur dalam pakan ayam.
Dengan pemanfaatan teknik nuklir melalui radiasi pakan untuk pengukuran
mineral dan penandaan pad a protein mikroba telah diperoleh dua suplemen pakan
yaitu UMMB dan SPM. Produktivitas sapi potong dan sapi perah dan kualitas air
susu meningkat. Ternak yang diberi SPM, kandungan nitrogen dalam feses
cenderung lebih rendah, ini berarti bahwa nitrogen yang tersedia banyak
dimanfaatkan oleh ternak dalam upaya peningkatan produksinya. Hasil
pengolahan limbah peternakan cenderung memberikan kontribusi terhadap
ketersediaan kandungan nitrogen dalam kompos, terutama pada pembuatan
kompos yang diberi naungan. Hal ini didukung oleh hasil aplikasi kompos pada
tanaman padi Mira I, walaupun produktivitas tanaman padi yang terserang hama,
cenderung meningkat.
Ramuan herbal mengandung antibakteri yang dapat menghambat bakteri
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan menekan
jumlah kematian broiler. Penggunaan ramuan herbal pada level 2.5 ml per liter air
minum dapat memberi pengaruh terbaik terhadap pertambahan bobot badan.
Ditinjau dari aspek biologis, level ramuan herbal sebanyak 2.5 ml per liter
airminum cenderung memperbaiki konsumsi pakan, konversi pakan maupun rasio
efisiensi protein.
DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1986. Beternak ayam pedaging. Penerbit PT Kanisius. Yogyakarta..


GARCIA, R, ERAZO, S., LEMUS, I., DANOSO, R., PIVET, H. LAZO,
W. and L. FERADA. 1987.Antimycotic of Allium sativum extract.

Bulettin Mycologico. 3 (2) : 135-138.


GARCIA, R, and M.L. GARCIA. 1988. Laboratory evaluation of plant
extracts for the control of Aspergillus growth and aflatoxin production.

Proc. Of The Japanese Assoc. of Mycotoxicology, 1: 190 193.


GINTING, N.G. 1988. Sumber dan pengaruh aflatoksin terhadap
pertumbuhan dan

performa ayam broiler. Disertasi. Universitas

Padjajaran. Bandung.
HENDRATNO, C., NOLAN, J.V.& LENG, RA. The Importance of UreaMolasses multinutrient blocks for ruminant production in Indonesia. In
Isotope and Related Techniques in Animal Production and Health. Vienna:

International Atomic Energy Agency. 1991. 157-170.


HARIYANTO. 1983. Petunjuk bertanam dan kegunaan lempuyang. Karya
Anda. Surabaya. INTERNATIONAL AGENCY FOR RESEARCH ON
CANCER. 1993. Some naturally occuring substances: Food items and
Constituents, heterocyclic amines and mycotoxins. IARC monograph on

the evalutaion of carcionogenic Risk Human Vol. 56.


IARC, Lyon. JARMANI, S.N., dan A.G. NATAAMIJAYA. 2001.
Penampilan ayam ras pedaging dengan menambahkan tepung lempuyang
(Zingiber aromaticum Val.) di dalam ransum dan kemungkinan
pengembangannya. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Puslitbang Peternakan. Bogor.


KRISNAMACHARI, K.A.V.R., R.V. BHAT, V. NAGARAJAN and T.B.G.
TILAK. 1975. Investigation into outbreak of hepatitis in parts of western

India. Indian J. Med. Res. 63:1036- 1048.


LIANG, O.B., Y. APSARTOM, Y. WIDJAYA, dan Y. PUSPA. 1985.
Beberapa aspek isolasi, identifikasi dan penggunaan komponenkomponen
Curcuma xanthoriza Roxb dan Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi
Pengembangan Ayam Lokal 131 Curcuma domestica Val. Proseding
Simposium Nasional Temulawak. Lembaga Penelitian Universitas
Padjajaran. Bandung.

MARYAM, R., Y. SANI, S, JUARIAH, R, FIRMANSYAH dan


MIHARJA. 2003. Efektivitas ekstrak bawang putih (Allium sativum Linn)
dalam penanggulangan aflatoksis pada ayam petelur. Seminar Nasional

Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan. Bogor.


MCDONALD, P., EDWARD, RA, AND GREENHALGH, J.F.D. Animal

Nutrition. 4th Edition. Longman Scientific Technical.1988. 486.


NATAAMIJAYA, A.G. Z. MUHAMMAD, dan S.N. JARMANI. 1999.
Pengaruh penambahan kunyit (Curcuma domesticum Val.) dan lempuyang
(Zingiber arimaticum Val.) dalam ransum terhadap eryhtrocyte, leucocyte
dan bakteri feses. Buletin Peternakan Fakultas Peternakan Universitas

Gadjah Mada. Yogyakarta.


PRESTON, T.R AND RA LENG. Matching Ruminant Production System
with Available Resource in The Tropic. Penambul Book. Armidale. 1987.
HUNGATE, R E. The Rumen and Its Microbes. Academic Press, New
York. 1966.

PUJIASTUTI, W. 2001. Pengaruh pemberian temulawak (Curcuma


Xanthorrhiza ROXB) dan minyak kelapa dalam ransum terhadap kadar
lemak dan kolesterol telur. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan

Veteriner. Puslitbang Peternakan. Bogor.


RESNAWATI, H., A.G. NATAAMIJAYA, U. KUSNADI dan S.N.
JARMANI. 2001. Tepung kencur (Kaempferia galanga L) sebagai
suplemen dalam ransum ayam pedaging.RUKMANA, R. 1994. Kencur.

Penerbit PT Kanisius. Yogyakarta.


SINURAT, A.P., T. PURWADARIA, M.H. TOGATOROP, dan T.
PASARIBU.

2003. Pemanfaatan bioaktif ranaman sebagai feed aditive

pada ternak unggas: pengaruh pemberian gel lidah buaya atau ekstraknya
dalam ransum terhadap penampilan ayam pedaging. Seminar Nasional

Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan. Bogor.


WIJAYAKUSUMA, H. M. H. dan S. DALIMARTHA.2001. Ramuan

Tradisional untuk PengobatanDarah Tinggi. Penebar Swadaya, Jakarta.


WINARTO, W. P. 2003. Khasiat dan Manfaat Kunyit.
Agromedia Pustaka, Jakarta.

PAPER BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM


FEED ADITIF DAN FEED SUPLEMEN

ROSARI LUBIS
05041281520044

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016

Anda mungkin juga menyukai