Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ayam broiler merupakan spesies ayam yang termasuk ke dalam spesies

Gallus domesticus. Ayam ras pedaging adalah salah satu dari ternak Alternative

untuk memenuhi kebutuhan protein hewani dari kuantitas penduduk yang semakin

mengalami peningkatan dari waktu kewaktu, dengan ciri khas ayam ras pedaging

yakni memiliki kemampuan untuk bertumbuh secara cepat.

Permintaan daging ayam broiler semakin meningkat dari waktu-kewaktu.

Hal itu karena harga daging yang terjangkau dan mudah dalam memperolehnya

Efisiensi dalam penggunaan ransum, masa panen pendek, serta memiliki tekstur

daging yang berserat lunak sehingga diminati oleh masyarakat.

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha ayam broiler adalah pakan

(Feed), pembibitan (Breeding), dan tata laksana (manajemen). Pakan memegang

peran penting kerena tinggi atau rendahnya produksi ternak ditentukan oleh

pakan. Dalam mengembangkan usaha ternak ayam broiler, pada umumnya

peternak memberikan pakan komersial karena pakan komersial telah memenuhi

standar kebutuhan zat–zat makanan yang telah ditetapkan.

Penggunaan bahan pakan yang berkualitas diperlukan untuk meningkatkan

produksi ternak. Pakan komersial yang berkualitas sangat tergantung pada harga

bahan baku pakan yang diimpor sehingga rawan terhadap kenaikan harga. Biaya

ransum merupakan biaya terbesar yaitu sekitar 70 % dari total produksi dan

1
merupakan kendala yang paling sering mengguncang stabilitas peternakan ayam

ras. Hal ini dipengaruhi juga dengan makin tingginya harga pakan pabrik, karena

hampir sebagian besar bahan bakunya masih diimport dari luar negeri.

Ketergantungan ternak unggas khusunya ayam broiler terhadap bahan

baku pakan impor, telah berdampak pada tingginya biaya produksi. Bahan pakan

yang dimpor dari luar sepertia jagung, tepung ikan dan tepung tulang bungkil

kedelai, tepung daging serta bahan pakan lainnya misalnya vitamin dan mineral.

Selain disebabkan karena bahan ransum ayam diimpor dari luar, penyebab

lain yang menyebabkan mahalnya harga bahan pakan yaitu bersainya dengan

kebutuhan manusi. Hal ini akan semakin meningkatkan harga bahan pakan,

Bahan pakan ternak unggas yang bersaing dengan kebutuhan manusia contohnya

jagung dan tepung ikan.

Mahalnya biaya pakan menyebabkan peternakan ayam broiler dalam

sakala kecil mengalami kendala dalam penyedian bahan pakan. Alternative yang

dapat dilakukan untuk menurunkan biaya pakan yaitu dengan membuat pakan non

konvensional. Upaya pembuatan pakan non konvensional diharapkan memberikan

sumbansi penurunan biaya pakan.

Pembuatan atau penyusunan pakan konvensioanal dapat mengguanakan

bahan-bahan yang ada disekitar atau dapat berasal dari limbah pertanian dan

perikanan. Penggunaaan bahan pakan yang berasal dari tanaman atau limbah

pertanian dan perikanan terdapat masalah yaitu rendahnya kulaitas ransum yang

dihasilkan berupa rendahnya kandungan protein dan tingginya kandungan serat

kasar.

2
Penyediaan ransum yang memadai secara kuantitas dan kualitas sangat

diharapkan dalam peningkatan produktifitas ayam broiler. Produktifitas yang baik

memerlukan ransum yang tepat, berimbang dan efisien. Oleh karena itu dalam

penyusunan ransum dari limbah atau bahan lain perlu memperhatikan kandungan

nutrisinya. Penyusunan ransum ayam broiler dapat dilakukan dengan

menggunakan leguminosa. Tanaman leguminosa terkenal dengan kemanpuan

mennyerap nitrogen dari udara lansung yang menyebabkan kandungan protein

pada leguminosa tinggi. Tanaman leguminosa yang dapat dapat dijadikan bahan

dalam membuat pakan alternatif yaitu daun kelor, daun gamal dan daun lantoro.

Penggunaan leguminosa sebagai bahan tambahan dalam pakan telah

banyak dilakukan penelitian dan memberikan pengaruh yang nyata. Penggunan

dau kelor, daun gamal dan daun lantoro diharapkan ransum memiliki kandungan

yang tinggi. Hal ini dikarenakan kandungan daun kelor, daun gamal dan daun

lantoro berkisar protein antara 21-25%. Kandunagan ransum yang disusun dari

daun kelor, daun gamal dan daun lantoro dapat ditingkatkan kandungan nutrisinya

dengan penambahan bahan pakan lain. Bahan pakan yang dapat ditambahkan

yaitu jagung dan dedak padi yang berfungsi sebagai sumber energi.

Untuk meningkatkan kandungan protein dapat menambahkan bahan pakan

sumber protein seperti tepung ikan yang dapat dibuat dari penggilingan ikan-ikan

kecil atau limba penjualan ikan yang ada dipasar. Selain tepung ikan yang dapat

dijadikan sebagai bahan pakan sumber protein, tepung keong mas juga memilki

potensi sebagai sumber protein pada ransum ayam. Tepung keong mas berasal

3
dari keong mas yang banyak hidup didaerah persawahan yang menjadi hama bagi

petani.

Walaupun dengan penambahan bahan pakan non konvensional dengan

kandungan protein tinggi tidak menjadi solusi dari tingginya serat kasar yang

tinggi yang tidak mudah dicerna oleh ayam broiler yang dapat berpengaruh

terhadap pertamabahan bobot badan broiler sehingga dibutuhkan perlakuan untuk

menurunkan kadar serat kasar yang tinggi. Cara yang yang dapat dilakukan untuk

menurunkan kandungan serat kasar dan meningkatkan kandungan protein yaitu

dengan fermentasi. Fermentasi adalah teknologi yang digunakan untuk menaikan

nilai nutrisi pakan. Fermentasi menggunakan mikroorganisme yang menghasilkan

enzim yang mengurai serat kasar menjadi gula sederhana yang yang dapat dicerna

unggas khusunya ayam broiler.

Penelitian mengenai penggunaan bahan pakan non konvensional seperti

daun kelor, daun lamtoro dan tepung keong mas telah banyak dilakukan dengan

hasil yang bervareasi Menurut Sapsuha (2013) menyatakan penambahan tepung

daun kelor sebanyak 5% pada ransum ayam broiler memberikanpengaruh yang

paling baik dibandingkan dengan penggunaan tepung daun lantoro atau tepung

daun gamal. Menurut Mandey (2015) penggunaan tepung daun lantoro sebanyak

20% memberikan pengaruh lebih baik dibandingkan penggunaan pada taraf 5%,

10% dan 15%. Menurut Wijaya, Jailani dan Sri (2016) penambahan tepung keong

mas pasa ransum ayam broiler sebanyak 15 % dari total ransum yang diberikan

dapat meningkatkan pertambahan bobot badan lebih tinggi dibandingkan dengan

pakan komersil tampa tepung keong mas.

4
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penelitian untuk mengetahui

perbedaan pertambahan bobot badan ayam broiler dengan pemberian pakan non

konvensional fermentasi dan pakan komersil.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada pada penelitian ini yaitu bagaimana perbedaan

pertambahan bobot badan ayam broiler dengan pemberian pakan non

konvensional fermentasi dan pakan komersil ?

C. Tujuan

Tujuan yang terdapat pada penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan

pertambahan bobot badan ayam broiler dengan pemberian pakan non

konvensional fermentasi dan pakan komersil

D. Manfaat Peneltian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai data atau reverensi

untuk penelitian selanjutnya.

2. Diharapkan menjadi pedoman bagi masyarakat terutama peternak ayam

broiler untuk membuat pakan pengganti pakan komersil

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Integrasi

Usaha peternakan adalah usaha membudidayakan ternak yang telah

didosmetikasi atau penghilang sifat liarnya untuk diambil manfaatnya. Mannfaat

dari ternak dapat diperoleh dengan mengambil daging, telur, susu atau kulitnya.

Ternak sangant erat kaitannya dengan kehidupan manusia khsusnya masyarakat

muslim.

Agama Islam adalah agama yang dalam menjalankan ibadah tertentu harus

membutuhkan hewan ternak misalnya Aqiqah dan Qurban. Selain itu dalam

penyebaran agama Islam Nabi dan Rasul yang diutus tidak ada yang tidak

beternak khusunya ternak kambing, dikarenakan ternak kambing susah ditaur

sehingga menjadi ujian kesabaran bagi nabi atau rasul yang diutus kepada

manusia untuk menyebarkan agama Islam.

Usaha peternakan sangat berperang penting dalan pemenuhan kebutuhan

protein masyarakat. Hal ini disebabkan produk-produk peternakan mempunyai

kandungan nutrisi yang tinggi terutama kandungan protein. Selain itu produk-

produk peternakan dapat dijangkau hamper seluruh lapisan masyarakat karena

harga produk peternakan dapat dinikmati dengan harga yang cukup murah.

6
Selain produk-produk berupa daging, susu, telur dan kulit, terdapat

manfaat lain yang dapat diperoleh dari ternak yaitu kotornan atau feses dari ternak

dapat dimanfaat untuk biogas atau sebagai pupuk kandang. Manfaat lain yang

dapat diperoleh dari ternak yaitu sebagai tabungan infestasi, kendaran dan dapat

digunakan sebagai tenaga tambahan dalam penglahan lahan pertanian. Allah SWT

dalam al-Qura`n banyak menjelasakan manfaat ternak untuk kehidupan manusia

salah satunya pada QS al-Mu`minum/25:21 yaitu sebagai berikut:

   


   
   
  
 
Terjemahnya:

21. Dan Sesungguhnya pada binatang-binatang ternak, benar-benar terdapat pelajaran

yang penting bagi kamu, Kami memberi minum kamu dari air susu yang ada dalam perutnya, dan

(juga) pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah yang banyak untuk kamu, dan sebagian

daripadanya kamu makan (Kementrian Agama, 2012).

Pada ayat diatas Allah swt menjelaskan mengenai manfaat ternak yang

dapat berupa susu terkhusus pada ternak besar seperti sapi. Selain itu terdapat

banyak pelajaran yang pada binatan ternak untuk manusia.

Salah satu jenis ternak yang paling banyak dikonsumsi manusia untuk

memenuhi kebutuhan protein yaitu ayam. Hal ini dikarenakan harga yang murah

serta mudah didapat. Selain itu hampir semua lapisan masyarakat memelihara

ayam sehingga daging ayam tidak asing bagi masyarakat. Allah Swt menjelasakan

dalam al-Qurn`an mengenai ternak yang secara tidak langsung menyinggung

7
ayam sebagai ternak yang halal untuk dikonsumsi pada QS al-An`am/6:142 yaitu

sebagai berikut:

  


   
   
   
   
Terjemahnya:

142. Dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang

untuk disembelih. makanlah dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu

mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu

(Kementrian Agama, 2012).

Maksud dari ayat diatas adalah bahwa Dijelaskan dalam ayat ini bahwa

sedikitnya ada dua fungsi pada binatang ternak yaitu pertama binatang ternak

sebagai alat angkut atau alat transportasi (Hamulatan) seperti kuda, sapi, dan

keledai. Fungsi yang kedua yaitu binatang ternak sebagai bahan makanan

(Farsya). Kata (Farsya) yang dimaknai sebagai ternak-ternak kecil karena

tubuhnya hampir menyentuh dengan tanah, dan dapat disembelih yaitu seperti

kambing, domba, sapi dan sebagainya (Shihab, 2002). Sejalan Sejalan dengan

penafsiran yang dikemukakan dalam penjelasan di atas, maka ayam termasuk

dalam kategori farsya karena dapat disembelih dan dagingnya

B. Kajian Teoritis

Ayam broiler adalah ayam ras yang dikembangkan dengan rekayasa

teknologi dengan tujuan penghasil daging. Ayam broiler mempunyai pertuhan

cepat yang dapat dipanen dalam kurung waktu 45 hari. Ayam broiler mampu

8
mengoptimalkan pemanfaat pakan yang diberikan menjadi jaringan penyusun

tubuh atau diubah menjadi daging.

Bibit ayam broiler atau biasa disebut DOC (Day old Chicken) adalah ayam

yang berumur 1 hari – 7 hari. Bibit unggas harus dipilih dari bibit yang baik, bibit

yang jelas mutunya, bibit yang tinggi produktivitasnya. Setelah memperoleh bibit

yang baik maka bibit unggas tersebut harus dipelihara dengan baik. Dengan

demikian, sisi kaki kanan segi tiga tersebut adalah faktor kedua pilar peternakan

yaitu: Manajemen. Peternakan unggas harus dikelola dengan baik, disediakan

kandang yang baik, lantai yang kering, tempat pakan dan air minum yang

memadai, terhindar dari hujan, binatang liar, suara bising, dan terhindar dari

tiupan angin langsung (Pius, 2010).

Bibit unggas yang unggul dan dipelihara di dalam kandang yang nyaman,

tidak akan berproduksi tinggi jika tidak diberi pakan dengan baik. Oleh karena itu,

sisi kaki kiri segitiga tersebut adalah pilar ketiga peternakan yaitu: Pakan. Ternak

unggas harus diberi pakan sesuai kebutuhan, mengandung gizi sesuai

rekomendasi, pakan tidak tengik, tidak berjamur, bebas dari benda asing seperti

plastik, besi, kaca atau sejenisnya yang tidak berguna bagi ternak unggas. Jika

ketiga pilar peternakan di atas dijadikan sebagai sisi- sisi segitiga sama sisi, maka

akan terbentuk segitiga sama sisi yang sempurna (Pius, 2010).

Segitiga yang sempurna adalah segitiga yang semua sudutnya tertutup

rapih. Segitiga yang sempurna adalah usaha peternakan unggas yang memiliki

bibit unggas yang unggul, menerapkan manajemen yang baik dan nyaman buat

9
unggas dan pemiliknya serta memberi pakan unggas yang bermutu baik, bersih

dan cukup jumlahnya sehingga unggas mampu berproduksi optimal dan efisien

(Pius, 2010). Dari ketiga komponen segitiga peternakan tersebut yang perlu

perhatian lebih adalah pakan.

Pakan dalah segala sesuatau yang dapat dikumsumsi ternak yang dapat

dijadikan sebagai sumber nutrisi untuk melansungkan kehidupan ternak. Selain itu

pakan merupakan kompenen atau unsur dengan pembiayaan paling besar sekitar

60-70% dari total biaya produksi. Pakan yang diberikan kepada broiler harus

terkandung nutrisi-nutrsi yang cukup untuk pertumbahan dan perkembangan yang

optimal dari ayam broiler. Kandungan nutrisi yang harus terkandung dalam pakan

broiler yaitu karbohidrat, protein, mineral dan vitamin.

Ransum merupakan faktor penentu keberhasilan usaha ternak ayam

broiler. Biaya pakan yang harus dikeluarkan pada usaha ternak ayam sangat besar

yaitu 60- 70% dari total biaya produksi, upayaupaya yang dapat menekan biaya

ransum sangat perlu diterapkan agar dapat meningkatkan pendapatan peternak

(Rasyaf, 2007).

Ransum merupakan gabungan dari beberapa bahan yang disusun

sedemikian rupa dengan formulasi tertentu untuk memenuhi kebutuhan ternak

selama satu hari dan tidak mengganggu kesehatan ternak. Ransum dinyatakan

berkualitas baik apabila mampu memberikan seluruh kebutuhan nutrien secara

tepat, baik jenis, jumlah, serta imbangan nutrisi tersebut bagi ternak. Ransum

yang diberikan pada ayam broiler harus berkualitas, yakni mengandung nutrisi

yang sesuai dengan kebutuhan ayam. Ayam tidak bisa menghabiskan ransum

10
secara keseluruhan, tetapi hanya mampu mengkonsumsi sebagian dari porsi

ransum yang diberikan. Sebagian dari porsi ransum ini disebut zat pakan atau

nutrisi. Nutrisi dilepaskan saat dicerna, kemudian diserap masuk ke cairan dan

jaringan tubuh. Secara garis besar, nutrisi dalam ransum ayam terdiri dari

karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin dan air (Fadilah, 2013).

Kebutuhan gizi ayam ras pedaging (ayam broiler) dapat dikelompokkan

menjadi dua kelompok umur yaitu: umur 0 – 3 minggu (starter), dan 3 – 6 minggu

(finisher). Jenis kebutuhan gizi ayam pedaging hanya dibatasi pada yang paling

penting saja yaitu: protein, energi, asam amino lisin, metionin, dan asam amino

metionin + sistin, kalsium (Ca), dan fosfor (P) tersedia atau P total Kebutuhan

protein untuk ayam pedaging umur 0 – 3 minggu adalah 23% dengan minimum

19% dan turun menjadi 20% dengan anjuran minimum 18% pada ayam pedaging

yang berumur 3 – 6 minggu. Pada formula pakan tertentu, asam amino treonin,

triptofan dan asam amino arginin juga defisien. Kebutuhan energi sama untuk

semua umur yaitu 3200 kkal EM/kg pakan dengan kandungan energi minimum

2900 kakl EM/kg (Pius, 2010).

Pada umumnya para peternak baik skala peternakan rakyat atau dalam

skala perusahan menggunakan pakan komersil untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

ayam broiler yang dipeliharannya. Hal ini dikarenakan pakan komersil sudah

memenuhi standar kebutuhan nutrIsi untuk pertumbuhan ayam broiler. persentasi

kandungan nutris yang harus terdapat dalam formulasi ransum ayam broiler dapat

dilahat pada tabel 1 sebagai berikut:

11
Tabel 1 Kebutuhan Gizi Ayam Broiler
y Gizi Starter (0 – 3 minggu) Finisher (3 – 6 minggu)
Kadar air (%) 10,00 (maks. 14,0) 10,00 (maks. 14,0)
Protein (%) 23 (min. 19,0) 20 (min. 18,0)
Energi (Kkal EM/kg) 320 (min. 2900) 3200 (min. 2900)
Lisin (%) 1,10 (min. 1,10) 1,00 (min. 0,90)
Metionin (%) 0,50 (min. 0,40) 0,38 (min. 0,30)
Metionin + sistin (%) 0,90 (min. 0,60) 0,72 (min. 0,50)
Ca (%) 1,00 (0,90 – 1,20) 0,90 (0,90 – 1,20)
P tersedia (%) 0,45 (min. 0,40) 0,35 (min. 0,40)
P total (perkiraan, %) (0,60 – 1,00) (0,60 – 1,00)
Sumber: NRC (1994) dan SNI (2008).

Peternak ayam pedaging lebih sering memberikan pakan komersial dari

pada mencampur bahan pakan sendiri. Perusahaan pakan komersial di Indonesia

sangat beragam baik jenis produk maupun hasil dari tiap pabrik sehingga harga di

pasaranpun tidak sama satu sama lain. Bahan baku impor yang digunakan

menyebabkan harga pakan komersial mejadi relatif mahal namun tetap diminati

oleh peternak karena mudah didapat dan lebih praktis diberikan pada ternak

(Mardiyanto, 2009)

Pakan komersial merupakan pakan yang dirancang untuk menghasilkan

perkembangan, pertumbuhan, kesehatan serta penampilan yang optimal karena

sudah disusun berdasarkan nilai kebutuhan nutrisi ternak dari kandungan nutrisi

yang lengkap dan berkualitas namun dalam pakan komersial digunakan antibiotik

sebagai salah satu Feed additive. Penggunaan antibiotik dimaksudkan untuk

pemacu pertumbuhan (Antibiotic growth promoters) karena mekanismenya adalah

merangsang pembentukan vitamin B kompleks dalam saluran pencernaan oleh

12
mikrobia (Chopra dan Robert, 2001). Penggunaan antibiotik dalam pakan

komersil dapat menimbulkan residu pada daging ayam broiler. Selain bahaya

residu antibiotik yang bermasalah pada pakan komersil, permasalahan lain yang

utamanya pada peternaka adalah mahalnya harga dari pakan komersil tersebut.

Terdapat tiga faktor utama yang merupakan problem dalam bahan pakan

konvensional dalam menyusun pakan yang akan mempengaruhi kualitas dan

kuantitas pakan. Ketiga hal tersebut adalah harga bahan makanan penyusun pakan

unggas, ketersediaan bahan makanan untuk pakan unggas di daerah peternakan

tersebut dan kandungan zat-zat makanan bahan makanan unggas (Widodo, 2000)

Harga bahan makanan merupakan pertimbangan utama bagi peternak

untuk menyusun pakan. Semakin murah harga suatu bahan makanan maka akan

semakin menarik bagi peternak. Harga bahan makanan unggas bervariasi

bergantung pada beberapa hal, antara lain jenis bahan pakan, kebijakan

pemerintah dalam bidang makanan ternak, impor bahan makanan, kondisi panen

dan tingkat ketersediaan bahan makanan tersebut pada suatu daerah (Widodo,

2000).

Harga bahan makanan penyusun pakan unggas secara ekonomis sangat

mempengaruhi harga pakan tersebut. Umumnya bahan makanan sumber energi

seperti jagung, sorghum dan padi-padian lainnya berharga murah kecuali minyak.

Harga minyak mahal karena murni sebagai sumber energi tanpa ada sumber zat

makanan lainnya dan umumnya buatan pabrik. Kandungan energi minyak berkisar

antara 8400 – 8600 kkal/kg bergantung dari bahan dan kualitas minyak tersebut.

Minyak dianjurkan untuk diberikan pada unggas dalam jumlah yang relatif

13
sedikit. Campuran minyak pada pakan maksimal di bawah 5%. Apabila minyak

dalam pakan berlebihan akan menyebabkan pakan mudah tengik (Widodo, 2000).

Bahan makanan sumber energi yang lain seperti sorghum harganya selalu

lebih murah dibandingkan dengan jagung dan mempunyai kandungan zat-zat

makanan yang hampir berimbang dengan jagung, tetapi tingkat ketersediaan

sorghum relatif lebih rendah. Selain itu sorghum memiliki kandungan anti nutrisi

tannin yang sangat berbahaya bagi unggas. Tannin menyebabkan protein tidak

terserap karena diikat oleh tannin dalam saluran pencernaan. Beberapa penelitian

menyarankan penggunaan sorghum dalam campuran pakan unggas sebagai

pengganti jagung maksimal sebesar 30 persen. Hasil yang diperoleh

menunjukkan tingkat penampilan unggas yang sama dengan pemberian jagung

(Widodo, 2000).

Mahalnya pakan komersil menyebabkan para peternak ayam broiler

banyak mengalami msalah dalam pemenuhan nutrisi ayam yang dipeliharnnya.

Bahan pakan yang berkualitas dan mengandung gizi tinggi relatif mahal, karena

pakan konvensional masih di impor seperti jagung dan bungkil kedelai dan

penggunaannya masih bersaing dengan kebutuhan manusia. Oleh karena itu,

diperlukan upaya untuk memperoleh bahan pakan alternatif yang relatif murah,

mudah didapat dan bernilai gizi cukup. Beberapa bahan pakan tersebut dapat

berasal dari limbah hasil pertanian seperti ampas sagu, dedak, kulit pisang, limbah

buah pokat, limbah ubi kayu, limbah buah durian dan dari limbah agro industry

seperti bungkil inti sawit, kulit buah coklat, kulit buah kopi (Nuraini, 2016).

14
Meskipun pada umumnya limbah pertanian selalu dikaitkan dengan harga

yang murah dengan kualitas yang rendah, akan tetapi ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan sebelum limbah tersebut digunakan seperti jumlah ketersediaan,

kuntinuitas pengadaan, kandungan gizi, kemungkinan adanya faktor pembatas

seperti zat racun atau anti nutrisi, serta perlu tidaknya bahan itu diolah sebelum

dapat digunakan sebagai pakan ternak (Nuraini, 2016).

Bahan pakan non konvensional dapat dibuat dari tanaman dari jenis

leguminosa memiliki kandungan protein yang tinggi. Leguminosa termasuk jenis

tanaman pohon dan perdu yang tidak dapat dijangkau ternak. Pemanfaatan

tanaman leguminosa sebagai bahan ransum unggas membutuhkan bantuan

manusia. Daun-daun dari jenis tanaman ini dapat diolah menjadi tepung daun

sehingga dapat dikonsumsi oleh ayam broiler. Meskipun penambahan tepung

daun dibatasi dalam formulasi ransum tetapi diharapkan dapat meningkatkan

efesiensi biaya produksi (Sapsuha, 2013).

Selain kandungan protein yang tinggi, leguminosa juga mengandung serat

kasar yang sukar dicerna oleh unggas apabila dalam persentasi yang banyak. Oleh

sebab itu perlu dilakukan perlakuan atau penyusunan dengan bahan pakan lain

sehingga dapat menambah nilai gizi dari bahan pakan konvensioal tersebut. Selain

leguminosa bahan yang dapat dijadikan sebagai bahan pakan non konvensional

dapat berasal dari limbah pertanian seperti dedak padi dari penggilangan gabah

atau dari keong mas yang menjadi hama bagi tanaman padi itu sendiri. Untuk

15
menyusun pakan non konvesional bahan-bahan yang dapat digunakan harus

memenuhi kebutuhan energi, protein dan nutrisi lainnya. Bahan-bahan yang dapat

dijadikan sebagai bahan pembuatan pakn non konvensional yaitu sebagai berikut:

1. Kelor (Moringa oleifera)

Tumbuhan kelor (Moringa oleifera) merupakan merupakan salah satu

spesies tumbuhan dalam Family moringaceae yang tahan tumbuh di daerah kering

tropis dan. Species ini merupakan salah satu tanaman di dunia yang sangat

bermanfaat, karena semua bagian dari tanaman seperti daun, bunga dan akar dapat

dimanfaatkan untuk berbagai tujuan baik di bidang medis maupun industri

(Sjofjan, 2008). Tumbuhan ini juga sering kali dikonsumsi oleh masyarakat

dengan cara diolah menjadi sayur, tanaman ini selain bernilai nutrisi tinggi juga

memiliki citarasa yang enak serta sering pula digunakan sebagai obat-obatan

untuk pemanfaatan komposisi kimia yang terdapat didalamnya (Nuraeni, 2016).

Daunnya kelor sering digunakan sebagai pakan ternak domba, kambing,

sapi, babi, kelinci dan cocok untuk pakan ikan-ikan budidaya seperti gurami. Kulit

kayu, daun dan akar mempunyai bau yang sangat tajam dan menyengat, juga

dapat digunakan untuk merangsang atau meningkatkan pencernaan (Sarjono,

2008). Kelebihan lain dari tanaman ini memiliki kemampuan adaptasi dengan

lingkungan yang baik olehnya itu dapat tumbuh dengan muda dan cepat meskipun

dengan perbanyakan tanaman dengan stek batang atau biji sehingga

penyebarannya lebih mudah. Toleransi terhadap variasi jenis tanah maupun

kondisi curah hujan menyebabkan tanaman ini mudah tumbuh (Nuraeni, 2016).

16
Kelor pada umumnya dapat dijadikan sebagai pakan ternak tetapi

penngunaannya pada ternak unggas harus diperhatikan karena dapat menimbulkan

masalah dalam penyerapannya. Upaya pemberian tepung daun kelor dalam

ransum ternak harus diperhatikan dosis penggunaannya, hal ini dikhawatirkan

dapat mengganggu kesehatan ternak jika diberikan dengan dosis yang berlebih,

sebab selain mengandung zat-zat nutrisi tinggi yang bermanfaat bagi tubuh ternak,

tepung daun kelor juga mengandung zat-zat antinutrisi baik itu secara alami ada

dalam tanaman maupun diperoleh dari pestisida ataupun pupuk yang diberikan

pada tanaman (Nuraeni, 2016).

Pemberian tepung daun kelor dengan level 5-20% pada ayam pedaging

menunjukkan adanya penurunan persentase karkas dan bagian-bagian karkas,

sehingga direkomendasikan pemberian tepung daun kelor 5% sebagai pengganti

bungkil kedelai dalam pakan tanpa memberikan dampak terhadap performa ayam

pedaging (Tesfaye et al.,2013). Sedangkan menurut, Olugbemi et al., (2010)

menyatakan bahwa menggunakan ransum dengan campuran ubi kayu dan

ditambahkan 5% daun kelor tidak menunjukkan pengaruh terhadap petambahan

berat badan, konversi pakan, berat badan akhir dan biaya pakan (Feed cost) per kg

pertambahan berat badan apabila dibandingkan dengan pakan yang tidak

mengandung campuran ubi kayu dan daun kelor

17
2. Lantoro (Leucaena leucocephala)

Di Indonesia, daun lamtoro atau ipil-ipil kadang kala digunakan dalam

ransum ayam. Ditinjau dari kandungan proteinnya, daun lamtoro lebih baik

dibandingkan dengan alfafa, berkisar antara 22 - 34%. Daun lamtoro juga

merupakan sumber beta caroten yang baik, yang penting pada warna kuning telur.

Tetapi karena adanya kandungan mimosin, maka penggunaannya dalam ransum

ayam menjadi terbatas. Untuk anak ayam disarankan tidak lebih dari 5%

sedangkan untuk ayam petelur dapat digunakan sampai 15% (Direktorat

Pembinaan Sekolah Menegah Kejuruan, 2013).

Lamtoro atau Leucaena leucocephala menurut satu di antara tepung daun

yang dapat digunakan sebagai bahan pakan alternatif untuk unggas di daerah

tropis (Agbede, 2003). Tanaman ini adalah leguminosa pohon yang keras dan

tahan kering, mengandung protein yang tinggi dan biasa digunakan sebagai bahan

pakan ruminansia di daerah tropis (Nuttaporn and Naiyatat, 2009).

Menurut Eniolorunda (2011) komposisi proksimat tepung daun leucaena

adalah 88,2% bahan kering, 21,8% protein kasar, 15,1% serat kasar, 3,1% abu,

8,6% ekstrak eter, dan 50,7% BETN. Sedangkan menurut Ayssiwede, et al. (2010)

lamtoro penting sebagai sumber bahan pakan karena kaya akan protein, asam-

asam amino esensial, mineral, karotenoid dan vitamin. Meskipun terdapat

mimosin sebagai faktor toksik penting yang sering disebutkan sebagai

penghambat dalam pemanfaatan secara intensif, tetapi lamtoro sudah lama

digunakan pada ternak ruminansia dan monogastrik (Mandey dkk, 2015).

18
Berbagai variasi dalam performans yang dihasilkan adalah tergantung pada

level dan nilai nutrisi lamtoro yang digunakan. Bahan pakan daun lamtoro

diharapkan merupakan sumberdaya yang tersedia sepanjang waktu untuk pakan

ayam pedaging. Tujuan penelitian adalah mengevaluasi pengaruh penggunaan

tepung daun lamtoro pada beberapa level dalam pakan dasar terhadap performans

ayam pedaging (Mandey dkk, 2015).

Apabila di daerah peternak banyak dijumpai pohon lamroro, akan sangat

menguntungkan jika bisa dibuat tepung daun lamtoro. Bahan ini dapat digunakan

sebagai sumber protein nabati yang cukup baik untuk campuran pakan ternak.

Selain itu, kandungan xanthophylnya cukup baik sekitar 660 ppm. Nilai ini jauh di

atas kandungan xanthophyl jagung, sekitar 20 ppm. Oleh karena itu, tepung daun

lamtoro dapat juga digunakan sebagai pewarna kuning di bagian kaki dan kulit

ayam ras pedaging (Direktorat Pembinaan Sekolah Menegah Kejuruan, 2013).

Proses pembuatan tepung daun lamtoro cukup sederhana. Daun lamtoro

dikeringkan dengan bantuan sinar matahari, sekaligus untuk menghilangkan zat

mimosin atau zat yang dapat menyebabkan kerontokan bulu unggas, lalu

ditumbuk atau digiling menjadi tepung. Dalam industri pakan, umumnya bahan

baku ini tidak digunakan karena kesulitan pengadaannya dan tidak ada jaminan

kemurniannya (sering dipalsukan). Namun, jika di daerah peternak banyak

didapatkan pohon lamtoro, sangat baik jika dapat dimanfaatkan sebagai bahan

baku pakan. Jika dibuat tepung, daun lamtoro akan menghasilkan rendemen 30%

dari bobot daun basah (Direktorat Pembinaan Sekolah Menegah Kejuruan, 2013).

19
Menurut Tirajoh, Usman dan Baliadi (2017) daun lamtoro pada taraf 3, 5

dan 7% dalam pakan basal tidak memberikan hasil yang berbeda nyata, akan

tetapi berbeda nyata dengan kontrol atau pakan basal (tanpa daun lamtoro)

(P<0,05). Demikian pula hasil kajian ini diperoleh rata-rata bobot badan akhir

perlakuan berkisar antara 1.039,50- 1.091,50 g/ekor, lebih tinggi dibandingkan

dengan hasil penelitian yang dilaporkan Udjianto (2016) maupun Sartika (2016)

yaitu sebesar 830,55 g/ekor. Hal ini disebabkan adanya penambahan daun lamtoro

dalam pakan dapat meningkatkan pertumbuhan ayam lebih cepat dibandingkan

dengan tampa lamtoro.

3. Tepung keong mas (Pomacea canaliculata)

Salah satu bahan pakan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan

sebagai sumber protein hewani untuk ayam adalah “Golden snail” atau yang lebih

dikenal dengan sebutan keong emas (Pomacea canaliculata). Menurut Khairuman

(2002), keong mas ini mempunyai kandungan gizi yang tinggi dan dapat dijadikan

bahan pakan untuk ayam. Keong mas mempunyai sifat herbivora Poliphagus

yaitu sangat rakus terhadap tumbuhan air. Karena itu, dikhawatirkan pada suatu

waktu akan terjadi ledakan populasi keong mas dan menjadi hama pertanian yang

tidak terkontrol sebagaimana yang telah terjadi di beberapa wilayah di Indonesia

dari tahun 1997-2007 (Wijaya, Jailani dan Sri, 2016).

Keong mas adalah hama pada pertanian padi yang memakan tanaman padi

yang dapat merugikan petani. Warna cangkangnya kuning kehijauan bergaris

hitam, konde atau susunan rumahnya tinggi, lingkaran kondenya berkanal dalam,

dan kelompok telurnya merah jambu seperti buah Murbei, Cangkang berbentuk

20
bulat mengerucut berdiameter 1,2-1,9 cm, tinggi 2,2-3,6 cm dan berat 4,2-15,8

gram (Julferina, 2008).

Keong mas berkembangbiak dengan telur. Satu keong mas betina mampu

bertelur 500 butir dalam seminggu. Masa perkembangbiakannya berlangsung

sampai umur 3-4 tahun. Induk keong mas meletakkan telur-telurnya pada batang

padi. Keong mas bertelur pada pagi hari dan sore hari, telur akan menetas dalam

waktu 7-14 hari. Keong kecil akan mengkonsumsi batang padi sehingga tanaman

padi akan mati dan mengancam petani terancam gagal panen. Pada umur 60 hari

keong mas telah dewasa dan siap berkembangbiak (Julferina, 2008).

Pemanfaatan keong mas juga merupakan usaha untuk memanfaatkan

bahan baku lokal yang mudah didapatkan dan sering ditemui sebagai hama bagi

petani. Keong mas dapat diperoleh cukup banyak dilahan-lahan pertanian seperti

sawah. Alternatif penggunaan protein hewani yang dalam konteks ini keong mas

merupakan hal yang positif, karena jika tidak dimanfaatkan akan berdampak

negatif terhadap lingkungan. Penggunaan keong mas sebagai pakan ayam broiler

akan memberikan keuntungan ganda yaitu menambah variasi dan persediaan

bahan baku pakan serta mengurangi hama bagi petani.

Tepung keong mas memiliki kandungan protein cukup tinggi, sekitar 52%.

Proses pembuatan tepung keong mas relative mudah, keong mas dicuci dengan

menambahkan garam untuk menghilangkan lendir dan kotoran, kemudian

dilakukan perebusan didalam air mendidih. Setelah itu, cangkangnya dibuka,

dicuci lagi, ditiriskan dan di iris-iris tipis. Irisan daging keong mas dijemur hingga

kering dan digiling menjadi tepung (Ichwan, 2003). Penggunaan tepung keong

21
mas sebanyak 20% dalam ransum dapat dijadikan pakan alternatif sebagai

pengganti tepung ikan pada formula ransum (Budiari dkk, 2016). Pemberian

tepung keong mas untuk ayam broiler sebaiknya diberikan sebanyak 4% dalam

ransum (Harmentis et al., 1998), berbeda dengan Kusuma, dkk (2016) yang

menyatakan pemberian tepung keong mas 15% sangat berpengaruh pada

pertumbuhan ayam broiler.

4. Dedak Padi

Padi adalah makanan pokok penduduk di Asia dan beberapa negara di

Benua Afrika dan Benua Amerika Latin (sekitar dua pertiga dari populasi

penduduk dunia). Asia menghasilkan dan mengkonsumsi sekitar 90% dari

produksi dan konsumsi beras dunia. Dedak merupakan hasil ikutan padi,

jumlahnya sekitar 10% dari jumlah padi yang di giling menjadi beras. Gabah

tersusun dari tiga bagian yang akan menentukan nilai dari setiap dedak. Penyusun

gabah adalah kulit gabah yang banyak mengandung serat kasar dan mineral

disebut sekam, selaput perak yang kaya akan protein dan vitamin B1, juga lemak

dan mineral disebut dedak padi dan lembaga beras yang sebagian besar terdiri dari

karbohidrat yang mudah dicerna disebut bekatul. Secara umum istilah hasil ikutan

padi disebut dedak padi (Dwinarto, Bogassara,dan Wida, 2013).

Secara kualitatif kualitas dedak padi dapat diuji dengan menggunakan bulk

density ataupun uji apung. Makin banyak dedak padi yang mengapung, makin

jelek kualitas dedak padi tersebut. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa,

warna, bau dan uji sekam (Flouroglusinol) dapat dipakai untuk mengetahui

kualitas dedak padi yang baik. Bau tengik merupakan indikasi dedak mengalami

22
kerusakan. Oleh karena itu cara yang umum dilakukan untuk mencegah

ketengikan adalah dengan cara menyimpannya pada suhu (Dwinarto,

Bogassara,dan Wida, 2013).

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia, dedak padi dibagi menjadi 3

yaitu dedak padi mutu I, mutu II dan mutu III. Pemberian pada ternak tergantung

dari komposisi bahan penyusunnya. Bahan ini biasa digunakan sebagai sumber

energi bagi pakan unggas khususnya unggas layer, yang mana penggunaanya rata-

rata mencapai 10-20% di usia produksi. Dedak padi diperoleh dari penggilingan

padi menjadi beras. Banyaknya dedak padi yang dihasilkan tergantung pada cara

pengolahannya. Sebanyak 14,44% dedak kasar, 26,99% dedak halus, 3% bekatul

dan 1-17% menir dapat dihasilkan dari berat gabah kering. Dedak padi sangat

disukai semua ternak, pemakaian dedak padi dalam ransum ternak umumnya

sampai 25% dari campuran kosentrat (Dwinarto, Bogassara,dan Wida, 2013).

Dedak padi banyak digunakan secara luas oleh sebagian peternak sebagai

bahan pakan yang berasal dari limbah agroindustri. Dedak mempunyai potensi

yang besar sebagai bahan pakan sumber energi bagi ternak. Kelemahan utama

dedak padi adalah kandungan serat kasarnya yang tinggi, yaitu 13,0% dan adanya

senyawa fitat yang dapat mengikat mineral dan protein sehingga sulit dapat

dimanfaatkan oleh enzim pencernaan. Inilah yang merupakan faktor pembatas

penggunaannya dalam penyusunan ransum. Namun, dilihat dari kandungan

proteinnya yang berkisar antara 12-13,5 %, bahan pakan ini sangat diperhitungkan

dalam penyusunan ransum unggas. Kelemahan lain pada dedak padi adalah

23
kandungan asam aminonya yang rendah, demikian juga halnya dengan vitamin

dan mineral (Rasyaf, 2004).

5. Tepung ikan

Tepung ikan dapat berasal dari ikan jenis kecil maupun jenis besar atau

limbah/sisa bagian-bagian ikan yang tidak diikutsertakan dalam pengalengan.

Kendala yang sering dijumpai adalah bahwa kadar lemak yang tinggi dari tepung

ikan karena bahan baku awal tinggi lemak atau dalam proses pengolahan tidak

dilakukan pembuangan lemaknya. Tepung ikan yang baik bila kadar lemak 10%

dan tidak asin. Rasa asin ini terjadi karena penambahan NaCl sebagai pengawet

sering ditambahkan pada bahan baku ikan yang kurang segar. Tepung ikan yang

ada di Indonesia dibedakan antara impor dan lokal. Sementara ini tepung impor

dianggap lebih baik karena protein kasar lebih dari 60% dan kadar lemak rendah,

sedangkan tepung ikan lokal dengan konversi randemen 20% dari bahan baku

hanya mempunyai kadar protein kasar 55-58% dan termasuk grade C. pemakaian

tepung ikan untuk ransum unggas berkisar 10-15% dengan syarat sumbangan

lemak ransum dari tepung ikan maksimal 1% (Dwinarto, Bogassara,dan Wida,

2013).

Tepung ikan dipasaran cukup beragam kualitasnya, tergantung bahan

bakunya, yaitu diolah dari ikan utuh, ikan limbah, limbah ikan, atau campurannya.

Perbedaan sumber bahan baku tepung ikan dapat dilihat dari kadungan proteinnya.

Tepung ikan yang diolah dari ikan utuh atau ikan limbah jenis ikan pelangis yang

memiliki kandungan protein tinggi yaitu 62 %, sedangkan yang bersumber dari

24
ikan teri berkisar 53,5 %, dan yang berasal dari limbah ikan sekira 46 % (Widodo,

2000, Bagau, 2012).

Menurut Baye dkk (2015) penggunaan tepung ikan dalam ransum ayam

broiler umumnya memanfaatkan ikan teri karena dianggap praktis, tersedia dan

mudah diolah. Kendala penggunaan ikan teri adalah dari segi harga yang cukup

mahal karena dikonsumsi manusia. Pemanfaatan sumber protein hewani yang

bersumber dari bahan baku lain dengan kualitas yang sebanding, diharapkan

mampu mengatasi kendala ini.

6. Jagung

Tinggi rendahnya produksi jagung tergantung pada tipe jagung yang

dipakai, pemupukan serta cuaca. Jagung merupakan pakan yang sangat baik untuk

ternak. Jagung sangat disukai ternak dan pemakaiannya dalam ransum ternak

tidak ada pembatasan, kecuali untuk ternak yang akan dipakai sebagai bibit.

Pemakaian yang berlebihan untuk ternak ini dapat menyebabakan kelebihan

lemak. Jagung tidak mempunyai anti nutrisi dan sifat pencahar. Walaupun

demikian pemakaian dalam ransum ternak terutama untuk bibit perlu dibatasi

karena penggunaan jagung yang tinggi dapat mengakibatkan sulitnya ternak untuk

berproduksi. Disamping itu penggunaannya pada ternak muda yang akan dipakai

bibit perlu dibatasi karena selain tidak ekonomis bila dipergunakan tinggi dalam

ransum juga karena penggunaan yang terlampau tinggi dapat menyulitkan ternak

tersebut untuk berproduksi

25
Secara kualitatif kualitas butiran jagung dapat diuji dengan menggunakan

Bulk density ataupun uji apung. Bulk density butiran jagung yang baik adalah

626.6 g/liter, sedangkan untuk jagung giling yang baik berkisar antara 701.8 –

722.9 g/liter. Makin banyak jagung yang mengapung berarti makin banyak jagung

yang rusak. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, dan bau dapat

dipakai untuk mengetahui kualitas jagung yang baik Jagung merupakan butiran

yang mempunyai total nutrien tercerna (TDN) dan net energi (NE) yang tinggi.

Kandungan TDN yang tinggi (81.9%) adalah karena : (1) jagung sangat kaya akan

bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N) yang hampir semuanya pati, (2) jagung

mengandung lemak yang tinggi dibandingkan semua butiran kecuali oat, (3)

jagung mengandung sangat rendah serat kasar, oleh karena itu mudah dicerna.

Kandungan protein jagung rendah dan defisiensi asam amino lisin. Dari butiran

yang ada, hanya jagung kuning yang mengandung karoten. Kandungan karoten

jagung akanmenurun dan atau hilang selama penyimpanan (Widodo, 2000, Bagau,

2012).

Meskipun jagung sumber energi tercerna yang unggul tetapi jagung rendah

protein dan proteinnya berkualitas rendah (defisien lisin). Isi protein kasar jagung

sangat berubah-ubah dan secara umum berkisar dari 90 sampai 140 g/kg BK

(McDonald et al., 2002). McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa jagung

kuning mengandung pigmen Cryptoxanthin, yang merupakan prekursor vitamin

A. Pigmen cryptoxanthin tersebut berguna dalam ransum unggas sebagai pemberi

warna daging dan kuning telur. Menurut Amrullah (2003) jagung mengandung 5

ppm Xantophil dan 0,5 ppm karoten. Ayam yang memperoleh jagung, warna

26
pigmen dalam lemak tubuh dan kuning telurnya mempunyai skor yang tinggi.
Penggunaan
jagung dalam ransum ayam broiler dapat mencapai hingga taraf 70%.

Adanya pembatasan penggunaan jagung dikarenakan jagung mempunyai protein

yang rendah dan proteinnya berkualitas rendah (defisien lisin) (Amrullah, 2003).

Keberhasilan dalam pemeliharaan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

pakan dan manajemen dalam pemelihraannya. Untuk mengukur atau

mengevaluasi keberhasilan dalam penggunaan pakan dan pemeliharaan dapat

diamiti pada pertambahan bobot badan

Pertambahan bobot badan adalah hal yang sangat penting dalam industry

perunggasan terutama ayam broiler. Pertambahan badan menentukan keber hasil

dalam penggunaan pakan. Untuk mencapai pertambahan bobot badan yang baik

pada ayam broiler harus memenuhi nutrsi untuk aktifitas hidup seperti bernapas

dan berjalan. Ketika nutrisi Maintenace terpenuhi dan nutrsi dari pakan masih ada

maka akan digunakan untuk memperbaiki atau membangun jaringan baru atau

pembentukan daging. Oleh sebab itu untuk mendapatkan pertambahan bobot

badan yang baik harus memperhatikan kecukupan nutrisi pada pakan yang

diberikan.

Bell dan Weaver (2002) menambahkan bahwa peningkatan bobot badan

mingguan tidak terjadi secara seragam. Setiap minggu pertumbuhan ayam broiler

mengalami peningkatan hingga mencapai pertumbuhan maksimal, setelah itu

mengalami penurunan. Gordon dan Charles (2002) menyatakan bahwa terdapat

perbedaan bobot badan antara ternak yang diberikan ransum ad libitum dengan

ternak yang ransumnya dibatasi permberiannya. Perbedaan juga terletak antara

27
ternak yang mendapatkan rasio ransum yang optimal dengan ternak yang

mendapatkan ransum tidak optimal.

Pertambahan bobot badan adalah suatu kriteria yang digunakan untuk

mengukur pertumbuhan. Pertumbuhan adalah proses yang sangat kompleks,

meliputi pertambahan bobot badan dan pembentukan semua bagian tubuh secara

merata Pertumbuhan merupakan pertambahan dalam bentuk berat jaringan-

jaringan pembangun seperti urat daging, tulang dan jaringan tubuh lainnya

(kecuali lemak). Pertumbuhan juga meliputi penambahan jumlah protein dan zat

mineral yang tertimbun didalam tubuh. Pertumbuhan dapat terjadi karena

penambahan jumlah sel dan ukuran sel (Hendrizal, 2011).

Dalam pemeliharaan ayam broiler pertambahan bobot badan setiap ayam

perlu diperhatikan. Hal ini dikarenakan agar produksi ayam saat pemanenan dapat

stabil dan baik. Untuk mendapatkan produksi yang baik perlu diadakan kontrol

dengan penimbangan yang teratur setiap pekannya. Apabila berat ayam belum

memenuhi standar, maka jumlah pakan dapat ditambah dengan prosentase

kekurangan berat badan dari standar. Akan tetapi bila bobot badan ayam telah

melebihi standar, maka jumlah pakan yang diberikan tetap sama dengan jumlah

pakan yang diberikan sebelumnya (Sholokin, 2011).

Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot

badan yang dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang tiap

hari, tiap pekan, atau tiap waktu lainya. Berat badan seekor ternak dipengaruhi

oleh beberapa faktor seperti bangsa, makanan, jenis kelamin dan musim. Pada

musim panas nafsu makan ternak menurun, sehingga jumlah makanan yang

28
dikonsumsi menurun dan mempengaruhi berat badan. Untuk memperoleh bobot

badan yang maksimal maka ada beberapa faktor yang harus diperhatikan yaitu

bibit yang baik, temperatur lingkungan, penyusunan ransum dan kandang yang

memadai (Hendrizal, 2011). Qurniawan (2016) berpendapat bahwa faktor yang

berpengaruh pada per- tambahan bobot badan yaitu perbedaan jenis kelamin,

konsumsi pakan, ling- kungan, bibit dan kualitas pakan. Uzer dkk (2013) bahwa

pertambahan bobot badan sangat berkaitan dengan pakan, dalam hal kuantitas

yang berkaitan dengan konsumsi pakan apabila konsumsi pakan terganggu maka

akan mengganggu pertumbuhan. Menurut Pt Cibadak (2008) bahwa bobot ayam

broiler pekan 1 jantan 167 gram, betina 125, pekan 2 bobot badan jantan 429

gram, betina 262, pekan 3 bobot jantan 820 gram betina 390 gram dan pada pekan

ke 4 1316 gram , betina 496 gram.

Penelitian-penelitian penambahan bahan pakan berupa limbah pertanian

atau leguminosa terdapat beberapa hasil penelitian yang menunjukan hasil yang

beragam. Kemungkinan hal ini disebabkan karena perbedaan nutrisi atau keadaan

lingkungan tempat pemeliharaan ternak. Menurut Sapsuha (2013) menyatakan

penambahan tepung daun kelor sebanyak 5% pada ransum ayam broiler

memberikanpengaruh yang paling baik dibandingkan dengan penggunaan tepung

daun lantoro atau tepung daun gamal. Sedangkan menurut, Olugbemi et al.,

(2010) menyatakan bahwa menggunakan ransum dengan campuran ubi kayu dan

ditambahkan 5% daun kelor tidak menunjukkan pengaruh terhadap petambahan

berat badan, konversi pakan, berat badan akhir dan biaya pakan (Feed cost) per kg

29
pertambahan berat badan apabila dibandingkan dengan pakan yang tidak

mengandung campuran ubi kayu dan daun kelor.

Menurut Mandey (2015) penggunaan tepung daun lantoro sebanyak 20%

memberikan pengaruh lebih baik dibandingkan penggunaan pada taraf 5%, 10%

dan 15%. Hal ini dapat dilihat pada konsumsi pakan 2819 gram, pertambahan

berat badan 1044,26 gram dan konversi pakan 2,70 gram. Menurut Tirajoh,

Usman dan Baliadi (2017) daun lamtoro pada taraf 3, 5 dan 7% dalam pakan basal

tidak memberikan hasil yang berbeda nyata, akan tetapi berbeda nyata dengan

kontrol atau pakan basal (tanpa daun lamtoro) (P<0,05). Demikian pula hasil

kajian ini diperoleh rata-rata bobot badan akhir perlakuan berkisar antara

1.039,50- 1.091,50 g/ekor, lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian yang

dilaporkan Udjianto (2016) maupun Sartika (2016) yaitu sebesar 830,55 g/ekor.

Hal ini disebabkan adanya penambahan daun lamtoro dalam pakan dapat

meningkatkan pertumbuhan ayam lebih cepat dibandingkan dengan tampa

lamtoro.

Menutut Hidayati (2015) penambahan tepung keong mas pada ransum

ayam broiler sebanyak 400 gram menghasilkan nilai rata-rata bobot badan akhir

yang lebih tinggi dibandingkan dengan ransum control yaitu 2284 gram.

Sedangkan menutut Rodiallah, siregar dan Yendraliza (2018) penambahan tepung

keong mas pada taraf 4% (R2) dalam ransum standar komersil mampu

meningkatkan performa ayam broiler yang ditandai dengan peningkatan konsumsi

ransum, pertambahan berat badan dan penurunan angka konversi ransum. Tepung

30
keong mas dapat digunakan hingga taraf 4% dalam ransum standar komersil.

Pertimbangan untuk dikombinasikan.

Menurut Harmentis et al., (1998), pemberian tepung keong mas untuk

ayam broiler sebaiknya diberikan sebanyak 4% dalam ransum sedangkan menurut

Kusuma, dkk (2016) yang menyatakan pemberian tepung keong mas 15% sangat

berpengaruh pada pertumbuhan ayam broiler.Menurut Wijaya, Jailani dan Sri

(2016) hasil penambahan tepung keong mas terhadap pertumbuhan ayam broiler

menunjukkan adanya pengaruh sangat nyata. Hal ini dapat dilihat dari parameter

yang digunakan yaitu berat badan ayam broiler. Tepung keong emas ini memiliki

kandungan yang diperlukan ayam untuk pertumbuhannya pada fase starter

khususnya. Konsumsi protein dan energi yang tinggi akan menghasilkan laju

pertumbuhan yang cepat. Sehingga dapat terlihat bahwa pada tepung keong emas

terdapat kandungan protein yang mendukung pertumbuhan ayam.

C. Kerangka Pikir

Usaha pemeliharaan ayam broiler adalah suatu usaha yang keberhasilanya

sangat dipengaruh oleh bibit, pakan dan manajemen. Dari ketiga hal ini yang

paling sensitif adalah pakan dikarenakan pakan merupakan komponen

memerlukan biaya yang kontiniu. Pada umumnya para peternak ayam broiler

memenuhi kebutuhan ayam dipelihara pakan komersil yang diproduksi oleh

pabrir. Para peternak lebih memilih pakan komersil dikarenakan kandungan

nutrisi telah sesui dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan ayam

broiler.

31
Pakan komersil yang digunakan para peternak memiliki harga yang mahal

bahkan kadang kala harga naik yang menyebabkan para peternak harus

mengeluarkan biaya lebih dan berdampak pada keuntungan yang menurun. Oleh

sebeb itu diperlukan suatu terobosan dengan mencari alternative pengganti pakan

komersil yaitu dengan menyusun ransum sendiri atau membuat pakan non

konvensional. Pembuatan pakan non konvensional dapat disusun dengan

menggunakan bahan yang dari limbah pertanian dan limbah peternakan atau dari

tanaman yang memiliki kandungan nutrisi yang dibutuhkan oleh ayam broiler.

Hal yang paling utama yang diperhatikan dalam penyusunan pakan non

konvensional adalah kandungan nutrisi yang harus memenuhi kebutuhan ayam

broiler untuk pertumbuhan. Bahan-bahan pakan non konvensional yang berpetensi

menyediakan nutrisi untuk ayam broiler yaitu dedak, jangung, tepung keong mas,

tepung ikan, tepung keong mas dan tepung daun lantoro. Kandungan serat kasar

pada pakan non konvenisional merupakan masalah yang serius dikarenakan sulit

dicerna.oleh ayam broiler.Tingginya serat kasar pada pakan konvensional dapat

dipecahkan dengan proses fermentasi. Fermentasi adalah teknologi pengolahan

pakan ternak dengan bantuan mikroorganisme. Teknologi fermentasi adalah suatu

teknik penyimpanan substrat dengan penanaman mikroorganisme dan

penambahan mineral dalam substrat yang diinkubasi dalam waktu dan suhu

tertentu.

32
Pakan Komerisil 100 %

Pakan Pertambahan
Botot Badan

Pakan Non konvensional


Fermentasi 100 %
Gambar 1 Kerangka Pikir

33
BAB III
METODE

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2019 di Samata

Integrated Farming System Jalan Veteran Bakung Kelurahan Samata Kecamatan

Somba Opu Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan.

B. Bahan dan Materi

1. Alat

Penelitian ini menggunakan alat-alat yaitu timbangan, kandang litter yang

terbuat dari bambu, tempat makan, tempat air minum, ember, gayung, surat kabar,

lampu pijar dan gasolek dan thermometer.

2. Bahan

Bahan yang digunakan yaitu broiler umur 1 hari atau Day Old Chik (DOC)

sebanyak 18 ekor, EM4, molases Gas LPG, pakan komersil, dedak padi, jagung,

tepung ikan, tepung keong mas. tepung daun kelor dan tepung daun lantoro,

C. Metode Penelitian

1. Rancangan penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4

pekan dengan dengan 2 perlakuan dan 3 ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 3

ekor ayam. Perlakuan yang digunakan sebagai berikut:

P1 : 100 % Pakan Komerisil

P2 : 100 % Pakan konvensional fermentasi

34
2. Pembuatan Pakan Non konvensioanal

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan pakan non konvensial

terdiri dari jagung, dedak padi tepung ikan, tepung keong mas, tepung daun kelor

dan tepung daun lantoro. Semua bahan pakan dicampur menjadi dengan persentasi

penggunaan sesuai dengan kebutuhan nutrisi ayam broiler. Formulasi susun pakan

konvensinal dapat dilihar pada tabel 2.

Tabel 2 Formulasi Ransum Ayam Broiler


Penggunaan
Bahan Pakan BK SK PK TDN Ca P
(%)
Dedak Padi 25 21.5 0.89 3.45 20 0.0575 0.32
Jagung 25 21.5 10 2.5 20 0.0075 0.06
Tepung Ikan 20 17.2 9.09 12.24 13.8 1.32 0.86
Tepung
15 13.8 6.12 4.60 0.33 1.12 0.14
Keong Mas
Tepung daun
10 8.6 0.55 2.37 7.1 0.14 0.021
Lantoro
Tepung daun
5 0.39 1.08 1.09 3.7 0.12 0.17
Kelor
Total 100 82.99 27.73 26.25 64.93 2.765 1.571
Sumber : Data Primer, 2019

3. Fermentasi

Fermentasi pakan non konvensinal dengan cara molases sebanyak 3% dan

air sebanyak 25% dan EM 4 sebanyak 10 mm/ liter, kemudian disimpan selama 8

hari.

4. Pemeliharaan Ayam

Broiler dipelihara dari DOC (strain CP 707) sampai umur 4 pekan di

dalam kandang unit percobaan yang terbuat dari bambu dengan ukuran 60 cm

disetiap sekat dan jumlah sekat yang digunakan 20 sekat dan setiap sekat

berukuran 60 x 60 cm dengan tinggi sekat 70 cm dalam ruangan yang ukurannya

35
4 x 5 meter. Pakan diberikan secara adlibitum setiap perlakuan dengan masing-

masing 5 kali ulangan.

5. Parameter

Parameter yang diukur yaitu Pertambahan bobot. Pertambahan bobot

badan adalah hal yang sangat penting dalam industri perunggasan terutama ayam

broiler. Pertambahan badan menentukan keberhasilan dalam penggunaan pakan.

Menurut Pt Cibadak (2008) bahwa bobot ayam broiler pekan 1 jantan 167 gram,

betina 125, pekan 2 bobot badan jantan 429 gram, betina 262, pekan 3 bobot

jantan 820 gram betina 390 gram dan pada pekan ke 4 1316 gram , betina 496

gram.

D. Tehnik Pengukuran Data

Pertambahan Bobot Badan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

Pertambahan Bobot Badan = Berat Badan Akhir (kg)-Berat Badan Awal (kg)

E. Tehnik Analis Data

Perbedaan pertambahan berat badan antar kelompok ternak dapat di uji t

(t-Test Independent Sample). Uji t (t-Test Independent Sample) adalah salah satu

uji yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang

signifikan (meyakinkan) dari dua buah mean sampel (dua buah variabel yang

dikomparasikan). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Sudjana, 1997):

36
Keterangan:

t = Parameter yang di ukur

x1 = Rata-rata perlakuan kelompok pakan komersil

x2= Rata-rata perlakuan kelompok pakan non konvensional fermentasi

S2 = Simpangan baku rataan

S1 = Simpangan baku kelompok pakan komersil

S2= Simpangan baku kelompok pakan non konvensional fermentasi

n1 = Banyaknya jumlah kelompok pakan komersil

n2= Banyaknya jumlah kelompok non konvensional fermentasi

F. Hipotesis dan Kriteria Pengujian

H0 = Tidak terdapat perbedaan antara pertambahan bobot badan ayam broiler

dengan pemberian pakan non konvensional fermentasi dan pakan

komersil, jadi H0 diterima dan tolak H1 jika (P< 0.05)

H1 = Terdapat perbedaan antara pertambahan bobot badan ayam broiler

dengan pemberian pakan non konvensional fermentasi dan pakan

komersil, jadi H1 diterima dan tolak H0 jika (P> 0.05)

37
G. Defenisi Operasional

1. Pertambahan bobot badan adalah suatu kriteria yang digunakan untuk

mengukur pertumbuhan ayam broiler

2. Pakan konvensional adalah pakan yang disusun dari limbah pertanian dan

limbah perkebunan atau bahan-bahan lain yang disusun untuk memenuhi

kebutuhan ternak yang dibuat dalam skala rumahan atau dibuat oleh

peternak.

3. Fermentasi adalah teknologi pengolahan pakan ternak dengan bantuan

mikroorganisme

4. Pakan komersil adalah pakan yang diproduksi secara massal oleh industri

pakan dengan kandungan nutrisi yang lengkap untuk kebutuhan ternak.

38
DAFTAR PUSTAKA

Anggitasari, Sofyan .,dan Djunaidi. 2016. Pengaruh beberapa jenis pakan


komersial terhadap kinerja produksi kuantitatif dan kualitatif ayam
pedaging. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya. Jurnal. Malang.
Amrullah. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Edisi ke-2. Penerbit Lembaga Satu
Gunung Budi, Bogor.
Agbede TM, Ojeniyi SO, Adeyemo AJ (2008). Effect of poultry manure on soil
physical and chemical properties, growth and grain yield of sorghum in
Southwest, Nigeria. American- Eurasian J Sus Agric 2: 72-77
Baye, dkk. 2015. Penggunaan Tepung Limbah Pengalengan Ikan Dalam Ransum
Terhadap Performa Broiler Fakultas Peternakan, Universitas Sam Ratulangi.
Jurnal. Manado.
Chopra, I. and M. Robert. 2001. Tetracycline Antibiotiks: mode of action,
application, moleculer biology, and epidemiology of bacterial resistances.
Microbiology and Molecular Biology Reviews. 62: 232- 260
Direktorat Pembinaan Sekolah Menegah Kejuruan. 2013. Agribisinis Pakan
Ternak Unggas. Kemendikbud. Jakarta
Dwinarto, B., Bogassara, E., dan Wida, A. 2013 Hasil Uji Bahan Pakan dan
Hijauan Pakan Ternak. Online. Diakses 5 juni 2019.
http://www.bpmpt.ditjennak.deptan.go.id
Eniolorunda, O.O. 2011. Evaluation of biscuit waste meal and Leucaena
leucocephala leaf hay as sources of protein and energy for fattening
“yankassa” rams. African J. of Food Sci. Vol. 5 (2):57-62.
Fadilah, R. 2013. Beternak Ayam Broiler. Agro Media Pustaka. Bogor
Huda. WS, S. (2011). Manajemen Pemeliharaan Ayam Broiler Dipeternakan Ud
Hadi Ps Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Skirpsi. Surakarta.
Hendrizal, M. 2011. Performans Produksi Ayam Broiler yang dipelihara dengan
Kepadatan Kandang yang Berbeda., Online. Diakses 5 juni 2019.
https://doi.org/10.1016/j.zemedi.2009.10.010
Hidayati. 2015. Pengaruh Pemberian Pakan Standar Petani Dan Campuran
Tepung Keong Mas (Pomacea canaliculata) Terhadap Pertumbuhan Ayam
Broiler (Gallus gallus domestica) dan Sumbangsihnya Pada Materi
Pertumbuhan Dikelas Viii Smp/Mts.. Fakultas Tarbiyah Universitas Islam
Negeri Raden Fatah Palembang. Skirpsi. Palembang.
Mandey. 2015. Manfaat Daun Lamtoro (Leucaena leucocephala Dalam Pakan
Ayam Pedaging Diukur Dari Penampilan Produksi. Fakultas Peternakan
Universitas Sam Ratulangi .Jurnal Zoostek. Manado.
Mardiyanto, A. (2009). Perencanaan Lanskap Pekarangan Dengan Sistem
Pertanian Terpadu. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Skripsi.
Bogor.
Nuraeni. 2016. Pengaruh Pemberian Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera)
Dalam Ransum Terhadap Karakteristik Karkas Dan Nonkarkas Broiler
Pengaruh Pemberian Tepung Daun Kelor ( Moringa Oleifera ) Dalam

39
Ransum Terhadap Karakteristik. Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin Makassar. Skripsi. Makassar.
Nuttapon, C. and P. Naiyatat. 2009. The reduction of mimosine and tannin
contents in leaves of Leucaena leucocephala. Asian J. of Food and Agro-
Industry, S137-S144
Nuraini. 2016. Pakan Non Konvensional Fermentasi Untuk Unggas. Lembaga
Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LPTIK) Universitas
Andal. Padang.
Olugbemi, T. S., S. K. Mutayoba, and F. P. Lekule. 2010. Effect of Moringa
oleifera Inclusion in Cassava Based Diets Feed to Broiler Chickens. Int. J.
Poult. Sci., 9: 363-367
Pius. 2010. Kebutuhan gizi ternak unggas di Indonesia. Balai Penelitian Ternak.
Jurnal. Bogor
PT Cibadak Indah Sari Farm. 2008. Super Broiler Jumbo 747. www.cibadak.com
(3 Januari 2019).
Rodiallah, dan Siregar. 2018. Performa Ayam Broiler Fase Starter Yang Diberi
Tepung Keong Mas ( Pomacea Spp ) Dalam Ransum Standar Komersial.
Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif
Kasim RiauKampus Raja Ali. Jurnal. Pekanbaru.
Rasyaf, M. 2007. Pemeliharaan Ayam Pedaging. Swadaya. Jakarta
Sapsuha. 2013. Pengaruh Penambahan Jenis Tepung Daun Leguminosa Yang
Berbeda Terhadap Konsumsi, Pertambahan Bobot Badan Dan Konversi
Ransum. Faperta Unkhair. Jurnal. Ternate.
Sartika T. 2016. Panen ayam Kampung 70 hari. Jakarta (Indonesia): Penebar
Swadaya.
Sartika T. 2016. Membedah ayam KUB bersama bu Tike. Sinar Tani [Internet].
[diakes tanggal 21 Januari 2017]. Tersedia dari:
http://m.tabloidsinartani.com/index.php?id=148&tx_ttnews%Btt_news%5D
=2327&cHash=afd2144765d1e72fe2cdade3b637cca4
Semau, Intan dan Mu`tia. 2016. Analisis Kandungan Protein Kasar Dan Serat
Kasar. Program Studi Peternakan, Universitas Muhammadiyah Parepare.
Jurnal. Pare-Pare
Semaun, R. 2010. Evaluasi Nilai Nutrisi Kombinasi Fermentasi Jerami Jagung
dan Dedak Kasar dengan Penambahan Aspergillus niger Program Studi
Peternakan, Universitas Muhammadiyah Parepare. Jurnal. Pare-Pare
Tesfaye, E., G. Animut, M. Urge, and T. Dessie. 2013. Moringa oleifera leaf meal
as an alternative protein feed ingredient in broiler ration. Int. J. Poult.
Sci.,12(5): 289 – 297
Tabara, J. H. 2014. Respon Ayam Ras Pedaging Pada Lokasi Pemeliharaan
Daerah Pantai Dan Pegunungan. Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin Makassar. Skripsi. Makassar.
Tirajoh dan Usman, B. 2017. Kelayakan Usaha Tani Ayam KUB melalui
Pemanfaatan Daun Lamtoro sebagai Pakan Lokal di Kabupaten Jayapura ,
Papua. Balai Pengkajian Teknologi Pertania Papua. Jurnal. Jayapura.
Udjianto A. 2016. Beternak ayam Kampung paling unggul pedaging dan petelur
KUB. Jakarta (Indonesia): PT Agromedia Pustaka

40
Wijaya, Jailani, S. 2016. Pengaruh Pemberian Tepung Keong Mas (Pomacea
canaliculata L) dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Ayam Broiler
(Gallus domesticus). FKIP Universitas Mulawarman. Jurnal. Malang
Widodo, W., 2000. Bahan Pakan Unggas Non Konvensional. Universitas
Muhammadiyah Malang.

41
PENGARUH PEMBERIAN PAKAN NON KONVENSIONAL
FERMENTASI DAN PAKAN KOMERSIl TERHADAP
PERTAMBAHAN BOBOT BADAN AYAM BROILER

PROPOSAL

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan Mata Kuliah


Metodelogi Penelitian pada Jurusan IlmuPeternakan
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Islam Negeri Alauddin
Makassar

Oleh:

EDI SUNUSI
60700116022

JURUSAN ILMU PETERNAKAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2019

42
43

Anda mungkin juga menyukai