Anda di halaman 1dari 8

perpustakaan.uns.ac.

id 4
digilib.uns.ac.id

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Daging Ayam
Daging ayam mempunyai nilai gizi setara dengan nilai gizi produk
daging ternak yang lain. Konsumsi daging ayam masyarakat Indonesia
meningkat 10% per tahun, oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan untuk
menghasilkan daging ayam berkualitas, bebas dari cemaran dan residu bahan
kimia yang aman bagi konsumen (Rumiati, 2003). Kandungan gizi daging
ayam lebih baik dibandingkan dengan kandungan gizi daging sapi. Daging
ayam mengandung protein cukup tinggi (29-32%) dan lemak yang rendah (5-
6%) (Fadilah et al., 2007).
Daging ayam memiliki serat daging yang halus, mudah dicerna, ber-
flavour lembut, aroma tidak menyengat dan tidak berbau amis. Bagian otot
dada dan otot paha mempunyai tekstur kenyal (Usmiati, 2010). Daging ayam
termasuk dalam kelompok perishable food yang mempunyai kandungan air
dan nutrien yang tinggi, sehingga mudah mengalami kerusakan. Hal ini
dikarenakan daging ayam merupakan media yang baik untuk berkembangnya
mikroba, sehingga mudah terkontaminasi mikroba sejak dipanen sampai
dikonsumsi masyarakat (Rahayu et al., 2009).

B. Bakteri pada Daging


Awal kontaminasi daging berasal dari alat-alat yang digunakan untuk
penyembelihan ternak yang tidak steril. Kontaminasi dapat terjadi pada saat
persiapan daging seperti proses pembelahan karkas, pendinginan, pembekuan,
penyegaran daging beku, pemotongan karkas, proses pembuatan produk
daging, preservasi, pengepakan, penyimpanan dan distribusi (Harsojo et al.,
2005).
Kontaminasi mikroba patogen menyebabkan terjadinya degradasi
protein, sehingga sel-sel daging menjadi rusak atau busuk. Degradasi protein
merupakan proses pemecahan protein menjadi molekul-molekul sederhana
commit
seperti asam amino (Usmiati dan to user2007). Lawrie (2003) menyatakan
Marwati,
4
perpustakaan.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada daging


dibagi menjadi dua kelompok, yaitu faktor intrinsik (nilai nutrisi daging,
kadar air, nilai pH, potensi oksidasi reduksi dan ada tidaknya substansi
penghambat) dan faktor ekstrinsik (suhu, kelembaban relatif, oksigen dan
kondisi daging).

C. Antibakteri
Antibakteri adalah senyawa kimia yang dapat membunuh atau
menghambat pertumbuhan bakteri. Antibakteri dapat berupa senyawa kimia
sintetik atau produk alami (Brock dan Madigan 2003). Menurut Pelczar dan
Chan (2007), berdasarkan aktivitasnya senyawa antibakteri dapat dibedakan
atas senyawa yang bersifat bakterisidal (membunuh bakteri) dan senyawa
yang bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri). Senyawa
yang bersifat antibakteri alami yang berasal dari tanaman diantaranya adalah
fitoaleksin, asam organik, minyak esensial (atsiri), fenolik dan beberapa
kelompok pigmen tanaman (Parhusip, 2006).
Kemampuan suatu zat antibakteri dalam menghambat pertumbuhan
bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi zat pengawet,
waktu penyimpanan, suhu lingkungan, sifat-sifat bakteri, sifat-sifat fisik dan
kimia pangan (Davidson dan Branen, 1993). Menurut Cahyadi (2006), zat
antibakteri mempunyai mekanisme kerja untuk menghambat pertumbuhan
bakteri antara lain, menganggu sistem genetik, menghambat enzim, dan
meningkatkan nutrien esensial.

D. Pengaruh Waktu Penyimpanan


Sistem penyimpanan yang baik adalah sistem yang kondisi suhu dan
kelembabannya dapat diatur. Kondisi penyimpanan dan waktu penyimpanan
yang lama mengakibatkan kerusakan yang besar pada bahan pangan. Kualitas
bahan pangan pada tahap penyimpanan harus tetap dijaga karena pada tahap
ini bahan pangan rentan terhadap kontaminasi mikroba patogen yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

berbahaya bagi tubuh dan mikroba yang dapat menyebabkan kerusakan pada
bahan pangan (Rahayu, 2000).
Suhu dan waktu penyimpanan daging dapat mempengaruhi mutu
daging (Budiyanto dan Usmiati, 2009). Bakteri patogen dapat menyebar ke
permukaan daging ayam dan bila disimpan pada suhu ruang (25-370C) bakteri
mesofil tumbuh dengan cepat, sehingga dapat mengubah sifat daging ayam
baik secara fisik dan kimiawi dan dapat menimbulkan keracunan pada
manusia (Pestariati et al., 2003).

E. Kualitas Daging
Daging ayam mudah mengalami penurunan kualitas yang diakibatkan
dari perlakuan yang kurang baik saat ayam masih hidup, saat penanganan dan
saat penyimpanan yang tidak sempurna (Sams, 2001). Menurut Lawrie (2003),
kualitas daging dapat diketahui melalui warna daging, daya ikat air, aroma dan
subjektivitas penilaian konsumen (keempukan, flavour dan juicness daging).
Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah
pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas
daging antara lain genetik, spesies, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan
tingkat stres. Faktor sesudah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging
antara lain pH daging, metode pelayuan, metode pemasakan dan metode
penyimpanan (Soeparno, 2005).

F. Jahe (Zingiber officinale Roscoe)


Menurut Harmono dan Andoko (2005), sistematika dari tanaman jahe
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Musales
Family : Zingiberaceae commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber officinale Roscoe
Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan suku
Zingiberaceae umumnya dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogen
yang merugikan kehidupan manusia. Rimpang jahe dimanfaatkan sebagai
bahan pengobatan, bumbu, masakan, kosmetika dan minuman. Jahe
mengandung enzim pencernaan penting, yaitu enzim protease yang berfungsi
memecah protein (Secapramana, 1996). Foster (2000) menyatakan, jahe
mengandung aktivitas antibakteri yang dapat digunakan untuk menekan
(bakteriostatik) atau menghentikan pertumbuhan (bakteriosidal).
Ekstrak jahe dapat menghambat bakteri Escherichia coli mulai
konsentrasi 6% dan Bacillus subtilis dapat dihambat mulai konsentrasi 2%.
Senyawa-senyawa metabolit sekunder golongan fenolik, flavanoid, terpenoid
dan minyak atsiri yang terdapat pada ekstrak jahe merupakan golongan
senyawa bioaktif yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Nursal,
2006).
Minyak atsiri biasa disebut minyak eteris, minyak menguap/terbang
atau essential oil. Ciri minyak atsiri antara lain mudah menguap pada suhu
kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan tanaman
penghasilnya, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air.
Komponen utama minyak atsiri adalah zingiberen, zingiberol, n-destil aldehid,
n-nonil aldehid, d-kamfen, d-α- felandren, metal heptenon, sineol, d-borneol,
geraniol, linalool, asetat, kaprilat, sitral, khavicol, fenol, dan limonen
(Paimin, 2004).

G. Bakteri Proteolitik
Bakteri proteolitik adalah bakteri yang memproduksi enzim protease
ekstraseluler, yaitu enzim pemecah protein yang diproduksi di dalam sel
kemudian dilepaskan keluar dari sel. Semua bakteri mempunyai enzim
protease di dalam sel, tetapi tidak semua mempunyai enzim protease
commit
ekstraseluler. Bakteri proteolitik to user
akan mengeluarkan enzim protease yang
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

dapat merombak protein menjadi polipeptida, lalu menjadi peptida sederhana


dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air (Miswadi, 2012).
Bakteri dapat memecah protein menjadi peptida dan asam-asam amino
dan menggunakannya untuk sumber energi atau untuk sintesis protein
kembali. Perhitungan jumlah bakteri proteolitik dapat menggunakan medium
yang mengandung kasein, yaitu skim milk agar. Pertumbuhan koloni mikroba
yang memecah protein (bersifat proteolitik) pada skim milk agar dikelilingi
oleh areal bening (Fardiaz, 1993).

H. Kadar Air
Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena air
dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan cita rasa suatu bahan pangan.
Kandungan air dalam bahan pangan ikut menentukan acceptability, kesegaran
dan daya tahan bahan pangan tersebut. Adanya air dalam bahan pangan juga
ikut menentukan kerusakan, karena air dimanfaatkan oleh mikroba untuk
pertumbuhan. Sebagian besar perubahan-perubahan bahan pangan terjadi
dalam media air yang ditambahkan atau yang berasal dari bahan pangan itu
sendiri. (Fardiaz et al., 1992).
Menurut Winarno (1997), air dalam bahan makanan dibagi atas empat
tipe. Menurut derajat keterikatan air, tipe 1 adalah molekul air yang terikat
pada molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N seperti karbohidrat,
protein dan garam. Air tipe ini dapat dihilangkan dengan cara pengeringan
biasa. Tipe II yaitu molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan
molekul air lain. Air jenis ini sukar dihilangkan. Tipe III adalah air yang
secara fisik terikat dalam jaringan matrik bahan seperti membran kapiler dan
serat yang disebut air bebas. Air tipe ini mudah diuapkan. Tipe IV adalah air
yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni.

I. Nilai pH
pH merupakan jumlah ion hidrogen (H+) dalam larutan. Air murni
(aquades) akan memisahkan commit
jumlahtoion
userhidrogen (H+) dan ion hidroksil
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

(OH-). pH didefinisikan sebagai –log 10 dari konsentrasi ion hidrogen (H+).


Nilai pH yang diperoleh merupakan jumlah ion (H+) yang terdapat dalam
daging. pH daging merupakan tingkat keasaman daging setelah pemotongan
(Warris, 2000).
Menurut Buckle et al. (1987), pH akhir yang tercapai mempunyai
pengaruh pada mutu daging. pH rendah (5,1-6,1) menyebabkan daging
mempunyai struktur terbuka, sehingga baik untuk pengasinan, berwarna
merah muda cerah, sehingga disukai oleh konsumen, mempunyai flavour yang
lebih disukai dan mempunyai stabilitas yang baik terhadap kerusakan yang
diakibatkan oleh mikroba. pH tinggi (6,2-7,2) menyebabkan daging
mempunyai struktur tertutup atau padat dengan warna merah ungu tua, rasa
kurang enak dan keadaan yang memungkinkan untuk perkembangan mikroba.

J. Daya Ikat Air


Daya ikat air oleh protein daging atau water holding capacity atau
water bonding capacity (WHC atau WBC) adalah kemampuan daging untuk
mengikat air atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari
luar, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan dan tekanan.
Penurunan daya ikat air dapat diketahui dengan adanya eksudasi cairan yang
disebut weep pada daging mentah yang belum dibekukan, drip pada daging
mentah beku yang disegarkan kembali dan kerut pada daging masak. Eksudasi
berasal dari cairan dan lemak daging (Soeparno, 2005). Mekanisme daya ikat
air berpusat pada protein dan struktur yang mengikat air khususnya protein
miofibril (Huff-Lonergan dan Lonergan, 2005).

K. Protein Terlarut
Protein merupakan makromolekul, sehingga mudah mengalami
perubahan bentuk fisik dan biologis. Faktor yang menyebabkan perubahan
sifat alamiah protein antara lain : panas, asam, basa, pelarut organik, pH,
garam, logam berat dan sinar radiasi radioaktif. Perubahan sifat fisik yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

mudah diamati adalah penjendalan (menjadi tidak larut) atau pemadatan


(Rahmadani, 2012).
Protein dalam bahan pangan dapat menentukan mutu dari suatu produk
terutama yang berasal dari daging (Winarno, 1997). Protein dalam pangan
biasanya terdapat dalam bentuk ikatan fisik yang renggang maupun ikatan
kimiawi yang lebih erat dengan karbohidrat atau lemak, karena ikatan-ikatan
ini maka terbentuk senyawa-senyawa glikoprotein dan lipoprotein yang
berperan besar dalam penentuan sifat-sifat fisis aliran bahan (Sudarmaji,
1997).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

HIPOTESIS

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :


1. Konsentrasi pelumuran pasta jahe berpengaruh terhadap total bakteri
proteolitik, kadar air, nilai pH, daya ikat air dan protein terlarut pada
daging ayam broiler.
2. Waktu penyimpanan berpengaruh terhadap total bakteri proteolitik, kadar
air, nilai pH, daya ikat air dan protein terlarut pada daging ayam broiler.
3. Terdapat interaksi antara konsentrasi pelumuran pasta jahe dan waktu
penyimpanan terhadap total bakteri proteolitik, kadar air, nilai pH, daya
ikat air dan protein terlarut pada daging ayam broiler.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai