Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian HACCP
HACCP merupakan suatu sistem manajemen pengawasan dan
pengendalian keamanan pangan secara preventif yang bersifat ilmiah,
rasional dan sistematis dengan tujuan untuk mengidentifikasi, memonitor
dan mengendalikan bahaya (hazard) mulai dari bahan baku, selama proses
produksi/pengolahan, manufakturing, penanganan dan penggunaan bahan
pangan untuk menjamin bahwa bahan pangan tersebut aman bila
dikonsumsi (MOTARKEMI et al, 1996 ; STEVENSON, 1990). Dengan
demikian dalam sistem HACCP, bahan/materi yang dapat membahayakan
keselamatan manusia atau yang merugikan ataupun yang dapat
menyebabkan produk makanan menjadi tidak disukai; diidentifikasi dan
diteliti dimana kemungkinan besar terjadi kontaminasi/pencemaran atau
kerusakan produk makanan mulai dari penyediaan bahan baku, selama
tahapan proses pengolahan bahan sampai distribusi dan penggunaannya.
Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik
kendali kritis.
Menurut BRYAN (1990), sistem HACCP didefinisikan sebagai
suatu manajemen untuk menjamin keamanan produk pangan dalam
industri pengolahan pangan dengan menggunakan konsep pendekatan
yang bersifat logis (rasional), sistematis, kontinyu dan menyeluruh
(komprehensif) dan bertujuan untuk mengidentifikasi, memonitor dan
mengendalikan bahaya yang beresiko tinggi terhadap mutu dan keamanan
produk pangan. Konsep HACCP ini disebut rasional karena
pendekatannya didasarkan pada data historis tentang penyebab suatu
penyakit yang timbul (illness) dan kerusakan pangannya (spoilage).
HACCP bersifat sistematis karena konsep HACCP merupakan rencana
yang teliti dan cermat serta meliputi kegiatan operasi tahap demi tahap,
tatacara (prosedur) dan ukuran kriteria pengendaliannya.
Konsep HACCP juga bersifat kontinyu karena apabila ditemukan
terjadi suatu masalah maka dapat segera dilaksanakan tindakan untuk
memperbaikinya. Disamping itu, sistem HACCP dikatakan bersifat
komprehensif karena sistem HACCP sendiri berhubungan erat dengan
ramuan (ingredient), pengolah/proses dan tujuan penggunaan/pemakaian
produk pangan selanjutnya.

B. Pengolahan
1. Pengertian Pengolahan
Pengolahan merupakan berbagai cara pengubahan hasil-hasil bahan
pangan oleh budidaya manusia baik secara fisik, kimiawi atau
biokimiawi menjadi produk-produk guna memenuhi kebutuhannya
(Makfoeld, 1982).
Pengolahan bertujuan untuk memperoleh pangan yang
beranekaragam, berkualitas tinggi, tahan simpan, meningkatkan nilai
tukar dan daya guna bahan mentahnya (Astawan dan Made, 1988).
Produk hasil pengolahan sering disebut sebagai hasil olah. Hasil olah
ada yang dapat langsung memenuhi kebutuhan manusia disebut hasil
jadi (final product) atau suatu hasil olah yang perlu diolah lebih lanjut
untuk langsung 8 memenuhi kebutuhan disebut hasil setengah jadi
(semi final product) (Makfoeld, 1982).
2. Pengolahan Suhu Tinggi
Pengolahan suhu tinggi adalah pengolahan yang menggunakan
panas, baik dari panas api maupun dari alat listrik. Pengaruh
pemanasan terhadap bahan makanan dan zat-zat gizi yang
dikandungnya adalah sangat penting. Pengaruh-pengaruh tersebut
ialah:
a. Pecahnya Dinding Sel Tumbuhan
Dinding sel tumbuhan terutama terdiri dari atas zat selulosa
yang tidak dapat dicerna oleh cairan pencernaan manusia.
Dengan pemanasan dinding sel dirusak menjadi pecah,
sehingga isi sel teerbuka terhadap pengaruh cairan pencernaan
tubuh di dalam rongga usus.
b. Pemanasan Membunuh Mikroba
Panas yang cukup tinggi dan lama akan membunuh
berbagai mikroba yang mungkin bersifat patogen dan
menyebabkan penyakit, terutama penyakit-penyakit infeksi
yang ditularkan melalui makanan dan minuman.
c. Panas Dapat Meniadakan Zat-zat Toksik
Pemasakan dengan mempergunakan panas dapat pula
menetralkan pengaruh beberapa zat toksik yang terdapat secara
alamiah dalam berbagai bahan makanan, baik nabati maupun
hewani.
d. Panas Dapat Mengubah Berbagai Zat Gizi Secara Positip
Pengaruh thermis memberikan pula perubahan-perubahan
yang menguntungkan kepada karbohidrat dan protein yang
terdapat di dalam makanan, sehingga meningkatkan nilai
gizinya.
e. Pemanasan Dapat Memberikan Pengaruh Negatip
Penggunaan panas dengan suhu terlalu tinggi dapat
mengadakan perubahan kimiawi kepada karbohidat dan protein
yang bersifat negatip, yaitu merugikan dengan menurunkan
nilai gizi zat-zat gizi tersebut.
f. Pemanasan Yang Terlalu Tinggi Dapat Menimbulkan Zat
Carcinogenik
Dalam bahan makanan yang hangus, baik nabati maupun
hewani dapat terjadi ikatan-ikatan polycylik yang bersifat
carcinogenik, yaitu merangsang trjadinya kanker. Zat-zat toksik
ini misalnya terdapat dalam asap makanan yang hangus
terbakar (Sediaoetama, 1993).

C. Kerupuk Ikan Tenggiri


Daging ikan tenggiri mengandung protein berkualitas tinggi dan
vitamin yang sangat berguna untuk pertumbuhan dan ketahanan tubuh.
Semua ikan pelagis mengandung Omega 3. Daging ikan tenggiri
merupakan salah satu produk pangan hewani yang kontribusinya penting
sebagai sumber protein (Sudariastuty, 2011).
Kerupuk ikan didefinisikan sebagai hasil olahan dari campuran
yang terdiri atas ikan segar, tepung tapioka dan bahan-bahan lain yang
mengalami perlakuan: pengadonan, pencetakan, pengukusan, pengangin-
anginan, pengirisan dan pengeringan. Ada juga sebagian yang
menambahkan monosodium glutamat sebagai penyedap (Istanti, 2005).
Kerupuk ikan dapat diproduksi dengan alat yang sederhana atau
dengan peralatan berteknologi modern. Untuk industri rumah tangga yang
memproduksi kerupuk ikan, dapat menggunakan alat-alat yang sederhana.
Pembuatan kerupuk ikan dengan skala besar biasanya menggunakan alat-
alat dan mesin dengan teknologi yang lebih maju dan modern (Indrayani,
2012).

D. Rempah-rempah
Rempah-rempah merupakan bahan hasil pertanian yang digunakan
sebagai sumber cita rasa dan aroma. Rempah-rempah sebagian
mengandung oleoresin sehingga cita rasa dan aroma tajam serta spesifik.
Dalam kehidupan sehari-hari rempah-rempah ini sering digunakan untuk
memasak. Hasil olahan rempah-rempah dapat dimanfaatkan dalam industri
parfum., farmasi, flavor, pewarna dan lain-lain (Muchtadi dan Sugiyono,
1992).
Bahan rempah-rempah dapat dihasilkan dari umbi, biji, kulit
batang, bunga, daun dan buah. Rempah-rempah yang merupakan umbi
atau rimpang misalnya jahe, kunyit, temulawak, kencur, kunci, lengkuas
atau laos, temu 12 ireng dan lempuyang. Rempah yang berasal dari biji
misalnya pala, kemiri, dan lain-lain. Kayu manis merupakan rempah yang
berasal dari kulit batang. Rempah-rempah yang berasal dari bunga
misalnya cengkeh. Lada merupakan rempah yang berasal dari buah
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Bakteri yang terdapat pada rempah-rempah antara lain Clostridium
perfringens, B. cereus, Salmonella, Staphylococcus aureus, Y.
enterocolitica, L. monocytogenes (Industry Council for Development,
1996).

E. Keracunan Makanan
1. Penyebab
Makanan yang dapat menyebabkan keracunan nampak kurang
membahayakan, misalnya warna, rasa dan kenampakannya normal dan
tidak ada tanda-tanda kerusakan. Jka terjadi kerusakan makanan,
makanan menjadi tidak sedap, karena warna, rasa dan kenampakannya
telah berubah, walaupun mungkin tidak membahayakan. Ada tiga tipe
keracunan makanan:
a. Keracunan Makanan Secara Kimiawi
Keracunan makanan secara kimiawi disebabkan karena
terdapatnya bahan kimia beracun dalam makanan. Keracunan dapat
disebabkan oleh akumilasi logam tertentu (timah, merkuri dan
kadmium) di dalam tubuh. Keracunan timah dapat timbul oleh air
minum yang melewati pipa yang terbuat dari timah hitam. Selain
itu bahan kimia yang dapat membahayakan bagi tubuh adalah
pestisida.
Pestisida berasal dari kata pest dan sida (cide). Pest artinya
hama, sedangkan sida artinya pembunuh (racun) jadi pestisida
bearti pembunuh hama. Jenis-jenis pestisida yang kit akenal adalah
insektisida (racun serangga), fungisida (racun jamur), bakterisida
(racun bakteri), akarisida (racun tungau), rodentisida (racun tikus),
nematisida (racun nematode), dan herbisida (racun herbal/gulma).
Sebagian besar pestisida khususnya insektisida yang
digunakan saat ini merupakan racun saraf. Insektisida jenis ini
bekerja dengan jalan mengganggu koordinasi saraf. Di samping itu
juga ada insektisida yang cara membunuhnya melalui pernapasan,
racun otot, dan racun fisik.
Menurut cara masuknya ke dalam tubuh serangga,
insektisida dibagi menjadi racun perut, racun kontak, dan fumigant.
Racun perut menunjukkan bahwa masuknya, insektisida tersebut
melalui perut. Racun kontak menunjukkan bahwa masuknya
insektisida melalui kontak serangga dengan insektisida. Fumigan
menunjukkan insektisida tersebut masuk ke dalam tubuh melalui
sistem pernapasan. Pada saat ini ada racun sistemik yang
menunjukkan bahwa insektisida tersebut dapat ditranslokasikan ke
seluruh bagian tanaman dan akan meracuni hama apabila bagian
tanaman yang sudah mengandung insektisida dimakan hama. Jadi
racun sistemik sebenarnya merupakan racun perut (Khaerudin,
1996).
b. Keracunan Makanan Secara Biologik
Keracunan makanan secara biologik disebabkan karena
memakan tumbuhan yang mengandung substansi yang terdapat
secara alami dan bersifat membahayakan (Khaerudin, 1996).
c. Keracunan Makanan Karena Mikroorganisme
Penyebab utama keracunan makanan adalah
mikroorganisme patogen. Makanan yang terkontaminasi oleh
mikrorganisme patogen rasa dan aromanya tidak beruabah
sehingga tidak bisa dideteksi oleh mata telanjang. Faktor
kurangnya pengetahuan tentang pencegahan keracunan makanan
dan faktor penanganan dan penyimpanan makanan yang tidak
benar juga turut mempengaruhi timbulnya keracunan makanan
(Fardiaz, 1992).
Sebelum menjadi penyebab keracunan, mikroorganisme
harus menempuh dua tahap kejadian. Pertama, kontaminasi dan
kedua berkembang biak. Pada umumnya yang memakan manderita
sakit, kalau makanan yang dimakan terkontaminasi
mikroorganisme patogen cukup banyak dan telah melampui daya
tahan tubuh (Fardiaz, 1992).
Untuk berkembang biak dan memperbanyak diri,
mikroorganisme patogen membutuhkan lingkungnan yang basah,
hangat, dan netral, yaitu lingkungan yang tidak basa maupun asam,
dan waktu untuk memperbanyak diri (Fardiaz, 1992).
Keadaan yang sangat menunjang perkembangan bakteri
salah satunya pada daging giling mentah yang dibiarkan di udara
terbuka pada suhu biasa. Daging dalam keadaan seperti itu menjadi
media yang baik untuk berkembang biak bakteri. Suhu yang
menunjang untuk berkembangbikan bakteri berkisar 4,4 oC – 60 oC.
Sekali bakteri berada pada kondisi yang baik, maka
perkembanganya akan sangat cepat (Fardiaz, 1992) . Tiga jenis
bakteri yang bisa menimbulkan racun pada makanan yaitu:
1) Salmonella
Salmonella berasal dari alat pencernaan manusia dan
hewan. Bakteri itu juga terdapat pada daging mentah, telur
mentah, dan sea food mentah. Salmonella masuk kedalam
makanan dengan perantara tangan manusia, serangga,
peralatan masak, dan transportasi. Salmonella akan mati bila
terkena panas yang tinggi (Sumaprastowo, 2000). Pemanasan
pada suhu 70 o C selama 2 menit biasanya cukup untuk
membunuh 106 Salmonella. Oleh karena itu, dengan memasak
makanan dengan baik akan terhindar dari mikroorganisme
Salmonella (Fardiaz, 1992).
Keracunan Salmonella menunjukkan tanda-tanda
pusing, sakit perut, diare, dan demam. Tanda-tanda ini timbul
sekitar 12-36 jam setelah makan (Sumaprastowo, 2000).
Rentang tumbuh bakteri Salmonella adalah pada suhu
(minimum : 5o C – 7o C, optimum : 35o C – 37o C,
maksimum : 47o C), pH 4,5 – 9,0 ( optimum 6,5 – 7,5 ), garam
( relative sensitive terhadap garam, konsentrsi maksimum
untuk pertumbuhan adalah 5,3 % (Winarno, 1993).
2) Colstridium perfringens
Jenis bakteri ini terdapat di tanah, debu, dan alat
pencernaan manusia dan hewan. Lalat banyak membawa jenis
bakteri ini. Jenis bakteri ini dapat membentuk spora yang
melindungi dirinya terhadap panas yang tinggi dan masih bisa
hidup pada suhu memasak. Bila kondisi lingkungan
menguntungkan, maka spora tersebut berubah kembali menjadi
bakteri yang hidup dan siap berkembang biak (Sumoprastowo,
2000).
3) Staphylococcus aureus
Setengah dari jumlah penduduk dunia membawa jenis
bakteri ini dalam hidung, tenggorakan, rambut, dan kulit. Jenis
makanan yang digemari oleh mikroorganisme ini adalah
daging yang telah dimasak, makanan yang mengandung krim,
telur, dan saus yang mengandung susu dan telur
(sumoprastowo, 2000). Rentang tumbuh Staphylococcus
aureus pada suhu minimum 6,5 o C, optimum 37 – 40 o C,
maksimum 48 o C. dan pH 4,0 –9,8 (Industriy Council For
Development, 1996).
Dapus

Lepan, K. S., Lubis, N. H., Salmiah, I., Negara, I. S., & Lubis, M. E. ANALISIS
NILAI TAMBAH PENGOLAHAN KERUPUK IKAN.

https://anzdoc.com/download/bab-ii-tinjauan-pustaka151742526623110.html

Anda mungkin juga menyukai